T wave: It represents
ventricular repolarisation.
2. Understand mechanism of cardiac arrhythmias
1. Altered automaticity
Tingkat inisiasi impuls oleh nodus sinus, serta oleh alat pacu jantung laten dari sistem
konduksi khusus, diatur terutama oleh aktor neurohumoral.
c.Escape Rhythm
-Jika nodus sinus menjadi tertekan dan mengeluarkan dan fires lebih jarang dari biasanya,
tempat pembentukan impuls dapat bergeser ke alat pacu jantung laten dalam jalur konduksi
khusus.
-Impuls yang diinisiasi oleh alat pacu jantung laten ( AV node) karena kecepatan node SA telah
melambat disebut escape beat.
-Kerusakan nodus SA yang persisten akan memungkinkan rangkaian escape beat yang
berkelanjutan, yang disebut escape rhythm. Escape rhythms are protective in that they prevent
the heart rate from becoming pathologically slow when SA node firing is impaired
Denyut ektopik dapat timbul dalam beberapa keadaan: konsentrasi katekolamin yang tinggi
dapat meningkatkan otomatisitas alat pacu jantung laten, dan jika kecepatan depolarisasi yang
dihasilkan melebihi nodus sinus, maka akan terjadi irama ektopik. Denyut ektopik juga
biasanya diinduksi oleh hipoksemia, iskemia, gangguan elektrolit, dan toksisitas obat tertentu
2. Abnormal automaticity
→ atrial / ventricular myocytes
Cedera pada jaringan jantung menyebabkan perubahan patologis dalam
pembentukan impuls → myocardial cells diluar conduction system akan
mendapat automaticity & spontan depolarize,
Jika rate depolarization melebihi av node → latent pacemaker akan take
over pacemaker function, become source of abnormal ectopic rhythm
Mechanism :
Cardiac tissue injured → cellular membranes jadi bocor
Unable maintain concentration gradient of ions → resting
potential jadi less negative
Spontaneous depolarization → dari very slowly inactivating
calcium current , a decrease in the outward potassium current that
normally acts to repolarize the cell, and less effect of the inward
+
rectifier K current that normally holds cells at a more negative
potential range
3. Triggered activity
- Dalam kondisi tertentu, potensial aksi dapat "memicu" depolarisasi abnormal yang
mengakibatkan detak jantung ekstra atau takiaritmia
This process may occur when the first action potential leads to oscillations of the
membrane voltage known as after depolarization
Stimulated by preceding action potential →abnormal action potential triggered saat after
depolarization reaches threshold voltage
Types :
o Early afterdepolarizations → saat repolarization phase
o Changes of membrane potential ke arah positive →
interrupting normal repolarization
o Can occur during :
Plateau action potential → phase 2
Saat most Na+ channels masi inactivated
Upstroke relies mostly pada inward Ca++
current
Rapid repolarization → phase 3
Saat membrane voltage is more negative
Partial recovery of inactivated Na+ channels
contribute to triggered beat
o Bisa terjadi saat kondisi :
Prolong action potential duration (QT interval)
Therapy with certain drugs
Inherited long QT syndromes
Berdasarkan waktu :
• Transient
• Permanent
Berdasarkan arah :
Unidirectional → conduction proceeds when the involved region is stimulated
from one direction but not when stimulated rom the opposite direction)
• Bidirectional → conduction block in both directions
Conditions :
Ischemia
Fibrosis
Inflammation
Certain drugs
Jika conduction block terjadi karena ada impulse yang mengenai cardiac
cells yang masih refractory → normal
- A propagating impulse that arrives a short time later, when the tissue is no longer
refractory, may be conducted appropriately. For example, antiarrhythmic drugs that
prolong the action potential duration .
- Blok terjadi konduksi dalam sistem konduksi khusus nodus AV atau sistem His–
Purkinje akan mencegah perambatan normal impuls jantung dari nodus sinus ke tempat
yang lebih distal > akhirnya tidak menyebabkan kontraksi pada sel jantung.
