Anda di halaman 1dari 12

Keperawatan Perioperatif

Dosen Pengampu :

Ismail Fahmi, M. Kep., Ners., Sp. Kep. MB

Nama : Zela Adelia Damayanti

Kelas : 2B Prodi D3 Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

Jurusan Keperawatan

TA 2020/2021
1. edukasi pasien pre op

Edukasi pre operatif membantu pasien untuk memahami dan meyiapkan mental untuk
melakukan prosedur pembedahan serta penyembuhan post operatif (McEwen & Wills, 2011).
Fase intra operatif merupakan pelayanan yang dilakukan setelah induksi anestesi dan selama
proses pembedahan.

Edukasi preoperatif terstruktur bertujuan untuk:

 Mengajarkan orang untuk hidup dalam kondisi yang terbaik yaitu berusaha keras untuk
mencapai tingkat kesehatan yang maksimum
 Pemeliharaan dan promosi kesehatan, serta pencegahan penyakit
 Pemulihan kesehatan
 Beradaptasi dengan gangguan fungsi

Adapun manfaat edukasi pre operatif yakni ;

 Fungsi pernafasan, edukasi meningkatkan kemampuan pasien untuk nafas dalam dan
batuk secara efektif.
 Menurunkan ansietas, rasa nyeri dan jumlah obat-obatan anti nyeri yang diperlukan
untuk kenyamanan
 Kapasitas fungsi fisik

Edukasi dilakukan saat dalam perawatan, yaitu di ruangan untuk persiapan operasi agar
kecemasan pasien berkurang dengan menggunakan video.

1. Persiapan

 Perawat menyiapkan mental dan rasa percaya diri


 Perawat telah memahami tentang penyakit dan persiapan operasi
 Perawat telah mendapatkan data-data pasien
 Memberi salam
 Memperkenalkan diri perawat
 Menanyakan nama pasien
 Menyepakati pertemuan (kontrak)
 Menghadapi kontrak
 Memulai percakapan awal
 Menyepakati masalah pasien
 Mengakhiri perkenalan

2. Pelaksanaan

a. Persiapan fisik pasien

1. Menjelaskan status kesehatan fisik secara umum, sebelum dilakukan pembedahan,


penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap, antara lain mengukur tanda-tanda vital, status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi.
2. Menjelaskan status nutrisi.Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
3. Menjelaskan pemasangan infus untuk keseimbangan cairan dan elektrolit.Balance cairan
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
4. Menjelaskan tentang pengosongan lambung dan colon. Lambung dan kolon harus di
bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam.
5. Menjelaskan tentang pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi
ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
6. Menjelaskan tentang personal hygiene. Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk
persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
7. Menjelaskan tentang pengosongan kandung kemih Pengosongan kandung kemih
dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
8. Menjelaskan tentang latihan pra operasi.Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien
sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi
kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain: latihan
nafas dalam, batuk efektif dan latihan gerak sendi.

b. Menjelaskan persiapan psikis


Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarga, sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit
setalah merasa sudah siap. Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual
pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long)Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara
lain:

1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi
bisa dibatalkan.Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
2. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain: takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi
perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut
keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti), takut/ngeri menghadapi ruang
operasi, peralatan pembedahan dan petugas. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi, takut
operasi gagal.Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab,
gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih.
Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam
menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan
untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti
adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system
c. Menjelaskan persiapan administrasi.Keluarga pasien yang akan dilakukan prosedur operasi
wajib bertanggung jawab membaca dan menandatangani surat ijin operasi.

3. Evaluasi

Pelaksanaan edukasi persiapan operasi kista dilakukan minimal satu hari sebelum pembedahan
selama 30 menit, kemudian evaluasi perasaan pasien setelah diberikan penjelasan tentang
persiapan operasi, dan mengevaluasi kesiapan pasien.

2. hemodinamik monitoring yang di lakukan pasien post operasi

Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna
(sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru). Dalam kondisi normal,
hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis dengan kontrol
neurohormonal. Namun, pada pasien-pasien kritis mekanisme kontrol tidak melakukan fungsinya
secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil. Monitoring hemodinamik menjadi
komponen yang sangat penting dalam perawatan pasien-pasien kritis karena status hemodinamik
yang dapat berubah dengan sangat cepat.Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring
hemodinamik dibagi menjadi monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun sudah
banyak terjadi kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan secara invasif masih tetap
menjadi gold standard monitoring. Variabel yang selalu diukur dalam monitoring hemodinamik
pasien kritis dengan metode invasif meliputi: tekanandarah arteri, tekanan vena sentral, tekanan
arteri pulmonal1,2Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler,
tranducer tekanan dan sistem monitoring.

Adapun tujuan monitoring hemodinamik secara invasif adalah3 :

1. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung dan tamponade.

2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan dan dukungan
mekanik.
3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.Dengan
dilakukannya monitoring hemodinamik secara kontinyu, perubahan-perubahan pada status
hemodinamik pasien akan diketahui sehingga penanganan akan lebih cepat dilakukan dan
menghasilkan prognosis yang lebih baik1.

3. tatalaksana hipotermia pada pasien post operasi

Hipotermi pasca general anestesi dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain suhu
kamar operasi yang dingin, umur, pemberian cairan infus yang dingin, penggunaan agen inhalasi,
luas luka operasi, lama operasi, aktifitas otot yang menurun (tersedasi) dan usia lanjut.

Hipotermi dapat terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan dan disebabkan oleh beberapa
faktor. Penanganan yang bisa diberikan untuk mengatasi permasalah hipotermi tersebut
diantaranya dengan pemberian selimut hangat elektrik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahuiefektifitaspenggunaan electricblanketdalam mengatasi hipotermi pada pasien post
operasi.

