Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Insulin merupakan suatu hormon yang
diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara klinis terdapat 2 macam
diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM
tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
  DM merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup
besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0
juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.
Salah satu komplikasi kronik yang serius adalah kaki diabetik. Kaki
diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara
menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan adanya lesi
hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus
diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang
sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan
dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan gangren
diabetik.

1
Sampai saat ini masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian, hal ini
terbukti dari masih muncul konsep dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan
penyakit ini. Sedangkan, prevalensi penderita kaki diabetik di Indonesia sekitar
15% dan merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80%
untuk DM. Dampaknya banyak penderita yang penyakitnya berkembang menjadi
penderita osteomielitis dan amputasi pada kakinya.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai
kaki diabetik yang disebabkan oleh diabetes melitus tipe 2. Laporan kasus ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi dan menjadi salah satu
sumber bacaan mengenai kaki diabetik.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Siti Maisaroh
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 57 tahun
Alamat : Desa Cipto Padi Kecamatan Suka Karya
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
MRS tanggal : 18 November 2016

II. Anamnesis (Bangsal; 19 November 2016)

Keluhan Utama :
Luka pada telapak kaki kiri yang tidak sembuh-sembuh sejak 7 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


± 7 hari SMRS os terinjak pecahan gelas pada telapak kaki kiri. Os tidak
menyadari adanya luka di kaki setelah tidak sengaja menginjak pecahan gelas
tersebut, os menyadari ada luka pada 2 hari kemudian. Luka tersebut berbentuk
goresan panjang dengan ukuran ± 1-2 cm, bengkak (-), nanah (-), berwarna
kemerahan disekitar luka (-), demam (-). Os berobat ke perawat terdekat dan
dinyatakan masih tersisa pecahan kaca kecil pada luka os. Luka os dibersihkan,
diberikan obat untuk menghilangkan rasa nyeri tetapi os lupa namanya.
Pada ± 1 hari berikutnya, os mengeluhkan luka di telapak kaki kaki kiri
tersebut membengkak dan menjalar ke punggung kaki kiri, bengkak berwarna
kemerahan (+), nyeri (+). Os mengaku lama kelamaan luka tampak seperti koreng
yang besar, memiliki nanah dan mengeluarkan bau busuk. Os tidak mengeluhkan
rasa mudah haus (-), mudah lapar (-), terbangun pada malam hari >1x untuk
berkemih (-), muntah (-), mual (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan, rasa

3
kesemutan pada tungkai (+), pandangan bertambah kabur disangkal, penurunan
berat badan (+), demam (+).
± 1 hari SMRS, os mengaku luka pada kaki kiri semakin banyak
mengeluarkan nanah. Os berobat ke RS Sobirin Lubuk Linggau.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat kencing manis sejak ± 1 tahun yang lalu, tidak teratur minum
obat.
- Riwayat hipertensi sejak ± 10 tahun yang lalu, tidak teratur minum obat.
- Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal.
- Riwayat sakit jantung disangkal.
- Riwayat sakit ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat kencing manis disangkal.
- Riwayat hipertensi ada pada ayah, ibu dan anak ketiga os.
- Riwayat sakit jantung disangkal.

Riwayat Pengobatan :
- Obat hipertensi, os lupa nama obat.

Riwayat Kebiasaan :
- Os suka makan dan minum manis (+)
- Riwayat merokok disangkal
- Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal
- Riwayat jarang olahraga

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 170/70 mmHg

4
Nadi : 82x/menit, reguler, isi cukup, tegangan baik.
Pernafasan : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,5°C
BB : 60 kg
TB : 159 cm
IMT : 24 kg/m² (Normoweight)

Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali, simetris, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-).
Leher : JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB tidak ada, pembesaran tiroid
tidak ada.
Thorax
Paru-paru Anterior
I : Statis, simetris kanan sama dengan kiri.
Dinamis, simetris kanan sama dengan kiri.
Pelebaran sela iga (-).
P : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-).
P : Sonor, batas paru hepar ICS VI, peranjakan sela 1 iga, batas paru
gaster ICS VII.
A : Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-).

Paru-paru Posterior
I : Statis, simetris kanan sama dengan kiri.
Dinamis, simetris kanan sama dengan kiri.
Pelebaran sela iga (-).
P : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-).
P : Sonor, batas bawah paru kanan dan kiri T10.
A : Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-).

5
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung linea sternalis
kanan, batas kiri jantung linea midklavikularis kiri ICS V.
A : HR 82x/menit, bunyi jantung I dan II normal, murmur (-),
gallop (-).