Panel A menunjukkan propagasi potensial aksi normal. Pada titik x, impuls bercabang menjadi
dua jalur (α dan beta ) dan masing-masing berjalan ke bawah menuju jaringan konduksi yang
lebih distal.
Panel B> konduksi diblokir di salah satu cabang jalur. Dalam contoh ini, potensial aksi
terhalang ketika bertemu dengan jalur beta dari atas and there Cuma ada satu konduksi lewat
the α tract into the distal tissue.
Saat impuls terus menyebar, impuls bertemu dengan ujung distal dari jalur beta (di titik y). If
the tissue in the distal β tract is also unable to conduct, the impulse simply continues to
propagate into the deeper tissues and reentry does not occur. Namun, jika impuls pada titik y
dapat merambat secara retrograde (mundur) menuju ke jalur beta menyebabkan reentry
unidirectional block
C> if the impulse is able to propagate retrogradely up the β pathway, it will again arrive at
point x. At that time, if the α pathway has not yet repolarized from the previous action potential
that had occurred moments earlier, that limb tidak akan repeat stimulation and the returning
impulse simply stops there.
Panel D > kecepatan konduksi retrograde di jalur beta tidak normal tetapi lebih lambat dari
normal. Dalam hal ini, waktu yang cukup akan membiarkan jalur alpha untuk melakukan
repolarisasi sebelum impuls yang kembali mencapai titik x dari beta . Kemudian, impuls yang
menyerang mampu merangsang jalur alpha sekali lagi, dan siklus itu berulang.
Rangsangan sirkular ini dapat berlanjut tanpa batas waktu, dan setiap impuls yang melalui
loop akan excites cells of the distal conduction tissue, which propagates to the rest of the
myocardium, at an abnormally high rate, resulting in a tachyarrhythmia.
o Sinus tachycardia
SA node discharge rate >100 bpm (100-180 bpm typically)
Normal P waves & QRS complexes
Caused by → increased sympathetic and/or decreased vagal tone
Physiologic response to exercise
Pathologic conditions → fever, hypoxemia, hyperthyroidism,
hypovolemia, anemia
In disease states, sinus tachycardia is usually a sign of the severity of the
primary pathophysiologic process
o EKG of sinus tachycardia :
EKG of APB :
Atrial Flutter
o Rapid, regular atrial activity, 180-350 bpm
o Impuls cepat mencapai nodus AV selama periode refrakter, tidak dikonduksi
ke ventrikel → laju ventrikel lebih lambat
o 2:1 block → if atrial rate 300 bpm then ventricular rate 150 bpm
o atrial flutter is caused by reentry over a large anatomically fixed circuit
o common form of atrial flutter > sirkuitnya adalah jaringan atrium di
sepanjang anulus katup trikuspid:
gelombang depolarisasi yang bersirkulasi merambat ke atas septum
interatrial, melintasi atap dan menuruni dinding bebas atrium kanan, dan
akhirnya akan berjalan sepanjang lantai atrium kanan antara anulus katup
trikuspid dan vena cava inferior.
o large parts of the atrium are depolarized throughout the cycle > P waves
often have a sinusoidal or “sawtooth” appearance
o Biasanya Occurs in with preexisting heart disease → might be paroxysmal
and transient, persistent (lasting for days and weeks), permanent
Symptoms based on ventricular rate :
<100 bpm → asymptomatic
Faster rate → palpitations, dyspnea, weakness
o Atrial fibrillation
- chaotic rhythm with atrial rate 350-600 discharges/min
- P waves are not discernible
- Average ventricular rate 140-160 bpm
- - Karena gelombang P diskrit tidak terlihat pada EKG, garis dasar menunjukkan
undulasi dengan amplitudo rendah yang diisi oleh kompleks QRS dan gelombang T
secara sealng seling
- The mechanism of AF likely involves multiple wandering reentrant circuits within the
atria
- When fibrillation is paroxysmal (i.e., sudden, unpredictable episodes), sering dimulai
dengan tembakan cepat dari fokus di otot atrium yang meluas ke vena pulmonalis
- Untuk bisa terjadi AF, a minimum number of reentrant circuits is needed, and an
enlarged atrium increases the potential or this to occur. Thus, AF is often associated with
right or left atrial enlargement.
