Anda di halaman 1dari 13

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS DAN PASIEN

(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis untuk Memotivasi


Pasien Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Komunikasi dan Informatika

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Diusulkan Oleh:

KRISNA ARDHI WICAKSONO

L100100127

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016
ii
iii
iv
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS DAN PASIEN (Studi
Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis untuk Memotivasi Pasien
Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta)

Krisna Ardhi Wicaksono


Email: krisnardhi182@gmail.com

ABSTRAK

Stroke adalah salah satu penyakit yang dapat menghambat proses komunikasi.
Fisioterapis sebagai tenaga medis, selain harus bisa memberikan penanganan terhadap pasien
stroke, juga harus bisa memberikan motivasi kepada pasien. Interaksi antara fisioterapis dengan
pasien akan mempercepat proses penyembuhan, karena hal tersebut akan memberikan dukungan
emosional dan motivasi lebih bagi sang pasien. Motivasi disini dimaksudkan agar sang pasien
dapat hidup mandiri dan produktif kembali. Karena biasanya setelah stroke, pasien mungkin
akan mengalami kesulitan melakukan hal-hal yang sebelumnya sederhana. Subjek dalam
penelitian ini adalah Fisioterapis dan Pasien Stroke, baik rawat jalan maupun rawat inap.Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi antarpribadi yang terjalin antara
fisioterapis dan pasien stroke.Adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
yang dilakukan secara interaktif dan mendalam dengan analisis data Miles dan Huberman.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pasien stroke termotivasi untuk sembuh karena adanya
komunikasi yang efektif dari fisioterapis. Proses komunikasi yang dibangun adalah
menggunakan proses komunikasi dialogis. Terdapat pula faktor-faktor yang mendukung pasien
untuk sembuh yaitu, lingkungan, empati, keluarga dan pemberian insentif atau tanda
penghargaan.Selain itu disini fisioterapis lebih mendominasi sebagai komunikator.

Kata kunci: komunikasi, komunikasi antarpribadi, motivasi, fisioterapis, stroke

ABSTRACT

Stroke is a disease that can hamper the communication process. Physiotherapist as medical
personnel, in addition to be able to provide treatment for stroke patient, should also be able to
provide motivation to the patient. The interaction between the physiotherapist with patients will
speed the healing process, because it will give more emotional support and motivation for the
patient. The motivation here is intended so that the patient can live independent and productive
back. Because usually after a stroke, patients may have difficulty doing things that were
previously simple.The subjects in this study is a physiotherapist and stroke patients, both
outpatient and inpatient. The aim of this research is to determine the interpersonal
communication that exists between physiotherapista and stroke patients. This study uses a
qualitative descriptive method performed interactively and in-depth data analysis Miles and

1
Huberman.The results showed that stroke patients are motivated to recover for their effective
communication of the physiotherapist. The process of communication is built using dialogic
communication process. There are also factors that support the patients to recover, such as
environmental, empathy, physiotherapist support, family and incentive or token of appreciation.
In addition physiotherapist dominate here as a communicator.

Keywords: communication, interpersonal communication, motivation, physiotherapist, stroke

