Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KALAM

Dosen Pembimbing :
Firmansyah. M.Ag

Disusun oleh:

Anggie Pravita Dewi 07020121032


Ahmad Adib Jiddan Al Qooni 07020121028

PRODI AQIDAH FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN dan FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
SURABAYA 2021/2022
DAFTAR ISI

BAB I…………………………………………………………………

PENDAHULUAN……………………………………………………

A. LATAR BELAKANG………………………………………
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………
C. TUJUAN………………………………………….................

BAB II………………………………………………………………….

PEMBAHASAAN……………………………………………………..

A. SYI’AH ISLAMIYAH ………………………………………….


B. SYI’AH ITHNA ‘ASYARIYAH ……………….………………
C. SYI’AH EKSTREAM…………………………………………..

BAB III………………………………………………………………....

KESIMPULAN………………………………….………………….….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Syiah merupakan sekelompok pengikut dan pendukung yang setia serta siap
untuk membela yang di ikuti. Istilah ini di dalam islam di khususkan untuk
kelompok pengikut Ali bin Abi Tholib dan ahlul bait1

Syiah muncul ketika terjadi peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan
Mu’awiyah bin Abu Sofyan, perang ini dinamakan perang Shiffin.Peperangan ini
merupakan respon atas penerimaan Ali bin Abi Thalib terhadap arbitrase yang
ditawarkan mua’wiyah. Akibatnya kelompok Ali terbagi menjadi dua yakni yang
mendukung Ali bernama Syiah dan yang menentang bernama Khawarij.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah syiah Islamiyah itu ?
2. Bagaimana pokok pokok keyakinan syiah islamiyah ?
3. Apakah syiah Ithna Asyariyah itu ?
4. Bagaimana pokok pokok keyakinan syiah Ithna Asyariyah ?
5. Apa yang dimasksud syiah ekstream ?
6. Bagaimana pokok pokok keyakinannya ?

C. TUJUAN

Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu acuan dalam belajar dan
memahami tentang syi’ah, dan sebagai pemenuhan tugas makalah mata kuliah
Ilmu Kalam.

BAB II

PEMBAHASAN

1
1 Zulkifli, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMANGAN SYIAH, Jurnal Of Islamic Studies Vol. 03
No. 2 Hal. 143
A. SYI’AH ISMAILYAH

Syiah ismailiyah atau syiah syababiah merupakan sekte syiah yang memiliki
kepercayaan bahwa imam hanya ada tujuh dari Ali bin Abi Tholib dan imam yang
ketujuh tersebut adalah Ismail bin Ja‘far. Syiah ini dinamakan syiah ismailiyah
karena merekaa menjadikan Ismail sebagai imam ke tujuh mereka. Mereka tidak
mengakui keimaman Musa Al-Kadzim.2
Walau nyatanya Ismail wafat kala Imam Shadiq masih hidup. Kematian
Ismail ini memunculkan kekacauan serta perselisihan dalam penentuan imam
sesudah Imam Shadiq. Sebagian orang meyakini jika tradisi peralihan imam tidak
dapat berganti. Oleh sebab itu, mereka berkata Ismail masih hidup serta suatu hari
hendak muncul selaku Al- Qaim. Kelompok ini meyakini imamah berpindah dari
Ismail bin Jafar ke anaknya yang bernama Muhammad bin Ismail serta bukan ke
saudaranya ialah Imam Musa bin Jafar as.
Para pengikut syiah ini percaya bahwa islam di bangun dengan tujuh pilar
yakni iman, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Berkaitan dengan pilar
atau rukun yang pertama, yaitu iman, Qadhi An-Nu’aman memerincinya sebagai
berikut: iman kepada Allah, tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan
Allah, iman kepada surga, iman kepada neraka, iman kepada hari kebangkitan,
iman kepada hari pengadilan, iman kepada para nabi dan rasul, iman kepada
imam, percaya, mengetahui dan membenarkan imam zaman
Adapun Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syiah Ismailiyah
sebagai berikut:
a.       Imam harus berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah
yang kemudian dikenal dengan Ahlu Bait.
b.      Imam harus berdasarkan penunjukan atau nas. Berdasarkan hadith yang
diriwayatkan bukhori dan muslim bahwa antara rasul dan Ali ialah seperti Musa
dan Harun.

