Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

OLEH

NI LUH DITA CANDRA ARISTYA DEWI 21.901.2721

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

1. Definisi
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Sindroma
gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo, 2012). Respiratory
Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea, frekuensi pernapasan yang lebih dari 60 kali per
menit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi serta ada retraksi dinding
dada saat inspirasi. Penyakit ini merupakan penyakit membran hialin dimana terjadi
perubahan atau kurangnya komponen surfaktan pulmoner. Komponen ini merupakan
suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapsnya paru. Fungsi surfaktan itu
sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini sering
terjadi pada bayi prematur mengingat produksi surfaktan yang kurang (Hidayat,
2003).
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi
preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan beratbadan lahir rendah
(BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar
karena belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat
terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dalam bentuk
sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan
paru(Marmi & Rahardjo, 2012). Gagal nafas dapat terjadi pada bayi dengan gangguan
pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa
kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada bayi. Bayi akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob yang akan
menghasilkan asam Laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan
aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lainkarena hipoksia
dan iskemia. Hal ini dapat menyebabkab kematian pada neonatus (Ainsworth, 2006).
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012). Sindrom
gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini
biasanya juga dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit
membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang
melapisi alveoli (Surasmi, dkk, 2003).

Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Asrining
Surasmi, Siti Handayani, 2003). RDS disebut juga sebagai penyakit membran
hialin (hyalin membrane disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi
surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina,
Afnani Toyibah, 2016).
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi
dan atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja
DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan pertukaran gas merupakan keadaan
individu mengalami penurunan gas baik oksigen maupun karbon dioksida
antara alveoli paru dengan sistem vascular, dapat dipicu oleh sekresi yang
kental atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada sistem neurologis, terjadi
depresi pada susunan saraf pusat, atau terjadi penyakit radang pada paru
(Mubarak, 2015).
2. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome
(RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi
prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan. Faktor ibu meliputi hipoksia pada
ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih,
sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-
lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus
dengan tindakan dan lain-lain. Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru.
Sementara afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat
ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan
karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan (Marmi &
Rahardjo, 2012). RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat
dengan usia kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Penyebab SGNN adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat
kekurangan surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan
bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya
paru. Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga menyebabkan
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya, 2012). Sedangkan penyebab dari gangguan
pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan perubahan membran
alveolus kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
3. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat
status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian
bayi adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun. Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal.
Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode
1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA
1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen
sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia
Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur
adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi
dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan
berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus (WHO, 2012). Gangguan dan
kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian neonatal (35,9%), lalu
prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir dengan RDS di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107 jiwa (Dinkes Provinsi NTT, 2015).
Data yang didapatkan dari buku register di Ruangan NICU RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johanes Kupang pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2019 angka