Abdomen
I : Datar
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas atas:
Tonus eutoni, gerakan luas, kekuatan baik.

Ekstremitas bawah:
Tonus eutoni, gerakan luas, kekuatan baik, edema pretibia (-), tampak ulkus pada
plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman 0.5 cm dan tampak
ulkus pada dorsum pedis dextra dengan ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1
cm, terasa hangat (+), berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-),
rasa nyeri (+) baik, rasa raba (+) kurang, deformitas (-/-).

6
Gambar 1. plantar pedis dextra

Gambar 2. Dorsum pedis dextra

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

7
18 19 November 26 November
November 2016 2016
2016
Hb (g/dL) 11.8 9.2 10.7
RBC (x106/mm3) 4.2 3.4 3.1
WBC (x103/mm3) 22.0 20.7 14.9
HT (%) 35.3 28.7 26.4
PLT (x103/mm3) 322 410 480
Neutrofil (%) 83.6 91.0 76.3
Limfosit (%) 8.0 5.0 15.5
MCH (pg) 28.2 27.5 27.4
MCV (fl) 84.2 85.7 58.2
MCHC (g/L) 33.4 32.1 32.2
Kolesterol (mg/dl) 149.5 -
Trigliserid 91.3 -
(mg/dl)
HDL (mg/dl) 57.4 -
LDL (mg/dl) 111.0 -
BSS (mg/dl) 268 - 212
Ureum (mg/dl) 28.61 - 27.0
Kreatinin (mg/dl) 0.80 - 0.5

Pemeriksaan EKG (IGD; tanggal 18 November 2016)


Kesan : Normal EKG

Pemeriksaan rontgen pedis dextra AP/Oblique

8
Gambar 3. Rontgen Pedis AP/Oblique

Kesan : Soft tissue swelling regio pedis dextra dengan pneumatisasi subkutis. Tak
tampak gambaran osteomielitis.

V. Diagnosis Sementara
Ulkus diabetik pedis dextra et causa DM tipe 2 normoweight uncontrolled +
Hipertensi stage II

VI. Diagnosis Banding


 Ulkus pedis dextra et causa atherosclerosis + DM tipe 2 normoweight
uncontrolled + Hipertensi stage 2
 Ulkus pedis dextra et causa chronic venous insufficiency + DM tipe 2
normoweight uncontrolled + Hipertensi stage 2

VII. Penatalaksanaan (IGD; 18 November 2016)

9
Non Farmakologis
- Istirahat
- Edukasi
Adapun edukasi yang dapat diberikan pada pasien
 Menjelaskan kepada os dan keluarga os dengan bahasa
yang sederhana bahwa penyakit os merupakan penyakit
yang disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor
keturunan, kegemukan, sering mengkonsumsi makanan yang
manis, perokok berat, atau kurang berolahraga. Menjelaskan bahwa
penyakit ini susah untuk disembuhkan akan tetapi bisa dihindari
dan dicegah komplikasinya dengan beberapa upaya. 
 Menjelaskan gejala-gejala pada penyakit DM
beserta komplikasinya.
 Mengajarkan cara perawatan luka pada kaki os.
 Menjelaskan kepada os dan keluarga mengenai pentingnya
memeriksakan diri secara teratur ke puskesmas untuk mengontrol
gula darah.
 Menjelaskan kepada os dan keluarga untuk melakukan olahraga 3
kali dalam seminggu selama 30 menit dengan menggunakan sepatu
yang bersih dan bahan yang lembut.
 Menjelaskan kepada os dan keluarga mengenai pentingnya
menggunakan alas kaki yang bersih setiap keluar rumah. 
 Menjelaskan kepada os untuk mengurangi tekanan atau beban pada
kaki yang luka karena dapat memperburuk kondisi luka tersebut.
 Menjelaskan kepada os dan keluarga mengenai pentingnya
kepatuhan dan disiplin meminum obat.
- Diet DM
- Jaga kebersihan ulkus
- Perawatan luka; GV setiap pagi dan sore

Farmakologis

10
- IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500mg
- Amlodipin 1x10 mg PO

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX. Rencana Pemeriksaan


- Pemeriksaan darah lengkap

X. FOLLOW UP
Tanggal/ Jam Catatan Perkembangan Terintegrasi

19 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan


2016/ 07.00 O= sens: CM
TD: 140/60 mmHg, N: 82x/m
RR: 22x/m, T: 36,4’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman

11
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
A: Ulkus diabetik et causa DM tipe 2 normoweight
uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500 mg PO
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
- Periksa BSN, BSPP, Kolesterol, Trigliserida.
- Rontgen pedis dextra AP/Lateral
21 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan
2016/ 07.00 O= sens: CM
TD: 110/70 mmHg, N: 82x/m
RR: 20x/m, T: 36,0’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),

12
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
Pemeriksaan (19 November 2016)
BSN: 296 mg/dl
BSPP: 254 mg/dl

A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2


normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500 mg PO
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
22 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan
2016/ 07.00 O= sens: CM, TD: 120/70 mmHg, N: 84x/m
RR: 20x/m, T: 36,5’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan

13
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2
normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500 mg PO
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
23 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan, mual
2016/ 07.00 O= sens: CM, TD: 120/70 mmHg, N: 88x/m
RR: 20x/m, T: 36,5’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2

14
normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500 mg PO
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Cylostazol 2x100 mg PO
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
24 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan, mual
2016/ 07.00 O= sens: CM, TD: 110/70 mmHg, N: 84x/m
RR: 20x/m, T: 36,8’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2
normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul

15
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Metformin 3x500 mg PO
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Cylostazol 2x100 mg PO
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
- Periksa BSN dan BSPP
25 November S= Nyeri pada luka di kaki kanan, mual
2016/ 07.00 O= sens: CM, TD: 120/70 mmHg, N: 84x/m
RR: 20x/m, T: 36,9’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
Pemeriksaan (24 November 2016)
BSN: 104 mg/dl
BSPP: 97 mg/dl

16
A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2
normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Cylostazol 2x100 mg PO
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM
- Konsul Bedah
26 November S= Tidak ada keluhan
2016/ 07.00 O= sens: CM, TD: 120/80 mmHg, N: 82x/m
RR: 20x/m, T: 37’C
S= Nyeri pada luka di kaki kanan, mual
O= sens: CM, TD: 120/70 mmHg, N: 88x/m
RR: 20x/m, T: 36,5’C
Keadaan spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax : jantung: HR 83x/m, murmur (-) , gallop (-)
Paru : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-),
ballotement (-), shifting dulness (-), nyeri ketok CVA kanan dan
kiri (-), BU (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema pretibia (-), tampak ulkus
pada plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman
0.5 cm dan tampak ulkus pada dorsum pedis dextra dengan
ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1 cm, terasa hangat (+),

17
berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
A: Ulkus diabetik klasifikasi Wagner grade II+DM tipe 2
normoweight uncontrolled+Hipertensi stage II
P: - IVFD RL gtt XX/menit + drip ketorolac 1 ampul
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV
- Injeksi ranitidin 2x50 mg IV
- Injeksi ondansentron 2x4 mg IV
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Levemir 1x13 IU
- Novorapid 3x4 IU
- Cylostazol 2x100 mg PO
- Jaga kebersihan ulkus + GV tiap hari
- Diet DM

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

18
3.1 Diabetes Mellitus
3.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Berdasarkan definisi
American Diabetes Association tahun 2010, diabetes Melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

3.1.2 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Berikut adalah klasifikasi etiologi DM:
1. Tipe 1: destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
2. Tipe 2: bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
3. Tipe lain:
 Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang
 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

19
4. Diabetes melitus gestasional
Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan PERKENI 2011 dibagi menjadi
4 yaitu 1) diabetes mellitus tipe 1 yang mutlak membutuhkan terapi insulin,
biasanya disebabkan karena penyakit autoimun atau idiopatik, 2) diabetes mellitus
tipe 2, 3) diabetes tipe lain, dan 4) diabetes mellitus gestasional.

3.1.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukankarena membutuhkan persiapan khusus.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

20
 Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
 Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa


(PERKENI, 2011):

Kriteria diagnosis DM (PERKENI, 2011)

21
3.1.4 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah
menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan
mencapai target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka
panjang adalah mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya
morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku.

Pilar Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
 Materi tentang perjalanan penyakit DM

22
 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
 Penyulit DM dan risikonya
 Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan
 Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain
 Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
 Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
 Pentingnya latihan jasmani yang teratur
 Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
 Pentingnya perawatan kaki
 Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :


 Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
 Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
 Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
 Makan di luar rumah
 Rencana untuk kegiatan khusus
 Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang
DM
 Pemeliharaan/perawatan kaki

2. Terapi gizi medis


Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis,

23
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.