2
Nunu Burhanuddin, ILMU KALAM DARI TAUHID MENUJU KEADILAN (Jakarta: Kencana, 2016)
hlm. 55
c.       Keimaman jatuh pada anak tertua. Syiah Ismailiyah menggariskan bahwa
seorang imam memperoleh keimanan dengan jalan wirathah, jadi, ayahnya yang
menjadi imam menunjuk anaknya yang paling tua
d.      Imam harus maksum (terjaga dari kesalahan dan dosa). Sebagaimana sekte syiah
lainnya, syiaah ismailiyah menggariskan bahwa seorang imam harus terjaga dari
salah dan dosa. Bahkan lebih dari itu, mereka berpendapat bahwa sungguhpun
imam berbuat salah, maka perbuatannya itu tidak salah.
e.       Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik. Berbeda dengan zaidiyah,
syiah ismailiyah dan syiah imamiyah tidak membolehkan adanya imam mafdlul.
Disamping syarat-syarat diatas, syiah ismailiyah berpendapat bahwa
seorang imam harus mempunyai pengetahuan ilmu. Pengetahuan disini adalah
ilmu lahir (eksotrik) dan ilmu batin (esoterik). Dengan ilmu tersebut, seorang
imam mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui orang biasa. Apa yang salah
dalam pandangan manusia, belum tentu salah dalam pandangan imam.3

Syi’ah Ismailiyah memillik keyakinan bahwa Tuhan mengambil tempat dalam


diri Imam sehingga Imam harus di sembah. Menurut mereka islam memiliki
makna batin selain makna lahir yang dikatakan bahwa segi lahir atau tersurat
dalam syariat hanya diperuntukkan bagi orang awam yang kecerdasannya
terbatas. Sementara itu hanya imam yang memiliki makna batin dan dapat
menakwil. Dengan prinsip takwil, Ismailiyah menakwilkan menurut hawa nafsu
mereka sendiri, misalnya ayat al-qur’an tentang puasa, mereka takwili dengan
menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia imam. Dan ayat al-qur’an tentang
haji ditakwilkan dengan mengunjungi imam. Bahkan diantara mereka ada yang
menggugurkan ibadah. Mereka itu adalah yang telah mengenal imam dan telah
mengetahui takwil melalui imam.4

3
Makalah Pendidkan Islam “Syi’ah Imamiyah, Zaidiyah, dan Ismailiyah” dalam
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2013/06/syiah-imamiyah-zaidiyah-dan-
ismailiyah.html
4
Ibid
Imam kelompok Ismailiyah pada mulanya diawali dari Imam Ali bin Abi
Thalib as. Kemudian beralih kepada Imam Hasan as dan Imam Husain as. Dari
Imam Husain as berlanjut secara berurutan kepada Imam Ali Zainal Abidin
as, Imam Muhammad al-Baqir as dan kemudian Imam Ja'far al-Shadiq as. Dari
Imam Shadiq as inilah kemudian muncul tiga cabang, yaitu Ismail, Abdullah
dan Imam Musa al-Kazhim as. Syiah Imamiyah berlanjut dari Imam Musa al-
Kazhim as.

