Anda di halaman 1dari 53

1.

Describe and practice the recording and interpretation of electrocardiogram


PR interval: It reflects
conduction through the AV
node.
QT interval:
period of
ventricular
systole from
ventricular
isovolumetric
contraction to
isovolumetric
relaxation

Tentuin Axis nya:

Liat di Lead I dan Lead aVR


Hitung sudut pasti:
QRS represents ventricle repolarization
Q waves are considered pathological if:

 > 40 ms (1 mm) wide


 > 2 mm deep
 > 25% of depth of QRS complex
T normal:

Upright in all leads except aVR and V1

 Amplitude < 5mm in limb leads, < 10mm in


precordial leads (10mm males, 8mm females)
 Duration relates to QT interval

ST segment : represents the


interval between ventricular
depolarization and repolarization.

T wave: It represents
ventricular repolarisation.
2. Understand mechanism of cardiac arrhythmias

Abnormalitas utama dari inisiasi impuls yang menyebabkan aritmia adalah


(1) otomatisitas yang berubah (dari nodus sinus atau alat pacu jantung laten dalam jalur
konduksi khusus),
(2) otomatisitas abnormal pada miosit atrium atau ventrikel, dan (3) trigerred activity.

1. Altered automaticity
Tingkat inisiasi impuls oleh nodus sinus, serta oleh alat pacu jantung laten dari sistem
konduksi khusus, diatur terutama oleh aktor neurohumoral.

a. Increased sinus node automaticity


- Modulator paling penting dari otomatisasi nodus sinus normal adalah sistem saraf
otonom. Stimulasi simpatis, yang bekerja melalui reseptor -adrenergik, meningkatkan
kemungkinan terbukanya saluran alat pacu jantung yang melaluinya arus ‘If’ (arus alat
pacu jantung) dapat mengalir .
- Peningkatan aliran If akan menyebabkan kemiringan depolarisasi fase 4 yang lebih
curam, menyebabkan SA node mencapai ambang batas dan menyala lebih awal dari
biasanya dan denyut jantung akan meningkat.
- Selain itu, stimulasi simpatis menggeser ambang potensial aksi ke tegangan yang lebih
negatif dengan meningkatkan kemungkinan saluran Ca+ + yang peka terhadap
tegangan untuk membuka (ingat bahwa kalsium membawa arus depolarisasi fase 0
dalam sel alat pacu jantung). Oleh karena itu, depolarisasi fase 4 mencapai potensial
ambang lebih awal. Aktivitas simpatis dengan demikian meningkatkan otomatisitas
nodus sinus baik dengan meningkatkan laju depolarisasi alat pacu jantung melalui If
dan dengan menyebabkan ambang potensial aksi menjadi lebih negatif.
- Contoh keadaan simpatetik tinggi : latihan fisik / stress

b. Decrease sinus node automaticity


- Penurunan normal otomatisitas nodus SA diperantarai oleh berkurangnya stimulasi simpatis
dan oleh peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis.
- sistem saraf parasimpatis adalah pengontrol utama denyut jantung saat istirahat.
- Stimulasi kolinergik (parasimpatis) melalui nervus vagus bekerja pada nodus SA untuk
mengurangi kemungkinan terbukanya saluran pacu jantung
- Jadi, Jika dan kemiringan depolarisasi fase 4 berkurang, dan the intrinsic ring rate of the sel
melambat
- kemungkinan saluran Ca++ terbuka berkurang, the intrinsic ring rate of the cell is slowed
-Selanjutnya, stimulasi kolinergik meningkatkan kemungkinan saluran K+ peka asetilkolin
terbuka saat istirahat > menghasilkan arus keluar yang mendorong potensial diastolik lebih
negatif
- Efek keseluruhan dari penurunan If, potensi diastolik maksimum yang lebih negatif, dan
tingkat ambang batas yang kurang negatif adalah slowing of the intrinsic ring rate and
therefore a reduced heart rate.

c.Escape Rhythm
-Jika nodus sinus menjadi tertekan dan mengeluarkan dan fires lebih jarang dari biasanya,
tempat pembentukan impuls dapat bergeser ke alat pacu jantung laten dalam jalur konduksi
khusus.

-Impuls yang diinisiasi oleh alat pacu jantung laten ( AV node) karena kecepatan node SA telah
melambat disebut escape beat.

-Kerusakan nodus SA yang persisten akan memungkinkan rangkaian escape beat yang
berkelanjutan, yang disebut escape rhythm. Escape rhythms are protective in that they prevent
the heart rate from becoming pathologically slow when SA node firing is impaired

d.Enhanced automaticity of latent pacemaker


Cara lain di mana alat pacu jantung laten dapat menciptakan pembentukan impuls adalah jika
ia mengembangkan tingkat intrinsik depolarisasi lebih cepat daripada nodus sinus. Disebut
denyut ektopik, impuls seperti itu relatif prematur terhadap irama normal, sedangkan escape
beat akan terlambat dan mengakhiri jeda yang disebabkan oleh irama sinus yang melambat.
Urutan ketukan ektopik serupa disebut ritme ektopik.

Denyut ektopik dapat timbul dalam beberapa keadaan: konsentrasi katekolamin yang tinggi
dapat meningkatkan otomatisitas alat pacu jantung laten, dan jika kecepatan depolarisasi yang
dihasilkan melebihi nodus sinus, maka akan terjadi irama ektopik. Denyut ektopik juga
biasanya diinduksi oleh hipoksemia, iskemia, gangguan elektrolit, dan toksisitas obat tertentu
2. Abnormal automaticity
→ atrial / ventricular myocytes
 Cedera pada jaringan jantung menyebabkan perubahan patologis dalam
pembentukan impuls → myocardial cells diluar conduction system akan
mendapat automaticity & spontan depolarize,
 Jika rate depolarization melebihi av node → latent pacemaker akan take
over pacemaker function, become source of abnormal ectopic rhythm
 Mechanism :
 Cardiac tissue injured → cellular membranes jadi bocor
 Unable maintain concentration gradient of ions → resting
potential jadi less negative
 Spontaneous depolarization → dari very slowly inactivating
calcium current , a decrease in the outward potassium current that
normally acts to repolarize the cell, and less effect of the inward
+
rectifier K current that normally holds cells at a more negative
potential range

3. Triggered activity
 - Dalam kondisi tertentu, potensial aksi dapat "memicu" depolarisasi abnormal yang
mengakibatkan detak jantung ekstra atau takiaritmia
 This process may occur when the first action potential leads to oscillations of the
membrane voltage known as after depolarization
 Stimulated by preceding action potential →abnormal action potential triggered saat after
depolarization reaches threshold voltage

Types :
o Early afterdepolarizations → saat repolarization phase
o Changes of membrane potential ke arah positive →
interrupting normal repolarization
o Can occur during :
 Plateau action potential → phase 2
 Saat most Na+ channels masi inactivated
 Upstroke relies mostly pada inward Ca++
current
 Rapid repolarization → phase 3
 Saat membrane voltage is more negative
 Partial recovery of inactivated Na+ channels
contribute to triggered beat
o Bisa terjadi saat kondisi :
 Prolong action potential duration (QT interval)
 Therapy with certain drugs
 Inherited long QT syndromes

 Delayed afterdepolarizations → saat repolarization selesai ada


after depolarisasi
o Bisa terjadi saat kondisi :
 High intracellular calcium (biasanya dengan
digitalis intoxication)
 Marked catecholamine stimulation
o Terjadi karena: Intracellular Ca++ accumulation
menyebabkan activation chloride current / Na+-Ca++
exchanger → resulting brief inward currents, generate
delayed afterdepolarization
4. Altered impulse conduction
Perubahan konduksi impuls juga menyebabkan aritmia. Blok konduksi umumnya
memperlambat denyut jantung (bradiaritmia), proses (re entrant) dapat terjadi dan
menghasilkan irama cepat yang abnormal (takiaritmia).

