OLEH
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Definisi
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Sindroma
gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo, 2012). Respiratory
Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea, frekuensi pernapasan yang lebih dari 60 kali per
menit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi serta ada retraksi dinding
dada saat inspirasi. Penyakit ini merupakan penyakit membran hialin dimana terjadi
perubahan atau kurangnya komponen surfaktan pulmoner. Komponen ini merupakan
suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapsnya paru. Fungsi surfaktan itu
sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini sering
terjadi pada bayi prematur mengingat produksi surfaktan yang kurang (Hidayat,
2003).
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi
preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan beratbadan lahir rendah
(BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar
karena belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat
terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dalam bentuk
sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan
paru(Marmi & Rahardjo, 2012). Gagal nafas dapat terjadi pada bayi dengan gangguan
pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa
kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada bayi. Bayi akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob yang akan
menghasilkan asam Laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan
aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lainkarena hipoksia
dan iskemia. Hal ini dapat menyebabkab kematian pada neonatus (Ainsworth, 2006).
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012). Sindrom
gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini
biasanya juga dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit
membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang
melapisi alveoli (Surasmi, dkk, 2003).
Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Asrining
Surasmi, Siti Handayani, 2003). RDS disebut juga sebagai penyakit membran
hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi
surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina,
Afnani Toyibah, 2016).
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi
dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja
DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan pertukaran gas merupakan keadaan
individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun karbon dioksida
antara alveoli paru dengan sistem vascular, dapat dipicu oleh sekresi yang
kental atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada sistem neurologis, terjadi
depresi pada susunan saraf pusat, atau terjadi penyakit radang pada paru
(Mubarak, 2015).
2. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome
(RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi
prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan. Faktor ibu meliputi hipoksia pada
ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih,
sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-
lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus
dengan tindakan dan lain-lain. Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru.
Sementara afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat
ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan
karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan (Marmi &
Rahardjo, 2012). RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat
dengan usia kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Penyebab SGNN adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat
kekurangan surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan
bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya
paru. Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga menyebabkan
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya, 2012). Sedangkan penyebab dari gangguan
pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan perubahan membran
alveolus kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
3. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat
status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian
bayi adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun. Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal.
Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode
1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA
1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen
sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia
Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur
adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi
dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan
berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus (WHO, 2012). Gangguan dan
kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian neonatal (35,9%), lalu
prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir dengan RDS di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107 jiwa (Dinkes Provinsi NTT, 2015).
Data yang didapatkan dari buku register di Ruangan NICU RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johanes Kupang pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2019 angka
kelahiran bayi dengan RDS yang dirawat diruangan NICU mencapai 86 orang (Buku
Register Ruangan NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes).
4. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress
Syndrom)yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis
yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan
dangkal, mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur,
penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung
(Surasmi, dkk 2013).
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai
dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir
dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah, 2005).
Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu:
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60x/menit
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)
Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim
Pokja DPP PPNI (2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :
a. Kadar PCO2 meningkat/menurun
Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah
arteri, kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan kemoreseptor sentral.
Nilai normal PCO2 yaitu 4,6-6,0 kPa atau 35-45mmHg, apabila terjadi
peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan kondisi asidosis respiratorik atau
keadaan dimana kadar asam di dalam darah yang lebih tinggi dari normal karena
terjadi peradangan pada paru-paru, sebaliknya jika terjadi penurunan PCO2 maka
akan terjadi kondisi alkalosis respiratori dimana keadaan ini merupakan suatu
keadaan saat darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam (James,
Baker, & Swain, 2008).
b. PO2 menurun
PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling menentukan
banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul oksigen berikatan
secara ringan dan reversible bersama Hb semakin tinggi PO2 semakin banyak O2
yang terikat Hb (Saminan, 2012). Kadar PO2 yang rendah 10 menggambarkan
hipoksemia dan klien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2
adalah 80-100 mmHg (James et al., 2008).
c. Takikardia
Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari Normal
dalam kondisi istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/ menit
(Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
d. Kadar pH arteri meningkat/menurun
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan
juga cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal yaitu7,0
apabila pH dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0 adalah basa (alkali)
(Mubarak et al., 2015). Pada darah nilai pH yang normal yaitu berkisar antara
7,35-7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau menurun < 7,35 maka
keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau >7,45 maka
keadan ini disebut dengan alkalosis (James et al., 2008).
