Anda di halaman 1dari 8

BAHASA TIDAK HANYA SEKADAR KOMUNIKASI

KELOMPOK 3

Ahmad Fakhri Nizam (07040121069)

Achmad Adib Jiddan Al Qooni (07020121028)

Anjar Azimatillah (07010121003)

ABSTRAK

Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki manusia berupa sistem lambang bunyi
yang berasal dari alat pengucap atau mulut manusia. Bahasa juga merupakan kumpulan kata-
kata yang memiliki pengertian dan hubungan abstrak dengan suatu konsep, tapi di tulisan ini
kita ingin lebih mendalami lagi tentang bahasa. Metode yang kita gunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian bahasa dengan menggunakan sumber seperti artikel dan bacaan lainya di
internet. Maka disimpulkan bahwa bahasa bukan hanya sekedar lambang bunyi atau alat
komunikasi melainkan bahasa bisa sebagai alat komunikasi politik dalam rangka
mempertahankan kekuasaan dan masih banyak lagi.

Pendahuluan

Bahasa sangat erat kaitanya dengan masyarakat. Bahasa berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat penggunanya(Hariadi, 2014). Setiap bangsa memiliki keunikan
yang beda dengan satu sama lain. Tidak ada satupun bahasa yang sama di dunia. Sehingga
kita tidak bisa memaksa seseorang menggunakan bahasa Indonesia selamanya. Sebagai
manusia, tentunya pasti memiliki bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi bahkan
memiliki ragam bahasa yang bervariasi tergantung dengan sudut pandang yang digunakan
bahasa itu sendiri. Sudut pandang yang dimaksud meliputi wakti dan tempat, pembicara-
pendengar, topik yang dibicarakan dan tujuan bahasa yang dibicarakan. Masyarakat
beranggapan bahwa bahasa hanya sekedar alat komunikasi. Mereka menggunakan bahasa
hanya sebagai penjalin hubungan antar sesama masyarakat. Di sisi lain bahasa bisa
melambangkan kekuasaan atau kedudukan. Pada politik, bahasa dijadikan oleh calon
pemimpin sebagai umpan mempengaruhi pikiran masyarakat. Berawal dari kata-kata halus
yang terucap dari mulut pelaku, kata-kata tersebut bisa mengundang masyarakat untuk
mengikuti semua progam pembicara.
Analisis

Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki manusia berupa sistem lambang bunyi
yang berasal dari alat ucap atau mulut manusia.

Bahasa menurut para ahli:

1. H.G. Brown

Bahasa adalah sistem komunikasi yang memakai suara dan dibacakan melalui organ
perkataan dan bisa didengar oleh anggota masyarakat

2. Ferdinand De Saussure

Bahasa merupakan salah satu ciri yang menjadi pembeda, dikarenakan dengan
menggunakan bahasa maka setiap kelompok yang terdapat pada masyarakat bisa
menjadi dirinya sebagai kesatuan yang bertolak belakang dengan kumpulan lain.

3. Finoechiaro

Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer serta bisa memungkinkan seluruh
orang guna berada dalam sebuah kebudayaan tertentu ataupun orang asing yang bakal
mempelajari sistem kebudayaan itu yaitu dengan teknik berkomunikasi ataupun
berinteraksi.

4. DEPDIKNAS 2005

Bahasa adalah sebuah perkataan yang berasal dari perasaan serta pikiran insan yang
dikatakan secara tertata dan dengan menggunakan bunyi sebagai medianya.

5. M C. Carthy

Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan dalam
berfikir.

Fungsi bahasa

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat interaksi dengan sesama. Fungsi lain yaitu
bahasa memiliki arti penting sebagai metode pembelajaran pada lingkup bahasa itu
sendiri. Bahasa juga berfungsi sebagai penanda identitas suatu suku.
Manfaat bahasa

*Alat pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Untuk pengembangan kebudayaan yang ada di suatu negara, dibutuhkan bahasa.


Sehingga pencapaian komunikasi antar kelompok dengan individu atau sebaliknya
bias terjadi.