Adapun dari jalur Ismail, keimamahan berlanjut kepada Ali dan Muhammad
Maktum (Maimun). Dari Muhammad Maktum terbagi enam cabang, yaitu
berlanjut kepada Ahmad, Ismail, Abdullah, Ali Laits, Husain dan Ja,far. Dari jalur
Abdullah berlanjut kepada Ibrahim dan Ahmad. Dari jalur Ahmad beralih kepada
Husain dan Muhammad Hakim. Dari jalur Husain berlanjut kepada Abu
Muhammad dan Abdullah Sa'id yang terkenal dengan Abdullah Mahdi. Dari jalur
Muhammad Hakim berlanjut kepada Abul Qasim Muhammad yang masyhur
dengan Al-Qaim bi Amrillah. Silsilah para Imam Ismailiyah atau para khalifah
Fathimiyah berlanjut setelah Al-Qaim bi Amrillah. 5

Pertama kali ajaran Ismailiyah muncul pada tahun 268 H/882 di wilayah
Yaman. Dalam waktu yang relatif singkat, Ismailiyah berhasil membentuk
pemerintahan setelah terpisahnya dari induk Syiah. Ismailiyah berhasil
membentuk Dinasti Fathimiyah di Mesir. Setelah terjadi perpecahan di dalam,
kemudian berdiri pemerintahan Nazariyah di Al-Maut. Mereka melakukan
perlawanan serius terhadap Bani Abasiyah dari timur sampai barat.

Setelah. tumbangnya .para. penguasa pemerintahan Dinasti Fathimiyah dan


Nazariyah, kelompok Ismailiyah tidak mampu lagi memegang kekuasaannya.
Mereka menyelamatkan diri ke negara-negara terpencil dunia Islam, khususnya
Yaman dan Anak Benua India (meliputi India, Pakistan, Bangladesh). Saat ini
mereka tersebar di sekitar 25 negara dunia. Sebagian besar mereka hidup di India,
Pakistan, Afghanistan dan Tajikistan di wilayah Asia Tengah, serta di
Pegunungan Pamir Cina.

5
Ibid
Pada era sekarang, Ismailiyah terbagi pada dua kelompok, yaitu
Aghakhaniyah dan Bahrahiyah. Dua kelompok ini adalah yang tersisa dari
kelompok Nazariyah dan Musta'lawiyah.

Kelompok Aghakhaniyah memililki jumlah sekitar satu juta orang yang tersebar
di wilayah Iran, Asia Tengah, Afrika dan India. Pimpinan mereka adalah
Aghakhan. Sedangkan kelompok Bahrahiyah yang berjumlah kurang lebih lima
ribu orang tersebar di Jazirah Arab, Pesisir Selat Persia dan Suriah.

Ismailiyah di Suriah terdapat di pedesaan Mishyaf, Al-Qadmus dan


Salamiyah. Ismailiyah di Iran tersebar di daerah Kahak, Mahalat-Qom, Birjand
dan Ghayen-Khurasan. Sementara di Afghanistan, Ismailiyah tinggal di wilayah
Balkh dan Badakhshan. Di Asia Tengah, Ismailiyah tersebar di Khukand
(Kokand) dan Anak Benua Takin. Di Afghanistan, kelompok Ismailiyah disebut
Muftada yang sebagian besar mereka mereka tinggal di wilayah Kafiristan
(Nuristan), Jalalabad, Jihun A'la, Sarigol, Khan dan Yasin.

Di India dan Pakistan terdapat lebih banyak pusat-pusat Ismailiyah


dibandingkan dengan negara lain. Mereka juga banyak terdapat di daerah Ajmer,
Morwareh, Rajpotaneh, Kashmir, Bombay, Burudeh dan Kuraj.Perlu diketahui,
tidak semua Ismailiyah di India berasal dari kelompok Aghakhaniyah. Sebagian
dari mereka juga berasal dari kelompok Bahrahiyah yang pada umumnya tinggal
di wilayah Gujarat. Di Oman, Muscat, Zanzibar dan Tanzania juga terdapat
banyak Ismailiyah

B. SYI’AH ITHNA ‘ASYARIYAH


Syi’ah Ithna ‘Asyariyah adalah syi’ah yang mengakui adanya 12 imam,
sebuah kelompok yang berpegang teguh kepada keyakinan bahwa Ali adalah yang
berhak mewarisi khilafah, dan bukan Abu Bakar, Umar atau Utsman r.a. Imam
yang terakhir menurut mereka sedang menghilang, masuk dalam goa di Sammara
(sebuah kota di Irak dekat sungai Tigris, arah utara dari Baghdad).