e. Bunyi nafas tambahan
Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu
vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar jernih dan
tidak terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan ekspirasi, trakeal
yaitu suara napas yang terdengar pada sisi leher /region tiroid suara nafas
terdengan keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan
inspirasi, brokial yaitu suara nafas yang menyerupai suara nafas trakeal meski
tidak sekeras suara nafas trakeal dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Selain ketiga suara nafas normal tersebut terdapat suara napas tambahan atau
suara nafas yang abnormal. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya
penyempitan atau sumbatan pada jalan nafas. Terdapat empat suara nafas
tambahan diantaranya (Djojodibroto, 2016) :
a) Stridor
Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus),
memiliki nada tinggi yang dapat terjadi baik pada saat inspirasi maupun
pada saat ekspirasi, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran
nafas ini.
b) Ronkhi Basah
Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang bernada
renda sehingga memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak (raspy). Hal ini
disebabkan oleh udara melewati penyempitan dan dapat terjadi pada
inspirasi maupun ekspirasi.
c) Mengi (wheezing)
Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang terdengar kontinyu
dan memiliki nada lebih tinggi dibandingkan dengan suara nafas lainnya,
bersifat musical disebabkan karena terjadinya penyempitan pada saluran
pernafasan kecil (bronkus perifer dan bronkiolus).
d) Ronkhi Kering (Rales atau crackles)
Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas yang terdengan diskontinu
(terputus-putus), disebabkan oleh adanya cairan di dalam saluran nafas
dan terjadi kolaps pada saluran nafas bagian distal dan alveoli.
5. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama
terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
(ekspirasi). Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal
sehingga terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Asidosis dan atelektasis juga
menyebabkan aliran darah paru menurun dan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005). Atelektasis menyebabkan paru tidak
mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga
akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga
timbul masalah gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2005).
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%)
dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan
terjadinya :
1 .G a n g g u a n n a p a s > 9 0 x /m e n it D e n g a n s ia n o s is s e n tra l
b e ra t d a n ta rik a n d in d in g
d a d a a ta u m e r in tih s a a t
e k s p ir a s i. D e n g a n a ta u
ta n p a g e ja la la in d a ri
g a n g g u a n n a p a s .
2 .G a n g g u a n n a p a s 6 0 - 9 0 x /m e n it D e n g a n ta r ik a n d in d in g
s e d a n g d a d a a ta u m e rin tih s a a t
e k s p ir a s i te ta p i ta n p a
s ia n o s is s e n tr a l. T a n p a
ta r ik a n d in d in g d a d a
a ta u m e r in tih s a a t
e k s p ir a s i a ta u s ia n o s is
s e n tr a l.
3 .G a n g g u a n n a p a s 6 0 -9 0 x /m e n it T a n p a ta rik a n d in d in g
rin g a n d a d a a ta u m e rin tih s a a t
e k s p ir a s i a ta u s ia n o s is
s e n tr a l.
S u m b e r :P e d o m a n M a n a je m e n m a s a la h B B L u n tu k D o k te r , P e r a w a t d a n B id a n d i R u m a h
S a k it d a la m A li U s m a n , d k k (2 0 1 0 : 1 2 9 ) .
8. Gambaran Klinis dan Tanda Gejala
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu:
1. Takipnea: laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit).
2. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam
11. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi:
a. Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasive seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea.
c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran
preterm, riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita hipertensi,
riwayat neonatus dengan asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan nilai
APGAR skor rendah (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
d. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus pada
pengkajian pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi takipnea, retraksi
substernal, kreleks inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan cuping hidung dan
adanya sianosis (Wong, 2003).
g. Intervensi
Intervensi merupakan fase proses keperawatan yang penuh dengan
pertimbangan yang sangat sistematis,mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Berikut
intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah gangguan pertukaran gas.
h. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan
tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Pelaksanaan
implementasi yang dilakukan pada masalah gangguan pertukaran gas yaitu,
memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas, memonitor pola napas,
memonitor saturasi oksigen, memonitor nilai analisa gas darah (AGD), mengatur
interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan hasil
pemantauan, menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, menginformasikan
hasil pemantauan, memonitor bunyi napas tambahan, memberikan posisi fowler
atau semi-fowler untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen (Tim
Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).
i. Evaluasi
Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan
tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang
didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
2010). Evaluasi keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut
(Tim Pokja DPP PPNI SlKI, 2018):
- Dispnea menurun
- Bunyi nafas tambahan menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- Takikardia membaik
- pH arteri membaik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. B DENGAN RDS
DI RUANG PERINATOLOGI
RSAD TK II UDAYANA
OLEH
2021
KASUS
Terdapat seorang Ibu mengunjungi UGD RSAD TK II Udayana pada tanggal 05
November 2021 dengan membawa seorang bayi berusia 15 hari dengan keluhan paru-paru
bayi masih belum matang dan mengalami gangguan nafas. Bayi datang dengan berat badan
sebesar 1299 gram, PB 39 cm, lingkar kepala 28 cm, lingkar lengan atas 3 cm, suhu 36,7ºC,
RR 62x/menit, N 148x/menit dengan KU komposmentis.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS
KEPERAWATAN ANAK
STIKES WIRA MEDIKA BALI
By. B
Keterangan :
D. Lingkungan rumah
Ibu pasien mengatakan tinggal di rumah yang padat penduduk tetapi lingkungan
rumah bersih, rumah memiliki ventilasi udara, terdapat tempat pembuangan sampah
sehari – hari.