A. blok pada konduksi


→ menyebabkan detak jantung lambat (bradiaritmia)
 Propagating impulse is blocked saat kena region yang electrically unexcitable

 Berdasarkan waktu :
• Transient
• Permanent

Berdasarkan arah :
 Unidirectional → conduction proceeds when the involved region is stimulated
from one direction but not when stimulated rom the opposite direction)
• Bidirectional → conduction block in both directions
Conditions :
 Ischemia
 Fibrosis
 Inflammation
 Certain drugs

 Jika conduction block terjadi karena ada impulse yang mengenai cardiac
cells yang masih refractory → normal

- A propagating impulse that arrives a short time later, when the tissue is no longer
refractory, may be conducted appropriately. For example, antiarrhythmic drugs that
prolong the action potential duration .

- If conduction block is caused by a barrier yang dikarenakan oleh by fibrosis or scarring


that replaces myocytes, the block is said to be fixed

- Blok terjadi konduksi dalam sistem konduksi khusus nodus AV atau sistem His–
Purkinje akan mencegah perambatan normal impuls jantung dari nodus sinus ke tempat
yang lebih distal > akhirnya tidak menyebabkan kontraksi pada sel jantung.

a. Unidirectional block and reentry


- - Mekanisme umum di mana perubahan konduksi impuls menyebabkan takiaritmia
disebut reentry.
- - Selama ritme seperti itu, impuls listrik bersirkulasi berulang kali di sekitar reentry,
yang secara berulang akan mendepolarisasi suatu wilayah jaringan jantung.
- Selama konduksi jantung normal, setiap impuls listrik yang berasal dari nodus SA
berjalan secara teratur, sesuai urutan dari nodus SA sampai ke seluruh jantung,
mendepolarisasi semua serat miokard. Periode refraktori setiap sel mencegah reeksitasi
langsung dari sel-sel depolarisasi yang berdekatan, sehingga impuls berhenti ketika
semua otot jantung telah tereksitasi.
- Tapi adanya conduction block bisa menciptakan environment conducive to continued
impulse propagation and reentry

Panel A menunjukkan propagasi potensial aksi normal. Pada titik x, impuls bercabang menjadi
dua jalur (α dan beta ) dan masing-masing berjalan ke bawah menuju jaringan konduksi yang
lebih distal.

Panel B> konduksi diblokir di salah satu cabang jalur. Dalam contoh ini, potensial aksi
terhalang ketika bertemu dengan jalur beta dari atas and there Cuma ada satu konduksi lewat
the α tract into the distal tissue.

Saat impuls terus menyebar, impuls bertemu dengan ujung distal dari jalur beta (di titik y). If
the tissue in the distal β tract is also unable to conduct, the impulse simply continues to
propagate into the deeper tissues and reentry does not occur. Namun, jika impuls pada titik y
dapat merambat secara retrograde (mundur) menuju ke jalur beta menyebabkan reentry
unidirectional block

C> if the impulse is able to propagate retrogradely up the β pathway, it will again arrive at
point x. At that time, if the α pathway has not yet repolarized from the previous action potential
that had occurred moments earlier, that limb tidak akan repeat stimulation and the returning
impulse simply stops there.

Panel D > kecepatan konduksi retrograde di jalur beta tidak normal tetapi lebih lambat dari
normal. Dalam hal ini, waktu yang cukup akan membiarkan jalur alpha untuk melakukan
repolarisasi sebelum impuls yang kembali mencapai titik x dari beta . Kemudian, impuls yang
menyerang mampu merangsang jalur alpha sekali lagi, dan siklus itu berulang.
Rangsangan sirkular ini dapat berlanjut tanpa batas waktu, dan setiap impuls yang melalui
loop akan excites cells of the distal conduction tissue, which propagates to the rest of the
myocardium, at an abnormally high rate, resulting in a tachyarrhythmia.

b. Accessory pathways and the Wolff-Parkinson-White syndrome


 Adanya additional connection between atrium and ventricle →
accessory path (bypass tract) or bundle of Kent, bypassing AV
node
 Mechanism :
o Accessory pathway tissue conducts impulses faster than
AV node → shortened PR interval <0.12 seconds / <3 small
boxes, preexcited ventricles
o Accessory pathway connects to ventricular myocardium
rather than purkinje system → spread of impulse is slower
than usual, wider QRS complex
o Ventricular depolarization representing combination of
electric impulse via accessory tract & conducted through
purkinje system → abnormal slurred initial upstroke, delta
wave
Illustration of WPW syndrome :

Table of mechanism of arrhythmia :


Reference :
Lilly - Pathophysiology of Heart Disease 6th Edition
3. Understand clinical aspects of cardiac arrhythmias

a. Tachyarrhytmia : >100 bpm


 Supraventricular arrhythmias

Figure of common supraventricular tachyarrhythmias :

o Sinus tachycardia
 SA node discharge rate >100 bpm (100-180 bpm typically)
 Normal P waves & QRS complexes
 Caused by → increased sympathetic and/or decreased vagal tone
 Physiologic response to exercise
 Pathologic conditions → fever, hypoxemia, hyperthyroidism,
hypovolemia, anemia
 In disease states, sinus tachycardia is usually a sign of the severity of the
primary pathophysiologic process
o EKG of sinus tachycardia :

o Atrial premature beats


o Umum pada jantung sehat & sakit
o Terjadi karena otomatisitas / reentrant dalam fokus atrium di luar SA node →
diperburuk oleh stimulasi simpatis
o Biasanya asimtomatik, dapat menyebabkan palpitasi
o Pada EKG, APB muncul sebagai gelombang P yang lebih awal dari perkiraan, dengan
bentuk abnormal → bukan dari nodus SA, adanya konduksi abnormal melalui atrium
o if the abnormal atrial focus fires very soon after the previous beat, the impulse may
encounter an AV node that is still refractory to excitation, resulting in a blocked impulse
that does not conduct to the ventricles > hasilnya gaada gelombang QRS abis gelombang
P > blocked APB
o Jika ada Conduction fires yang telat in diastole oleh ectopic focus> it may conduct
through the AV node but akan encounter portions of the His–Purkinje system (typically
the right or left bundle branch) that are still refractory > failure dari conduction of one
bundle branch > impulse is conducted through a portion of the ventricles more slowly
than normal > wide QRS wave > kondisi ini disebut sebagai APB with abberant
conduction
o Pengobatan ( beta -Blocker) → jika bergejala
o Biasanya tanpa gejala → kafein, alkohol, stimulasi adrenergic

EKG of APB :