kelahiran bayi dengan RDS yang dirawat diruangan NICU mencapai 86 orang (Buku
Register Ruangan NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes).
4. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress
Syndrom)yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis
yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan
dangkal, mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur,
penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung
(Surasmi, dkk 2013).
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai
dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir
dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah, 2005).
Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu:
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60x/menit
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)
Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim
Pokja DPP PPNI (2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :
a. Kadar PCO2 meningkat/menurun
Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah
arteri, kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan kemoreseptor sentral.
Nilai normal PCO2 yaitu 4,6-6,0 kPa atau 35-45mmHg, apabila terjadi
peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan kondisi asidosis respiratorik atau
keadaan dimana kadar asam di dalam darah yang lebih tinggi dari normal karena
terjadi peradangan pada paru-paru, sebaliknya jika terjadi penurunan PCO2 maka
akan terjadi kondisi alkalosis respiratori dimana keadaan ini merupakan suatu
keadaan saat darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam (James,
Baker, & Swain, 2008).
b. PO2 menurun
PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling menentukan
banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul oksigen berikatan
secara ringan dan reversible bersama Hb semakin tinggi PO2 semakin banyak O2
yang terikat Hb (Saminan, 2012). Kadar PO2 yang rendah 10 menggambarkan
hipoksemia dan klien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2
adalah 80-100 mmHg (James et al., 2008).
c. Takikardia
Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari Normal
dalam kondisi istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/ menit
(Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
d. Kadar pH arteri meningkat/menurun
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan
juga cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal yaitu7,0
apabila pH dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0 adalah basa (alkali)
(Mubarak et al., 2015). Pada darah nilai pH yang normal yaitu berkisar antara
7,35-7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau menurun < 7,35 maka
keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau >7,45 maka
keadan ini disebut dengan alkalosis (James et al., 2008).
e. Bunyi nafas tambahan
Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu
vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar jernih dan
tidak terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan ekspirasi, trakeal
yaitu suara napas yang terdengar pada sisi leher /region tiroid suara nafas
terdengan keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan
inspirasi, brokial yaitu suara nafas yang menyerupai suara nafas trakeal meski
tidak sekeras suara nafas trakeal dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Selain ketiga suara nafas normal tersebut terdapat suara napas tambahan atau
suara nafas yang abnormal. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya
penyempitan atau sumbatan pada jalan nafas. Terdapat empat suara nafas
tambahan diantaranya (Djojodibroto, 2016) :
a) Stridor
Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus),
memiliki nada tinggi yang dapat terjadi baik pada saat inspirasi maupun
pada saat ekspirasi, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran
nafas ini.
b) Ronkhi Basah
Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang bernada
renda sehingga memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak (raspy). Hal ini
disebabkan oleh udara melewati penyempitan dan dapat terjadi pada
inspirasi maupun ekspirasi.
c) Mengi (wheezing)
Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang terdengar kontinyu
dan memiliki nada lebih tinggi dibandingkan dengan suara nafas lainnya,
bersifat musical disebabkan karena terjadinya penyempitan pada saluran
pernafasan kecil (bronkus perifer dan bronkiolus).
d) Ronkhi Kering (Rales atau crackles)
Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas yang terdengan diskontinu
(terputus-putus), disebabkan oleh adanya cairan di dalam saluran nafas
dan terjadi kolaps pada saluran nafas bagian distal dan alveoli.
5. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama
terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
(ekspirasi). Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal
sehingga terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Asidosis dan atelektasis juga
menyebabkan aliran darah paru menurun dan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005). Atelektasis menyebabkan paru tidak
mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga
akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga
timbul masalah gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2005).
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran
nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%)
dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan
terjadinya :