o Disease yang increase atrial pressure and volume > promote AF ( includes heart failure,
hypertension, coronary artery disease, and pulmonary disease)
o If ventricular rate <100 bpm → asymptomatic
o If faster → compromise Cardiac Output, hypotension, pulmonary congestion
o AF juga bisa menyebabkan stroke
tidak adanya kontraksi atrium yang terorganisir > meningkatkan statis
darah di atrium > meningkatkan risiko pembentukan trombus di
apendiks atrium kiri (LAA), yang dapat menyebabkan emboli ke sirkulasi
serebral dan tempat sistemik lainnya.
Treatment :
Approach :
o Kontrol laju ventrikel
o Antikoagulasi, mencegah tromboemboli → >48 jam, dapat menjadi
predisposisi pembentukan trombus atrium
o Kembalikan ritme sinus → symptomatic
o Obat antiaritmia,beta -Blocker atau antagonis saluran Ca++ tertentu
(diltiazem, verapamil) → meningkatkan blok pada nodus AV,
mengurangi laju ventrikel
o Antikoagulasi sistemik> mengurangi risiko tromboemboli
o Kardioversi ke irama sinus dapat dicoba secara kimiawi dengan
pemberian obat antiaritmia kelas IC, IA, atau III
Non-pharmacologic:
-Prosedur maze surgery → melakukan beberapa sayatan di LA, RA,
mencegah pembentukan sirkuit re entrant
• Ablasi kateter perkutan → area atrium kiri di sekitar vena
pulmonalis dikauter > interupsi sirkuit potensial masuk kembali
• ablasi kateter nodus AV >menciptakan blok jantung lengkap
sebagai cara untuk memperlambat laju ventrikel secara permanen
• Alat pacu jantung ventrikel permanen → menghasilkan laju
ventrikel yang memadai
• Ligasi / oklusi atrium kiri (LAA) > mengecualikan LAA dari
sirkulasi, mengeluarkannya sebagai sumber trombus yang dapat
menyebabkan emboli sehingga menyebabkan stroke
EKG of atrial fibrillation :
- ( gambar B ) Denyut prematur atrium tiba di pintu masuk kedua jalur tersebut. Jalur fast
masih refrakter dari denyut sebelumnya dan impuls diblokir, tetapi jalur lambat telah
terpolarisasi dan mampu menghantarkan. Ketika impuls mencapai bagian distal dari jalur
cepat setelah berjalan menuruni jalur yang lebih lambat, jalur cepat telah mengalami
repolarisasi dan mampu menghantarkan impuls ke arah retrograde (contohnya blok searah)
seperti yang ditunjukkan oleh jalur hijau. Impuls kemudian dapat melakukan perjalanan
kembali ke jalur lambat, dan loop reentrant dimulai.
- - EKG pada AVNRT menunjukkan takikardia reguler dengan kompleks QRS lebar
normal. Gelombang P mungkin tidak terlihat, karena depolarisasi atrium retrograde
biasanya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel > gelombang P retrograde dan
QRS terekam pada saat yang sama, dan P biasanya “tersembunyi” di kompleks QRS.