1. PENDAHULUAN

Setiap manusia menginginkan kehidupan bersosial yang harmonis. Komunikasi yang


lancar dan tanpa noise (gangguan) menjadi harapan semua orang agar kehidupan terasa nyaman,
menyenangkan dan bahagia. Namun tidak selamanya hal ini dapat berlangsung dengan lancar,
terkadang beberapa masalah datang, terutama kesehatan. Jika kesehatan seseorang terganggu,
maka akan menyebabkan terhambatnya proses berkomunikasi. Salah satu penyakit yang dapat
menghambat proses berkomunikasi adalah stroke. Tidak hanya berkomunikasi, penyakit ini juga
dapat mengganggu aktivitas individu itu sendiri karena juga menyerang anggota tubuh lainnya.
Sehingga individu menjadi terbatas ruang geraknya dan memaksa individu untuk menggunakan
anggota tubuhnya yang masih berfungsi dengan baik untuk berkomunikasi dengan orang lain. Di
Indonesia terdapat beberapa rumah sakit rujukan untuk menangani penyakit stroke. Di kota Solo
(Surakarta) RSO Prof.Dr.R. Soeharso atau biasa disebut Rumah Sakit Ortopedi adalah salah satu
rumah sakit rujukan untuk menangani penyakit stroke. Salah satu yang mendukung proses terapi
dan penyembuhan adalah fisioterapis. Fisioterapis dapat membantu pasien stroke dalam rangka
penyembuhan, seperti meningkatkan keseimbangan berjalan, mengurangi spasme (ketegangan)
otot, mengurangi resiko jatuh hingga meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup. Selama
proses penyembuhan, fisioterapis juga harus bisa memberikan motivasi kepada pasien. Interaksi
antara fisioterapi dengan pasien akan mempercepat proses penyembuhan, karena hal tersebut
akan memberikan dukungan emosional dan motivasi lebih bagi sang pasien. Motivasi disini
dimaksudkan agar sang pasien dapat hidup mandiri dan produktif kembali. Karena biasanya
setelah stroke, pasien mungkin akan mengalami kesulitan melakukan hal-hal yang sebelumnya
sederhana. Jika seorang pasien dapat sembuh pasti ada rasa kepuasan dan bahagia dalam dirinya
bahwa dirinya bisa bangkit.Tentunya juga ada dukungan dari keluarga dan lingkungan, serta
konsistensi dalam menjalankan program terapi. Komunikasi yang baik dan membangun sangat
diperlukan agar pasien bersedia menceritakan sakit atau keluhan yang dialaminya kepada
fisioterapis. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dan membuat
fisioterapis tahu langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Sehingga dapat mempercepat proses
kesembuhan pasien. Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari uraian diatas adalah
“Bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke di Rumah
Sakit Ortopedi Surakarta? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

2
komunikasi antarpribadi yang terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke di Rumah Sakit
Ortopedi Surakarta.

2. TINJAUAN PUSTAKA
a) Komunikasi Antarpribadi

Effendy mengemukakan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan


komunikan. Jenis komunikasi ini dianggap efektif untuk mengubah sikap atau perilaku manusia
karena prosesnya yang dialogis.(Liliweri, 1997:12). Dialog adalah bentuk komunikasi
antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi ini
berfungsi ganda, masing masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Sifat
dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dan dalam percakapan yang menampilkan arus
balik langsung. Jadi, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia
kirimkan diterima atau ditolak oleh komunikan, berdampak positif atau negatif. Ketika proses
mendengar terjadi, komunikator akan mulai menggali informasi dan menemukan solusi dari
masalahnya. Selain fokus pada isi pembicaraan dia juga harus peka terhadap bahasa non verbal
yang disampaikan oleh komunikan. Tujuannya adalah memahami perasaan, pikiran dan
kebutuhan lawan bicaranya. (Wood, 2010:165-166). Komunikasi antarpribadi dibandingkan
dengan komunikasi lainnya dinilai efektif untuk mengubah sikap, kepercayaan, opini dan
perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung secara tatap muka. Karena
dengan komunikasi ini terjadi kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi komunikator
menyentuh pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik (feedback)
berlangsung saat itu juga, tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan dapat dilihat
pada ekspresi wajah dan gaya bicaranya. Apabila feedback positif, artinya tanggapan itu
menyenangkan dan komunikator akan mempertahankan gaya komunikasinya, namun jika
tanggapan komunikasi negatif maka komunikator akan mengubah gaya komunikasinya sampai
komunikasi berhasil. Biasanya tanggapan komunikasi yang negatif disebabkan karena gangguan
(noise), baik eksternal maupun internal. Menurut Rakhmat (1996) terdapat 5 tanda-tanda
komunikasi yang efektif, yaitu Saling pengertian, Memberikan kesenangan, Mempengaruhi
sikap, Hubungan sosial yang semakin baik dan Adanya tindakan. Rakhmat juga (1998)
mengatakan untuk menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif dapat melalui tiga tahap,
yaitu

a. Pembentukan hubungan antarpribadi

Tahap ini disebut tahap perkenalan. Perkenalan adalah proses komunikasi dimana individu
mengirimkan informasi mengenai dirinya terhadap orang lain.

b. Peneguhan hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi adalah hubungan yang selalu


berubah. Hubungan antarpribadi akan terjalin apabila komunikator dan komunikan sepakat
tentang tingkat keakraban yang diperlukan.

