Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan biasanya diartikan sebagai sesuatu yang ada di sekeliling


kehidupan atau organisme. Lingkungan adalah kumpulan dari segala sesuatu
yang membentuk kondisi dan akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak
langsung baik dalam bentuk individual maupun komunitas pada tempat tertentu.

Menurut Drs Ahcmad Lutfi (2004: 6), “ Masalah pencemaran merupakan


suatu masalah yang perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak
supaya dapat menanggulangi akibat buruk yang terjadi karena pencemaran,
bahkan sedapat mungkin kita dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
tersebut “.

Pencemaran lingkungan terjadi bila daur materi dalam lingkungan hidup


mengalami perubahan, sehingga keseimbangan dalam hal stuktur maupun
fungsinya terganggu. Ketidak seimbangan struktur dan fungsi daur materi terjadi
karena proses alam atau juga perbuatan manusia.

Dalam abad modern ini banyak kegiatan atau perbuatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan teknologi sehingga banyak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Manusia juga dapat merubah keadaan
lingkungan yang tercemar akibat perbuatannya ini menjadi keadaan lingkungan
yang lebih baik, menjadi keadaan lebih seimbang bahkan diharapkan dapat
mencegah terjadinya pencemaran. Berdasarkan pendapat Setiyadi Ds (2007: 46),
“arti dari pencemaran yaitu peristiwa berubahnya keadaan alam (udara, air, dan
tanah) karena adanya unsur-unsur baru atau meninggkatnya sejumlah unsur-
unsur tertentu sehingga menimbulkan gangguan terhadap kualitas lingkungan
hidup bahkan mengakibatkan rusaknya ekosistem, pencemaran ini dapat
menimbulkan gangguan ringan dan berat terhadap mutu lingkungan manusia “.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh faktor
manusia yaitu pencemaran udara, air dan tanah.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis kualitas lingkungan kimia air ?
2. Bagaimana analisis kualitas lingkungan kimia udara ?
3. Bagaimana analisis kualitas lingkungan kimia tanah ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Kualitas Lingkungan Kimia Air

Analisa air termasuk ke dalam kimia analisa kuantitatif karena


menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Prinsip analisa air yang
digunakan adalah prinsip titrasi dan metode yang digunakan adalah metode
indikator warna dan secara umum termasuk ke dalam analisa volumetrik.

Air yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah ditemukan


dalam keadaan murni. Biasanya air tersebut mengandung zat-zat kimia dalam
kadar tertentu, baik zat-zat kimia anorganik maupun zat-zat kimia organik. Apabila
kandungan zat-zat kimia tersebut terlalu banyak jumlahnya didalam air, air
tersebut dapat menjadi sumber bencana yang dapat merugikan kelangsungan
hidup semua makhluk sekitarnya.

Kini dengan adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik maupun


rumah tangga, kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat dan pada
akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa air
untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air
sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya
dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum. Analisa pencemaran air tersebut
dapat dilihat dari syarat syarat air besih, yang meliputi Persyaratan kualitatif,
Persyaratan kuantitatif, dan Syarat kontinuitas.

1. Persyaratan Kualitatif
Syarat kualitatif adalah persyaratan yang menggambarkan kualitas dari
air baku (air bersih). Persyaratan ini meliputi syarat Fisik, Kimia, Biologis dan
Radiologis. Tetapi yang akan dibahas disini adalah syarat kimiawi saja.
Air Baku (air bersih layak minum) tidak boleh mengandung bahan-
bahan kimia dalam jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia
tersebut antara lain :

3
a. ph
pH suatu larutan mencerminkan aktivitas kation hidrogennya, dan
dinyatakan sebagai logaritma negatif dari aktivitas kation hidrogen dalam
mole per liter pada suhu tertentu. Istilah pH lazimnya digunakan untuk
menyatakan intensitas kondisi asam atau alkalin suatu larutan. Kalau pH
antara 1 dan 7, ini merupakan kisaran asam, dan kisaran alkalin adalah pH 7
– 14. pH air permukaan air biasanya berkisar antara 6.5 – 9.0, pada kisaran
tersebut air bersir masih layak untuk diminum (dimasak). penentuan pH
sangat berpengaruh terhadap korosi (pengaratan) yang biasanya terjadi
pada pipa distribusi air.

b. Salinitas (zat padat total)


Salinitas didefinisikan sebagai total padatan dalam air setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti
dengan klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Satuan untuk
salinitas lazimnya adalah g/kg atau satu per seribu. Salinitas merupakan
peubah penting dalam perairan pantai dan estuarine, dan perubahan
salinitas dapat menyebabkan perubahan kualitas ekosistem akuatik,
terutama ditinjau dari tipe-tipe dan kelimpahan organisme. Salinitas harus
digunakan sebagai parameter pendugaan dampak untuk semua proyek
pengembangan sumberdaya air yang berhubungan dengan perairan pantai
dan estuaria. Biasanya bahan yang tertinggal sebagai residu pada
penguapan dan pengeringan terjadi pada suhu 103 – 105 0C.

c. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut mungkin merupakan parameter kualitas air yang paling
umum digunakan. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar/tawar
berkisar dari 14.6 mg/liter pada suhu 0 0C hingga 7.1 mg/liter pada suhu 35
0
C pada tekanan satu atmosfer. Rendahnya kandungan oksigen terlarut
dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan akuatik dan kalau tidak
ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya kondisi
anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika. Di bawah 3
mg/liter, penurunan lebih lanjut hanya penting dalam kaitannya dengan
munculnya kondisi anaerobik lokal. Kerusakan utama terhadap kehidupan
4
akuatik telah terjadi pada kondisi seperti ini. Di atas 6 mg/liter, keuntungan
utama dari penambahan oksigen terlarut adalah sebagai cadangan atau
penyangga untuk menghadapi “shock load” buangan limbah yang
membutuhkan banyak oksigen.

d. BOD
BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh
bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada
kondisi aerobik. Kondisi uji yang tipikal adalah inkubasi lima hari pada suhu
20 0C. Karena BOD merupakan ukuran tidak langsung dari jumlah bahan
organik yang dapat didekomposisi secara biologis, maka ini dapat menjadi
indikator jumlah oksigen terlarut yang akan digunakan (hilang dari air)
selama asimilasi biologis polutan organik secara alamiah. Uji BOD
merupakan salah satu uji yang lazim digunakan dalam evaluasi kualitas air.

e. Suspended Solid
Suspended Solid ( SS ) adalah padatan yang terkandung dalam air dan
bukan merupakan larutan, bahan ini dibedakan dari padatan terlarut dengan
jalan uji filtrasi laboratorium. Satuannya adalah mg/l. SS terdiri atas
komponen settleable, floating dan non-soluble (suspensi koloidal). SS
lazimnya mengandung senyawa organik dan anorganik. Satu ciri dari SS
adalah berkaitan dengan karakteristik turbiditas. SS sangat penting karena
pengaruhnya terhadap kualitas estetika, filtrasi (penjernihan) dan desinfeksi;
dan potensial dampaknya terhadap ekosistem akuatik. Pada umumnya air
yang mengandung banyak SS kurang bagus ditinjau dari sudut pandang
estetika, lebih sulit dan mahal untuk menjernihkannya, dan memerlukan
lebih banyak bahan kimia untuk dis-infeksinya. SS yang berlebihan dapat
membahayakan ikan dan jasad akuatik lainnya melalui penyelimutan insang,
reduksi radiasi matahari, dan selanjutnya akan berpengaruh pada rantai
makanan alami.

Konsentrasi SS (mg/l) Kategori Kualitas

5
Lingkungan
4 Ekselen
10 Baik
15 Cukupan
20 Jelek
35 Sangat jelek

f. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara esensial yang diperlukan untuk
melestarikan kehidupan akuatik. Biasanya diukur dengan satuan mg/liter.
Secara spesifik, nitrogen anorganik dalam bentuk nitrat dan amonia tersedia
untuk masuk ke dalam siklus rantai makanan akuatik. Nitrogen organik
menjadi tersedia setelah mengalami konversi menjadi bentuk anorganik oleh
aktivitas bakteri. Limbah industri, limbah domestik dan residu pupuk dalam
air limpasan dari lahan pertanian merupakan sumber utama nitrogen
anorganik dalam perairan.

g. Senyawa Toksik
Berbagai macam senyawa toksik berada dalam lingkungan akuatik.
Limbah yang mengandung logam berat (Hg, Cu, Ag, Pb, Ni, Co, As, Cd, Cr,
dan lainnya) sendiri-sendiri atau campurannya hingga konsentrasi tertentu
dapat bersifat toksik bagi manusia dan organisme lain, sehingga mempunyai
dampak yang serius terhadap ekosistem. Senyawa toksik lainnya termasuk
pestisida, senyawa ammonia, sianida, sulfida, fluorida, dan senyawa-
senyawa khlor organik.
Uji bio-essay dapat digunakan untuk menyatakan konsentrasi dalam
mg/l pada saat mana senyawa toksik tidak menyebabkan gangguan pada
organisme uji. Akan tetapi, efek jangka panjang dari senyawa toksik
mungkin menimbulkan gangguan yang lebih berbahaya, seperti
pengkerdilan pertumbuhan, penurunan fertilitas, penyimpangan fisiologis,
dan pola perilaku aneh; dan ini semua dapat menyebabkan gangguan yang
lebih berbahayadibandingkan dengan sekedar ekeberadaan spesies.
Demikian juga, magnifikasi biologis dan penyimpanan residu bahan
pencemar yang toksik dalam kehidupan dapat mengakibatkan dampak
serius. Karena alasan ini, senyawa toksik dapat dideteksi dalam perairan

6
alami dengan metode canggih berupa analisis kualitas air. Dan ini dapat
mengakibatkan air tidak layak bagi perbanyakan kehidupan manusia dan
organisme akuatik.