- P waves visible, inverted in lead II, III, aVF → karena adanya caudocranial direction
atrial activation
- In :
-Tennager / dewasa → biasanya ditoleransi dengan baik, palpitasi, takikardia cepat bisa
menyebabkan pusing ringan / sesak napas
Lansia / dengan penyakit yang mendasari → sinkop, angina, edema paru
- Treatment:
- menghentikan reentrant dengan merusak konduksi di nodus AV
- Peningkatan sementara tonus vagal dengan manuver valsava → dapat memblokir konduksi
AV > menghentikan takikardia
- Pengobatan farmakologis yang paling cepat efektif > adenosin IV yang mengganggu konduksi
nodus AV
- Pilihan obat lain: antagonis saluran kalsium intravena (verapamil dan diltiazem) atau beta-
blocker.
- ablasi kateter pada jalur nodal AV lambat > saat pengobatan gagal
- Adanya gelombang delta karena aktivasi awal ventrikel oleh jalur aksesori lebih cepat
daripada aktivasi melalui sistem Purkinje
- Kompleks QRS melebar karena mewakili penggunaan dua gelombang eksitasi melalui
ventrikel, satu dari jalur aksesori dan satu dari sistem His-Purkinje normal.
- Gelombang P retrograde (negatif) sering terlihat segera setelah setiap kompleks QRS
karena atrium dirangsang dari bawah melalui konduksi retrograde melalui jalur
aksesori.
Antidromic AVRT
- Aritmia reentrant berjalan dalam arah yang berlawanan. Impuls berjalan secara anterograde
ke jalur aksesori dan secara retrograde ke nodus AV
- Pola EKG : kompleks QRS lebar karena ventrikel diaktifkan seluruhnya dari konduksi
anterograde melalui jalur aksesori
- Sindrom Lown-Ganong-Levine
o Interval PR pendek, kompleks QRS sempit normal
- Treatment :
- Accompanies with hemodynamic collapse> immediate cardioversion
o - Hemodinamik stabil > pemberian procainamide secara intravena (agen kelas IA yang
memperlambat konduksi di jalur aksesori) atau ibutilide (agen kelas III yang
memperpanjang daya tahan di jalur aksesori) sering akan mengakhiri aritmia
Digitalis, -blocker, calcium channel blocker → memblokir konduksi AV node,
tidak memperlambat konduksi pada sebagian besar jalur aksesori
Penyekat saluran natrium, antiaritmia kelas IA dan IC, kelas III → konduksi
lambat, memperpanjang jalur aksesori refraktori & nodus AV
( gambar A)
Selama irama sinus normal, interval PR yang memendek, gelombang delta, dan kompleks QRS
yang melebar menunjukkan fusi aktivasi ventrikel melalui nodus AV dan jalur aksesori (AP).
(gambar B)
Denyut prematur atrium dapat memicu takikardia reentri atrioventrikular ortodromik, di mana
impuls dihantarkan secara anterograde ke bawah nodus AV dan secara retrograde ke jalur
aksesori. Gelombang P retrograde terlihat segera setelah kompleks QRS. Tidak ada deltawave
karena stimulasi ventrikel anterograde melewati secara eksklusif melalui AVnode
(gambar C)
Takikardia reentrant atrioventrikular antidromik di mana impuls dihantarkan secara
anterograde ke bawah saluran aksesori dan secara retrograde ke atas nodus AV. Kompleks QRS
sangat melebar karena ventrikel dirangsang oleh konduksi abnormal melalui jalur aksesori
daripada melalui sistem His-Purkinje.
- Pengobatan :
• Koreksi setiap faktor yang berkontribusi
• beta -blocker, calcium channel blocker, obat antiaritmia kelas IC, IA, dan III
• Ablasi kateter
• Tidak seperti AVNRT atau AVRT, manuver vagal (seperti pijat sinus karotis) mungkin tidak
berpengaruh pada pelepasan atrium dari fokus alat pacu jantung ektopik
Pengobatan :
• Ditujukan pada gangguan penyebab → karena angka kematian yang tinggi
• Pemblokir saluran kalsium verapamil → memperlambat laju ventrikel
EKG of MAT :
Ventricular Arrythmia
Ventricular arrhythmias include (1) ventricular premature beats (VPBs), (2) ventricular
tachycardia (VT), and (3) ventricular fibrillation (VF )
- Ventricular premature beats
- VPB muncul ketika fokus ventrikel ektopik memicu potensial aksi
- Pada EKG : kompleks QRS yang melebar, karena impuls berjalan dari tempat
ektopiknya melalui ventrikel melalui koneksi sel-ke-sel yang lambat daripada melalui
sistem His-Purkinje yang konduksi cepat.