1. Oksigenasi jaringan menurun > metabolisme anerobik dengan penimbunan asam


laktat asam organic > asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris > transudasi kedalam
alveoli > terbentuk fibrin> fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik > lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan
aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang
dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau
bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya
kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan
hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat. Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada
stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini
bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang
meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan
tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat
diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu
normal berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti
dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan
memperberat bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi
sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut
jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi
tidakbereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen
segera dimulai (Marmi & Rahardjo, 2012).
6. Pathway (terlampir)
7. Klasifikasi
Menurut buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk Dokter, Perawat dan
Bidan di Rumah Sakit dalam Ali Usman, dkk (2010:129), secara klinis gangguan
napas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Gangguan napas berat
b. Gangguan napas sedang
c. Gangguan napas ringan N o . K la s ifik a s i F re k u e n s i N a p a s G e ja la T a m b a h a n

1 .G a n g g u a n n a p a s > 9 0 x /m e n it D e n g a n s ia n o s is s e n tra l
b e ra t d a n ta rik a n d in d in g
d a d a a ta u m e r in tih s a a t
e k s p ir a s i. D e n g a n a ta u
ta n p a g e ja la la in d a ri
g a n g g u a n n a p a s .
2 .G a n g g u a n n a p a s 6 0 - 9 0 x /m e n it D e n g a n ta r ik a n d in d in g
s e d a n g d a d a a ta u m e rin tih s a a t
e k s p ir a s i te ta p i ta n p a
s ia n o s is s e n tr a l. T a n p a
ta r ik a n d in d in g d a d a
a ta u m e r in tih s a a t
e k s p ir a s i a ta u s ia n o s is
s e n tr a l.
3 .G a n g g u a n n a p a s 6 0 -9 0 x /m e n it T a n p a ta rik a n d in d in g
rin g a n d a d a a ta u m e rin tih s a a t
e k s p ir a s i a ta u s ia n o s is
s e n tr a l.
S u m b e r :P e d o m a n M a n a je m e n m a s a la h B B L u n tu k D o k te r , P e r a w a t d a n B id a n d i R u m a h
S a k it d a la m A li U s m a n , d k k (2 0 1 0 : 1 2 9 ) .
8. Gambaran Klinis dan Tanda Gejala
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu:
1. Takipnea: laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit).

2. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam

kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.


3. Retraksi: cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi.
4. Grunting: suara merintih saat ekspirasi.
5. Pernapasan cuping hidung.
Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi:
< 3 = gawat napas ringan
4.5 = gawat napas sedang
4.6 > 6 = gawat napas berat
9. Pemeriksaan fisik
10. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Cecily & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang pada bayi dengan
RDS yaitu:
a. Kajian foto thoraks
b. Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang tindih.
c. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru
d. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi
dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
e. Bayangan timus yang besar
f. Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan penyakit
berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
g. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau metabolic
h. Hitung darah lengkap
i. Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
j. Tescairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk
menentukan maturitas paru
k. Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan


Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri Trombositopenia
menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

11. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi:
a. Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasive seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan


yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju
ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:

a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik


yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy premature: kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
12. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif
dengan ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi
high-frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida dan extracorporeal
membran oxigenation (ECMO). Penanganan neonatus yang mengalami gagal napas
memerlukan suatu unit perawatan intensif, dan penatalaksanaan yang optimal
tergantung pada sistem perawatan neonatal yang ada yaitu ketrsediaan tenaga ahli,
fasilitas yang memiliki kemampuan dalam menilai dan memberikan tatalaksana
kehamilan resiko tinggi, serta memiliki kemampuan menerima rujukan dari fasilitas
kesehatan dibawahnya (Surasmi 2013). Peningkatan kesehatan ibu dan anak
merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional 2015-2019. Upaya penurunan
kematianbayi memerlukan informasi tentang model intervensi pelayanan
kesehatanbayi yang sesuai di Indonesia.Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan bayi dalam rangka menurunkan angka
kematian bayi di Indonesia.

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk

mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :


1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit
adekuat. Penatalaksanaan secara umum:
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
- Pantau selalu tanda vital.
- Jaga patensi jalan nafas.
- Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal).

b. Jika bayi mengalami apneu.

- Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.

- Lakukan penilaian lanjut.

c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah.

d. Pemberian nutrisi adekuat.


13. Penatalaksanaan medis
Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada bayi RDS
(Respiratory Distress Syndrom) yaitu:
a. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
b. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
c. Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
d. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
e. Fisioterapi dada
f. Tindakan kardiorespirasi tambahan
g. Pertahankan kestabilan suhu
h. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
i. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin
j. Lakukankan transfusi darah seperlunya
k. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
l. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel
darah
m. Berikan obat yang diperlukan

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.


 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru.
 Fenobarbital.
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen.
 Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,
didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
14. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Surasmi (2003) penatalaksanan keperawatan terhadap RDS meliputi
tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi prematur dengan tujuan
mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan
selama fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum
dapat diberikan melalui perenteral.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien (Asrining Surasmi, Siti
Handayani, 2003). Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:

a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat klien.

b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea.

c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran
preterm, riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita hipertensi,
riwayat neonatus dengan asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan nilai
APGAR skor rendah (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).

d. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus pada
pengkajian pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi takipnea, retraksi
substernal, kreleks inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan cuping hidung dan
adanya sianosis (Wong, 2003).

e. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan analisa gas darah.