 Atrial Flutter
o Rapid, regular atrial activity, 180-350 bpm
o Impuls cepat mencapai nodus AV selama periode refrakter, tidak dikonduksi
ke ventrikel → laju ventrikel lebih lambat
o 2:1 block → if atrial rate 300 bpm then ventricular rate 150 bpm
o atrial flutter is caused by reentry over a large anatomically fixed circuit
o common form of atrial flutter > sirkuitnya adalah jaringan atrium di
sepanjang anulus katup trikuspid:
gelombang depolarisasi yang bersirkulasi merambat ke atas septum
interatrial, melintasi atap dan menuruni dinding bebas atrium kanan, dan
akhirnya akan berjalan sepanjang lantai atrium kanan antara anulus katup
trikuspid dan vena cava inferior.
o large parts of the atrium are depolarized throughout the cycle > P waves
often have a sinusoidal or “sawtooth” appearance
o Biasanya Occurs in with preexisting heart disease → might be paroxysmal
and transient, persistent (lasting for days and weeks), permanent
 Symptoms based on ventricular rate :
 <100 bpm → asymptomatic
 Faster rate → palpitations, dyspnea, weakness

o Obat antiaritmia yang mengurangi laju atrial flutter dengan memperlambat


konduksi di atrium → dapat membuat ritme lebih berbahaya,
memungkinkan AV node lebih banyak waktu untuk pulih di antara impuls,
blok 1:1
o Contoh :Atrial flutter 280 bpm > kalo 2:1 block > ventricular rate nya jadi 140
bpm. Kalo minum obat> allowing the AV node more time to recover between
impulses > AV node conduct in 1:1 block. Jadi walaupun atrium nya decrease
ratenya jadi 220, ventricular rate juga jadi 220 > reduction of Cardiac Output
and hypotension
 Approaches :
 Electrical cardioversion bisa untuk restoring sinus rhythm →
patients symptomatic, recent-onset atrial flutter
 Flutter dapat dihentikan dengan menggunakan alat pacu jantung
sementara/permanen untuk menstimulasi atrium yang cepat
(burst pacing) → jika kabel pacu jantung sementara sudah ada >
seperti pada hari-hari setelah operasi jantung
 Patients without an immediate need or cardioversion >
Pharmacologic therapy

o First, kasih Drugs increasing AV block: β-blockers, certain


calcium channel blockers (verapamil, diltiazem), digoxin
→ ventricular rate slowing
o Setelah rate is slowed, restore sinus rhytm pake
Antiarrhythmic drugs, class IC / class III agents →
restoring sinus rhythm by using antiarrythmic drugs that
slow conduction / prolong refractory period of atrial
myocardium
o Electrical cardioversion → if medication fails
 Chronic therapy, catheter ablation → prevent recurrences
EKG of atrial flutter :

o Atrial fibrillation
- chaotic rhythm with atrial rate 350-600 discharges/min
- P waves are not discernible
- Average ventricular rate 140-160 bpm
- - Karena gelombang P diskrit tidak terlihat pada EKG, garis dasar menunjukkan
undulasi dengan amplitudo rendah yang diisi oleh kompleks QRS dan gelombang T
secara sealng seling
- The mechanism of AF likely involves multiple wandering reentrant circuits within the
atria
- When fibrillation is paroxysmal (i.e., sudden, unpredictable episodes), sering dimulai
dengan tembakan cepat dari fokus di otot atrium yang meluas ke vena pulmonalis
- Untuk bisa terjadi AF, a minimum number of reentrant circuits is needed, and an
enlarged atrium increases the potential or this to occur. Thus, AF is often associated with
right or left atrial enlargement.
o Disease yang increase atrial pressure and volume > promote AF ( includes heart failure,
hypertension, coronary artery disease, and pulmonary disease)
o If ventricular rate <100 bpm → asymptomatic
o If faster → compromise Cardiac Output, hypotension, pulmonary congestion
o AF juga bisa menyebabkan stroke
 tidak adanya kontraksi atrium yang terorganisir > meningkatkan statis
darah di atrium > meningkatkan risiko pembentukan trombus di
apendiks atrium kiri (LAA), yang dapat menyebabkan emboli ke sirkulasi
serebral dan tempat sistemik lainnya.
 Treatment :
 Approach :
o Kontrol laju ventrikel
o Antikoagulasi, mencegah tromboemboli → >48 jam, dapat menjadi
predisposisi pembentukan trombus atrium
o Kembalikan ritme sinus → symptomatic
o Obat antiaritmia,beta -Blocker atau antagonis saluran Ca++ tertentu
(diltiazem, verapamil) → meningkatkan blok pada nodus AV,
mengurangi laju ventrikel
o Antikoagulasi sistemik> mengurangi risiko tromboemboli
o Kardioversi ke irama sinus dapat dicoba secara kimiawi dengan
pemberian obat antiaritmia kelas IC, IA, atau III

Non-pharmacologic:
-Prosedur maze surgery → melakukan beberapa sayatan di LA, RA,
mencegah pembentukan sirkuit re entrant
• Ablasi kateter perkutan → area atrium kiri di sekitar vena
pulmonalis dikauter > interupsi sirkuit potensial masuk kembali
• ablasi kateter nodus AV >menciptakan blok jantung lengkap
sebagai cara untuk memperlambat laju ventrikel secara permanen
• Alat pacu jantung ventrikel permanen → menghasilkan laju
ventrikel yang memadai
• Ligasi / oklusi atrium kiri (LAA) > mengecualikan LAA dari
sirkulasi, mengeluarkannya sebagai sumber trombus yang dapat
menyebabkan emboli sehingga menyebabkan stroke
EKG of atrial fibrillation :

o Paroxysmal supraventricular tachycardias (PSVTs)


Manifestasi :
• Onset & terminasi mendadak
• Denyut atrium 140-250 bpm
• Kompleks QRS yang narrow dan normal
Mechanism : Often reentry involving AV node, atrium, accessory pathway between an atrium
and a ventricle
Types :
a. AV Nodal Reentrant Tachycardia
- the most common form of PSVT in adults
 Nodus AV adalah struktur berlobus yang terdiri dari bagian kompak dan beberapa
ekstensi atrium. Pada beberapa orang, ekstensi ini memiliki waktu konduksi yang
berbeda, menyediakan jalur konduksi lambat dan cepat.
 Mechanism :
 Fast pathway → rapid conduction velocity
 Slow pathway → slower conduction, shorter refractory period
Mechanism:
Pada kebanyakan pasien, AVnode adalah struktur lobulated yang terdiri dari beberapa
ekstensi atrium di proksimal dan distal dari bagian node yang kompak.
- (gambar A) Pada pasien dengan AVnodal reentry, terdapat dua jalur yang berbeda secara
fungsional di dalam AVnode (disebut jalur lambat dan jalur cepat). Jalur lambat
konduksinya lambat dan memiliki periode refraktori pendek, sedangkan jalur fast konduksi
lebih cepat tetapi memiliki periode refraktori yang panjang. Impuls dari atas mengalir ke
bawah kedua jalur; karena impuls jalur fast mencapai jalur umum distal terlebih dahulu, ia
berlanjut ke berkas His. Sebaliknya, impuls jalur lambat datang terlambat dan bertemu
dengan jaringan refrakter.

- ( gambar B ) Denyut prematur atrium tiba di pintu masuk kedua jalur tersebut. Jalur fast
masih refrakter dari denyut sebelumnya dan impuls diblokir, tetapi jalur lambat telah
terpolarisasi dan mampu menghantarkan. Ketika impuls mencapai bagian distal dari jalur
cepat setelah berjalan menuruni jalur yang lebih lambat, jalur cepat telah mengalami
repolarisasi dan mampu menghantarkan impuls ke arah retrograde (contohnya blok searah)
seperti yang ditunjukkan oleh jalur hijau. Impuls kemudian dapat melakukan perjalanan
kembali ke jalur lambat, dan loop reentrant dimulai.
- - EKG pada AVNRT menunjukkan takikardia reguler dengan kompleks QRS lebar
normal. Gelombang P mungkin tidak terlihat, karena depolarisasi atrium retrograde
biasanya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel > gelombang P retrograde dan
QRS terekam pada saat yang sama, dan P biasanya “tersembunyi” di kompleks QRS.