h. Zat Organik
 Alam : Tumbuh – tumbuhan, sellolusa, gula dan pati
 Sintesis : proses industri
 Fermentasi : alkohol dan asam

i. CO2 Agresif
Co2 yang terdapat di air berasal dari udara dan hasil penguraian zat
organik. Menurut bentuknya CO2 dibedakan dalam :
 CO2 bebas : banyaknya CO2 dalam air
 CO2 kesetimbangan : CO2 yang dalam air setimbang dengan HCO3
 CO2 agresif : CO2 yang dapat masuk bangunan, perpipaan dalam
distribusi air.

j. Kesadahan Total
Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh air karena adanya
ion-ion (kation) logam valensi. Kesadahan Total kesadahan yang
disebabkan adanya ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama sama.

k. Kalsium
Fungsi kalsium pada air bersih dalam batas tertentu dapat berfungsi
sebagai penunjang pertumbuhan tulang dan gigi.

l. Besi dan Mangan


Besi adalah logam yang menghambat proses disinfeksi. Mangan dan
besi yang berlebihan menyebabkan warna air menjadi keruh.

m.Tembaga ( Cu )
Kadar Cu yang berlebihan akan menyebabkan rasa tidak enak pada
lidah dan dapat menimbulkan kerusakan pada hati.

7
n. Seng ( Zn )
Kelebihan kadar Zn dalam air minum menyebabkan rasa pahit.

o. Chlorida ( Cl )
Kadar Cl yang berlebihan akan menyebabkan rasa asin dan korosif
pada logam.

p. Flourida ( F )
Kelebihan kadar flourida pada air akan menyebakan kerusakan pada
gigi ( carries gigi ).

q. Nitrit
Kekurangan Nitrit dapat menyebabkan methamoglobinemia terutama
pada bayi.

Bahan-bahan atau zat kimia yang terdapat dalam air yang ideal antara
lain sebagai berikut :

——————————————————————-

Jenis Bahan Kadar yang Dibenarkan (mg/liter)

——————————————————————-

Fluor (F) : 1-1,5

Chlor (Cl) : 250

Arsen (As) : 0,05

Tembaga (Cu) : 1,0

Besi (Fe) : 0,3

Zat organik : 10

Ph (keasaman) : 6,5-9,0

CO2 : 0

8
2. Persyaratan Kuantitatif

Persyaratan kuantitatif dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari


banyaknya air baku yang tersedia. Artinya, air tersebut bernilai guna demi
pemenuhan pemakainya. Dalam hal ini, jumlah air yang dibutuhkan sanagt
tergantung pada tingkat kemajuan teknologi dan social ekonomi masyarakat
setempat. Sebagai contoh Negara negara yang telah maju memerlukan air
bersih yang lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat di Negara Negara
berkembang.

3. Persyaratan Kontinuitas

Persyaratan kontinuitas ini sangat erat hubungannya dengan kuantitas


air yang tersedia yaitu air baku yang ada di alam. Arti kontinuitas disini adalah
bahwa air baku untuk air bersih tersebut dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relative tetap, baik pada saat musim kemarau maupun
musim hujan.

 Hasil Penelitian Tentang Analisis Kimia Air Minum dari Desa-Desa di


Sanganer Tehsil Kabupaten Jaipur

Sanganer Tehsil tergabung dengan kota utama. Sanganer Tehsil terletak


di antara 26° 49' sampai 26° 51' Lintang N dan 75° 46' sampai 75° 51' E bujur.
Daerah ini mencakup wilayah sebesar 635,5 km persegi. Air Sampel dikumpulkan
dalam botol polietilen bersih dari berbagai sumber yaitu tabung sumur, pompa
tangan, buka sumur dan sumber-sumber lain. Sampel dianalisis untuk parameter
yang berbeda seperti pH, F -, EC, TDS, Ca, Mg, TH, Cl -, CO3-2, HCO3-, Alkalinity,
Na +, K + dan NO3 - dengan menggunakan teknik standar (Anonymous, 1976).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH berkisar antara 8 sampai 9. pH


Minimum (8,0 ± 0,11) diamati dari Desa Ramsinghpura dan Maksimum (9,0 ±
0,14) diamati dari Desa Sukhiya (Tabel 1 dan Gambar. 1). pH dinyatakan sebagai
angka mulai 0-14. Jumlah ini merupakan tanda dari konsentrasi ion H + dalam
larutan. Semua sampel air ditemukan berada dalam batas tapi basa di alam
(Tabel 2). pH menunjukkan korelasi positif dengan fluorida dan korelasi negatif

9
dengan parameter lainnya (Tabel 3). Trivedi (1988) juga melaporkan konsentrasi
fluoride terkait dengan alkalinitas. Menurut WHO (1996), batas yang
-
diperbolehkan untuk pH adalah 6,9-9,2. Fluorida (F ) bervariasi dari 0,2-5,4 ppm.
Minimum (0,2 ± 0,08 ppm) dan maksimum (5,4 ± 0,11 ppm) konsentrasi dari F -
yang diamati dari Desa Ramsinghpura dan Sukhiya (Tabel 1, Gambar. 2). Batas
yang diizinkan untuk konsentrasi F - adalah 1-1,5 ppm menurut WHO (1996). Data
menunjukkan bahwa 10% desa dari Sanganer Tehsil terpengaruh dengan
konsentrasi F- yang tinggi, sedangkan 42% desa memiliki F - lebih rendah. Namun,
48% desa memilki batas optimum dari konsentrasi fluorida (Tabel 2). Sebuah
korelasi positif (r = 0,893) diamati antara F dan pH (Gbr. 3) seperti yang
sebelumnya dilaporkan oleh Teotia dan Singh (1981) dan Trivedi (1988).