Dua belas Imam yang dijadikan Imam oleh dan untuk mereka adalah sebagai
berikut:

1. Ali bin Abi Thalib r.a,

2. Hasan bin Ali r.a

3. Husein bin Ali r.a

4. Ali Zainal Abidin bin Husein

5. Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin

6. Ja’far Shodiq bin Mohammad Baqir

7. Musa Kadzim bin Ja’far Shadiq

8. Ali Ridha bin Musa Kadzim

9. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha

10. Ali Hadi bin Muhammad Jawwad

11. Hasan Askari bin Ali Hadi

12. Muhammad Mahdi bin Muhammad Al-Askari

Penganut paham Syî‘ah Itsna ‘Asyariyyah berpendapat bahwa para imam


diketahui bukan melalui sifat-sifat mereka, melainkan penunjukan orangnya
secara langsung. Kepemimpinan ‘Alî–‘Alî menjadi imam adalah melalui
penunjukan Nabi Muhammad SAW., kemudian dia menunjuk penggantinya
berdasarkan wasiat dari Nabi Muhammad dan mereka dinamakan al-awshiya–para
penerima wasiat. Para penganut aliran Imamiyah telah sepakat bahwa keimaman
‘Alî telah ditetapkan berdasarkan nash yang pasti dan tegas dari Nabi Muhammad
SAW. dengan menunjuk langsung dirinya, bukan dengan penyebutan sifat
orangnya. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya imamah itu bukanlah dari
kemaslahatan-kemaslahatan umum yang diserahkan kepada pertimbangan umat,
dan yang mengendalikan urusan itu diangkat dengan pemilihan. Tetapi imamah
itu adalah suatu rukun agama, suatu ‘aqîdah, tidak boleh Nabi membiarkannya
dan menyerahkannya kepada umat sendiri, Nabi wajib menentukan siapa yang
akan menjadi imam, dan yang ditentukan itu haruslah orang yang ma’shum dari
dosa besar, ataupun kecil dan bahwa ‘Alî adalah orang yang ditentukan untuk itu.

Dalam Islam, tidak ada masalah yang lebih penting daripada penentuan Imam,
sehingga Nabi Muhammad wafat dan meninggalkan umatnya dengan hati yang
tenang. Kalau memang Nabi Muhammad diutus untuk menghilangkan perbedaan
pendapat dan menciptakan kesamaan pandangan di kalangan umatnya, tentu dia
tidak boleh meninggalkan mereka tanpa pedoman, sehingga setiap orang
menempuh caranya masing-masing dan saling bertentangan. Jadi, menurut
pendapat mereka, Nabi wajib menentukan seseorang yang akan menjadi rujukan,
pedoman, dan pegangan umatnya. ‘Alî adalah orang yang ditentukan Nabi
Muhammad utnuk menjadi imam berdasarkan nash darinya6.

Penganut Syî‘ah Imâmiyah mendasarkan penunjukan pribadi ‘Alî atas


beberapa hadis Nabi Muhammad yang sanadnya mereka yakini benar dan sahih,
misalnya hadis “barang siapa aku menjadi pemimpinnya, maka ‘Alî adalah
pemimpinnya. Ya Allah tolonglah dan lindungilah orang yang menolong dan
melindunginya, ‘Alî dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Atau hadis yang
berbunyi “Orang yang paling pantas menjadi hakim di antara kamu adalah ‘Alî”.