- P waves visible, inverted in lead II, III, aVF → karena adanya caudocranial direction
atrial activation
- In :
-Tennager / dewasa → biasanya ditoleransi dengan baik, palpitasi, takikardia cepat bisa
menyebabkan pusing ringan / sesak napas
Lansia / dengan penyakit yang mendasari → sinkop, angina, edema paru

- Treatment:
- menghentikan reentrant dengan merusak konduksi di nodus AV
- Peningkatan sementara tonus vagal dengan manuver valsava → dapat memblokir konduksi
AV > menghentikan takikardia
- Pengobatan farmakologis yang paling cepat efektif > adenosin IV yang mengganggu konduksi
nodus AV
- Pilihan obat lain: antagonis saluran kalsium intravena (verapamil dan diltiazem) atau beta-
blocker.
- ablasi kateter pada jalur nodal AV lambat > saat pengobatan gagal

b. Atrioventricular Reentrant Tachycardias


- similar to AVNRTs
- -kecuali satu cabang dari loop reentrant dibentuk oleh jalur aksesori (saluran bypass),
bukan oleh jalur cepat dan lambat yang terpisah di dalam nodus AV itu sendiri
- Jalur aksesori memungkinkan impuls untuk melakukan perjalanan dari atrium ke
ventrikel (konduksi anterograde), dari ventrikel ke atrium (konduksi retrograde), atau
di kedua arah
- Characteristics entities :
 Ventricular preexcitation syndrome
 PSVT resulting from concealed accessory pathway

c. Ventricular Preexcitation Syndrome > Wolff-Parkinson-White (WPW) syndrome


- - Impuls atrium dapat lewat dalam arah anterograde atrium ke ventrikel melalui nodus
AV dan jalur aksesori
- - konduksi melalui jalur aksesori biasanya lebih cepat daripada melalui nodus AV,
ventrikel dirangsang lebih awal dari pada konduksi normal melalui nodus AV
- - Gambaran EKG dari aktivasi ventrikel dari jalur aksesori :
o Interval PR memendek (kurang dari 0,12 detik)> karena stimulasi ventrikel dimulai
lebih awal dari biasanya melalui jalur aksesori

- Adanya gelombang delta karena aktivasi awal ventrikel oleh jalur aksesori lebih cepat
daripada aktivasi melalui sistem Purkinje
- Kompleks QRS melebar karena mewakili penggunaan dua gelombang eksitasi melalui
ventrikel, satu dari jalur aksesori dan satu dari sistem His-Purkinje normal.

- Orthodromic AVRT → most common PSVT in patients with WPW syndrome


- Karena ventrikel dalam situasi ini didepolarisasi secara eksklusif melalui sistem
konduksi normal (melalui nodus AV dan berkas His)> tidak ada gelombang delta
selama takikardia dan lebar QRS biasanya normal.

Mekanisme: Denyut prematur atrium dapat memicu takikardia reentri atrioventrikular


ortodromik, di mana impuls dihantarkan secara anterograde ke bawah nodus AV dan secara
retrograde ke jalur aksesori. Gelombang P retrograde terlihat segera setelah kompleks QRS.
Tidak ada deltawave karena stimulasi ventrikel anterograde melewati secara eksklusif melalui
AVnode

- Gelombang P retrograde (negatif) sering terlihat segera setelah setiap kompleks QRS
karena atrium dirangsang dari bawah melalui konduksi retrograde melalui jalur
aksesori.

Antidromic AVRT
- Aritmia reentrant berjalan dalam arah yang berlawanan. Impuls berjalan secara anterograde
ke jalur aksesori dan secara retrograde ke nodus AV
- Pola EKG : kompleks QRS lebar karena ventrikel diaktifkan seluruhnya dari konduksi
anterograde melalui jalur aksesori
- Sindrom Lown-Ganong-Levine
o Interval PR pendek, kompleks QRS sempit normal

Mekanisme: Takikardia reentrant atrioventrikular antidromik di mana impuls dihantarkan


secara anterograde ke bawah saluran aksesori dan secara retrograde ke atas nodus AV.
Kompleks QRS sangat melebar karena ventrikel dirangsang oleh konduksi abnormal melalui
jalur aksesori daripada melalui sistem His-Purkinje.

- Treatment :
- Accompanies with hemodynamic collapse> immediate cardioversion
o - Hemodinamik stabil > pemberian procainamide secara intravena (agen kelas IA yang
memperlambat konduksi di jalur aksesori) atau ibutilide (agen kelas III yang
memperpanjang daya tahan di jalur aksesori) sering akan mengakhiri aritmia
 Digitalis, -blocker, calcium channel blocker → memblokir konduksi AV node,
tidak memperlambat konduksi pada sebagian besar jalur aksesori
 Penyekat saluran natrium, antiaritmia kelas IA dan IC, kelas III → konduksi
lambat, memperpanjang jalur aksesori refraktori & nodus AV

 EKG and figures of WPW syndrome :

( gambar A)

Selama irama sinus normal, interval PR yang memendek, gelombang delta, dan kompleks QRS
yang melebar menunjukkan fusi aktivasi ventrikel melalui nodus AV dan jalur aksesori (AP).

(gambar B)
Denyut prematur atrium dapat memicu takikardia reentri atrioventrikular ortodromik, di mana
impuls dihantarkan secara anterograde ke bawah nodus AV dan secara retrograde ke jalur
aksesori. Gelombang P retrograde terlihat segera setelah kompleks QRS. Tidak ada deltawave
karena stimulasi ventrikel anterograde melewati secara eksklusif melalui AVnode

(gambar C)
Takikardia reentrant atrioventrikular antidromik di mana impuls dihantarkan secara
anterograde ke bawah saluran aksesori dan secara retrograde ke atas nodus AV. Kompleks QRS
sangat melebar karena ventrikel dirangsang oleh konduksi abnormal melalui jalur aksesori
daripada melalui sistem His-Purkinje.

d. Concealed accessory pathways


- Hidden accessory pathways in ECG
- Could result in orthodromic AVRT
- Treatment :
i. Adenosine, verapamil, diltiazem, and β-blockers →
interrupt conduction, terminate tachycardia
ii. Catheter ablation of accessory pathway → if
recurrent episodes

Focal Atrial Tachycardia


- hasil dari otomatisitas situs ektopik atrium atau reentrant.
- EKG memiliki gambaran sinus takikardia, dengan gelombang P sebelum setiap kompleks
QRS, tetapi morfologi gelombang P berbeda dari irama sinus, menunjukkan depolarisasi atrium
dari lokasi abnormal.
- Aritmia bisa paroksismal, durasi terbatas atau persisten
- AT dapat disebabkan oleh toksisitas digitalis dan juga diperburuk oleh peningkatan tonus
simpatis

- Pengobatan :
• Koreksi setiap faktor yang berkontribusi
• beta -blocker, calcium channel blocker, obat antiaritmia kelas IC, IA, dan III
• Ablasi kateter
• Tidak seperti AVNRT atau AVRT, manuver vagal (seperti pijat sinus karotis) mungkin tidak
berpengaruh pada pelepasan atrium dari fokus alat pacu jantung ektopik

Multifocal atrial tachycardia (MAT)


- Irama tidak teratur, morfologi gelombang-P multipel, rata-rata laju atrium >100 bpm
- Garis dasar isoelektrik (datar) antara gelombang P membedakan dengan chaotic p
waves di AF
- Disebabkan oleh :
• Otomatisitas abnormal di beberapa fokus dalam atrium
• Aktivitas yang dipicu → sering pada penyakit paru berat, hipoksemia

Pengobatan :
• Ditujukan pada gangguan penyebab → karena angka kematian yang tinggi
• Pemblokir saluran kalsium verapamil → memperlambat laju ventrikel