*Pengantar dunia pendidikan

Dengan bahasa resmi maka banyak manusia yang mengerti dan paham. Terutama
dalam lingkup pendidikan. Dengan penyampaian menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan terarah maka ilmu pendidikan bisa dicapai oleh siswa.

Kuasa Bahasa

Bahasa dan kekuasaan memiliki relasi dan keterkaitan yang erat dan unik. Melalui
bahasa dominasi kekuasaan dapat dilakukan. Perbedaan posisi seorang penutur bahasa dalam
sebuah pemerintahan dapat dilihat melalui penggunaan aksen, intonasi, kalimat dan kosa kata
yang digunakan. Hal penggunaan bahasa dan kata-kata sangat bergantung pada pelaku yang
melakukan tindak bahasa tersebut dan bagaimana bahasa tersebut diucapkan. Sebuah kaum
yang otoriter dapat menggunakan bahasa tak hanya sekedar melanggengkan kekuasaannya
saja, namun juga bisa menggunakan bahasa untuk memproduksi atau mengubah sistem
simbol dalam kaitannya dengan posisi kekuasaannya. Sistem simbol yang diproduksi tersebut
berperan sebagai kontrol, penguasaan bahkan kekerasan yang dilakukan secara samar, halus
dan simbolik.

Produksi sistem simbol untuk mengontrol kekuasaan, melanggengkan kekuasaan,


bahkan untuk melakukan kekerasan dapat dilihat sejak masa lalu. Produksi sistem bahasa
secara sistematis sudah dilakukan para Raja Mataram semenjak Panembahan Senapati dan
terutama pada zaman Sultan Agung. Konsolidasi kekuasaan dilakukan melalui penulisan
babad dan pelembagaan tingkatan-tingkatan bahasa Jawa yang dikenal sebagai unggah-
ungguhing
basa. Sistem simbol tersebut dibangun untuk menciptakan jarak sosial yang jelas antara
mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai (Moedjanto, 1993).

Hubungan bahasa dan kekuasaan menjadi lebih luas ketika kekuasaan dijadikan alat dalam
mengendalikan suatu negara. Pierre Bourdieu melihat bahasa tidak hanya sekedar alat
komunikasi, namun sebagai instrument tindakan dan kekuasaan. Bourdieu menyebut kuasa
simbolik merupakan hubungan bahasa dengan kekuasaan sebagai kekuatan yang membentuk
realitas. Bahasa adalah salah satu dari bentuk-bentuk simbolik yang khas. Ada suatu bentuk
persetujuan terhadap sudut pandang kelompok dominan yang ditancapkan secara halus.
Situasi seperti itu diistilahkan oleh Bourdieu sebagai doxa. Doxa merupakan sudut pandang
penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan memberlakukan diri sebagai sudut
pandang yang universal. Dominasi simbolik mengandaikan keterlibatan yang didominasi.
Bukan hanya karena kepatuhan yang bersifat pasif atau paksaan, bukan pula penerimaan
bebas terhadap sebuah nilai. Ada suatu bentuk persetujuan terhadap sudut pandang kelompok
yang berkuasa
,yang ditanamkan secara halus. Situasi seperti itu diumpamakan oleh Bourdieu sebagai doxa.
Doxa merupakan sudut pandang penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan
memberlakukan diri sebagai sudut pandang yang universal.

Psikolinguistik: Kuasa bahasa atau Permainan Bahasa

Orang Jawa timur biasa menggunakan kata gedang untuk menyebut buah pisang sedangkan
orang di daerah Sunda kata gedang adalah sebutan untuk buah pepaya. Dengan kata yang
sama, melahirkan berbagai macam arti dan makna. Apakah ini sekedar pemainan kata-kata
atau bahasa, ataukah memang bahasa memiliki kemampuan untuk mempengaruhi seseorang
dalam perumusan konsep?.