- Dapat terjadi dalam pola yang berulang, When every alternate beat is a VPB, the rhythm
is termed bigeminy. When two normal beats precede every VPB, trigeminy is present.
- Consecutive VPBs are refferred to as couplets (two in a row) or triplets (three in a row)
- common even among healthy people and are often asymptomatic and benign
- Faktor pendukung:
i. Medications → β-adrenergic receptor agonists
ii. Caffeine
iii. Electrolyte abnormalities → hypokalemia, hypomagnesemia
iv. Hypoxia
- VPB umumnya meningkat frekuensinya sehubungan dengan tingkat keparahan
kontraktilitas ventrikel yang tertekan
Treatment :
Reassurance
Symptomatic control → β-blockers
Implantable cardioverter-defibrillator (ICD) → with advanced
structural heart disease
EKG of VPBs :
Ventricular Tachycardia
Series of 3 or more consecutive VPBs
- Kategori :
• VT berkelanjutan → menetap >30 detik, gejala berat (sinkop), memerlukan penghentian
dengan kardioversi / obat antiaritmia
• VT yang tidak berkelanjutan → episode yang lebih pendek dan berakhir sendiri
- Kedua bentuk VT paling sering ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung struktural,
termasuk iskemia dan infark miokard, gagal jantung, hipertrofi ventrikel, penyakit listrik
primer, penyakit katup jantung, dan kelainan jantung bawaan.
- Kompleks QRS melebar (>0,12 detik), 100-200 bpm atau lebih cepat
- Polymorphic
QRS complex change in shape, varies rate
Caused by multiple ectopic foci / continually changing reentry circuit
Conditions → Torsades de pointes, acute myocardial ischemia /
infarction
Sustained polymorphic VT usually degenerates to VF
- Symptoms (depend on rate, duration tachycardia & underlying condition) :
Fast rate → low CO, syncope, pulmonary edema, progression to
cardiac arrest
Slow rate, <130 bpm) → tolerated, palpitations
EKG of monomorphic VT :
- Certain clinical and electrocardiographic features > help to distinguish wide QRS karena
monomorphic VT atau dari supraventricular rhythms with aberrant conduction.
- Pada pasien dengan riwayat infark miokard sebelumnya, gagal jantung kongestif, atau
disfungsi ventrikel kiri, takikardia kompleks yang luas lebih mungkin menjadi VT
daripada SVT dengan penyimpangan.
- More likely SVT → vagal maneuvers affect rhythm
- Pada ECG:
More likely SVTachyarrhythmia
Similar morphology QRS at rapid rate
compared with its sinus rhythm
More likely VT
No relationship between QRS complexes &
any P waves → AV dissociation
QRS complexes in lead V1-V6 have similar
appearances → dominant positive /
negative deflection
Torsades de Pointes
- suatu bentuk VT polimorfik yang muncul sebagai amplitudo yang bervariasi pada
QRS, seolah-olah kompleks itu "memutar" tentang garis dasar
- dapat terjadi akibat afterdepolarisasi dini (aktivitas yang dipicu), terutama pada pasien
yang memiliki interval QT yang memanjang.