EKG of MAT :

Ventricular Arrythmia
Ventricular arrhythmias include (1) ventricular premature beats (VPBs), (2) ventricular
tachycardia (VT), and (3) ventricular fibrillation (VF )
- Ventricular premature beats
- VPB muncul ketika fokus ventrikel ektopik memicu potensial aksi
- Pada EKG : kompleks QRS yang melebar, karena impuls berjalan dari tempat
ektopiknya melalui ventrikel melalui koneksi sel-ke-sel yang lambat daripada melalui
sistem His-Purkinje yang konduksi cepat.
- Dapat terjadi dalam pola yang berulang, When every alternate beat is a VPB, the rhythm
is termed bigeminy. When two normal beats precede every VPB, trigeminy is present.
- Consecutive VPBs are refferred to as couplets (two in a row) or triplets (three in a row)
- common even among healthy people and are often asymptomatic and benign
- Faktor pendukung:
i. Medications → β-adrenergic receptor agonists
ii. Caffeine
iii. Electrolyte abnormalities → hypokalemia, hypomagnesemia
iv. Hypoxia
- VPB umumnya meningkat frekuensinya sehubungan dengan tingkat keparahan
kontraktilitas ventrikel yang tertekan
Treatment :
 Reassurance
 Symptomatic control → β-blockers
 Implantable cardioverter-defibrillator (ICD) → with advanced
structural heart disease
 EKG of VPBs :

Ventricular Tachycardia
 Series of 3 or more consecutive VPBs
- Kategori :
• VT berkelanjutan → menetap >30 detik, gejala berat (sinkop), memerlukan penghentian
dengan kardioversi / obat antiaritmia

• VT yang tidak berkelanjutan → episode yang lebih pendek dan berakhir sendiri

- Kedua bentuk VT paling sering ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung struktural,
termasuk iskemia dan infark miokard, gagal jantung, hipertrofi ventrikel, penyakit listrik
primer, penyakit katup jantung, dan kelainan jantung bawaan.

- Kompleks QRS melebar (>0,12 detik), 100-200 bpm atau lebih cepat

- QRS complexes categories :


- Monomorphic VT
o Every QRS complex is same, regular rate
o Indicates structural abnormality, supporting reentry circuit
 VT monomorfik berkelanjutan terjadi sebagai akibat dari fokus ventrikel
ektopik pada orang yang sehat (disebut sebagai VT idiopatik)

- Polymorphic
 QRS complex change in shape, varies rate
 Caused by multiple ectopic foci / continually changing reentry circuit
 Conditions → Torsades de pointes, acute myocardial ischemia /
infarction
 Sustained polymorphic VT usually degenerates to VF
- Symptoms (depend on rate, duration tachycardia & underlying condition) :
 Fast rate → low CO, syncope, pulmonary edema, progression to
cardiac arrest
 Slow rate, <130 bpm) → tolerated, palpitations
 EKG of monomorphic VT :

Distinguishing monomorphic VT from supraventricular tachycardia


- aritmia yang berasal dari tempat di atas ventrikel dapat menyebabkan kompleks QRS yang
lebar dan mungkin tampak mirip dengan VT monomorfik (SVT dengan konduksi ventrikel
yang menyimpang)
- SVT dengan penyimpangan dapat terjadi dalam 3 skenario:
(1) pasien memiliki kelainan konduksi yang mendasari (misalnya, blok cabang berkas),
sehingga QRS melebar secara abnormal bahkan ketika dalam irama sinus normal.
(2) stimulasi ventrikel cepat berulang selama SVT menemukan salah satu cabang berkas
refrakter (karena tidak cukup waktu untuk pulih dari depolarisasi sebelumnya), sehingga
impuls menyebar secara tidak normal melalui ventrikel, menyebabkan QRS terdistorsi dan
melebar
(3) seorang pasien mengembangkan takikardia antidromik melalui jalur aksesori

- Certain clinical and electrocardiographic features > help to distinguish wide QRS karena
monomorphic VT atau dari supraventricular rhythms with aberrant conduction.

- Pada pasien dengan riwayat infark miokard sebelumnya, gagal jantung kongestif, atau
disfungsi ventrikel kiri, takikardia kompleks yang luas lebih mungkin menjadi VT
daripada SVT dengan penyimpangan.
- More likely SVT → vagal maneuvers affect rhythm
- Pada ECG:
 More likely SVTachyarrhythmia
 Similar morphology QRS at rapid rate
compared with its sinus rhythm
 More likely VT
 No relationship between QRS complexes &
any P waves → AV dissociation
 QRS complexes in lead V1-V6 have similar
appearances → dominant positive /
negative deflection

- Management of patients with VT


• Perawatan akut → kardioversi listrik
• Obat antiaritmia IV (amiodaron, procainamide, lidokain) → jika hemodinamik stabil
• Setelah irama sinus pulih, evaluasi hati-hati untuk penyakit jantung struktural yang
mendasari → iskemia miokard, gangguan elektrolit, toksisitas obat
• VT dengan penyakit jantung struktural → implantasi ICD (Implantable cardioverter-
defibrillator), secara otomatis dan segera mengakhiri episode kekambuhan di masa
mendatang
• VT dengan tidak adanya struktur jantung yang mendasari (biasanya VT idiopatik) →
-Blocker, calcium channel blocker, ablasi kateter, mengontrol episode simptomatik VT
idiopatik

Torsades de Pointes
 - suatu bentuk VT polimorfik yang muncul sebagai amplitudo yang bervariasi pada
QRS, seolah-olah kompleks itu "memutar" tentang garis dasar
 - dapat terjadi akibat afterdepolarisasi dini (aktivitas yang dipicu), terutama pada pasien
yang memiliki interval QT yang memanjang.
 QT prolongation (indicates lengthened action potential duration) , bisa disebabkan dari:
• Gangguan elektrolit → hipokalemia atau hipomagnesemia
• Bradikardia persisten
• Obat yang menghalangi aliran kalium jantung → banyak obat antiaritmia, obat kelas II
(sotalol, ibutilide, dofetilide)
• Beberapa obat kelas I → quinidine, procainamide, disopyramide
• Obat-obatan → eritromisin, fenotiazin, haloperidol, metadon
• Kelompok langka kelainan saluran ion herediter → bawaan

 Usually symptomatic → light-headedness, syncope, but frequently self-limited


 Treatment :
• Magnesium IV → menekan terjadinya episode berulang
• Agen perangsang -adrenergik IV (isoproterenol), alat pacu jantung buatan →
meningkatkan HR, memperpendek interval QT
• obat -blocking (jika pemanjangan kongenital interval CT) → stimulasi simpatis
memperburuk aritmiaEKG of torsade de pointes :
Ventricular fibrillations (VF)

- Immediately life-threatening arrhythmia


- Stimulasi ventrikel yang tidak teratur dan cepat, tidak ada kontraksi yang terkoordinasi
- Resulting in essential cessation of CO→ kematian jika tidak segera dibalik
- Sering pada penyakit jantung yang mendasari yang parah
- VF sering diawali oleh episode VT, yang diyakini mengalami degenerasi oleh pecahnya
gelombang eksitasi menjadi beberapa gelombang masuk kembali yang lebih kecil yang
mengembara melalui miokardium.
- Pada EKG, VF ditandai dengan gambaran ireguler yang kacau tanpa bentuk gelombang QRS
yang berlainan.