f. Diagnosis
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu,
keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim
Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Diagnosis dibagi menjadi dua yaitu diagnosis
positif dan diagnosisi negative. Diagnosis positif yaitu menunjukkan klien dalam
keadaan sehat dan dapat mencapai keadaan yang lebih sehat diagnosis ini dapat
disebut dengan diagnosis promosi kesehatan, sedangkan diagnosis negative yaitu
menunjukkan klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit, diagnosis
negative dapat dibagi dua yaitu actual dan potensial (Tim Pokja DPP PPNI SDKI,
2017).
Gejala dan tanda mayor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut:

- Subjektif yaitu: dispnea


- Objektif yaitu: PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, terdapat bunyi napas tambahan.
Gejala dan tanda minor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :

- Subjektif yaitu: pusing dan penglihatan kabur


- Objektif yaitu: Sianosis, embranesi, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis yang terkait pada gangguan pertukaran gas yaitu: PPOK, Gagal
jantung kongestif, asma, pneumonia, embranesis paru, penyakit membrane hialin,
asfiksia, Persistent Pulmonary Hypertension Of New Born (PPHN), prematuritas,
infeksi saluran nafas (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).

g. Intervensi
Intervensi merupakan fase proses keperawatan yang penuh dengan
pertimbangan yang sangat sistematis,mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Berikut
intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah gangguan pertukaran gas.

h. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan
tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
intervensi (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Pelaksanaan
implementasi yang dilakukan pada masalah gangguan pertukaran gas yaitu,
memonitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas, memonitor pola napas,
memonitor saturasi oksigen, memonitor nilai analisa gas darah (AGD), mengatur
interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan hasil
pemantauan, menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, menginformasikan
hasil pemantauan, memonitor bunyi napas tambahan, memberikan posisi fowler
atau semi-fowler untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen (Tim
Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).
i. Evaluasi
Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan
tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang
didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
2010). Evaluasi keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut
(Tim Pokja DPP PPNI SlKI, 2018):

- Dispnea menurun
- Bunyi nafas tambahan menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- Takikardia membaik
- pH arteri membaik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. B DENGAN RDS
DI RUANG PERINATOLOGI
RSAD TK II UDAYANA

OLEH

NI LUH DITA CANDRA ARISTYA DEWI 21.901.2721

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2021

KASUS
Terdapat seorang Ibu mengunjungi UGD RSAD TK II Udayana pada tanggal 05
November 2021 dengan membawa seorang bayi berusia 15 hari dengan keluhan paru-paru
bayi masih belum matang dan mengalami gangguan nafas. Bayi datang dengan berat badan
sebesar 1299 gram, PB 39 cm, lingkar kepala 28 cm, lingkar lengan atas 3 cm, suhu 36,7ºC,
RR 62x/menit, N 148x/menit dengan KU komposmentis.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS
KEPERAWATAN ANAK
STIKES WIRA MEDIKA BALI