E. Problem sosial yang penting
( - ) Kurangnya system pendukung social
( - ) Perbedaan bahasa
( - ) Riwayat penyalahgunaan zat adiftif (obat-obatan)
( √ ) Lingkungan rumah yang memadai
(√ ) Keuangan , penghasilan/bulan 900.000/bulan
( - ) lain-lain,
sebutkan…………………………………………………………………..
VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
A. Diagnose medis: Respiratory Distress Sindrom
B. Tindakan operasi: SC
C. Status nutrisi dan cairan
Ibu pasien mengatakan bayinya belum ada reflek hisap dan cenderung malas untuk
menghisap.
D. Obat-obatan
Nama obat Dosis Rute Indikasi
- - - -
E. Aktivitas
Sebelum sakit : Sejak lahir bayi dirawat di ruang Peri
Selama sakit : Bayi menangis saat haus dan saat popoknya sudah terisi penuh
F. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan
1. Membersihkan bayi
2. Mengganti popok
3. Memberikan asupan nutrisi berupa asi
4. Mengukur tanda – tanda vital
G. Hasil laboratorium
Peningkatan kadar leukosit
H. Pemeriksaan penunjang
Tidak terkaji
I. Lain-lain
-
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
1. Kesadaran: Composmentis, gerak lemah, reflek hisap tidak ada
2. Tanda-tanda vital: Nadi 148x /menit, RR: 62 x/menit, Suhu: 36,7 o C
3. Antropometri
Saat lahir Saat ini
1. Berat badan 1295 gr 1299 gr
2. Panjang badan 39 cm 39 cm
3. Lingkar kepala 28 cm 28 cm
4. Lingkar dada 25 cm 25 cm
5. Lingkar lengan atas 3 cm 3 cm
6. Lingkar perut 32 cm 32 cm
4. Reflex
( √ ) Moro ( √ ) Menggenggam ( ) Menghisap
( ) lain-lain, sebutkan ……………………………………………..
5. Tonus/aktivitas
a. (√ ) Aktif ( ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang
b. ( ) Menangis keras (√ ) Lemah
( ) Melengking ( ) Sulit mengangis
6. Kepala/leher
a. Fontanel anterior
(√ ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar
( ) Menonjol ( ) Cekung
b. Sutura sagitalis
(√ ) Tepat ( ) Terpisah ( ) Menjauh
c. Gambaran wajah
(√ ) Simetris ( ) Asimetris
7. Mata
(√ ) Bersih ( ) Sekresi
8. THT
a. Telinga
(√ ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung
(√ ) Bilateral ( ) Obstruksi ( ) Cuping hidung
c. Palatum
(√ ) Normal ( ) Abnormal
9. Thoraks
a. (√ ) Simetris ( ) Asimetris
b. Retraksi : ( ) Derajat I ( ) Derajat II ( ) Derajat III
c. Klavikula : ( ) Normal ( ) Abnormal
10. Paru-paru
a. Suara nafas
( √ ) sama kanan-kiri ( ) tidak sama kanan-kiri ( ) Bersih
(√) Ronchi ( ) Rales ( ) Sekret
b. Bunyi nafas
(√ ) Terdengar di semua lapang paru
( ) Tidak terddengar ( ) Menurun
c. Respirasi
( √ ) Spontan, jumlah : 62x/menit
( ) Sungkup/ Boxhead, jumlah : ……..x/menit
( ) Ventilasi assisted CPAP
11. Jantung
a. (√ ) Bunyi normal sinus rhytm (NSR), jumlah : 148x/menit
( ) Murmur ( ) lain-lain, sebutkan ……………….
