Dosen Pengampu :
Jurusan Keperawatan
TA 2020/2021
1. edukasi pasien pre op
Edukasi pre operatif membantu pasien untuk memahami dan meyiapkan mental untuk
melakukan prosedur pembedahan serta penyembuhan post operatif (McEwen & Wills, 2011).
Fase intra operatif merupakan pelayanan yang dilakukan setelah induksi anestesi dan selama
proses pembedahan.
Mengajarkan orang untuk hidup dalam kondisi yang terbaik yaitu berusaha keras untuk
mencapai tingkat kesehatan yang maksimum
Pemeliharaan dan promosi kesehatan, serta pencegahan penyakit
Pemulihan kesehatan
Beradaptasi dengan gangguan fungsi
Fungsi pernafasan, edukasi meningkatkan kemampuan pasien untuk nafas dalam dan
batuk secara efektif.
Menurunkan ansietas, rasa nyeri dan jumlah obat-obatan anti nyeri yang diperlukan
untuk kenyamanan
Kapasitas fungsi fisik
Edukasi dilakukan saat dalam perawatan, yaitu di ruangan untuk persiapan operasi agar
kecemasan pasien berkurang dengan menggunakan video.
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi
bisa dibatalkan.Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
2. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain: takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi
perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut
keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), takut/ngeri menghadapi ruang
operasi, peralatan pembedahan dan petugas. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi, takut
operasi gagal.Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab,
gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih.
Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam
menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan
untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti
adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system
c. Menjelaskan persiapan administrasi.Keluarga pasien yang akan dilakukan prosedur operasi
wajib bertanggung jawab membaca dan menandatangani surat ijin operasi.
3. Evaluasi
Pelaksanaan edukasi persiapan operasi kista dilakukan minimal satu hari sebelum pembedahan
selama 30 menit, kemudian evaluasi perasaan pasien setelah diberikan penjelasan tentang
persiapan operasi, dan mengevaluasi kesiapan pasien.
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna
(sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru). Dalam kondisi normal,
hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis dengan kontrol
neurohormonal. Namun, pada pasien-pasien kritis mekanisme kontrol tidak melakukan fungsinya
secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil. Monitoring hemodinamik menjadi
komponen yang sangat penting dalam perawatan pasien-pasien kritis karena status hemodinamik
yang dapat berubah dengan sangat cepat.Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring
hemodinamik dibagi menjadi monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun sudah
banyak terjadi kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan secara invasif masih tetap
menjadi gold standard monitoring. Variabel yang selalu diukur dalam monitoring hemodinamik
pasien kritis dengan metode invasif meliputi: tekanandarah arteri, tekanan vena sentral, tekanan
arteri pulmonal1,2Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler,
tranducer tekanan dan sistem monitoring.
1. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung dan tamponade.
2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan dan dukungan
mekanik.
3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.Dengan
dilakukannya monitoring hemodinamik secara kontinyu, perubahan-perubahan pada status
hemodinamik pasien akan diketahui sehingga penanganan akan lebih cepat dilakukan dan
menghasilkan prognosis yang lebih baik1.
Hipotermi pasca general anestesi dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain suhu
kamar operasi yang dingin, umur, pemberian cairan infus yang dingin, penggunaan agen inhalasi,
luas luka operasi, lama operasi, aktifitas otot yang menurun (tersedasi) dan usia lanjut.
Hipotermi dapat terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan dan disebabkan oleh beberapa
faktor. Penanganan yang bisa diberikan untuk mengatasi permasalah hipotermi tersebut
diantaranya dengan pemberian selimut hangat elektrik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahuiefektifitaspenggunaan electricblanketdalam mengatasi hipotermi pada pasien post
operasi.
Semua tindakan bedah atau prosedur operasi (termasuk bedah caesar) mempunyai resiko
integritas atau keutuhan tubuh terganggu bahkan dapat merupakan ancaman kehidupan paien.