Nama mahasiswa : Ni Luh Dita Candra Aristya Dewi


NIM : 219012721
Tempat Praktek : Ruang Perinatologi RSAD TK II UDAYANA
Tanggal Pengkajian : 05 November 2021
Tanggal praktek : 05-08 November 2021
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. B
Tempat/tgl lahir : Negara, 20 Oktober 2021
Umur : 15 hari
No register : 445678
Diagnosa medis : RDS
Tanggal MRS : 05 November 2021
Nama ayah/ibu : Ibu N
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pendidikan Ayah : SMA
Alamat/No Telp : Negara
Agama : Hindu
II. KELUHAN UTAMA
Ibu klien datang ke UGD dengan membawa seorang bayi dengan keluhan paru-paru
belum matang karena bayi lahir premature.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Paru-paru bayi belum matang sehingga mengalami RDS, bayi mengalami retraksi
intracosta serta perlu bantuan untuk bernapas.
IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
A. Prenatal
 Jumlah kunjungan/ANC : 6 kali
 Tempat : dokter/bidan/lainny
 Penkes yang diperoleh : ibu pasien mengatakan pernah merima penkes
 HPHT : ibu pasien mengatakan lupa hpht
 Kenaikan BB selama hamil: 6 kg
 Komplikasi kehamilan: ibu pasien mengatakan tidak memilki komplikasi selama
kehamilan
 Komplikasi obat : ibu pasien mengatakan tidak memiliki komplikasi obat
 Obat-obatan yg didapat : selama hamil ibu mendapatkan asam follat
 Riwayat hospitalisasi : ibu pasien mengatakan tidak pernah di rawat di rs
 Golongan darah ibu : A/B/AB/O
 Pemeriksaan kehamilan (maternal screening)
(-) Rubella
(-) Hepatitis
(-) CMV
(-) GO
(-) Herpes
(-) HIV
Lainnya: ………………………………………
B. Natal
 Awal persalinan : Bayi lahir sc
 Lama persalinan : ± 1 jam
 Saat persalinan : premature/matur/serotinus
 Komplikasi persalinan : Tidak terdapat komplikasi persalinan
 Terapi yang diberikan : Ibu pasien mengatakan tidak ingat dengan terapi yang
diberikan
 Cara melahirkan :
( √ ) pervaginam normal (..) SC
( ) vakum ekstasion ( ) Lainnya : ………
 Tempat melahirkan :
( √ ) Rumah Sakit ( ) Rumah bersalin
( ) Rumah ( ) Lainnya : ………
 Penolong persalinan : Dokter
C. Post Natal
 Usaha nafas
( ) dengan bantuan
(√) tanpa bantuan
 Kebutuhan resusitasi
Jenis dan lamanya : -
APGAR Skor :6
 Bayi langsung menangis : ya/tidak
 Tangisan bayi : kuat/lemah/lainnya
 Obat-obatan yang diberikan pada neonatus : Tidak terkaji
 Interaksi orangtua dan bayi
 Trauma lahir : ( ) ada ( √ ) tidak
 Narcosis : ( ) ada ( √ ) tidak
 Keluarnya urine/BAB : (√ ) ada ( ) tidak

V. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)

By. B

Keterangan :

: Laki - laki : Perempuan meninggal


: Anggota keluarga yang
: Perempuan sakit

: Anggota keluarga yang


VI. : Laki – laki meninggal
RIWAYAT SOSIAL tinggal serumah
A. Sistem pendukung/keluarga terdekat yang dapat dihubungi
Ibu pasien mengatakan keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu ayah
B. Hubungan orang tua dengan bayi
Menyentuh : Ibu [ √ ] Bapak [√ ]
Memeluk : Ibu [√ ] Bapak [√ ]
Berbicara : Ibu [√ ] Bapak [√ ]
Berkunjung : Ibu [√ ] Bapak [√ ]
Kontak mata : Ibu [√ ] Bapak [√ ]
C. Anak yang lain
Anak ke- Jenis kelamin Riwayat persalinan Riwayat imunisasi
1 Laki-laki Pervaginam Hepatitis B

D. Lingkungan rumah
Ibu pasien mengatakan tinggal di rumah yang padat penduduk tetapi lingkungan
rumah bersih, rumah memiliki ventilasi udara, terdapat tempat pembuangan sampah
sehari – hari.
E. Problem sosial yang penting
( - ) Kurangnya system pendukung social
( - ) Perbedaan bahasa
( - ) Riwayat penyalahgunaan zat adiftif (obat-obatan)
( √ ) Lingkungan rumah yang memadai
(√ ) Keuangan , penghasilan/bulan 900.000/bulan
( - ) lain-lain,
sebutkan…………………………………………………………………..
VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
A. Diagnose medis: Respiratory Distress Sindrom
B. Tindakan operasi: SC
C. Status nutrisi dan cairan
Ibu pasien mengatakan bayinya belum ada reflek hisap dan cenderung malas untuk
menghisap.
D. Obat-obatan
Nama obat Dosis Rute Indikasi
- - - -