Bahasa bukan saja sebuah media komunikasi, namun sebagai yang kita ketahui bahasa
menjadi media penyimpan dokumen, penyimpan kenangan, penyimpan ilmu, bagaimana
tidak,? Andai saja para ilmuan tidak mengenal bahasa, bagaimana mereka mengungkapkan
apa yang mereka temukan ke dalam suatu wujud tertentu sehingga orang lain bisa mengerti
sesuatu yang mereka temukan.

Dalam kajian arti bahasa secara mendalam, ada filsafat bahasa mulai kajian era klasik hingga
postmodern yang banyak dipengaruhi oleh teori-teori kuasa bahasa dalam mengkonstruksi
dan mempengaruhi pola-pola pengetahuan manusia. Dalam sastra dan ilmu bahasa sendiri
ada
cabangnya yang bernama linguistik. Linguistik merupakan ilmu yang mempelajari mengenai
bahasa, yang meliputi struktur-struktur dalam bahasa itu sendiri dan pendeskripsian suara,
makna serta tata bahasa didalam percakapan. Sedangkan para psikolog mempelajari bahasa
sebagai alat untuk memahami manusia.

Kata-kata Menerjemahkan Pikiran dan Pengaruhi Cara Berpikir

Bahasa Jerman memiliki banyak koleksi istilah seperti itu, yang terdiri dari dua, tiga
atau lebih kata yang dihubungkan untuk membentuk kata super atau kata majemuk. Kata
majemuk sangat kuat karena artinya lebih dari bagian-bagian yang membentuk kata.
Torschlusspanik, misalnya, secara harfiah terbuat dari "pintu" "menutup" "panik". Jika Anda
tiba di stasiun kereta sedikit terlambat dan melihat bahwa pintu kereta masih terbuka, Anda
mungkin pernah mengalami bentuk Torschlusspanic tertentu, yang dipicu oleh bunyi bip khas
ketika pintu kereta akan ditutup. Tetapi kata majemuk Jerman ini memiliki asosiasi yang
lebih kaya daripada sekadar makna literal. Kata ini membangkitkan sesuatu yang lebih
abstrak, mengacu pada perasaan bahwa hidup menutup pintu kesempatan seiring berjalannya
waktu. Bahasa inggris juga memiliki banyak kata majemuk. Beberapa memasukkan kata-kata
tertentu seperti "kuda laut" (kuda laut), "kupu-kupu" (kupu-kupu) atau "turtleneck" (sweter
dengan kerah di leher). Lainnya lebih abstrak, seperti "kembali" atau "apa pun". Dan tentu
saja, seperti dalam bahasa Jerman atau Prancis, kata majemuk juga merupakan kata super
dalam bahasa inggris, karena maknanya seringkali berbeda dari makna kata demi kata. Kuda
laut bukan kuda, kupu-kupu bukan lalat, kura-kura tidak memakai baju hangat dengan leher
menutupi leher (suguhan), dll. Salah satu ciri yang luar biasa dari kata majemuk adalah
bahwa ketika diterjemahkan ke dalam bahasa lain, hasilnya tidak sepenuhnya sama.
Misalnya, apa yang terjadi ketika penutur asli bahasa Jerman mencoba menyampaikan dalam
bahasa Inggris bahwa dia hanya berlari cepat karena Torschlusspanik? Tentu saja, mereka
akan memparafrase, yaitu, mereka akan membuat narasi dengan contoh-contoh sehingga
lawan bicara Anda mengerti apa yang anda coba katakan.

Kata yang berbeda dan pikiran berbeda?