Masalah-masalah lain juga bisa timbul berkaitan, teknik anestesi, posisi pasien, obat-obatan
komponen darah,kesiapan ruangan untuk pasien, suhu dan kelembaban ruangan, bahaya
peralatan listrik,potensial kontaminasi, dan secara psikososial adalah kebisingan, rasa diabaikan
dan percakapan yang tidak perlu (Smeltzer, 2002).
Perawatan pasien pasca bedah dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis yang
mungkin terjadi, diantaranya komplikasi perdarahan, irama jantung tidak teratur,gangguan
pernafasan, sirkulasi, pengontrolan suhu (hipotermi), serta fungsi-fungsi vital lainnya seperti
fungsi neurologis, integritas kulit dan kondisi luka, fungsi genito-urinaria, gastrointestinal,
keseimbangan cairan dan elektrolit serta rasa nyaman (Potter, 2006).
Beberapa kejadian menggingil (hipotermia) yang tidak diinginkan mungkin dialami pasien
akibat suhu yang rendah diruang operasi, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang
dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, atau
agent obat-obatan yang digunakan seperti vasodilator/fenotiasin (Smeltzer, 2002).Kejadian
menggigil pasca bedah juga masih sering dijumpai di ruang pulih sadar. Komplikasi berupa
menggigil dalam hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot rangka atau tremor pada wajah,
dagu dan ekstremitas selama + 15 menit disertai proses hipotermi serta vasodilatasi. Keadaan ini
dapat menjadikan hal yang lebih buruk dibandingkan rasa nyeri, serta mengganggu observasi
keadaan pasien dan kenyamanan fisik.Beberapa intervensi untuk menurunkan keadaan menggigil
pasca bedah bisa dengan pemanasan internal aktif atau eksternal aktif.
Suhu lingkungan dalam ruang pulih sadar,gaun dan selimut yang basah diangkat dan
diganti dengan yang kering karena dapat memperbesar kehilangan panas, cairan intravena dan
irigasi dihangatkan sampai 37°C. Apapun metode yang dipakai untuk menghangatkan pasien,
penghangatan harus dilakukan secara bertahap dan bukan dengan cepat (Smeltzer, 2002).
Saat ini ada produk berupa elemen penghangat menggunakan tenaga listrik yang bisa
digunakan untuk menghangatkan cairan intravena dan transfusi darah, yang mana sebelumnya
untuk menghangatkan darah transfusi biasanya dengan diapitkan pada ketiak pasien. Akhir-akhir
ini alat ini sudah sering dijumpai terutama di ruang operasi sebagai penghangat komponen darah
yang akan ditransfusikan pada pasien. Alat ini juga bisa digunakan untuk menghangatkan cairan
intravena (infus) walaupun masih jarang digunakan karena peralatan yang jumlahnya masih
terbatas. Dengan metode baru ini, cairan intravena menjadi hangat saat aliran tersebut masuk
kepembuluh darah, dan diharapkan dapat menjaga suhu tubuh tetap normal. Namun selama ini
belum pernah dilakukan evaluasi sejauh mana efektifitas metode elemen penghangat tersebut
dapat mengurangi atau meminimalisir kejadian hipotermia.
Tanda - tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976) :
e. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan
posisi tubuh
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan
tahap mobilisasi dini antara lain :
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring dahulu. Mobilisasi dini yang
bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
b. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah
trombosis dan trombo emboli
c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan.Kebanyakan dari pasien masih
mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan
mempengaruhi luka
Gaya hidup
Proses penyakit
Kebudayaan
Usia
Tingkat Energi pasien
Tahapan Mobilisasi
1. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pesien bisa melakukan latihan
pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan miring kiri sudah dapat dimulai.
2. Pada hari ke 2, pasien didudukan selama 5 menit, disiruh latihan pernafasan dan batuk
efektif guna melonggarkan pernafasan.
3. Pada hari ke 3-5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan disekitar
kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, dengan bergerak, otot-
otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltic
usus kembali normal. Aktivitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh
bekerja seperti semula.
Mempercepat pemulihan misal konstraksi uterus post secarea, dengan demikian pasien
akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.
Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah
normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
Miokard akut
Disritmia jantung
Syok sepsis
Kelemahan unum dengan tingkat energi yang kurang