Pengobatan :
• Defibrilasi listrik → terapi efektif
• Mengoreksi pencetus aritmia yang mendasari (iskemia miokard, ketidakseimbangan
elektrolit, hipoksemia, asidosis) pada saat jantung telah diubah ke ritme yang aman →
mencegah episode lebih lanjut
• Terapi obat antiaritmia IV → mencegah kekambuhan segera
• ICD → jika tidak ada pencetus pemicu yang reversibel, selamat dari VF

EKG of VF :

Reference :
1. Lilly - Pathophysiology of Heart Disease 6th Edition
Bradyarrtyhmia
- Normal : 60-100 bpm

- Bradyarrythmia :heart rate < 60 bpm

- arise from disorders of impulse formation or impaired impulse conduction

Sinoatrial node
Sinus bradycardia
- Definisi : melambatnya irama jantung normal
- -sebagai akibat dari penurunan penembakan nodus sinoatrial (SA), hingga kecepatan
kurang dari 60 bpmNormal at rest atau saat tidur, and a benign finding in many people.
- pathologic sinus bradycardia can result from either intrinsic SA node disease or extrinsic
actors that affect the node.
- Intrinsic factor yang supressed SA activity:
i. Aging
ii. Depressed intrinsic automaticity can be caused by aging or any disease
process that affects the atrium , termasuk ischemic heart disease or
cardiomyopathy
- Extrinsic factor yang supress SA activity:
i. Obat-obatan : β-blockers and certain calcium channel blockers
ii. Metabolic causes : hypothyroidism
- Mild sinus bradycardia → asymptomatic, does not need treatment
- Pronounced reduction of heart rate → fall in CO, fatigue, light-headedness, confusion,
syncope.
- EKG of sinus bradycardia :

Sick Sinus Syndrome


- - Definisi: Disfungsi nodus SA intrinsik yang menyebabkan periode bradikardia yang
tidak tepat
- - Gejala → pusing, bingung, sinkop
- Treatment (baik bagi pasien bergejala/ ga bergejala) → IV anticholinergic drugs
(atropine), β-adrenergic agents (isoproterenol) > transients accelerate HR
- If chronic (cannot be corrected) → placement permanent pacemaker
- Common in elderly patients
- SSS is very common di elderly yang juga rentan untuk mengalami supraventricular
tachycardia yaitu Atrial Fibrilations. This combination of slow and fast dysrhythmias is
known as the bradycardia–tachycardia syndrome
- Bradycardia-tachycardia syndrome: resulting from atrial fibrosis → impairs function of
SA node
- During the tachyarrhythmia, overdrive suppression of the SA node occurs, and when
the tachycardia terminates, a period of profound sinus bradycardia may ensue.
- Treatment → combination of antiarrhythmic drug therapy (suppress tachyarrhythmias)
and permanent pacemaker (prevent bradycardia)
*note: The higher frequency of SA nodal firing suppresses other pacemaker sites (overdrive
suppression)

EKG of bradycardia-tachycardia syndrome :

Escape Rhythm
- Sel-sel di nodus atrioventrikular (AV) dan sistem His-Purkinje mampu melakukan otomatisasi
tetapi biasanya memiliki kecepatan rfiing yang lebih lambat daripada yang ada di nodus sinus
and are therefore suppressed during normal sinus rhythm
- Jika aktivitas SA node menjadi terganggu atau jika ada blok konduksi impuls dari SA node,
escape rhythms dapat muncul dari alat pacu jantung laten yang lebih distal (AV node atau
bundle of His)

- Pada EKG :
I. Kompleks QRS yang normal dan sempit
ii. Kompleks QRS tidak didahului oleh gelombang P normal karena impuls berasal dari bawah
atrium
iii.. Gelombang P retrograde karena ada impuls merambat dari alat pacu jantung yang lebih
distal ke belakang ke atrium.
iv. Gelombang retrograde P biasanya mengikuti kompleks QRS dan secara abnormal terbalik di
lead ekstremitas II, III, dan aVF, menunjukkan aktivasi atrium dari arah inferior.
- If occurs in sequence (termed a junctional escape rhythm)
- Rate : 40-60 bpm

o Ventricular escape rhythms


 30-40 bpm, abnormally widened QRS complexes
 Wide QRS complex → ventricles not depolarized by normal rapid
conduction over left & right bundle branches, rather from more distal
point in conduction system
 morphology that the QRS shows depends on the site of origin of the
escape rhythm
 escape rhythm dari left bundle akan mengakibatkan right bundle
branch block
karena, the impulse depolarizes the left ventricle first and then
spreads more slowly through the right ventricle (RV )
 Begitu juga dengan sebaliknya
 Escape rhythms that originate more distally, in the ventricular
myocardium itself > characterized by even wider QRS complexes
because such impulses are conducted outside the rapidly
propagating Purkinje fibers.
o EKG of escape rhythms :
Atrioventricular Conduction System
- The AV conduction system includes: the AV node, bundle of His, and the left and right
bundle branches.
- Impaired conduction between the atria and ventricles can result in three degrees (types)
of AV conduction block.

First Degree AV Block


- prolongation of the normal delay between atrial and ventricular depolarization, such
pemanjangan penundaan normal antara depolarisasi atrium dan ventrikel, sehingga
interval PR diperpanjang (>0,2 detik, yaitu >5 kotak kecil pada EKG)
- - Hubungan 1:1 antara gelombang P, kompleks QRS dipertahankan
- - Gangguan konduksi biasanya di dalam nodus AV itu sendiri dan dapat disebabkan
oleh pengaruh reversibel sementara atau cacat structural

Caused by :
 Reversible influence
o Heightened vagal tone
o Transient AV nodal ischemia
o Drugs depressing conduction of AV node →  β-blockers,
certain calcium channel antagonists, digitalis, other
antiarrhythmic medications
 Structural defect
o Myocardial infarction
o Chronic degenerative diseases of conduction system →
aging
 Usually benign, asymptomatic, does not need treatment

EKG of first-degree AV block :

Second Degree AV block

- characterized by intermittent (berselamg) failure of AV conduction, resulting in some P


waves that are not followed by a QRS complex.
- Types :
o Type I block (Wenckebach block)
- ditandai dengan kegagalan konduksi AV intermiten (berselang), menghasilkan beberapa
gelombang P yang tidak diikuti oleh kompleks QRS.
- Jenis:
o Blok tipe I (blok Wenckebach)
- Derajat penundaan AV secara bertahap meningkat dengan setiap denyut sampai impuls
benar-benar diblokir, sehingga tidak ada QRS setelah gelombang P
- EKG menunjukkan peningkatan progresif dalam interval PR dari satu detak ke detak
berikutnya sampai satu kompleks QRS tidak ada, setelah itu interval PR memendek ke panjang
awalnya, dan siklus dimulai lagi

- Hasil dari: gangguan konduksi di nodus AV


- Biasanya jinak, pada anak-anak, atlet terlatih, orang dengan nada vagal tinggi saat tidur
- Selama infark miokard → peningkatan tonus vagal / iskemia nodus AV, blok biasanya
sementara

- Treatment :
 Asymptomatic → not necessary
 Symptomatic
 IV atropine, isoproterenol → improving AV
conduction transiently
 Permanent pacemaker → if does not resolve
or persistent

- Type 2 block
- Kondisi yang lebih berbahaya
- Ditandai dengan hilangnya konduksi AV secara tiba-tiba, tanpa pemanjangan interval PR
sebelumnya
- Blok dapat bertahan 2 beats/ lebih → dua atau lebih gelombang P berurutan tidak diikuti oleh
kompleks QRS (blok AV derajat tinggi)

- Disebabkan oleh :
 Blok konduksi distal nodus AV → di berkas His / lebih distal dalam sistem purkinje
- QRS pattern often is widened in a pattern of right or left bundle branch
block
 block may arise from extensive myocardial infarction involving the
septum or from chronic degeneration of the His–Purkinje system