3
b) Motivasi

Motivasi adalah tenaga atau faktor yang ada dalam diri manusia yang mengarahkan tingkah
lakunya. Sedangkan kata motif adalah alasan atau dorongan yang menyebabkan individu
melakukan tindakan. (Handoko, 1992: 9). Ada tidaknya motivasi dalam diri individu dapat
dilihat dari tingkah lakunya, misalnya usaha yang dilakukannya, kecepatan reaksinya, tema
pembicaraannya, dan impian-impiannya. (Handoko, 1992: 61-62). Adapun cara memunculkan
motivasi yang paling efektif adalah dengan cara: 1. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dengan sejelas-jelasnya. semakin jelas tujuan yang akan dicapai, tentu semakin kuat usaha untuk
mencapainya. Sebaliknya, semakin tidak jelas tujuan yang akan dicapai, maka semakin lemah
juga usaha untuk mencapainya. 2. Menjelaskan pentingnya mencapai tujuan. Di sini perlu
ditunjukkan alasan-alasan, mengapa tujuan itu perlu untuk dicapai. Bila tujuan yang akan dicapai
tersebut benar-benar dirasa penting, maka akan menjadi lebih besar dorongan untuk
mencapainya. 3. Menjelaskan insentif-insentifyang akan diperoleh individu akibat dari tindakan
tersebut. Insentif tidak harus berupa materi, tetapi dapat berupa kepuasan batin, nilai hidup, tanda
penghargaan, dan lain-lain.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif artinya menjelaskan situasi
atau peristiwa. Menggunakan metode ini, penulis berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal apa
saja yang dilakukan oleh fisioterapis untuk memotivasi pasien stroke. Bagaimana pasien stroke
bisa termotivasi untuk sembuh dan dapat hidup mandiri kembali. Subjek dalam penelitian ini
adalah fisioterapis dan pasien penyakit stroke, baik rawat jalan maupun rawat inap. Sedangkan
pengambilan subjek menggunakan purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti
mengumpulkan data menggunakan beberapa cara, yaitu: a. Observasi (Pengamatan). Observasi
atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat
hal-hal yang dilihat selama penelitian. (Narbuko & Achmadi, 1991: 70). Dalam penelitian ini
jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipan (participant observation). Dalam
penelitian ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian. (Sugiyono, 2007: 64). Observasi dilakukan ketika
fisioterapis melakukan interaksi dengan pasien, sehingga dapat melihat dengan jelasapa saja
yang dilakukan oleh fisioterapis. b. Wawancara. Selain observasi, dalam peneltian ini juga
menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang akurat
dan gambaran mengenai komunikasi antarpribadi antara fisioterapis dan pasien stroke. Jenis
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur atau
wawancara terfokus. c. Catatan Lapangan. Penelitian ini juga menggunakan catatan lapangan.
Catatan lapangan berisi tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan selama proses
pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada ada dua yaitu: a. Data primer
1) Wawancara dengan informan. Jenis data ini diambil dengan cara merekam semua pertanyaan
yang diajukan peneliti dan jawaban dari informan ketika melakukan wawancara. 2) Dokumentasi
Selanjutnya yaitu dokumentasi yang berasal dari data atau arsip Rumah Sakit Ortopedi