E. Aktivitas
Sebelum sakit : Sejak lahir bayi dirawat di ruang Peri
Selama sakit : Bayi menangis saat haus dan saat popoknya sudah terisi penuh
F. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan
1. Membersihkan bayi
2. Mengganti popok
3. Memberikan asupan nutrisi berupa asi
4. Mengukur tanda – tanda vital

G. Hasil laboratorium
Peningkatan kadar leukosit
H. Pemeriksaan penunjang
Tidak terkaji
I. Lain-lain
-
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
1. Kesadaran: Composmentis, gerak lemah, reflek hisap tidak ada
2. Tanda-tanda vital: Nadi 148x /menit, RR: 62 x/menit, Suhu: 36,7 o C
3. Antropometri
Saat lahir Saat ini
1. Berat badan 1295 gr 1299 gr
2. Panjang badan 39 cm 39 cm
3. Lingkar kepala 28 cm 28 cm
4. Lingkar dada 25 cm 25 cm
5. Lingkar lengan atas 3 cm 3 cm
6. Lingkar perut 32 cm 32 cm

4. Reflex
( √ ) Moro ( √ ) Menggenggam ( ) Menghisap
( ) lain-lain, sebutkan ……………………………………………..
5. Tonus/aktivitas
a. (√ ) Aktif ( ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang
b. ( ) Menangis keras (√ ) Lemah
( ) Melengking ( ) Sulit mengangis
6. Kepala/leher
a. Fontanel anterior
(√ ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar
( ) Menonjol ( ) Cekung
b. Sutura sagitalis
(√ ) Tepat ( ) Terpisah ( ) Menjauh
c. Gambaran wajah
(√ ) Simetris ( ) Asimetris
7. Mata
(√ ) Bersih ( ) Sekresi
8. THT
a. Telinga
(√ ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung
(√ ) Bilateral ( ) Obstruksi ( ) Cuping hidung
c. Palatum
(√ ) Normal ( ) Abnormal
9. Thoraks
a. (√ ) Simetris ( ) Asimetris
b. Retraksi : ( ) Derajat I ( ) Derajat II ( ) Derajat III
c. Klavikula : ( ) Normal ( ) Abnormal
10. Paru-paru
a. Suara nafas
( √ ) sama kanan-kiri ( ) tidak sama kanan-kiri ( ) Bersih
(√) Ronchi ( ) Rales ( ) Sekret
b. Bunyi nafas
(√ ) Terdengar di semua lapang paru
( ) Tidak terddengar ( ) Menurun
c. Respirasi
( √ ) Spontan, jumlah : 62x/menit
( ) Sungkup/ Boxhead, jumlah : ……..x/menit
( ) Ventilasi assisted CPAP
11. Jantung
a. (√ ) Bunyi normal sinus rhytm (NSR), jumlah : 148x/menit
( ) Murmur ( ) lain-lain, sebutkan ……………….
b. Waktu pengisian kapiler : batang tubuh < 2 detik
Ekstremitas < 2 detik
c. Nadi perifer
Kuat Lemah Tidak ada
Brachial kanan √
Brachial kiri √
Femoral kanan √
Femoral kiri √