QT prolongation (indicates lengthened action potential duration) , bisa disebabkan dari:
• Gangguan elektrolit → hipokalemia atau hipomagnesemia
• Bradikardia persisten
• Obat yang menghalangi aliran kalium jantung → banyak obat antiaritmia, obat kelas II
(sotalol, ibutilide, dofetilide)
• Beberapa obat kelas I → quinidine, procainamide, disopyramide
• Obat-obatan → eritromisin, fenotiazin, haloperidol, metadon
• Kelompok langka kelainan saluran ion herediter → bawaan
Pengobatan :
• Defibrilasi listrik → terapi efektif
• Mengoreksi pencetus aritmia yang mendasari (iskemia miokard, ketidakseimbangan
elektrolit, hipoksemia, asidosis) pada saat jantung telah diubah ke ritme yang aman →
mencegah episode lebih lanjut
• Terapi obat antiaritmia IV → mencegah kekambuhan segera
• ICD → jika tidak ada pencetus pemicu yang reversibel, selamat dari VF
EKG of VF :
Reference :
1. Lilly - Pathophysiology of Heart Disease 6th Edition
Bradyarrtyhmia
- Normal : 60-100 bpm
Sinoatrial node
Sinus bradycardia
- Definisi : melambatnya irama jantung normal
- -sebagai akibat dari penurunan penembakan nodus sinoatrial (SA), hingga kecepatan
kurang dari 60 bpmNormal at rest atau saat tidur, and a benign finding in many people.
- pathologic sinus bradycardia can result from either intrinsic SA node disease or extrinsic
actors that affect the node.
- Intrinsic factor yang supressed SA activity:
i. Aging
ii. Depressed intrinsic automaticity can be caused by aging or any disease
process that affects the atrium , termasuk ischemic heart disease or
cardiomyopathy
- Extrinsic factor yang supress SA activity:
i. Obat-obatan : β-blockers and certain calcium channel blockers
ii. Metabolic causes : hypothyroidism
- Mild sinus bradycardia → asymptomatic, does not need treatment
- Pronounced reduction of heart rate → fall in CO, fatigue, light-headedness, confusion,
syncope.
- EKG of sinus bradycardia :
Escape Rhythm
- Sel-sel di nodus atrioventrikular (AV) dan sistem His-Purkinje mampu melakukan otomatisasi
tetapi biasanya memiliki kecepatan rfiing yang lebih lambat daripada yang ada di nodus sinus
and are therefore suppressed during normal sinus rhythm
- Jika aktivitas SA node menjadi terganggu atau jika ada blok konduksi impuls dari SA node,
escape rhythms dapat muncul dari alat pacu jantung laten yang lebih distal (AV node atau
bundle of His)
- Pada EKG :
I. Kompleks QRS yang normal dan sempit
ii. Kompleks QRS tidak didahului oleh gelombang P normal karena impuls berasal dari bawah
atrium
iii.. Gelombang P retrograde karena ada impuls merambat dari alat pacu jantung yang lebih
distal ke belakang ke atrium.
iv. Gelombang retrograde P biasanya mengikuti kompleks QRS dan secara abnormal terbalik di
lead ekstremitas II, III, dan aVF, menunjukkan aktivasi atrium dari arah inferior.
- If occurs in sequence (termed a junctional escape rhythm)
- Rate : 40-60 bpm
Caused by :
Reversible influence
o Heightened vagal tone
o Transient AV nodal ischemia
o Drugs depressing conduction of AV node → β-blockers,
certain calcium channel antagonists, digitalis, other
antiarrhythmic medications
Structural defect
o Myocardial infarction
o Chronic degenerative diseases of conduction system →
aging
Usually benign, asymptomatic, does not need treatment
- Treatment :
Asymptomatic → not necessary
Symptomatic
IV atropine, isoproterenol → improving AV
conduction transiently
Permanent pacemaker → if does not resolve
or persistent
- Type 2 block
- Kondisi yang lebih berbahaya
- Ditandai dengan hilangnya konduksi AV secara tiba-tiba, tanpa pemanjangan interval PR
sebelumnya
- Blok dapat bertahan 2 beats/ lebih → dua atau lebih gelombang P berurutan tidak diikuti oleh
kompleks QRS (blok AV derajat tinggi)
- Disebabkan oleh :
Blok konduksi distal nodus AV → di berkas His / lebih distal dalam sistem purkinje
- QRS pattern often is widened in a pattern of right or left bundle branch
block
block may arise from extensive myocardial infarction involving the
septum or from chronic degeneration of the His–Purkinje system
Third-degree AV block
- Juga disebut: blok jantung complete
- hadir ketika ada kegagalan total konduksi antara atrium dan ventrikel.