4
Surakarta. b. Data sekunder 1) Observasi. Yaitu diperoleh dengan cara melihat langsung atau
mengamati proses komunikasi antarpribadi antara fisioterapis dan pasien stroke. 2) Kepustakaan.
Bisa diperoleh dari buku, jurnal dan artikel-artikel dari internet. Teknik analisis data dalam
penelitian kualitatif dapat dilakukan pada saat aktivitas di lapangan, yaitu bersamaan dengan
tahap pengumpulan data. Pada penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data dari Miles
dan Huberman (dalam Ardianto, 2011:223). Ada tiga jenis kegiatan dalam analisis data yaitu
sebagai berikut: a. Mereduksi data. Reduksi merupakan bagian dari analisis. Reduksi data adalah
bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data
dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan. b. Model data (data display).
Model adalah kumpulan informasi yang tersusun dan membolehkan pendeskripsian kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif adalah teks
naratif. c. Penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan ketika semua data yang
dikumpulkan telah dianalisis dan menemukan sebuah hasil. Validitas Data dalam penelitian
komunikasi kualitatif menunjuk pada sampai mana data yang diperoleh, apakah sudah akurat dan
mewakili realitas yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas data digunakan
triangulasi sumber atau data. Menurut Dwidjowinoto (dalam Kriyantono, 2010:72) triangulasi
sumber adalah membandingkan keakuratan informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda.
Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


a) Proses Komunikasi Fisioterapis Terhadap Pasien Stroke

Setiap individu memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain dan umum dilakukan,
misalnya berkenalan. Dengan menjalin hubungan dengan orang lain individu mencoba untuk
mengenali dan memahami satu sama lain serta berinteraksi, sehingga individu tersebut
melakukan hubungan interpersonal. (Dian, 2012:1-2). Hal pertama yang dilakukan semua
fisioterapis dalam proses komunikasi adalah perkenalan. Dimana fisioterapis dan pasien saling
memperkenalkan diri satu sama lain. Seperti komunikasi pada umumnya proses komunikasi
antarpribadi dimulai dari tahap perkenalan, pada tahap ini setiap individu akan mulai
memperkenalkan dirinya dan memberikan informasi mengenai dirinya. Proses komunikasi
antarpribadi terjadi saat fisioterapis memulai komunikasi dengan pasien sehingga terbentuklah
sebuah hubungan. Berawal dari terbentuknya hubungan itu, maka akan terjalin keakraban.
Sebuah hubungan pada umumnya akan diawali dengan adanya pertukaran informasi dari yang
bersifat dangkal hingga yang paling dalam. Seiring dengan semakin akrabnya sebuah hubungan
maka keterbukaan diri individu akan muncul. Dalam komunikasi antarpribadi yang efektif dapat
dilihat dari seberapa terbukanya komunikan terhadap komunikator. Untuk mencapai keterbukaan
tersebut, tentunya mengalami proses. Proses yang dilalui pun tidaklah mudah dan membutuhkan
waktu. Keterbukaan dan komunikasi memiliki hubungan yang erat dan merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, dengan komunikasi yang efektif dapat menghasilkan kedalaman
informasi dari individu. Informasi diperlukan untuk mengetahui permasalahan yang sedang
dihadapi oleh individu. Setiap fisioterapis memiliki cara tersendiri untuk membuat pasien

5
menjadi terbuka dan menceritakan masalahnya. Setiap masalah yang tidak diceritakan atau yang
dipendam oleh pasien hanya akan mengganggu terapi pasien. Karena pasti pikiran pasien akan
lebih tertuju kepada masalah yang sedang dihadapinya. Sehingga membuat proses terapi menjadi
lebih lama. Selama proses terapi tidak terlepas dari masalah yang diceritakan oleh pasien. Dari
masalah yang umum hingga masalah yang bersifat pribadi. Hal ini terjadi karena sudah timbul
kepercayaan dalam diri pasien kepada fisioterapis yang mendampinginya, sehingga sudah tidak
ada keraguan lagi dalam diri pasien untuk menceritakan semua masalahnya. Setelah lama
bertemu dan terbiasa dengan fisioterapis yang mendampinginya, pasien akan mulai terbuka dan
menceritakan masalah-masalahnya, mulai dari yang umum seperti hobi hingga yang pribadi
seperti keluarga atau pekerjaan.