12. Abdomen
a. (√ ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Kembung
b. Liver : (√ ) kurang dari 2 cm ( ) lebih dari 2 cm
c. Umbilicus
(√ ) Normal ( ) Abnormal ( ) Inflamasi ( ) Drainase
13. Ekstremitas
a. (√ ) semua ekstremitas gerak ( ) ROM terbatas ( ) tidak dapat dikaji
b. Ekstremitas atas dan bawah : ( √ ) Simetris ( ) Asimetris
14. Genital
( ) Perempuan normal ( √ ) laki-laki normal ( ) Ambivalen
15. Anus
(√ ) Paten ( ) Imperforata
16. Spina
(√ ) Normal ( ) Abnormal
17. Kulit
a. Warna : (√ ) Pink ( ) Pucat ( ) Jaundice
b. ( ) Rash/kemerahan
c. ( ) Tanda lahir
18. Suhu
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( ) Pengaturan suhu (√ ) Inkubator
( ) Suhu ruang ( ) Boks terbuka
b. Suhu kulit : 36,7 o C
IX. PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS
(√ ) Babinsky ( ) Chaddock ( ) Oppenheim
( ) Gordon ( ) Schaeffer ( ) Hoffman
( ) Tromner
X. INFORMASI LAIN
-
XI. RINGKASAN RIWAYAT KEPERAWATAN
Bayi datang dengan keluhan paru-paru belum matang sempurna dan saat ini mengalami
RDS.
XII. ANALISA DATA
SIGN & SYMPTON ETIOLOGI PROBLEM
DS: - Adanya tegangan permukaan yang Pola napas tidak
DO: meningkatkan mengakibatkan efektif
- RR > kolaps pada alveolar paru
60x/menit sehingga menyebabkan penurunan
- Retraksi dada compliance paru, penurunan
(+) stabilitas alveolar kemudian
- Nafas pendek mengalami hipoksia berat, cedera
- Penggunaan paru, membrane hilain terbentuk
otot bantu dan mengalami sesak nafas.
pernapasan
DS: - Adanya tegangan permukaan yang Perfusi perifer tidak
DO: meningkatkan mengakibatkan efektif
- Nadi perifer kolaps pada alveolar paru
menurun sehingga menyebabkan penurunan
- Akral teraba compliance paru, penurunan
dingin stabilitas alveolar kemudian
- Warna kulit mengalami hipoksia berat, cedera
pucat paru, membrane hilain terbentuk
- Turgor kulit terjadilah akumulasi fibrin di
menurun alveolus dan mengendap.

XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan adanya pembentukan membrane
hilain ditandai dengan adanya sesak nafas.
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan adanya pembentukan membrane
hilain ditandai dengan adanya akumulasi dan pengendapan fibrin pada alveolus.
XIV. RENCANA KEPERAWATAN
No No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Nama/TTD
dx
1 1 Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas Pola napas dapat meliputi
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi: frekuensi, kedalaman, usaha Dita
diharapkan pola nafas efektif 1. Monitor pola napas nafas. Dan untuk bunyi
dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan napas tambahan biasanya
a. Tidak ada penggunaan otot 3. Monitor sputum seperti gurgling, mengi,
bantu pernapasan Nursing treatment: wheezing, ronkhi kering.
b. RR dalam rentang normal 4. Posisikan semi fowler/fowler Pemeriksaan/ monitor
(30-40x/menit) 5. Lakukan penghisapan lendir sputum melihat jumlah,
c. Retraksi dada (-) Edukasi: warna serta aroma sputum
d. Nafas pendek (-) 6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari yang dikeluarkan.
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, bila perlu
2 2 Setelah dilakukan asuhan Perawatan sirkulasi Sirkulasi perifer dapat
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi: meliputi nadi perifer, Dita
diharapkan perfusi perifer efektif 1. Periksa sirkulasi perifer edema, pengisian kapiler,
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi warna, suhu, ankle-brachial
a. Nadi perifer teraba kuat 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau index. Faktor risiko
b. Akral teraba hangat bengkak pada ekstremitas gangguan sirkulasi dapat
c. Warna kulit tidak pucat Nursing treatment: meliputi diabetes, perokok,
d. Turgor kulit elastis 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan orang tua, hipertensi dan
darah di area keterbatasan perfusi kadar kolesterol yang tinggi.
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi:
8. Anjurkan perawatan kulit yang tepat
9. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.

XV. IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal/Jam No. Implementasi Respon Nama/TTD
Diagnosa
1 Jumat/ 05 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 09.00 wita mengalami sesak napas
DO: terdapat retraksi dada pada bayi
- RR pasien 62x/menit
2 Jumat/ 05 November 2 Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer DS: - Dita
2021/ 09.45 wita DO: Nadi teraba lemah

3 Jumat/ 05 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 10.15 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
4 Jumat/ 05 November 2 Menghindari pemasangan infus di area DS: - Dita
2021/ 10.30 wita keterbatasan perifer DO: -