- Penyebab paling umum: infark miokard akut dan degenerasi kronis jalur konduksi dengan
usia lanjut.
- Blok AV derajat ketiga memutuskan secara elektrik atrium dan ventrikel > tidak ada
hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS > atrium terdepolarisasi sebagai respons
terhadap aktivitas nodus SA, sedangkan irama lepas yang lebih distal menggerakkan ventrikel
secara independent
- Di EKG : gelombang P “berbaris” dengan kecepatan yang tidak berhubungan dengan interval
munculnya kompleks QRS
- Kompleks QRS mungkin lebarnya normal dan terjadi pada 40 hingga 60 bpm (berasal dari
nodus AV) atau dapat melebar dan terjadi pada kecepatan yang lebih lambat (berasal dari
sistem His-Purkinje)
a.Tes darah
-Tes laboratorium digunakan untuk mendeteksi faktor risiko penyakit jantung. Ini termasuk
deteksi lemak, kolesterol dan komponen lipid darah termasuk LDL, HDL, Trigliserida.
- Protein C-reaktif (CRP) and other protein markers (- Apolipoprotein A1 dan B) digunakan
untuk mendeteksi peradangan yang dapat menyebabkan penyakit jantung.
-Selama serangan jantung, sel-sel otot jantung mati dan melepaskan protein ke dalam aliran
darah. Tes darah dapat mengukur jumlah protein ini dalam aliran darah. (Tingkat tinggi
protein ini adalah tanda serangan jantung baru-baru ini)
-Salah satu penanda serangan jantung adalah Cardiac Troponin-T.-Biomarker lainnya termasuk
fibrinogen dan PAI-1, kadar homosistein yang tinggi, peningkatan dimetilarginin asimetris dan
peningkatan peptida natriuretik otak (juga dikenal sebagai tipe B) (BNP)
- BNP adalah suatu neurohormon jantung, terutama dihasilkan oleh ventrikel sebagai respon
terhadap expansi volume ventrikel, tekanan yang berlebihan (overload), dan meningkatnya
tekanan dinding ventrikel. Oleh karena itu BNP dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis
dini (predictor) adanya disfungsi ventrikel
b. EKG/EKG (Elektrokardiogram
-tes sederhana dan tanpa rasa sakit yang merekam aktivitas listrik jantung.
-The patient is strapped to the instrument with several patches or leads placed over his or her
chest, wrists and ankles. A small portable machine records the activities of the heart on a strip
of graph paper.
-The test shows how fast the heart is beating and its rhythm.
-Kekuatan dan waktu sinyal listrik saat melewati jantung juga terlihat.
-EKG/EKG dapat membantu mendeteksi serangan jantung, serangan angina, aritmia, hipertrofi
ventrikel kanan/kiri, LBBB, RBBB, dll.
C. Tes Stres
-Pasien dibuat untuk bekerja keras misalnya berlari di atas treadmill atau berolahraga
sementara sadapan EKG/EKG ditempatkan di atas tubuh mereka. Mereka yang tidak bisa
berolahraga diberikan pil untuk meningkatkan detak jantung mereka. Tes ini mendeteksi efek
exercise pada jantung.
-Pada pasien dengan aterosklerosis dan penyakit jantung koroner, arteri yang menyempit oleh
plak tidak dapat memasok darah yang cukup ke otot jantung saat berdetak lebih cepat. Hal ini
dapat menyebabkan sesak napas dan nyeri dada dan juga hasil EKG yang tidak normal.
