Dhea C. J. Botto 19-003, Talita Citra Amelia Lumempow 19-011, Frigia Erika Wauran 19-136,
Benanda Gracia 19-170, Imanuella Susilo 19-171, Endriano Gandawari 19-021, Rizki Luthfita
Sari 21-334, Devita Butar Butar 21-335, Novelin G. Mamahit 19-146
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel di atas, daerah dengan Unit Pengolahan Ikan yang paling banyak berada di
Provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 10.624 unit dan daerah dengan Unit Pengolahan Ikan yang
paling sedikit berada di Provinsi Sulawesi Barat yaitu sebanyak 277 unit. Jumlah Unit
Pengolahan Ikan skala usaha mikro kecil di Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 62.093 unit.
Tabel 2. Jumlah Unit Pengolahan Ikan Skala Usaha Mikro Kecil di Indonesia Menurut Provinsi
Tahun 2019
Skala Usaha Provinsi 2019
Menengah ACEH 2
Besar
Menengah BALI 0
Besar
Menengah BANTEN 20
Besar
Menengah BENGKULU 2
Besar
Menengah DKI JAKARTA 145
Besar
Menengah GORONTALO 12
Besar
Menengah JAWA BARAT 31
Besar
Menengah JAWA TENGAH 47
Besar
Menengah JAWA TIMUR 113
Besar
Menengah KALIMANTAN BARAT 8
Besar
Menengah KALIMANTAN SELATAN 11
Besar
Menengah KALIMANTAN TIMUR 9
Besar
Menengah KALIMANTAN UTARA 16
Besar
Menengah KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 16
Besar
Menengah KEPULAUAN RIAU 15
Besar
Menengah LAMPUNG 14
Besar
Menengah MALUKU 20
Besar
Menengah MALUKU UTARA 7
Besar
Menengah NUSA TENGGARA BARAT 11
Besar
Menengah NUSA TENGGARA TIMUR 15
Besar
Menengah PAPUA 1
Besar
Menengah PAPUA BARAT 20
Besar
Menengah SULAWESI BARAT 1
Besar
Menengah SULAWESI SELATAN 105
Besar
Menengah SULAWESI TENGAH 9
Besar
Menengah SULAWESI TENGGARA 15
Besar
Menengah SULAWESI UTARA 52
Besar
Menengah SUMATERA BARAT 2
Besar
Menengah SUMATERA SELATAN 5
Besar
Menengah SUMATERA UTARA 49
Besar
Total 773
Berdasarkan tabel di atas, daerah dengan Unit Pengolahan Ikan dengan skala usaha
menengah besar yang paling banyak berada di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 145 unit dan
daerah dengan Unit Pengolahan Ikan dengan skala usaha menengah besar yang paling sedikit
berada di Provinsi Sulawesi Barat dan Papua yaitu masing-masing sebanyak 1 unit. Selain itu
juga terdapat daerah yang tidak memiliki Unit Pengolahan Ikan dengan skala usaha menengah
besar yaitu Provinsi Bali. Jumlah Unit Pengolahan Ikan skala usaha menengah besar di Indonesia
pada tahun 2019 sebanyak 773 unit.
1. Golongan fisik
Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-
induced hearing loss
Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia.
Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau
hypothermia. d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan yang
tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara
melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat
menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja
3. Golongan kimia
Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
Selain itu juga WHO melaporkan tahun 2014 insiden dari penyakit kulit akibat kerja di
beberapa negara adalah sama,yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja per tahun Health and Safety
Executive/HSE (2010) menyatakan 39.000 orang di Inggris terkena penyakit kulit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau sekitar 80%, di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat
kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak.
Salah satu jenis pekerjaan yang berisiko dapat mengalami gangguan integritas kulit
adalah pekerja pengepakan ikan. Pekerja ini berkontak langsung dengan ikan segar yang
diperoleh dari hasil tangkapan ikan di laut oleh nelayan. Ikan yang masih mengadung air laut.
Air laut diduga mengandung jamur seperti monoliasis yang dapat dapat menyebabkan alergi,
iritasi kulit, dan hipersensitivitas kulit.
Pekerja pengepakan ikan yang mengalami gangguan integritas kulit, seperti gatal- gatal
banyak yang tidak memakai alat pelindung diri seperti sepatu boot dan sarung tangan. Penelitian
Cahyawati (2011) menyebutkan masa kerja, APD, riwayat pekerjaan, kesehatan pribadi, riwayat
penyakit kulit dan riwayat alergi adalah faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis pada
nelayan di TPI Tanjungsari Kabupaten Rembang.
UPAYA PENGENDALIAN BAHAYA BERDASARKAN 5 HIERARKI
Pengendalian risiko (Risk Control) adalah cara untuk mengatasi potensi bahaya yang
terdapat dalam dalam lingkungan kerja. Potensi bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan
menentukan suatu skala prioritas terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu dalam prioritas
terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu dalam pemilihan pengendalian resiko yang
disebut hirarki pengendalian resiko. (Wijaya, Panjaitan, Palit, 2015). Pengendalian risiko dapat
mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko
adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian resiko yang mungkin timbul
yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008).
Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain:
a. Eliminasi (Elimination)
Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan bahaya. Eliminasi merupakan
langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan
pengendalian risiko bahaya. Hal ini berarti eliminasi dilakukan dengan upaya
mengentikan peralatan atau sumber yang dapat menimblkan bahaya.
b. Substitusi (Substitution)
Substitusi didefinisikan sebagai penggantian bahan yang berbahaya dengan bahan yang
lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah menggantikan sumber risiko dengan sarana
atau peralatan lain yang lebih aman atau lebih rendah tingkat resikonya.
Diagram sebab-akibat atau sering disebut diagram tulang ikan (fishbone) adalah suatu
diagram yang menujukan hubungan antara sebab-akibat. Dari diagram sebab akibat ini akan
diketahui faktorfaktor penyebab terjadinya suatu masalah. Metode ini dikembangkan oleh
Kaoru Ishikawa pada tahun 1963. Ada 5 faktor yang berpengaruh yang perlu diperhatikan ,
yaitu:
a. Manusia (Man).
b. Mesin atau Alat (Machine).
c. Metode (Method).
d. Material atau bahan (Material).
e. Lingkungan (Environment).
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. “Jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI)/Provinsi”
diakses melalui https://statistik.kkp.go.id/home.php?m=upi&i=108#panel-footer pada 17
November 2021.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. Laporan Kinerja KKP Tahun 2019. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Malau, S. 2012. “KKP Catat Hampir 12 Juta Tenaga Kerja Perikanan di Indonesia” diakses
melalui https://www.tribunnews.com/bisnis/2012/11/19/kkp-catat-hampir-12-juta-tenaga-
kerja-perikanan-di-indonesia pada 17 November 2021.
Salawati, Liza. "Penyakit akibat kerja dan pencegahan." Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 15.2
(2015): 91-95.
Apriliani Riski, Dkk. Surakarta, 2017, PENGARUH PEMAKAIAN SARUNG TANGAN
TERHADAP KERUSAKANINTEGRITAS KULIT PADA PEKERJA DI PT. IFA
JAYAKABUPATEN PACITAN. http://eprints.aiska-university.ac.id/422/2/BAB
%20%20I.pdf
Adzim, H. 2021. 5 Hierarki Pengendalian Resiko/Bahaya K3. Diakses dari :
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/pengendalian-
resikobahaya.html (diakses pada 17 November 2021)