b. Waktu pengisian kapiler : batang tubuh < 2 detik
Ekstremitas < 2 detik
c. Nadi perifer
Kuat Lemah Tidak ada
Brachial kanan √
Brachial kiri √
Femoral kanan √
Femoral kiri √
12. Abdomen
a. (√ ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Kembung
b. Liver : (√ ) kurang dari 2 cm ( ) lebih dari 2 cm
c. Umbilicus
(√ ) Normal ( ) Abnormal ( ) Inflamasi ( ) Drainase
13. Ekstremitas
a. (√ ) semua ekstremitas gerak ( ) ROM terbatas ( ) tidak dapat dikaji
b. Ekstremitas atas dan bawah : ( √ ) Simetris ( ) Asimetris
14. Genital
( ) Perempuan normal ( √ ) laki-laki normal ( ) Ambivalen
15. Anus
(√ ) Paten ( ) Imperforata
16. Spina
(√ ) Normal ( ) Abnormal
17. Kulit
a. Warna : (√ ) Pink ( ) Pucat ( ) Jaundice
b. ( ) Rash/kemerahan
c. ( ) Tanda lahir
18. Suhu
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( ) Pengaturan suhu (√ ) Inkubator
( ) Suhu ruang ( ) Boks terbuka
b. Suhu kulit : 36,7 o C
IX. PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS
(√ ) Babinsky ( ) Chaddock ( ) Oppenheim
( ) Gordon ( ) Schaeffer ( ) Hoffman
( ) Tromner
X. INFORMASI LAIN
-
XI. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
Bayi datang dengan keluhan paru-paru belum matang sempurna dan saat ini mengalami
RDS.
XII. ANALISA DATA
SIGN & SYMPTON ETIOLOGI PROBLEM
DS: - Adanya tegangan permukaan yang Pola napas tidak
DO: meningkatkan mengakibatkan efektif
- RR > kolaps pada alveolar paru
60x/menit sehingga menyebabkan penurunan
- Retraksi dada compliance paru, penurunan
(+) stabilitas alveolar kemudian
- Nafas pendek mengalami hipoksia berat, cedera
- Penggunaan paru, membrane hilain terbentuk
otot bantu dan mengalami sesak nafas.
pernapasan
DS: - Adanya tegangan permukaan yang Perfusi perifer tidak
DO: meningkatkan mengakibatkan efektif
- Nadi perifer kolaps pada alveolar paru
menurun sehingga menyebabkan penurunan
- Akral teraba compliance paru, penurunan
dingin stabilitas alveolar kemudian
- Warna kulit mengalami hipoksia berat, cedera
pucat paru, membrane hilain terbentuk
- Turgor kulit terjadilah akumulasi fibrin di
menurun alveolus dan mengendap.
XV. IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal/Jam No. Implementasi Respon Nama/TTD
Diagnosa
1 Jumat/ 05 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 09.00 wita mengalami sesak napas
DO: terdapat retraksi dada pada bayi
- RR pasien 62x/menit
2 Jumat/ 05 November 2 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer DS: - Dita
2021/ 09.45 wita DO: Nadi teraba lemah
3 Jumat/ 05 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 10.15 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
4 Jumat/ 05 November 2 Menghindari pemasangan infus di area DS: - Dita
2021/ 10.30 wita keterbatasan perifer DO: -
6 Jumat/ 05 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 12.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
7 Jumat/ 05 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 13.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
8 Jumat/ 05 November 1 Melakukan kolaborasi pemberian DS: - Dita
2021/ 13.30 wita bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, bila DO: -
perlu
9 Sabtu/06 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 09.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: terdapat retraksi dada pada bayi
- RR pasien 60x/menit
10 Sabtu/ 06 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 10.15 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
11 Sabtu/ 06 November 2 Menghindari pemasangan infus di area DS: - Dita
2021/ 10.30 wita keterbatasan perifer DO: -
13 Sabtu/06 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 12.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
14 Sabtu/ 06 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 13.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
15 Minggu/ 07 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 14.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 50x/menit
16 Minggu/ 07 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 17.00 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
17 Minggu/ 07 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 17.45 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
18 Minggu/ 07 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 18.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
19 Minggu/ 07 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 19.30 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 47x/menit
20 Senin/ 08 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
09.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 45x/menit
21 Senin/ 08 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
10.00 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
22 Senin/ 08 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
11.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
23 Senin/ 08 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
12.15 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
24 Senin/ 08 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
12.30 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
RR 45x/menit
XVI. EVALUASI
Asmadi. 2009.Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta:Salemba Medika
Alimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Edi S. Tehuteru, Badriul Hegar, Agus Firmansyah. 2001. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,
Desember 2001.
Dochterman dan Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States
of America: Mosby.
Moorhead S,dkk. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Mosby
Potter, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
PATHWAY RDS
Atelektasis
Bayi cukup bulan:
Sindrom mekonium,
Ventilasi perfusi
asidosis
Tegangan Takikardi
permukaan
RDS
meningkat
Usaha bernapas
Produksi surfaktan meningkat
Membran hialin
Cedera paru reaksi MK:terbentuk
perfusi perifer
tidak efektif
Kolaps alveolar paru Pengeluaran energi
Edema interstitial
Hiperventila
Hiperkapnea Hipoksia berat Alveolar paru
Pk: asidosis respiratorik
MK: pola napas tidak efektif