-Pola EKG/EKG, aritmia dll juga menunjukkan kemungkinan penyakit arteri koroner.
-Echocardiography is a painless test where a probe is rolled over the chest and the machine
creates the image of the heart on the monitor. This provides information on the shape, size,
workings, valves and chambers of the heart.
-Tes ini adalah tes invasif. Kontras disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mencapai
arteri koroner. Ini dilakukan melalui kateterisasi koroner. Setelah itu, gambar detail pembuluh
darah jantung diambil menggunakan metode pencitraan khusus. Ini disebut angiografi koroner.
-Kateterisasi jantung melibatkan pemasangan tabung tipis dan fleksibel yang disebut kateter
melalui pembuluh darah di lengan, selangkangan (paha atas), atau leher. Tabung dimasukkan
di bawah panduan imaging hingga mencapai jantung. Angiografi koroner mendeteksi
penyumbatan di arteri koroner besar.
F. Chest Xray
Ini adalah tes yang menunjukkan bentuk dan ukuran paru-paru jantung dan pembuluh darah
utama. Ini adalah tes yang jarang digunakan dalam diagnosis penyakit jantung karena tidak
memberikan informasi tambahan tentang ekokardiografi dan studi pencitraan lainnya.
EBCT membantu mendeteksi deposit kalsium atau kalsifikasi di dinding arteri koroner. Ini
adalah penanda awal aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
H. MRI Jantung
MRI jantung (magnetic resonance imaging) yang menggunakan gelombang radio, magnet, dan
komputer untuk membuat gambar jantung. Ini memberikan gambar 3D dari gambar bergerak
serta gambar diam dari jantung.Sources
1. www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/hdw/diagnosis.html
2. http://groups.csail.mit.edu/medg/ftp/wjl/aim97/aimj-96.pdf
3. http://www.cdc.gov/heartdisease/docs/consumered_heartdisease.pdf
4. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_01_types.pdf
5. cfpub.epa.gov/.../index.cfm
6. www.nhlbi.nih.gov/.../living_hd_fs.pdf
(1) increased automaticity of pace- maker or nonpacemaker cells, (2) reentrant circuits, and (3)
triggered activity.
Pada arrhythmias yang caused by increased automaticity, aim of treatment> lowering the
maximum frequency at which cardiac action potentials can occur by (1) reducing the slope of
spontaneous phase 4 diastolic depolarization and/or (2) prolonging the effective refractory
period.
Inisiasi rangkaian reentrant harus ada blok searah dan konduksi lambat.
Untuk ritme reentrant untuk terjadi, lamanya waktu impuls untuk menyebar di sekitar sirkuit
harus melebihi periode refraktori efektif jaringan. Jika suatu impuls kembali ke area
miokardium yang terdepolarisasi beberapa saat sebelumnya tetapi belum pulih
eksitabilitasnya, impuls tidak dapat merangsang kembali jaringan tersebut.
Salah satu strategi: memperpanjang periode refraktori
Ketika periode refactory diperpanjang secara farmakologis, impuls yang merambat
menghadapi saluran natrium yang tidak aktif, tidak dapat dikonduksi lebih lanjut, dan akan
hilang.
Cara kedua: Further impairing conduction that will cause the impulse to “die out” in the slow
retrograde limb of the circuit.
accomplished via pharmacologic blockade of the Na+ channels responsible or phase 0
depolarization
The elimination of the third type o tachyarrhythmia, triggered activity, requires suppres- sion o
early and delayed after depolarizations.
2. Kelas IB
Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja:
Hasil :
Disopyramide - QT prolongation
- Precipitation of VA
- Anticholinergic (constipation, urinary retention, glaucoma
exacerbation)
Reference :
1. Lilly - Pathophysiology of Heart Disease 6th Edition