Treatment → pacemaker even in asymptomatic


EKG of second-degree AV block :

Third-degree AV block
- Juga disebut: blok jantung complete
- hadir ketika ada kegagalan total konduksi antara atrium dan ventrikel.
- Penyebab paling umum: infark miokard akut dan degenerasi kronis jalur konduksi dengan
usia lanjut.
- Blok AV derajat ketiga memutuskan secara elektrik atrium dan ventrikel > tidak ada
hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS > atrium terdepolarisasi sebagai respons
terhadap aktivitas nodus SA, sedangkan irama lepas yang lebih distal menggerakkan ventrikel
secara independent

- Di EKG : gelombang P “berbaris” dengan kecepatan yang tidak berhubungan dengan interval
munculnya kompleks QRS
- Kompleks QRS mungkin lebarnya normal dan terjadi pada 40 hingga 60 bpm (berasal dari
nodus AV) atau dapat melebar dan terjadi pada kecepatan yang lebih lambat (berasal dari
sistem His-Purkinje)

- Gejala → pusing, sinkop


- Perawatan : Implantasi alat pacu jantung permanen
- Disosiasi AV → atrium & ventrikel berdenyut secara independen. Blok derajat ketiga salah
satu contoh dari AV dissocation
4. Define diagnosis tool in cardiovascular diseases:

a.Tes darah

-Tes laboratorium digunakan untuk mendeteksi faktor risiko penyakit jantung. Ini termasuk
deteksi lemak, kolesterol dan komponen lipid darah termasuk LDL, HDL, Trigliserida.

-Gula darah dan hemoglobin terglikosilasi diukur untuk mendeteksi diabetes.

- Protein C-reaktif (CRP) and other protein markers (- Apolipoprotein A1 dan B) digunakan
untuk mendeteksi peradangan yang dapat menyebabkan penyakit jantung.

-Selama serangan jantung, sel-sel otot jantung mati dan melepaskan protein ke dalam aliran
darah. Tes darah dapat mengukur jumlah protein ini dalam aliran darah. (Tingkat tinggi
protein ini adalah tanda serangan jantung baru-baru ini)

-Salah satu penanda serangan jantung adalah Cardiac Troponin-T.-Biomarker lainnya termasuk
fibrinogen dan PAI-1, kadar homosistein yang tinggi, peningkatan dimetilarginin asimetris dan
peningkatan peptida natriuretik otak (juga dikenal sebagai tipe B) (BNP)

- BNP adalah suatu neurohormon jantung, terutama dihasilkan oleh ventrikel sebagai respon
terhadap expansi volume ventrikel, tekanan yang berlebihan (overload), dan meningkatnya
tekanan dinding ventrikel. Oleh karena itu BNP dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis
dini (predictor) adanya disfungsi ventrikel

b. EKG/EKG (Elektrokardiogram

-tes sederhana dan tanpa rasa sakit yang merekam aktivitas listrik jantung.

-The patient is strapped to the instrument with several patches or leads placed over his or her
chest, wrists and ankles. A small portable machine records the activities of the heart on a strip
of graph paper.

-The test shows how fast the heart is beating and its rhythm.

-Kekuatan dan waktu sinyal listrik saat melewati jantung juga terlihat.

-EKG/EKG dapat membantu mendeteksi serangan jantung, serangan angina, aritmia, hipertrofi
ventrikel kanan/kiri, LBBB, RBBB, dll.
C. Tes Stres

-Pasien dibuat untuk bekerja keras misalnya berlari di atas treadmill atau berolahraga
sementara sadapan EKG/EKG ditempatkan di atas tubuh mereka. Mereka yang tidak bisa
berolahraga diberikan pil untuk meningkatkan detak jantung mereka. Tes ini mendeteksi efek
exercise pada jantung.

-Pada pasien dengan aterosklerosis dan penyakit jantung koroner, arteri yang menyempit oleh
plak tidak dapat memasok darah yang cukup ke otot jantung saat berdetak lebih cepat. Hal ini
dapat menyebabkan sesak napas dan nyeri dada dan juga hasil EKG yang tidak normal.

-Pola EKG/EKG, aritmia dll juga menunjukkan kemungkinan penyakit arteri koroner.

D.Ekokardiografi (Uses sound waves to create a moving picture of the heart)

-Echocardiography is a painless test where a probe is rolled over the chest and the machine
creates the image of the heart on the monitor. This provides information on the shape, size,
workings, valves and chambers of the heart.

-Echocardiography juga dapat dikombinasikan dengan Doppler untuk menunjukkan area


suplai darah yang buruk ke jantung. Tes Ini menunjukkan area otot jantung yang tidak
berkontraksi secara normal, dan cedera sebelumnya pada otot jantung.

E. Angiografi Koroner dan Kateterisasi Jantung

-Tes ini adalah tes invasif. Kontras disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mencapai
arteri koroner. Ini dilakukan melalui kateterisasi koroner. Setelah itu, gambar detail pembuluh
darah jantung diambil menggunakan metode pencitraan khusus. Ini disebut angiografi koroner.

-Kateterisasi jantung melibatkan pemasangan tabung tipis dan fleksibel yang disebut kateter
melalui pembuluh darah di lengan, selangkangan (paha atas), atau leher. Tabung dimasukkan
di bawah panduan imaging hingga mencapai jantung. Angiografi koroner mendeteksi
penyumbatan di arteri koroner besar.

F. Chest Xray

Ini adalah tes yang menunjukkan bentuk dan ukuran paru-paru jantung dan pembuluh darah
utama. Ini adalah tes yang jarang digunakan dalam diagnosis penyakit jantung karena tidak
memberikan informasi tambahan tentang ekokardiografi dan studi pencitraan lainnya.

G.Elektron-Beam Computed Tomography atau EBCT

EBCT membantu mendeteksi deposit kalsium atau kalsifikasi di dinding arteri koroner. Ini
adalah penanda awal aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
H. MRI Jantung

MRI jantung (magnetic resonance imaging) yang menggunakan gelombang radio, magnet, dan
komputer untuk membuat gambar jantung. Ini memberikan gambar 3D dari gambar bergerak
serta gambar diam dari jantung.Sources

1. www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/hdw/diagnosis.html
2. http://groups.csail.mit.edu/medg/ftp/wjl/aim97/aimj-96.pdf
3. http://www.cdc.gov/heartdisease/docs/consumered_heartdisease.pdf
4. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_01_types.pdf
5. cfpub.epa.gov/.../index.cfm
6. www.nhlbi.nih.gov/.../living_hd_fs.pdf

5. Describe the pharmacodynamics aspect of anti-arrhythmia drugs

Mekanisme dari tachycardia:

(1) increased automaticity of pace- maker or nonpacemaker cells, (2) reentrant circuits, and (3)
triggered activity.

Pada arrhythmias yang caused by increased automaticity, aim of treatment> lowering the
maximum frequency at which cardiac action potentials can occur by (1) reducing the slope of
spontaneous phase 4 diastolic depolarization and/or (2) prolonging the effective refractory
period.

Antiarrhythmia inhibit reentrant dengan cara :

Inisiasi rangkaian reentrant harus ada blok searah dan konduksi lambat.
Untuk ritme reentrant untuk terjadi, lamanya waktu impuls untuk menyebar di sekitar sirkuit
harus melebihi periode refraktori efektif jaringan. Jika suatu impuls kembali ke area
miokardium yang terdepolarisasi beberapa saat sebelumnya tetapi belum pulih
eksitabilitasnya, impuls tidak dapat merangsang kembali jaringan tersebut.
Salah satu strategi: memperpanjang periode refraktori
Ketika periode refactory diperpanjang secara farmakologis, impuls yang merambat
menghadapi saluran natrium yang tidak aktif, tidak dapat dikonduksi lebih lanjut, dan akan
hilang.