3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.

4. Intervensi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
2. Suntikan
A. Insulin
B. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

24
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin


Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

25
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu
harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-
amide yang tidak aktif.

Obat Hipoglikemik Oral (PERKENI, 2011)

26
3.2 Ulkus Diabetik
3.2.1 Definisi
Ulkus diabetik, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada
kaki penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh
penyakit diabetes itu sendiri. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya adalah 2%
diantara semua pasien diabetes dan 5-7,5% diantara pasien diabetes dengan
neuropati perifer. 

3.2.2 Patofisiologi
Ulkus diabetik terjadi akibat adanya perubahan mikrovaskular dan
makrovaskular yang dalam hal ini terjadi neuropati dan Peripheral Vascular
Diseasse (PVD). Neuropati pada penderita diabetes memiliki prevalensi lebih dari
50%. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan diduga akibat perubahan
patologis yang diinduksi hiperglikemia pada neuron-neuron dan iskemia karena
berkurangnya aliran darah neurovaskular yang berakibat rusaknya neuron. Selain

27
neuropati dan PVD, terdapat satu faktor lagi yang berperan, yaitu infeksi. Jarang
sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi sering merupakan komplikasi iskemia
dan neuropati.
Penyebab terjadinya ulkus bersifat multifaktorial, dibedakan menjadi 3
kelompok yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitas anatomi dan faktor
lingkungan. Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekular menyebabkan
neuropati perifer, dan penurunan sistem imunitas yang mengakibatkan
terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas anatomi pada kaki, yaitu
pada neuroatropati charcot, terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris.
Faktor lingkungan terutama trauma akut dan kronis (akibat tekanan sepatu, benda
tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang dapat memulai terjadinya ulkus.
Alas kaki yang tidak tepat merupakan sumber trauma yang paling sering.
Akibat dari neuropati yang menganai saraf sensorik perifer dan rusaknya
serabut mielin, maka mekanisme proteksi normal akan terganggu sehingga pasien
kurang waspadsa terhadap trauma minor pada kaki, bahkan tidak mengetahui telah
terdapat luka di kakinya. Terganggunya persepsi propioseptif menyebabkan
distribusi berat yang salah, terutama pada saat berjalan sehingga dapat terbentuk
kalus atau ulkus.
Adanya neuropati motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot,
juga menyebabkan abnormalitas pada mekanis otot kaki dan perubahan struktural
kaki, misalnya hammer toe, claw toe, prominent metatarsal head, charcot joint,
dan mudahnya terbentuk kalus. Gangguan otonom yang ada seperti anhidrosis,
gangguan aliran darah superfisial kaki, membuat kulit menjadi kering dan mudah
terbentuk retakan/fisura. Buruknya sirkulasi darah dan penyembuhan luka dapat
memperbesar luka kecil.

Mekanisme kejadian kaki diabetik tergambar pada gambar di bawah ini:

28
3.2.3 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini seperti,
klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan
PEDIS ( Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection, Sensation ).
Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan derajat luas dan
berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan ikhtiar
pengobatan (Oyibo dkk., 2001 ; Widatalla dkk., 2009 ).
Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-
tanda berikut :
Bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya
pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan
(superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat
(disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik) (Lipsky dkk., 2012).
Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis

29
asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau
instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk., 2008).

Klasifikasi Wagner:
Grade 0:Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi
Grade I: Ulkus superfisial terlokalisir.
Grade II: Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum
mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses
Grade III: Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
osteomielitis, abses atau selulitis.
Grade IV: Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.
Grade V: Gangren seluruh kaki.

Klasifikasi Diabetic Foot PEDIS dirangkum dalam tabel berikut ini:

30
Klasifikasi menurut Edmonds:
Stage 1 : Normal foot
Stage 2 : High risk foot
Stage 3 : Ulcerated foot
Stage 4 : Infected foot
Stage 5 : Necrotic foot
Stage 6 : Unsalvable foot

3.2.4 Penatalaksanaan
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
• Mechanical control - pressure control

31
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-
weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat
menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar. 

• Wound control
Dilakukan debridement untuk mengurangi jaringan yang nekrotik dan mengurangi
produksi pus dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka,
atau iodine encer, senyawa silver sebagai bagian dari dressing, dll. 

• Microbiological control – infection control


Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr.Cipto
Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran
gram positif dna gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan
berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik
dengan spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti
misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

• Vascular control
Perbaiki kelainan pembuluh darah perifer dengan modifikasi faktor risiko terkait
aterosklesrosis seperti hiperglikemi, hipertensi dan dislipidemia.

• Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor yang terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan
insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatian
dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal
lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar

32
Hb dan derajat oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor
tersebut tentu akan menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan
dan tidak diperbaiki.

• Educational control
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 

BAB IV

33
ANALISIS KASUS

Seorang pasien perempuan usia 57 tahun datang dengan keluhan utama


luka pada telapak kaki kiri yang tidak sembuh-sembuh sejak 7 hari SMRS. Luka
ini disebabkan oleh os yang tidak sengaja menginjak pecahan gelas pada telapak
kaki kiri, os juga tidak menyadari adanya luka di kaki tersebut dan baru disadari
os setelah 2 hari kemudian. Pada ± 1 hari berikutnya, os mengeluhkan luka di
telapak kaki kaki kiri tersebut membengkak dan menjalar ke punggung kaki kiri,
bengkak berwarna kemerahan (+), nyeri (+). Os mengaku lama kelamaan luka
tampak seperti koreng yang besar, memiliki nanah dan mengeluarkan bau busuk.
Os telah didiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 sejak ± 1 tahun yang lalu
dan os tidak teratur minum obat. Luka yang dialami os lama kelamaan semakin
luas, mengeluarkan nanah dan bau yang busuk. Os mengaku adanya penurunan
berat badan dan demam yang tidak terus menerus beberapa hari SMRS. Keluhan
mudah lapar, mudah haus, dan penurunan berat badan tidak ada. Gejala klasik DM
seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak selalu
tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia
terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru
dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena
mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak
terjadi.
Pada riwayat kebiasaan, pasien mengaku tidak merokok, tidak
mengkonsumsi obat-obatan, ataupun kopi dan teh. Namun pasien mengaku
senang mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Makanan dan minuman
manis dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya hiperglikemia pada diabetes
melitus pada kasus ini. Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah
neuropati diabetik. Neuropati diabetik ini disebabkan oleh adanya kondisi
hiperglikemia yang pada akhirnya dapat menyebabkan degenerasi akson dan
menurunkan kecepatan konduksi saraf. Neuropati ini dapat bermanifestasi dalam
gejala sensorik, motorik, dan otonom. Gejala sensorik yang sering dirasakan
adalah kesemutan, mati rasa, rasa seperti menggunakan kaos kaki tebal, rasa

34
terbakar, hipersensitivitas. Gejala motorik yang dapat dirasakan berupa kelemahan
distal, proksimal, ataupun fokal. Sedangkan gejala otonom yang dapat dirasakan
oleh penderita berupa kulit yang kering, keringat yang sedikit, sensitivitas
terhadap cahaya yang terang. Pada pemeriksaan neurologis sensorik didapatkan
masih adanya rasa nyeri dan tidak didapatkan rasa raba yang berkurang pada
daerah plantar dan dorsum pedis dextra. Sensitivitas kaki kiri pasien sudah mulai
berkurang, hal ini senada dengan pengakuan pasien yang tidak sadar akan adanya
luka di kaki. Manifestasi neuropati berupa mati rasa, kulit yang kering sehingga
mudah berdarah dapat menjadi pemicu awal dari perjalanan penyakit pasien ini.
Pada penderita diabetes melitus dengan neuropati juga dapat mengalami ukus
diabetik. Pada penderita diabetes akan mengalami gangguan penyembuhan luka
secara intrinsik. Sebab, kondisi hiperglikemia yang berkelanjutan akan
ditemukannya peningkatan mediator-mediator inflamasi, memicu respon
inflamasi, menyebabkan inflamasi kronis, dan terpenting adalah angiogenesis
yang terganggu. Hal ini yang menyebabkan kondisi luka yang dialami oleh os
yang semakin luas dan tidak sembuh tersebut.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah os yaitu 170/70
mmHg yang tergolong di dalam hipertensi stage 2, os juga mengaku telah
menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.Indeks massa tubuh pada pasien ini
yaitu 24 kg/m² yang berada dalam rentang normoweight. Pemeriksaan spesifik
lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan lokalis didapatkan luka bergaung pada
plantar pedis dextra ukuran 4 cm x 3 cm dengan kedalaman 0.5 cm dan tampak
ulkus pada dorsum pedis dextra dengan ukuran 6 cm x 4 cm dengan kedalaman 1
cm, terasa hangat (+), berwarna kemerahan (+), edema (+), pus (+), nekrosis (-).
Dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini dan didapatkan hasil yaitu
GDS 268 mg/dl. Didapatkan kondisi leukositosis yang menunjukkan terjadinya
infeksi.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis untuk pasien ini yaitu ulkus diabetik pedis dextra yang disebabkan oleh
DM tipe 2 normoweight uncontrolled dan hipertensi stage II. Diagnosis DM tipe 2
tidak terkontrol ini ditegakkan karena tidak memenuhi kriteria baik pada kriteria