6
Al-Syahrastânî, Al-Milal wa al-Nihl, h. 131.
Adapun pihak yang tidak sependapat dengan mereka, meragukan hadis-hadis itu
berasal dari Nabi Muhammad SAW. Penganut aliran Imamiyah juga mendasarkan
pendapat mereka atas kesimpulan yang mereka tarik dari kenyataan-kenyataan
yang datang dari Nabi Muhammad SAW. Di antara kenyataan itu adalah Nabi
Muhammad tidak pernah mengangkat seorang pun di antara sahabat untuk
menjadi amîr dalam peperangan di mana ‘Alî berada di bawah komandonya.
Ketika terpisah dari Nabi Muhammad dalam peperangan. Baik yang diikuti oleh
Nabi maupun yang tidak diikutinya, dia selalu menjadi amîr. Berbeda dengan Abû
Bakar, ‘Umar, dan sahabat besar lainnya. Mereka pada suatu kesempatan diangkat
menjadi panglima perang, tetapi pada kesempatan yang lain menjadi prajurit di
bawah komando panglima lainnya.

Menurut Syalabî bahwa Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah terbentuk sesudah


pertengahan abad ketiga Hijriyah, yakni setelah lahirnya imam-imam yang
berjumlah dua belas tersebut.12 Perkembangan selanjutnya yang terpenting
setidaknya terjadi pada dua masa. Pertama, masa ini bermula dari tahun 932-1026
M., yaitu ketika kekhalifahan ‘Abbâsiyah berada di bawah kendali Dinasti
Buwaihi. Pada saat itu aliran ini dianut oleh para penguasa Buwaihi sebagai
paham keagamaan mereka.13 Kedua, ketika Syah Ismâ’îl menjadikan aliran ini
sebagai paham resmi negara Persia Baru, yang didirikannya pada tahun 1502 M.
Periode ini berlangsung sampai sekarang, di mana Imamiyah–Syî‘ah Itsna
‘Asyariyah-tetap menjadi mazhab resmi Republik Islam Iran.

Dalam sistem keyakinan keagamaan Syi‘ah Itsna ‘Asyariyyah, konsep tentang


Imamah merupakan masalah yang paling mendasar. Tidak sempurna iman
seseorang kecuali ia yakin terhadap doktrin yang lima, yaitu al-Tauhîd, al-‘Adl,
al-Nubuwwah, alImâmah, dan al-Ma‘âd.14 Di dalam Ushûl al-Kâfî, salah satu
buku pegangan aliran ini, disebutkan bahwa setiap orang yang tidak beriman
kepada imam Dua Belas maka dia adalah kafir, sekalipun dia adalah keturunan
‘Alî dan Fathimah.15 Mengenai konsep keimamahan menurut pandangan Syi‘ah
adalah sebagai berikut:
1. Allah wajib menetapkan imam untuk memimpin hamba-hamba-Nya.16
Demikian halnya dengan Rasul, ia wajib menunjuk orang yang akan
menggantikannya sebagai imam. Karena hal itu adalah sebagai urusan
Allah, maka tidak ada urusan manusia dalam penentuan imam.
Berdasarkan hal ini mereka menolak keberadaan Abû Bakar, ‘Umar, dan
‘Utsman
2. Ucapan para imam itu setara dengan sabda Nabi. Perbedaannya hanya
pada keadaan Nabi yang menerima wahyu, sedang para imam tidak.
3. Seluruh umat wajib mematuhi dan membantu imam dalam melaksanakan
imâmahnya. Sebab imam adalah pemimpin yang menjalankan otoritas
Ilâhiyah dan al-Nubuwwah.
4. Imam adalah orang yang memiliki pengetahuan yang tidak terbatas.
Pengetahuannya melampaui pengetahuan yang dimiliki manusia biasa,
sebab ia langsung menerima pengetahuan itu dari Tuhan melalui ilham
dengan perantaraan rûh al-quds.17
5. Imam mereka yang kedua belas, Muhammad ibn Hasan al-‘Askarî yang
bersembunyi di Sardab, yaitu sebuah kota di Sammara (Irak). Menurut
mereka, ia masih hidup dan tidak akan mati sampai ia muncul untuk
memimpin Syi‘ah dalam membangun Daulah Islâmiyyah dengan keadilan,
setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman yang merajalela. Dialah
al-Mahdî al-Muntazhar,18 yang dinantikan kemunculannya7