Cara kedua: Further impairing conduction that will cause the impulse to “die out” in the slow
retrograde limb of the circuit.
accomplished via pharmacologic blockade of the Na+ channels responsible or phase 0
depolarization
The elimination of the third type o tachyarrhythmia, triggered activity, requires suppres- sion o
early and delayed after depolarizations.

Table of antiarrhythmic drugs :


Class Mechanism Clinical Uses Drugs

I IA - mekanisme kerja kelas 1: terutama - Reentrant & ectopic - Quinidine


memblokir saluran natrium cepat yang supraventricular -
bertanggung jawab untuk depolarisasi - VT Procainamide
fase 0 dari potensial aksi di sel otot - Disease : -
jantung dan serat Purkinje 1. AF & flutter Disopyramide
2. PSVT
- Subtypes based on degree of sodium 3. VT
channel blockade & effect on action
IB potential duration of cell : - Ventricular - Lidocaine
arrhythmias - Mexiletine
1. Kelas I A - Disease :
Mekanisme: 1. VT
Efek on reentrant: 2. Digitalis-
induced
- menghasilkan blokade moderat arrhythmias
saluran natrium fast, sehingga
IC memperlambat laju depolarisasi fase 0
- VA - Flecainide
- Disease : - Propafenone
dan mengurangi kecepatan konduksi
1. AF & PSVT
jaringan

- memperpanjang potensial aksi sel dan


periode refraktori (sebagian besar
melalui blokade saluran kalium yang
bertanggung jawab untuk repolarisasi) >
impuls yang berjalan dalam loop
reentrant bertemu dengan jaringan yang
tidak dapat dieksitasi dan padam.
Effect on Arryhtmia caused by increase
automaticity:

Menekan slope dari depolarisasi fase 4


(melalui penghambatan saluran alat pacu
jantung) dan menaikkan ambang ke
tegangan yang kurang negatif (dengan
memblokir saluran natrium yang dapat
dirangsang) > current If lebih lama untuk
mencapai ambang dan memicu potensial
aksi, sehingga menekan aktivitas
otomatis.

IA → moderate block, ↓↓ phase 0 upstroke


rate, prolonged AP duration

2. Kelas IB
Mekanisme kerja:

menghambat saluran natrium cepat,


tetapi tidak seperti agen IA, mereka
biasanya mempersingkat durasi potensial
aksi dan periode refraktori. Pemendekan
tersebut dikaitkan dengan blokade arus
natrium non-inaktivasi kecil yang
biasanya berlanjut melalui fase 2 dari
potensial aksi.

IB → mild block, ↓phase 0 upstroke rate,


shortened AP duration

3. Kelas IC (most potent sodium


channel blockers)

Mekanisme kerja:

- menurunkan upstroke dari potensial


aksi, dan kecepatan konduksi di atrium,
ventrikel, dan serat Purkinje

- secara signifikan memperpanjang


periode refraktori dalam nodus AV dan
saluran bypass aksesori-

effect: prolong QRS


II β-Adrenergic receptor blockade / β- - Tachyarrhythmias - Propranolol
blockers > inhibition of symphatetic - Disease : - Esmolol
activity 1. A/V premature - Metoprolol
beats
2. PSVT
β-adrenergic stimulation : more rapid 3. AF & flutter
upslope of phase 4 depolarization and 4. VT
an increased ring rate of the SA node

III - Terutama memblokir saluran kalium - Disease : - Amiodarone


yang bertanggung jawab untuk 1. VT -
repolarisasi fase 3 (amiodarone, Dronedarone
- Perpanjangan durasi AP sotalol) - Sotalol
- Hanya kasih Sedikit efek pada 2. AF & flutter - Ibutilide
kenaikan fase 0 depolarisasi 3. Bypass tract- - Dofetilide
mediated PSVT

IV Memblokir saluran kalsium tipe-L, - Reentrant SVTs - Verapamil


dengan demikian menurunkan laju - Disease : - Diltiazem
kenaikan kecepatan depolarisasi dan 1. PSVT
konduksi fase 0 dan memperpanjang 2. AF & flutter (↓
periode refrakter nodus AV dan VR)
meningkatkan potensial ambang pada 3. Multifocal AT
nodus SA. (↓ V)

Hasil :

(1) the heart rate slows; (2) transmission


of rapid atrial impulses through the AV
node to the ventricles decreases, thus
slowing the ventricular rate in atrial
brillation and atrial flutter
(3) reentrant rhythms traveling through
the AV node may terminate.

Adenosine - Dengan mengikat reseptor adenosin - Reentrant SVT -


pada sel jantung, dan mengaktifkan - Disease :
saluran kalium yang terbuka selama 1. AVNRT
diastol

Meningkatkan arus kalium keluar →


hyperpolarizes membrane which
suppresses spontaneous depolarization
of SA node (fase 4), slowing conduction
AV node

- Menurunkan konsentrasi cAMP


intraseluler → menurunkan arus pacu
jantung ke dalam ( arus If )penting
untuk action potensial sel pacu jantung
& arus kalsium ke dalam

Efek bersih: memperlambat laju


pembakaran simpul SA & mengurangi
konduksi simpul AV
Table of effects of antiarrhythmic drugs on ECG intervals :

Table of side effects of antiarrhythmic drugs :


Class Drugs Side effects

I IA Quinidine - GI tract (nausea, vomiting, diarrhea)


- Cinchonism (tinnitus, confusion, hearing loss, visual
disturbances)
- Excessive prolongation of QT interval → torsades de pointes

Procainamide - Noncardiac (fever, myalgias, GI upset)

Disopyramide - QT prolongation
- Precipitation of VA
- Anticholinergic (constipation, urinary retention, glaucoma
exacerbation)

IB Lidocaine - CNS (confusion, paresthesias, dizziness, seizures)

Mexiletine - CNS (dizziness, tremor, slurred speech)


- GI tract (nausea, vomiting)

IC Flecainide Noncardiac, CNS (confusion, dizziness, blurred vision)

Propafenone Extracardiac (dizziness, disturbance of taste)

II β-Blockers  Feeling tired, dizzy or lightheaded (these can be signs of a


slow heart rate)
 Cold fingers or toes (beta blockers may affect the blood
supply to your hands and feet)
 Difficulties sleeping or nightmares.
 Feeling sick.

III Amiodarone - Pulmonary toxicity (pneumonitis, pulmonary fibrosis)


- Symptomatic bradycardia (2%)
- Ventricular arrhythmias (2%)
- Abnormalities of thyroid function
- GI (anorexia, nausea, elevation of liver function blood tests)
- Neurologic (proximal muscle weakness, peripheral neuropathy,
ataxia, tremors, sleep disturbances)

Dronedarone - GI (nausea, vomiting, diarrhea)


- Prolong QT interval

Sotalol - Same as  β-blocker


- Prolong QT interval

Dofetilide - Prolong QT interval

Ibutilide - Prolong QT interval


IV - Verapamil - Hypotension
- Peripheral edema

- Diltiazem - heart failure and/or significant bradycardia (combined with β-


blocker therapy)

Adenosin Adenosine - Headache


e - Chest pain
- Flushing
- Bronchoconstriction

Reference :
1. Lilly - Pathophysiology of Heart Disease 6th Edition

Anda mungkin juga menyukai