EC adalah sebuah lambang numerik dari kemampuan suatu larutan encer


untuk membawa arus listrik. USPH merekomendasikan nilai ambang batas untuk
konduktivitas listrik (EC) adalah 300 μmhos/cm. Nilai EC berkisar antara 483-
9570 μmhos/cm. Minimum (483 ± 36,68 μmhos/cm) dan maksimum (9570 ±
161,65 μmhos/cm) EC yang dilaporkan dari Desa Sukhiya dan Ramsinghpura
(Tabel 1 dan Gambar 4.). Dengan menganalisis hasil, semua sampel air
menunjukkan EC lebih tinggi dari batas yang diizinkan (Tabel 2). EC menandakan
jumlah TDS dalam air. Temuan dari penelitian ini sesuai dengan hasil dari survei
yang dilakukan oleh Gupta et al. (1994). Total Padatan Terlarut (TDS) dalam air
minum menyatakan perilaku garam dari air, yang menunjukkan tingkat
pencemaran organik dari air. TDS berkisar dari 242 untuk 4650 mg/l. Minimum
(242 ± 39,26 mg/l) dan maksimum (4650 ± 254,03 mg/l) konsentrasi TDS yang
diamati dari Desa Sukhiya dan Ramsinghpura (Tabel 1 dan Gambar 5.). Menurut
WHO (1996), TDS harus berada di antara 500-1500 mg/l. TDS ditemukan berada
dalam batas di 72% desa, lebih rendah di 12% desa, sedangkan 16 desa
menunjukkan TDS lebih tinggi dari batas (Tabel 2). Dalam penelitian ini, korelasi
positif yang signifikan (R = 0,995) yang diamati antara EC dan TDS (Tabel 3,
Gambar. 6). Kesadahan Kalsium (Ca-H) berkisar dari 4 sampai 172 mg/l.
Minimum Ca-H (4 ± 1,15 mg/l) diamati dari Desa Sukhiya sedangkan maksimum
Ca-H (172 ± 6,92 mg/l) dilaporkan dari Desa Ramsinghpura. Kesadahan
Magnesium (Mg-H) berkisar antara 2-132 mg/l. Nilai-nilai Minimum (2 ± 1,15 mg/l)
dan maksimum (132 ± 6,92 mg/l) yang dilaporkan dari Desa Sukhiya dan

10
Ramsinghpura. Ca-H dan Mg-H dikombinasikan untuk membentuk kesadahan
total. TH bervariasi dari 90 hingga 700 mg/l. Minimum (90 ± 24,24 mg/l) dan
maksimum (700 ± 57,74 mg/l) dilaporkan dari Desa Sukhiya dan Ramsinghpura
(Tabel 1 dan Gbr.7). WHO merekomendasikan nilai ambang batas yang aman
untuk kesadahan yaitu 100-500 mg/l (Tabel 2). Dalam air tanah, kesadahan
terutama disebabkan oleh karbonat, bikarbonat, sulfat dan klorida Ca dan Mg. Ca-
H dalam batas yang diizinkan terdapat di 14% desa sedangkan 86% desa yang
terkandung Ca-H di bawah dari batas (Tabel 2). Mg-H di bawah dari batas
terdapat 50% desa dan 50 desa menunjukkan Mg-H dalam batas optimal. Total
kesadahan lebih tinggi terdapat di 6% desa, bawah dari batas di 6% desa
sedangkan 88% sampel yang terkandung TH dalam batas optimum (Tabel 2).
Dalam studi ini, kesadahan menunjukkan korelasi negatif dengan F- dan pH (r =
-0,544; r = -0,702) (Tabel 3 dan Gambar 8.). Hasilnya sesuai dengan temuan
Trivedi (1988) dan Sharma (2003). Klorida (Cl) bervariasi dari 42 sampai 2173
mg/l. Minimum (42 ± 6,92 mg/l) dilaporkan dari Desa Sukhiya dan maksimum
(2173 ± 99,88 mg / l) diamati dari Desa Ramsinghpura (Tabel 1 dan Gambar. 9).
Kandungan klorida lebih tinggi dari batas yang diijinkan (200-600 mg/l) di 10%
desa sedangkan lebih rendah di 82% desa. Hanya 8% desa berada dalam batas
optimum (Tabel 2). kandungan tinggi klorida memberikan rasa asin ke air.
Karbonat (CO3-2) Berkisar dari 24 untuk 216 mg/l. Pada beberapa desa
konsentrasi CO3-2 diabaikan. Minimum (24 ± 6,92 mg/l) dan maksimum (216 ±
11,55 mg/l) kandungan dari CO 3-2 yang Diamati dari Bhapura, Girdharipura Chak
No 1,2,3,4,5,8,14, masing-masing Khatipura dan Ramsinghpura. Bikarbonat
minimum (HCO3-) (49 ± 6,35 mg/l) diamati dari Desa Lalya ka bas dan maksimum
(1244 ± 87,18 mg/l) dilaporkan dari Desa Ramsinghpura. CO3-2 Dan HCO3-
bersama-sama membuat alkalinitas total.

Hal ini berkisar dari minimum (49 ± 6,35 mg/l) di Desa Lalya ka bas ke
maksimum (1460 ± 98,72 mg/l) dari Desa Ramsinghpura (Tabel 1 dan Gambar
10). Alkalinitas lebih tinggi dari ambang batas (200 mg/l) terdapat di 98% desa,
dan hanya 2% desa yang terkandung alkalinitas di bawah dari batas (Tabel 2).
Alkalinitas menunjukkan korelasi positif dengan EC, TDS, Cl, TH, NO3-, Na+ dan
K+ (Tabel 3). Hasilnya sesuai dengan hasil Devi et al. (2003). Tingginya nilai
alkalinitas memberikan rasa yang tidak diinginkan terhadap air.

11
Nilai Minimum (39 ± 2,88 mg/l) dan maksimum (1000 ± 58,31 mg/l) dari
kandungan Natrium (Na+) yang diamati dari Desa Sukhiya dan Ramsinghpura
(Tabel 1 dan Gambar. 11). Hampir semua desa (98%) mengandung lebih tinggi
konsentrasi Na+ kecuali di Desa Sukhiya dimana masih berada di bawah batas.
Batas yang diizinkan untuk Na + adalah 50 mg/l menurut WHO (Tabel 2).
Kandungan Kalium (K+) pada sampel air bervariasi dari 0,782-10,557 mg/l.
Minimum (0,782 ± 0,22 mg/l) dan maksimum (10,557 ± 1,62 mg/l) kandungan K+
yang diamati dari Desa Mandau dan Desa Ramsinghpura (Tabel 1, Gambar. 12).
Semua sampel air (100%) mengandung K + lebih rendah dari nilai ambang batas
yaitu 20 mg/l (Tabel 2). Minimum (6 ± 1,15 mg/l) dan maksimum (202 ± 1,15 mg/l)
kandungan nitrat (NO3-) yang diamati dari Desa Narottampura dan Desa
Ramsinghpura. Di dua desa (Sukhiya dan Mandau) NO 3- Berada di jejak jumlah
yang sama (Tabel 1 dan Gambar 13). Kandungan NO 3- sebelumnya lebih rendah
dari ambang batas (40-50 mg/l) di 64% desa, 10% berada dalam batas,
sedangkan 26% memiliki NO3- lebih tinggi dari batas konsentrasi. Tingginya
konsentrasi NO3- dalam air menyebabkan penyakit yang disebut
"Methaemoglobinaemia" atau dikenal sebagai "Blue-bayi Syndrome ". penyakiti ini
utamanya menyerang bayi di atas 6 bulan (Agrawal, 1999).

Jadi kesimpulannya, data menunjukkan bahwa air tanah Sanganer Tehsil


sangat memburuk karena tercemar dengan tingginya jumlah fluorida, nitrat dan
alkalinitas. Sebagian besar Parameter lebih dari nilai ambang batas atau di bawah
batas. Oleh karena itu, air minum desa Sanganer Tehsil tidak dapat diminum.
Untuk menjaga kualitas air tanah, pemantauan fisikokimia parameter secara
terus-menerus harus dilakukan dan dapat digunakan untuk masak dan minum
hanya setelah mendapatkan penanganan sebelumnya.

B. Analisis Kualitas Lingkungan Kimia Udara

12
Pencemaran lingkungan merupakan peristiwa penyebaran bahan kimia
dengan kadar tertentu yang dapat merubah keadaan keseimbangan pada daur
materi, baik keadaan struktur maupun fungsinya, sehingga mengganggu
kesejehteraan manusia salah satu pencemaran lingkungan yang sedang
bergejolak pada massa sekarang ini adalan pencemaran udara.
Pencemaran udara terjadi jika komposisi zat–zat yg ada di udara
melampaui ambang batas yang ditentukan. Adanya bahan- bahan kimia yang
melampaui batas dapat membahayakan kesehatan manusia, mengganggu
kehidupan hewan dan tumbuhan dan terganggunya iklim (cuaca) dengan aktivitas
manusia dan kemajuan tekhnologi terutama akibat proses pembakaran bahan
bakar di industri atau kendaraan bermotor, maka banyak gas-gas yang dihasilkan
dan bercampur dengan udara sebagai zat pencemar. Bahan kimia yang
merupakan zat pencemar udara adalah karbondioksida (CO2), karbonmonoksida
(CO), sulfurdioksida (SO2), oksida nitrogen (NO2), senyawa hidrokarbon, dan
partikulat logam berat.

1. Karbon Monoksida (CO)


Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna,
tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu
dibawa -129OC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan fosil
dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan
banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam uadra relatif tinggi
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu dari gas CO dapat pula
terbentuk dari proses industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk,
walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil kegiatan gunung berapi,
proses biologi dan lain-lain. Secara umum terbentuk gas CO adalah melalui
proses berikut ini :
a. Pembakaran bahan bakar fosil.
b. Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbondioksida (CO2) dengan karbon
C yang menghasilkan gas CO.
c. Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO dan oksigen.
Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan.
Untuk daerah perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya
padat, udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah
13
pimggiran kota atau desa, cemaran CO diuadra relatif sedikit. Ternyata tanah
yang masih terbuka dimana belum ada bangunan diatasnya, dapat membantu
penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang ada didalam
tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat di udara. Angin dapat
mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena perpindahan ke
tempat lain.

2. Nitrogen Oksida (NO2)


Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen
mempunyai 2 bentuk yang sifatnya berbeda, yakni gas NO2 dan gas NOx. Sifat
gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangakn gas No tidak berwarna dan
tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam
menyengat hidung.
Kadar NOx diudara daearh perkotaan yang berpenduduk padat akan
lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan
karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan
menambah kadar NOx diudara, seperti transportasi, generator pembangkit
listrik, pembuangan sampah dan lain-lain.
Pencemaran gas NOx diudara teruatam berasal dari gas buangan hasil
pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listri stasioner atau mesin-
mesin yang menggunakan bahan bakar gas alami.
Keberadaan NOx diudara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang
mengikuti daur reaksi fotolitik NO2 sebagai berikut :
NO2 + sinar matahari NO + O
O + O2 O3 (ozon)
O3 + NO NO2 + O2

3. Belerang Oksida (SOx)


Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas
SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau
tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif.
Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk
asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi

14
(memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses
perkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya.
Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera
manusia (tercium baunya) manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 – 1
ppm. Gas daripada gas SO3. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas
SO2. Namun demikian gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada
diudara dan kemudian membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut :
2SO2 + O2 (udara) 2SO3
Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan
industri seperti yang terjadi di negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan
kadar gas Sox di udara meningkat. Reaksi antara gas Sox denagn uap air yang
terdapat di udara akan membentuk asam sulfat maupun asam sulfit. Apabila
asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya
hujan, terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam . Hujan
asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan
tanah. Pada beberapa negar industri, hujan asam sudah banyak menjadi
persoalan yang sangat serius karean sifatnya yang merusak. Hutan yang
gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin
parah.
Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara
yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya.
Belerang dalam batu bara berupa mineral besi peritis atau FeS2 dan dapat
pula berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS2
dan Cu2S. Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak
dihasilakna SOx karena mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk
sulfida. Pada proses peleburan sulfida logam diubah menjadi oksida logam.
Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang dari kandungan logam
karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi sulfida logam
mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :
2ZnS + 3O2 2ZnO + 2SO2
2PbS + 3O2 2PbO + 2SO2
Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai
bahan bakar, penyebaran gas SOx, ke lingkungan juga tergnatung drai
keadaan meteorology dan geografi setempat. Kelembaban udara juga
15
mempengaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun asam
sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai
hujan asam. Hujan asam inilah yang menyebabkan kerusakan hutan di Eropa
(terutama di Jerman) karena banyak industri peleburan besi dan baja yang
melibatkan pemakaian batu bara maupun minyak bumi di negeri itu.

4. Partikulat
Partikel adalah pencemar udara yang berada bersama-sama dengan
bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni
atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Namun
dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitan dengan masalah pencemaraan
lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai
dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks
yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara.
Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan
juga dapat berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas
hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang bersaal dari alam contohnya
adalah :
a. Debu tanah / pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.
b. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan
gunung berapi.
c. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah
pegunungan.
Pencemaran partikel yang berasal dari alam sering kali dianggap wajar.
Kalaupun terjadi gangguan terhadap lingkungan yang mengurangi tingkat
kenyamannan hidup maka hal tersebut dianggap sebagai musibah bencana
alam. Pencemaran partikel yang berasal dari alam yang pernah tercatat
sebagai suatu kejadiaan yang hebat adalah pencemaran partikel akibat letusan
gunung Krakatau pada tahun 1885. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang
terlempar akibat letusan gunung Krakatau, tidak hanya jatuh disekitar selat
Sunda (Jawa Barat dan Lampung) saja, namun sempat melayang diatmosfer
mengelilingi dunia dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya jatuh di
daratan Eropa.

16
Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, adalah
pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pemcemar diudara sebelum
jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar anatra beberapa detik sampai
beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada
ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang
bertiup. Partikel yang sudah “mati” karena jatuh mengendap dibumi, dapat
“hidup” kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di
udara.
Sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar
berasal dari pembakaran batu bara, proses industri, kebakaran hutan dan gas
buangan alat transportasi.

C. Analisis Kualitas Lingkungan Kimia Tanah

Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat.
Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda.
Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer.
Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200
mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran
partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per
satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas
memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel
liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan
dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir).
Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak
daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot
yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling
aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan
mempengaruhi kesuburan tanah.
Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah dijadikan indikator untuk menentukan
kualitas tanah (Sitompul dan Setijono, 1990; Karama et all., 1990). Kualitas tanah
adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem
untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan
meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum, terdapat

17
tiga makna pokok dari difinisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu
kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu
lingkungan yaitu tanah diharapka mampu untuk mengurangi pencemaran air
tanah, udara, penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk
hidup.
Dampak negatif dari ketidakmampuan tanah untuk memenuhi fungsinya
adalah terganggunya kualitas tanah sehingga menimbulkan bertambah luasnya
lahan kritis, menurunnya produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan.
Dampak tersebut membuat kita untuk mencari indikator dari segi tanah yang
dapat digunakan untuk memonitor perubahan kualitas tanah agar tetap memenuhi
fungsinya. Penurunan kualitas tanah akan memberikan kontribusi yang besar
akan bertambah buruknya kualitas lingkungan secara umum.

1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)


Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah
yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya
konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+
didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan
ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik
dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi
daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak
daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi
netral yaitu mempunyai pH = 7.
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH
kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun
dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya
tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 –
6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam
dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak
mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH
tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na.

18
Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan
terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH)
dikelompokkan dalam enam kategori berikut:
a. sangat masam untuk pH tanah < 4,5
b. masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
c. agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
d. netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
e. agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
f. alkalis untuk pH tanah > 8,5.

2. C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal
ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah secara
kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik
dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. C-organik di tanah harus
dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi
mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik
mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain
sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat
meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat
mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak
agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.
Nilai prosentase karbon dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori
berikut:
a. sangat rendah untuk C(%) <1,00
b. rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00
c. sedang untuk C(%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00
d. tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00
e. sangat tinggi untuk C(%) lebih dari 5,00.

19
3. N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5
% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a. Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
b. Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
c. Pupuk
d. Air Hujan

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya


berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara
simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai
bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya
setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau
mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000
kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 %
dari jumlah tersebut. Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan
klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain. Nitrogen terdapat
di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Selanjutnya, dalam
siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan
bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali
scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui
pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau
bertambah karena pengendapan.

Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima


kategori berikut:

a. sangat rendah untuk N(%) <0,10


b. rendah untuk N(%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20
c. sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50
d. tinggi untuk N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75
20
e. sangat tinggi untuk N(%) lebih dari 0,75.

4. C/N Ratio
Nilai C/N dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk C/N < 5
b. rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10
c. sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15
d. tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25
e. sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.

5. P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk
buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh
tanaman pada pH sekitar 6-7.
Di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor
anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas
yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik
kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah
tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan
berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P
kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P. Kekurangan fosfor,
mengakibatkan pembelahan sel pada tanaman terhambat dan
pertumbuhannya kerdil.

 P2O5 metode Bray I


Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Bray I, dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10
b. rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 15
c. sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 16 s/d 25
d. tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 35
e. sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 35.

21
 P2O5 metode HCl
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode HCl, dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk mg P2O5/100 g tanah < 10
b. rendah untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20
c. sedang untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40
d. tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60
e. (5) sangat tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah lebih dari 60.

 P2O5 Olsen
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Olsen, dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10
b. rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 25
c. sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 45
d. tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 46 s/d 60
e. (5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 60.

6. Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif
Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa
ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat
diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya
sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral
yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan
jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya
sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses
kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik.
Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium
dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan

22
ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk
diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Nilai K2O (mg/100g) dalam tanah yang terukur dengan metode HCl
25%, dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk mg K2O/100 g tanah < 10
b. rendah untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20
c. sedang untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40
d. tinggi untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60
e. sangat tinggi untuk mg K2O/100 g tanah lebih dari 60.

7. Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu
2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan
pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang
berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah
disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh
≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari
garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya
adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang
umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase
buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika
terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder
seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena
diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah,
mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci
(Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan
pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu
keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas
beberapa enzim.

23
8. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya
dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan
perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun
sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah
2005).

9. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada
tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah
berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah
dipengaruhi oleh :

a. Reaksi tanah
b. Tekstur atau jumlah liat
c. Jenis mineral liat
d. Bahan organik
e. Pengapuran serta pemupukan.

Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus


dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.

Nilai KTK tanah (mg/100g) dikelompokkan dalam lima kategori berikut:

a. sangat rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) < 5


b. rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 5 s/d 16
c. sedang untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 17 s/d 24
d. tinggi untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 25 s/d 40
e. sangat tinggi untuk nilai KTK (mg/100g) > 40.

24
10. Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang
ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen.
Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa
mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan yang
positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut dapat
dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap.
Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan
memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid .
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai
kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat
untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur
bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara
50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada
sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa
dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50%
.
Susunan Kation (K-dd, Na-dd, Mg-dd, dan Ca-dd):
 K-dd (me/100g)
Nilai Kalium dapat ditukar atau K-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) < 0,1
b. rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,2
c. sedang untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,3 s/d 0,5
d. tinggi untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,6 s/d 1,0
e. sangat tinggi untuk nilai K-dd (mg/100g) > 1,0.

 Na-dd (me/100g)
Nilai Natrium dapat ditukar atau Na-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) < 0,1
b. rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,3
25
c. sedang untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,7
d. tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,8 s/d 1,0
e. sangat tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100g) > 1,0.

 Mg-dd (me/100g)
Nilai Magnesium dapat ditukar atau Mg-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) < 0,4
b. rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,1
c. sedang untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 1,1 s/d 2,0
d. tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 2,1 s/d 8,0
e. sangat tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100g) > 8,0.

 Ca-dd (me/100g)
Nilai Kalsium dapat ditukar atau Ca-dd (me/100g) dalam tanah
dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
a. sangat rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) < 2
b. rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 2 s/d 5
c. sedang untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 6 s/d 10
d. tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 11 s/d 20
e. sangat tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100g) > 20.

 Kejenuhan Basa (%)


Nilai prosentase kejenuhan basa tanah dikelompokkan dalam lima kategori
berikut:
a. sangat rendah untuk Kej. Basa (%) < 20
b. rendah untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 20 s/d 35
c. sedang untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 36 s/d 50
d. tinggi untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 51 s/d 70
e. sangat tinggi untuk Kej. Basa (%) lebih dari 70.

26
 Kejenuhan Aluminium (%)
Nilai prosentase kejenuhan aluminium tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
a. sangat rendah untuk Kej. Al (%) < 10
b. rendah untuk Kej. Al (%) berkisar antara 10 s/d 20
c. sedang untuk Kej. Al (%) berkisar antara 21 s/d 30
d. tinggi untuk Kej. Al (%) berkisar antara 31 s/d 60
e. sangat tinggi untuk Kej. Al (%) lebih dari 60.

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Analisa pencemaran air tersebut dapat dilihat dari syarat syarat air besih, yang
meliputi Persyaratan kualitatif, Persyaratan kuantitatif, dan Syarat kontinuitas.
Air Baku (air bersih layak minum) tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia
dalam jumlah yang melampaui batas.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa desa pada Sanganer Tehsil
Kabupaten Jaipur dapat diketahui bahwa bahwa air tanah Sanganer Tehsil sangat
memburuk karena tercemar dengan tingginya jumlah fluorida, nitrat dan alkalinitas.
Sebagian besar Parameter lebih dari nilai ambang batas atau di bawah batas. Oleh
karena itu, air minum desa Sanganer Tehsil tidak dapat diminum. Untuk menjaga
kualitas air tanah, pemantauan fisikokimia parameter secara terus-menerus harus
dilakukan dan dapat digunakan untuk masak dan minum hanya setelah mendapatkan
penanganan sebelumnya.

2. Pencemaran udara terjadi jika komposisi zat–zat yg ada di udara melampaui


ambang batas yang ditentukan. Bahan kimia yang merupakan zat pencemar
udara adalah karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), sulfurdioksida
(SO2), oksida nitrogen (NO2), senyawa hidrokarbon, dan partikulat logam
berat.

3. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan
yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan
bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua
partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi
kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang
terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama.
Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif
terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan
mempengaruhi kesuburan tanah.

28
B. Saran

Marilah kita senantiasa menjaga kualitas lingkungan kita agar tidak


menurun dan menjadi tercemar, karena jika hal itu terjadi maka akan berdampak
buruk bagi kita kehidupan kita sendiri, terutama bagi kesehatan kita.

29
DAFTAR PUSTAKA

P. Jain, J. D. Sharma dkk. 2006. Chemical Analysis of Drinking Water of Villages of


Sanganer Tehsil, Jaipur District.
(http://www.ceers.org/ijest/issues/full/v2/n4/204011.pdf). Diakses Tanggal 12
Desember 2010.

Abrar. 2010. Analisis Mengenai " Bagaimana Mengetahui Air Tercemar atau Tidak ?
" (http://abrarenvirolink.blogspot.com/2010/03/analisis-mengenai-
bagaimana-mengetahui.html). Diakses Tanggal 12 Desember 2010.

Pohan, Nurhasmawaty. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam .


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1371/1/kimia-nurhasmawaty
2.pdf). Diakses Tanggal 12 Desember 2010.

Lestari, Marros . 2010. Sifat dan Status Kimia Tanah .


(http://www.facebook.com/topic.php?uid=129268143763595&topic=119).
Diakses Tanggal 12 Desember 2010.

30

Anda mungkin juga menyukai