35
pengendalian DM dari PERKENI, yaitu pada komponen indeks massa tubuh dan
tekanan darah.
Prinsip tatalaksana dari ulkus diabetik ini adalah, mengurangi tekanan dan
beban, mengembalikan perfusi perifer, pengobatan infeksi, pengontrolan diabetes
dan masalah kesehatan lainnya, perawatan luka yang baik, dan edukasi kepada
pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang diderita. Pengobatan awal yang
diberikan pada pasien ini adalah antibiotik untuk menatalaksana infeksi pada luka
di kaki kiri dan diberikan yaitu Ceftriaxone 2x1 gram perhari. Antibiotik yang
diberikan seharusnya berdasarkan hasil kultur kuman. Namun, karena kultur
kuman penyebab dan sensitivitas tidak memadai untuk dilakukan maka pemberian
antibiotik harus segera diberikan secara empiris dan difokuskan pada patogen
gram positif. Menatalaksana keluhan mual diberikan Ranitidin 2x50 mg perhari
dan Ondansentron 2x4 mg perhari, pemberian kedua obat ini juga untuk
meminimalisasi efek samping yang mungkin ditimbulkan dari pemakaian
Metformin. Untuk Pengobatan diabetes melitus pasien ini sebelumya telah
diberikan Metformin 3x500 mg perhari, tetapi pasien tidak memakan obat secara
teratur. Selanjutnya diberikan Metformin 3x500 mg perhari. Untuk mengatasi
hipertensi pada pasien ini diberikan Amlodipin 1x10mg perhari.
Setelah pasien dipindahkan ke bangsal dilakukan perawatan luka setiap
pagi tiap harinya, juga direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan foto rontgen
pedis dextra Ap/Oblique. Hasil yang didapatkan berupa adanya soft tissue
swelling dan tak tampak gambaran osteomielitis. Ulkus diabetik ini sesuai dengan
klasifikasi Wagner berada dalam grade 2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
menunjukkan adanya peningkatan BSN dan BSPP, sedangkan pemeriksaan
lainnya berada dalam batas normal. Pasien juga diberikan injeksi levemir 1x13 IU
diberikan sebagai long-acting insulin dan novorapid 3x4 IU diberikan sebagai
fast-acting insulin. Ditambahkan Cylostazol tablet 100mg 2x1 tablet sehari yang
berguna sebagai vasodilator untuk meningkatkan aliran darah ke pembuluh darah
perifer. Pasien juga diberikan diet DM yaitu konsumsi sayur tidak perlu dibatasi
atau dihindari (dianjurkan tinggi serat >25 gram/hari).

36
Setelah diberikan insulin selama 5 hari, dilakukan pemeriksaan ulang BSN
dan BSPP, didapatkan hasil dalam batas normal. Direncanakan untuk konsul
bedah. Pihak bedah merencanakan untuk dilakukannya debridement. Tampak
perubahan yang berarti pada pasien ini setelah diberikan tatalaksana di atas.
Pasien tersebut kemudian dipulangkan.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji, S. 2009. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya,


diagnosis, dan strategi pengelolaan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simandibrata M (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. hal 1923-7.
2. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi IV. Jilid I-II. Jakarta: Media Aesculapius.
3. Perkeni, P. E. I. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia (The Consensus of Control and Prevention of
Type 2 Diabetes Mellitus). Jakarta: Perkeni (Indonesian Society of
Endocrinology).
4. Burduli M. 2009. The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an
Elderly Age. Available from:http://www.gestosis.ge.
5. Sudoya AW, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid III
hal. 961-1070. Interna Publishing.
6. Kasper, DL. 2005. Harrison Principles of Internal Medicine 16 th Edition
Page. 2168-2170. Mc-Graw-Hill.
7. Samson O, et al. 2001. A Comparison of two Diabetic Foot Ulcer
Classification Systems. American Diabetes Association. Diabetes Care 24:84-
88.

38

Anda mungkin juga menyukai