b) Hambatan

Dalam proses komunikasi tidak lepas dari hambatan. Begitu pula komunikasi yang dirasakan
oleh fisioterapis ketika proses terapi pasien stroke. Hambatan berupa hambatan eksternal dan
hambatan internal. Namun dalam penelitian ini, hambatan yang ditemukan adalah hambatan
internal. Hambatan internal sendiri adalah hambatan yang bersumber dari dalam diri individu,
bisa berupa perasaan-perasaan ataupun pikiran-pikiran dalam dirinya. Dalam penelitian ini
hambatan internal yang ditemukan pada pasien stroke adalah kurang bersemangatnya pasien
ketika tidak didampingi oleh fisioterapis. Pasien yang kurang semangat mengikuti latihan adalah
salah satu tanda kurang efektifnya komunikasi. Pesan yang dikirimkan oleh komunikator tidak
diterima dengan baik oleh komunikan. Untuk itu terkadang komunikator akan mengubah gaya
berkomunikasinya agar umpan balik yang diterima oleh komunikan menjadi positif.

c) Menumbahkan Motivasi

Komunikasi antarpribadi dikatakan sukses jika komunikasi itu menghasilkan sesuatu yang
diharapkan. Motivasi disini adalah hasil yang diharapkan setelah melalui proses
komunikasi.Namun pada kenyataannya, memotivasi pasien stroke terkadang menemui beberapa
hambatan, salah satunya adalah kurang bersemangatnya pasien ketika tidak didampingi oleh
fisioterapis, gangguan pada tubuhnya seperti gangguan bicara. Serta berbagai masalah yang
diceritakan oleh pasien. Untuk itu memberikan pemahaman adalah salah satu cara yang
dilakukan oleh fisioterapis untuk membuat pasien bersemangat. Selain memberikan pemahaman,
terdapat faktor lain yang akan membuat pasien menjadi semakin termotivasi untuk sembuh,
yakni keluarga. Karena dari keluarga pasien akan mendapatkan dukungan dan semangat untuk
sembuh dan mandiri kembali. Faktor lingkungan juga menjadi faktor pendukung lain yang
membuat pasien termotivasi. Lewat pertemuan dengan sesama pasien lain perasaan empati akan
timbul diantara pasien. Pemberian insentif juga merupakan salah satu cara yang diterapkan oleh
fisioterapis. Insentif tidak harus berupa materi, melainkan dapat berupa kepuasan batin, nilai
hidup, tanda penghargaan dan lain-lain. Pemberian insentif atau tanda penghargaan ini secara
tidak langsung akan mendorong pasien untuk bangkit dan sembuh dari sakitnya, sehingga dapat
mempersingkat waktu kesembuhannya.

6
a) Proses Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan untuk menjalin hubungan dengan
sesama manusia. Komunikasi antarpribadi merupakan lingkup komunikasi terkecil, dimana
melibatkan sedikitnya dua orang yang saling berkomunikasi untuk menciptakan sebuah interaksi.
Dalam proses berlangsungnya komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh bagaimana komunikator
menyampaikan pesan dan seperti apa komunikan mampu menanggapi pesan dengan baik
sehingga pesan dapat diterima dan sesuai yang diharapkan. Pada penelitian ini terlihat bahwa
proses komunikasi antarpribadi fisioterapis dan pasien stroke diawali dengan tahap perkenalan.
Perkenalan adalah awal membangun komunikasi yang baik. Menurut Rakhmat (1998) hubungan
antarpribadi melewati tiga tahap yaitu pembentukan hubungan, peneguhan hubungan dan
pemutusan hubungan.

a. Pembentukan Hubungan

Pada penelitian kali ini, terlihat proses komunikasi dimulai dengan tahap perkenalan kemudian
fisioterapis mulai menanyakan latar belakang pasien, mulai dari kepribadian, tempat tinggal
hingga pekerjaannya, yang tujuannya adalah untuk mengetahui sifat dan karakter pasien,
sehingga fisioterapis tahu langkah yang akan diambil selanjutnya. Penanganan pasien sendiri
juga ditentukan berdasarkan sifat dan karakter tersebut. Proses perkenalan juga dilakukan oleh
fisioterapis lain agar tahu kepribadian pasien.

b. Peneguhan Hubungan

Setelah mengetahui latar belakang pasien, Pada tahap peneguhan hubungan, fisioterapis akan
mulai menjalin keakraban dan mengenal lebih jauh dengan pasien, menanyakan hal-hal yang
bersifat umum (mendasar) hingga yang paling pribadi. Tujuannnya adalah untuk mengetahui
penyebab kurang bersemangatnya pasien mengikuti terapi.

b) Hambatan

Proses komunikasi tidak lepas dari suatu hambatan. Hambatan tersebut adalah hambatan internal
dan hambatan eksternal. Hambatan yang terjadi pada komunikasi antarpribadi fisioterapis dan
pasien stroke adalah berupa hambatan internal (psikologis), yakni terkadang pasien yang kurang
bersemangat mengikuti latihan, hal ini terlihat ketika pasien hanya mau latihan ketika ada
fisioterapis yang mendampinginya saja. Selain itu hambatan fisik berupa menurunnya fungsi
anggota tubuh pasien seperti tidak bisa bicara dan tidak bisa menggerakkan beberapa anggota
tubuhnya juga menjadi hambatan yang cukup mengganggu proses komunikasi, karena pasien
harus menggunakan anggota tubuhnya yang masih berfungsi untuk berkomunikasi dengan
fisioterapis. Sehingga fisioterapis harus mengetahui apa yang diinginkan oleh pasien.

7
c) Upaya Mengurangi Hambatan

Upaya yang dilakukan fisioterapis untuk mengurangi hambatan komunikasi adalah dengan
memberikan pemahaman kepada pasien mengenai penyakitnya. Selain itu fisioterapis juga
memberikan dukungan dan semangat kepada pasien. Memberikan variasi latihan juga dilakukan
oleh fisioterapis agar pasien tidak cepat bosan dan semangat latihan kembali. Selain itu
fisioterapis juga menerapkan metode motivasi guna menunjang kesembuhan pasien, salah
satunya adalah motivasi kesabaran dan motivasi agama.

d) Motivasi

Dalam penelitian ini diperoleh beberapa faktor yang membuat pasien stroke termotivasi untuk
sembuh, yaitu. a. Lingkungan. Lingkungan yang kondusif dan nyaman mempengaruhi pola pikir
dan tingkah laku pasien. Lingkungan rumah sakit dan fasilitasnya yang memadai dapat
menunjang kesembuhan pasien. b. Empati Ketika dipertemukan dengan pasien lain, perasaan
empati timbul diantara pasien, karena merasa sama meskipun memiliki penyakit yang berbeda.
Ini juga salah satu metode memotivasi pasien yang diterapkan oleh fisioterapis. c.Keluarga
Keluarga menjadi kunci utama untuk kesembuhan pasien, karena dari keluarga pasien
mendapatkan dukungan dan semangat serta motivasi. Peran keluarga sangat diperlukan karena
tanpa dukungan dari keluarga pasien akan merasa dirinya kurang berharga dan tidak dibutuhkan
kembali serta menjalani hari-harinya dengan kurang semangat. d. Pemberian Insentif atau Tanda
Penghargaan Pemberian tanda penghargaan secara tidak langsung akan memotivasi pasien.
Memberikan pujian atau hadiah kepada pasien akan membuat pasien semakin termotivasi dan
semangat menjalankan terapi, sehingga mempersingkat waktu kesembuhan pasien itu sendiri.

5. PENUTUP

Setelah menganalisis dan memberikan pembahasan mengenai komunikasi antarpribadi yang


terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:1. Proses
komunikasi yang dibangun adalah menggunakan proses komunikasi dialogis. Dimana
fisioterapis menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.2.Hasil penelitian menunjukkan
pasien stroke termotivasi karena adanya komunikasi yang efektif dari fisioterapis.Selain itu
fisioterapis mendominasi menjadi komunikator3.Terdapat beberapa faktor yang membuat pasien
termotivasi untuk sembuh, yaitu, Lingkungan, Empati, Keluarga dan Pemberian insentif atau
tanda penghargaan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Jakarta: Pustaka Pelajar

Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Effendy. Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Persada (Rajawali Perss)

Jalaludin, Rakhmat. 2001. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Jalaludin, Rakhmat. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Pustaka Pelajar

Handoko, Martin. 1992. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta. Kanisius

Anda mungkin juga menyukai