5 Jumat/ 05 November 2 Menghindari penekanan dan pemasangan DS: - Dita


2021/ 11.00 wita tourniquet pada area yang cedera DO: -

6 Jumat/ 05 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 12.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
7 Jumat/ 05 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 13.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
8 Jumat/ 05 November 1 Melakukan kolaborasi pemberian DS: - Dita
2021/ 13.30 wita bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, bila DO: -
perlu
9 Sabtu/06 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 09.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: terdapat retraksi dada pada bayi
- RR pasien 60x/menit
10 Sabtu/ 06 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 10.15 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
11 Sabtu/ 06 November 2 Menghindari pemasangan infus di area DS: - Dita
2021/ 10.30 wita keterbatasan perifer DO: -

12 Sabtu, 06 November 2 Menghindari penekanan dan pemasangan DS: - Dita


2021/ 11.00 wita tourniquet pada area yang cedera DO: -

13 Sabtu/06 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 12.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
14 Sabtu/ 06 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 13.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
15 Minggu/ 07 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 14.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 50x/menit
16 Minggu/ 07 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 17.00 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
17 Minggu/ 07 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 17.45 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
18 Minggu/ 07 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
2021/ 18.00 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
19 Minggu/ 07 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
2021/ 19.30 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 47x/menit
20 Senin/ 08 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
09.00 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
- RR 45x/menit
21 Senin/ 08 November 1,2 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
10.00 wita Menganjurkan perawatan kulit yang tepat dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
22 Senin/ 08 November 2 Menginformasikan tanda dan gejala darurat DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
11.30 wita yang harus dilaporkan. dengan yang disampaikan
DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
23 Senin/ 08 November 1 Memposisikan dan mengajarkan Ibu bayi DS: Ibu bayi mengatakan paham Dita
12.15 wita untuk memberikan posisi semi fowler pada dengan yang disampaikan
bayi DO: Ibu bayi tampak paham dengan
yang disampaikan
24 Senin/ 08 November 1 Melakukan monitor pola napas DS: Ibu pasien mengatakan bayinya Dita
12.30 wita Melakukan penghisapan lendir mengalami sesak napas
DO: retraksi dada pada bayi (-)
RR 45x/menit
XVI. EVALUASI

No Hari/Tanggal/Ja Diagnosa Evaluasi Nama/Paraf


m
1 Senin/ 08 1 S: Ibu pasien mengatakan sesak napas berkurang Dita
November 13.00 O: Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan tambahan, tidak ada pernapasan
wita dengan cuping hidung
- RR 40x/menit
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan namun tetap pemberian terapi oksigenasi/ nebulizer saat
bayi mengalami sesak
2 Senin/ 08 2 S: - Dita
November 13.00 O: nadi perifer teraba kuat, akral teraba hangat, warna kulit tidak pucat dan turgor
wita kulit elastis
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2009.Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta:Salemba Medika

Alimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

Edi S. Tehuteru, Badriul Hegar, Agus Firmansyah. 2001. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,
Desember 2001.

Chris booker. 2008. Ensiklopedia keperawatan.penerbit buku kedokteran. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Dochterman dan Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States
of America: Mosby.

Moorhead S,dkk. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Mosby

Keperawatan 2009-2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Potter, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
PATHWAY RDS

Atelektasis
Bayi cukup bulan:
Sindrom mekonium,
Ventilasi perfusi
asidosis

Tegangan Takikardi

permukaan
RDS
meningkat

Usaha bernapas
Produksi surfaktan meningkat
Membran hialin
Cedera paru reaksi MK:terbentuk
perfusi perifer
tidak efektif
Kolaps alveolar paru Pengeluaran energi

MK: Hipervolemia Sesak napas


Mengendap
Kelelahan Sianosis

Penurunan compliance paru stabilitas


Penurunan
alveolar MK: intoleransi aktivitas
Akumulasi fibrin di alveolus

Edema interstitial
Hiperventila
Hiperkapnea Hipoksia berat Alveolar paru
Pk: asidosis respiratorik
MK: pola napas tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai