Askep Tipoid
Askep Tipoid
Disusun oleh:
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPHOID PADA ANAK
1. Pengertian
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah jenih salmonella tyhosa, kman ini memiliki ciri-
ciri sebagai berikut.
1) Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
2) Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic
yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboraturium pasien,
biasanya terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
4. Faktor resiko
Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang
terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak,maka dapat berakibat fatal.
Gangguan paa usus halus ini dpat berupa :
1) Perdarahan usus;
Apabila perdarahan usus terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut
hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan berzidin; jika
perdarahan banyak, maka dapat terjadi melena yang bias disertai nyeri perut
dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu
ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.
2) Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di
antara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak;
3) Peritonitis;
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defence musculair), dan nyeri tekan.
4) Komplikasi di luar usus;
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bacteremia),yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi
karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
6. Patofisio
Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia bersama dengan makanan
atau minuman yang tercemar oleh kuman Salmonella typhi. Kemudian sebagian
dimusnahkan di lambung dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus kemudian
berkembang biak. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka
kuman tersebut akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya menuju lamina propia.
Di lamina propia kuman akan terus berkembang biak dan ditangkap oleh sel-sel
fagosit terutama makrofag kemudian masuk melalui aliran limfe sehingga dapat
menimbulkan bakterimia primer kemudian dibawa ke peyer’spatches ileum distal dan
ke kelenjar getah bening mesenterika (Widodo, 2006).
Salmonella typhi akan mengikuti aliran darah sampai ke kandung kemih.
Bersama dengan disekresikannya empedu ke salam saluran cerna, kuman tersebut
kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyer’s patches, yaitu
jaringan limfoid yang ada di ileum, lalu kembali memasuki peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia sekunder. Pada saat terjadi bakterimia sekunder lah gejala
klinis dari demam tifoid dapat terlihat (Salyers dan Whitt, 2002).
Pathway (terlampir)
7. Menifestasi klinis
1) Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14
hari.
2) Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3) Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor dan koma.
4) Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
5) Nyeri kepala, nyeri perut
6) Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7) Bradikardi, pusing, nyeri otot
8) Batuk
9) Epistaksis
10) Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta
tremor)
11) Hepatomegali, splenomegali, meterosismus
12) Gangguan menelan berupa salmonella
13) Delirium atau psikosis
Neonatus
Disamping dapat menyebabkan abortus dan kelahiran prematur, infeksi demam
tifoid pada akhir kehamilan dapat terjadi secara vertikal. Gejala mulai muncul
pada 3 hari setelah persalinan. Muntah, diare dan distensi abdomen sering terjadi.
Suhu tubuh bervariasi, dapat mencapai 40,5°C. Dapat juga terjadi kejang,
hepatomegali, ikterus, anoreksia dan kehilangan berat badan.
Usia sekolah
Onset penyakit bervariasi. Gejala awal berupa demam, nafsu makan menurun,
lemas, nyeri otot, sakit kepala, nyeri perut yang berlangsung 2-3 hari. Pada
awalnya bisa terjadi diare cair, atau konstipasi bias terjadi belakangan. Bisa juga
disertai batuk atau epistaksis. Pada banyak anak dapat berkembang menjadi letargi
(penurunan kesadaran) berat. Temperatur meningkat secara bertahap, dapat
berlangsung hingga 1 minggu dan mencapai suhu 40°C. Dalam waktu 2 minggu
selama sakit, demam masih tetap berlangsung disertai lemas, anoreksia, batuk,
nyeri perut yang semakin bertambah. Pasien tampak kesakitan, mengalami
disorientasi dan letargi. Dapat pula terjadi delirium dan stupor.
8. Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan nested PCR (Polymerase Chain Reaction), menggunakan
primer H1- d dapat digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi
dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan menjanjikan.Pemeriksaan PCR
memiliki sensitivitas untuk mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam.
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi
risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam
spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam
spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses),
biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak
DNA dari specimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan
sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium
penelitian.
9. Penatalaksanaan
Menurut WHO (2005), adalah :
1) Obat dengan kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis per oral atau
IV selama 10-14 hari, terapi untuk bayi muda perlu dipertimbangkan secara
lebih spesifik;
2) Apabila tidak diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin 100 mg/kgBB/hari
per oral atau ampisilin IV selama 10 hari, atau kontrimoksazol 48
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral selama 10 hari;
3) Apabila kondisi tidak ada perbaikan, gunakan generasi ketiga sefalosporin
seperti sefriakson 80 mg/kg IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari atau
seiksim oral 20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.
4) Perawatan penunjang dilakukan bila anak demam (≥39°C), berikan
parasetamol dan lakukan pemantauan terhadap komplikasi.
3) Intervensi keperawatan
b) Sesuaikan lingkungan
(misalnya, cahaya,
kebisingan, suhu, kasur,
dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
Rasional : agar pasien
mendapatkan kualitas
istirahat yang baik
b) Tawarkan kesempatan
mencium makan untuk
menstimulasi nafsu makan
Rasional : Agar anak
tertarik untuk mencoba
makanannya
Ratnawati M, arif S.A, Monika S.2016.ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DEMAM TYPHOID
DENGAN HIPERTERMIA DI PAVILIUN SERUNI RSUD JOMBANG.Stikes Pemkab Jombang.
Sucipta, AAM. 2015. Buku emas pemeriksaan laboratorium demam tifoid pada anak. Skala husada.
12(1):22-26.