C. SYI’AH EKSTREM

Syiah ekstrem atau biasa disebut syiah Ghulat merupakan pengikut Ali bin
Abi Thalib yang memiliki sikap berlebih lebihan. Mereka menempatkan Ali pada

7
Zulkarnaen, Syia’ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsiip Ajaran, hal 24-26
derajat ketuhanan dan adapula yang mengangkat pada tingkat kenabian melebihi
nabi Muhammad. Mengenai jumlah sekte Syi’ah Ghulat, para mutakalimin
berbeda pendapat. Syahrastani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-
Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara lain:
Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah,
Kalaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah,dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah8

Konsep imamah kaum syiah ghulat tidak terlepas dari sikap ekstrem.
Terdapat empat sikap ekstrem syiah ghulat yakni tasybih, bada’, raj’ah dan
tanasukh. Bahkan ada pula yang menambahkan hulul dan ghayuba

a. Tasybih
Sikap menyerupakan mahluk dengan tuhannya atau sebaliknya. Dalam hal
ini mereka menyerupakan imam mereka dengan Tuhan.
b. Bada’
Keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sesuai dengan perubahan
ilmuNya dan menerapkan sesuatu yang bertentangan dengan
keyakinannya.
c. Raj’ah
Mereka percaya bahwa imam Al-Mahdi Al-Muntadzar akan datang ke
bumi

d. Tanasukh
Merupakan paham bahwa ruh akan diletakkan pada jasad yang lebih
rendah seperti jasad hewan guna menebus kesalahan. Apabila jiwa yang
baik akan berpindah kepada kehidupan yang lebih baik.
e. Hulul

8
Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia. 2009. Hlm. 106
.
Paham bahwa Tuhan ada disetiap tempat, berbicara dengan semua Bahasa
dan ada pada setiap individu manusia. Hulul dalam Syiah Ghulat berarti
Tuhan ada disetiap diri imam sehingga imam harus disembah.
f. Ghayaba
Adalah menghilangnya imam mahdi, mereka berkeyakinan bahwa imam
mahdi ada di negeri ini dan tidak bisa dilihat dengan mata biasa.

BAB III
KESIMPULAN

Aliran Syiah dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang


menginginkan pengganti nabi adalah dari kalangan ahlul bait yakni Ali bin
Abi Thalib. Mereka menganggap bahwa yang dapat menjadi pengganti
nabi adalah orang yang terhindar dari dosa dan dalam aliran yang sesat
mereka hingga menuhankan Ali.
Dalam perjalanannya syiah banyak dimasuki paham paham yang
berasal dari luar islam, yang sangat bertentangan dengan ajaran islam.
Seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin saba’. Paham syiah juga
dimasuki paham paham seperti hindu, Yahudi, dan Nasrani.. Sehingga
muncullah paham bahwa imam adalah setengah Tuhan, paham tanasukh
(rinkarnasi), serta bertempatnya ruh Tuhan pada diri manusia.
sesungguhnya mereka yang memiliki paham demikian bukannlah pengikut
Ali dan Ahlul Bait yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Zulkifli, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMANGAN SYIAH, Jurnal


Of Islamic Studies
Nunu Burhanuddin, ILMU KALAM DARI TAUHID MENUJU KEADILAN
(Jakarta: Kencana, 2016)
Makalah Pendidkan Islam “Syi’ah Imamiyah, Zaidiyah, dan Ismailiyah” dalam
http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com/2013/06/syiah-imamiyah-
zaidiyah-dan-ismailiyah.html
Ibid

Ibid

Al-Syahrastânî, Al-Milal wa al-Nihl,

Zulkarnaen, Syia’ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsiip Ajaran

Abdul Rozak dan rosikhon Anwar. Ilmu kalam. Bandung: pustaka setia.

Anda mungkin juga menyukai