Keberadaan kata Welsh untuk menyampaikan sentimen khusus ini menimbulkan


pertanyaan mendasar tentang hubungan antara pikiran dan bahasa. Filsuf seperti Herodotus
(50 SM) mengajukan pertanyaan ini di Yunani kuno. Pertanyaan ini muncul kembali di
pertengahan abad terakhir, di bawah dorongan Edward Sapir dan muridnya Benjamin Lee
Whorf. Pertanyaan ini telah menjadi apa yang dikenal sebagai hipotesis relativitas linguistik.
Relativitas linguistik adalah gagasan bahwa bahasa, yang sebagian besar orang setujui berasal
dan mengungkapkan pemikiran manusia, dapat mentransmisikan ulang dirinya dalam
pemikiran, yang pada gilirannya memengaruhi pemikiran. Jadi dapatkah kata-kata yang
berbeda atau konstruksi tata bahasa yang berbeda "membentuk" cara berpikir yang berbeda
dalam penutur bahasa yang berbeda? Ide ini mulai dilirik oleh produser budaya populer dan
muncul dalam film sci-fi Arrival. Meskipun ide ini mungkin intuitif untuk beberapa, ada
klaim berlebihan tentang tingkat keragaman kosakata dalam beberapa bahasa. Klaim
semacam ini telah menyebabkan ahli bahasa terkenal untuk menulis esai satir seperti "The
Deception of the Vast Eskimo Vocabulary", ketika Geoff Pullum mencela fantasi tentang
jumlah kata yang digunakan oleh orang Eskimo untuk merujuk pada salju. Namun, berapa
pun jumlah kata sebenarnya untuk salju di orang Eskimo, Pullum gagal menjawab pertanyaan
penting: Apa yang sebenarnya kita ketahui tentang persepsi orang Eskimo tentang salju?
Terlepas dari kritik terhadap hipotesis relativitas linguistik, penelitian eksperimental untuk
menemukan bukti ilmiah tentang perbedaan antara penutur bahasa yang berbeda sedang
meningkat. Misalnya, Panos Athanasopoulos dari Universitas Lancaster membuat
pengamatan mengejutkan bahwa ada kata-kata khusus untuk membedakan kategori warna
bersama dengan kemampuan untuk menghargai kontras warna. Oleh karena itu, ia
menunjukkan, penutur asli Yunani, yang memiliki istilah khusus untuk biru muda dan biru
tua (ghalazio dan ble masing-masing), cenderung menganggap berbagai nuansa biru berbeda
satu sama lain dibandingkan dengan penutur asli bahasa Inggris, yang menggunakan sama
terbatas. "Biru" untuk menggambarkannya. Tetapi pemikir seperti Steven Pinker di Harvard
tidak terkesan, dengan alasan bahwa efek seperti itu biasa dan tidak menarik, karena orang
yang terlibat dalam eksperimen cenderung menggunakan bahasa di kepala mereka ketika
membuat penilaian tentang warna, sehingga perilaku mereka tidak menarik. Agar perdebatan
ini berkembang lebih jauh, saya pikir kita perlu mempelajari otak manusia, mengukur persepsi
secara lebih langsung, terutama dalam waktu singkat sebelum akses mental ke bahasa. Ini
dimungkinkan hari ini, berkat metode ilmu saraf, dan hasil pertama secara signifikan condong
mendukung intuisi Sapir dan Whorf. Jadi, ya, suka atau tidak suka, mungkin saja memiliki
kata yang berbeda berarti memiliki struktur pikiran yang berbeda.
Kesimpulan

Bahasa yang diungkapkan seseorang ke objek lain memiliki pemahaman yang berbeda
dengan pemahaman pengucap. Hal ekspresi, intonasi, mimik dan lafal pengucapan oleh
pemberi bahasa jelas memiliki arti tersendiri bagi pemberi dan penerima bahasa. Penerima
belum tentu paham atau se-frekuensi arti kata yang dituturkan oleh pemberi bahasa. Intinya
bahasa memiliki pemahaman berbeda tergantung bagaimana seseorang menangkapnya
bahasa itu sendiri.

Daftar Referensi

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-bahasa-menurut-para-ahli/.
https://theconservation.com/kuasa-bahasa-kata-kata-menerjemahkan-pikiran-dan-pengaruhi-
cara-berpikir-115158

https://jurnalfaktual.id/opini/kuasa-bahasa/

https://www.kompasiana.com/milatihusna/psiolinguistik-kuasa-bahasa-language-powers-
atau-permainan-bahasa-language-games_552fb8676ea83433258b45b3

Lembar Cek Plagiasi


Lembar Cek Plagiasi

Anda mungkin juga menyukai