Semua tindakan bedah atau prosedur operasi (termasuk bedah caesar) mempunyai resiko
integritas atau keutuhan tubuh terganggu bahkan dapat merupakan ancaman kehidupan paien.
Masalah-masalah lain juga bisa timbul berkaitan, teknik anestesi, posisi pasien, obat-obatan
komponen darah,kesiapan ruangan untuk pasien, suhu dan kelembaban ruangan, bahaya
peralatan listrik,potensial kontaminasi, dan secara psikososial adalah kebisingan, rasa diabaikan
dan percakapan yang tidak perlu (Smeltzer, 2002).

Perawatan pasien pasca bedah dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis yang
mungkin terjadi, diantaranya komplikasi perdarahan, irama jantung tidak teratur,gangguan
pernafasan, sirkulasi, pengontrolan suhu (hipotermi), serta fungsi-fungsi vital lainnya seperti
fungsi neurologis, integritas kulit dan kondisi luka, fungsi genito-urinaria, gastrointestinal,
keseimbangan cairan dan elektrolit serta rasa nyaman (Potter, 2006).

Beberapa kejadian menggingil (hipotermia) yang tidak diinginkan mungkin dialami pasien
akibat suhu yang rendah diruang operasi, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang
dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, atau
agent obat-obatan yang digunakan seperti vasodilator/fenotiasin (Smeltzer, 2002).Kejadian
menggigil pasca bedah juga masih sering dijumpai di ruang pulih sadar. Komplikasi berupa
menggigil dalam hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot rangka atau tremor pada wajah,
dagu dan ekstremitas selama + 15 menit disertai proses hipotermi serta vasodilatasi. Keadaan ini
dapat menjadikan hal yang lebih buruk dibandingkan rasa nyeri, serta mengganggu observasi
keadaan pasien dan kenyamanan fisik.Beberapa intervensi untuk menurunkan keadaan menggigil
pasca bedah bisa dengan pemanasan internal aktif atau eksternal aktif.

Suhu lingkungan dalam ruang pulih sadar,gaun dan selimut yang basah diangkat dan
diganti dengan yang kering karena dapat memperbesar kehilangan panas, cairan intravena dan
irigasi dihangatkan sampai 37°C. Apapun metode yang dipakai untuk menghangatkan pasien,
penghangatan harus dilakukan secara bertahap dan bukan dengan cepat (Smeltzer, 2002).

Saat ini ada produk berupa elemen penghangat menggunakan tenaga listrik yang bisa
digunakan untuk menghangatkan cairan intravena dan transfusi darah, yang mana sebelumnya
untuk menghangatkan darah transfusi biasanya dengan diapitkan pada ketiak pasien. Akhir-akhir
ini alat ini sudah sering dijumpai terutama di ruang operasi sebagai penghangat komponen darah
yang akan ditransfusikan pada pasien. Alat ini juga bisa digunakan untuk menghangatkan cairan
intravena (infus) walaupun masih jarang digunakan karena peralatan yang jumlahnya masih
terbatas. Dengan metode baru ini, cairan intravena menjadi hangat saat aliran tersebut masuk
kepembuluh darah, dan diharapkan dapat menjaga suhu tubuh tetap normal. Namun selama ini
belum pernah dilakukan evaluasi sejauh mana efektifitas metode elemen penghangat tersebut
dapat mengurangi atau meminimalisir kejadian hipotermia.

4. panduan mobilisasi dini pasca pembedahan


Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler
atau jantung atau pada klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan. Hal tersebut
biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat mobilisasi dan setelah
mobilisasi.

Tanda - tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976) :

a. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur

b. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic

c. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal

d. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan

e. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak stabilan
posisi tubuh

f. Adanya keluhan pusing atau kelemahan luar biasa

g. Status emosi labil.

Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan
tahap mobilisasi dini antara lain :

a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring dahulu. Mobilisasi dini yang
bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki

b. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah
trombosis dan trombo emboli

c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan.Kebanyakan dari pasien masih
mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan
mempengaruhi luka

Tujuan Moblisasi Dini Menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :

1. Mempertahankan fungsi tubuh


2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4. Mempertahankan tonus otot
5. Memperlancar eliminasi urin
6. Mengembalikan aktivitas tertantu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian
7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi

Faktor yang Mempengaruhi

 Gaya hidup
 Proses penyakit
 Kebudayaan
 Usia
 Tingkat Energi pasien

Tahapan Mobilisasi

1. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pesien bisa melakukan latihan
pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan miring kiri sudah dapat dimulai.
2. Pada hari ke 2, pasien didudukan selama 5 menit, disiruh latihan pernafasan dan batuk
efektif guna melonggarkan pernafasan.
3. Pada hari ke 3-5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian berjalan disekitar
kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.

Manfaat Mobilisasi Post Operasi

 Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, dengan bergerak, otot-
otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
 Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltic
usus kembali normal. Aktivitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh
bekerja seperti semula.
 Mempercepat pemulihan misal konstraksi uterus post secarea, dengan demikian pasien
akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.
 Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah
normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

Kontra Indikasi Mobilisasi

 Miokard akut
 Disritmia jantung
 Syok sepsis
 Kelemahan unum dengan tingkat energi yang kurang

Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

 Penyembuhan luka menjadi lama


 Menambah rasa sakit
 Badan menjadi pegal dan kaku
 Kulit menjadi lengket dan luka
 Memperlama perawatan di rumah sakit pasca operasi

Anda mungkin juga menyukai