Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN KEGIATAN

BAB II
KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA, EKONOMI, KEADAAN LINGKUNGAN,

KEADAAN PERILAKU DAN DERAJAT KESEHATAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

2.1 Kependudukan Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada dibagian barat Indonesia, terletak


0 0 0 0
pada garis 1 – 4 Lintang Utara, dan 98 – 100 Bujur Timur. Berbatasan
dengan daerah perairan dan laut serta dua Provinsi lain yaitu; sebelah Utara
perbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), sebelah
Timur dengan Negara Malaysia di selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan
dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan
dengan Samudera Hindia.

2
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km
sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil di
Pulau Nias, pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil baik dibagian
barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah
menurut kabupaten/Kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah
2
Kabupaten Langkat dengan luas 6.262,00 km atau sekitar 8,58% dari total
luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas
2
6.134,00 km (8,40%) kemudian Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas
2
6.030,47 km atau (8,26%). Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota
2
Tebing Tinggi dengan luas 31,00 km atau 0,04% dari total luas wilayah
Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera
Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran
Tinggi dan Pantai Timur (Profil Dinkes Prov. S umut, 2017).

Administratif pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun


2017, terdiri dari 33 pemerintahan Kabupaten/Kota yang terbagi menjadi 8
Kota dan 25 Kabupaten dengan jumlah Kecamatan sebanyak 440

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 7
LAPORAN KEGIATAN

Kecamatan serta 6.112 Desa/Kelurahan. Provinsi Sumatera Utara tergolong


0 0
ke dalam daerah beriklim tropis, kisaran suhu antara 15 C – 33 C,
mempunyai musim kemarau pada bulan Januari s/d Juli dan musim hujan
pada bulan Agustus s/d Desember, diantara kedua musim itu diselingi oleh
musim pancaroba. Adapun letak ketinggian daerahdari permukaan laut
untuk masing-masing kabupaten/Kota adalah sebagai berikut (Profil Dinkes
Prov. Sumut, 2017).

Tabel 2.1.1Ketinggian Kabupaten/Kota dari Permukaan Laut di


Sumatera Utara

KETINGGIAN DARI
NO NAMA KABUPATEN/KOTA
PERMUKAAN LAUT

1 GUNUNG SITOLI 0-600m


2 PADANG SIDEMPUAN 260-1.100m
3 BINJAI 0-28m
4 MEDAN 2,5-37,5m
5 TEBING TINGGI 26-34m
6 PEMATANG SIANTAR 400-500m
7 TANJUNG BALAI 0-3m
8 SIBOLGA 0-50m
9 NIAS BARAT 0-800m
10 NIAS UTARA 0-478m
11 LABUHAN BATU UTARA 0-700m
12 LABUHAN BATU SELATAN 0-500m
13 PADANG LAWAS 0-1.915m
14 PADANG LAWAS UTARA 0-1.915m
15 BATUBARA 0-50m
16 SERDANG BEGADAI 0-500m
17 SAMOSIR 904-2.157m
18 PAKPAK BHARAT 700-1.500m
19 HUMBANG HASUNDUTAN 330-500m
20 NIAS SELATAN 0-800m
21 LANGKAT 0-1.200m
22 DELI SERDANG 0-500m
23 KARO 120-1.420m
24 DAIRI 400-1.600m

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 8
LAPORAN KEGIATAN

25 SIMALUNGUN 0-369m
26 ASAHAN 0-1.000m
27 LABUHAN BATU 0-700m
28 TOBA SAMOSIR 900-2.200m
29 TAPANULI UTARA 150-1.700m
30 KABUPATEN TAPANULI TENGAH 0-1.266m
31 TAPANULI SELATAN 0-1.915m
32 MANDAILING NATAL 0-1.000m
33 NIAS 0-800m
Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017.

Tabel 2.1.2 Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 9
NO NAMA KAB/KOTA LUAS/AREA RASIO
(km2) (%)

1 Nias 1.842,51 2,52


LAPORAN
2 KEGIATAN
Mandailing Natal 6.134,00 8,40
3 Tapanuli Selatan 6.030,47 8,26
4 Tapanuli Tengah 2.188,00 3,00
5 Tapanuli Utara 3.791,64 5,20
6 Toba Samosir 2.328,89 3,19
7 Labuhan Batu 2.156,02 2,95
8 Asahan 3.702,21 5,07
9 Simalungun 4.369,00 5,99
10 Dairi 1.927,80 2,64
11 Karo 2.127,00 2,91
12 Deli Serdang 2.241,68 3,07
13 Langkat 6.262,00 8,58
14 Nias Selatan 1.825,20 2,50
15 Humbang Hasundutan 2.335,33 3,20
16 Pakpak Bharat 1.218,30 1,67
17 Samosir 2.069,05 2,84
18 Serdang Begadai 1.900,22 2,60
19 Batu Bara 922,20 1,26
20 Padang Lawas Utara 3.918,05 5,37
21 Padang Lawas 3.892,74 5,33

22 Labuhan Batu Selatan 3.596,00 4,93


23 Labuhan Batu Utara 3.570,98 4,89
24 Nias Utara 1.202,78 1,65
25 Nias Barat 473,73 0,65
26 Sibolga 41,31 0,06
27 Tanjung Balai 107,83 0,15
28 Pematang Siantar 55,66 0,08
29 Tebing Tinggi 31,00 0,04
30 Medan 265,00 0,36
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
31 KEDOKTERAN
FAKULTAS Binjai UNIVERSITAS59,19
MALAHAYATI 0,08
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 10
32 Padang Sidempuan 114,66 0,16
LAPORAN KEGIATAN

2.1.1 Pertumbuhan, Persebaran, Kepadatan, Sex Ratio Penduduk


2.1.1.1 Laju Pertumbuhan Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat terbesar
dalam jumlah penduduknya di Indonesia setelah Provinsi
Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan
data BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 tercatat
memiliki jumlah penduduk 14.262.147 jiwa terdiri dari
7.116.896 jiwa laki-laki dan 7.145.251 jiwa perempuan,
dengan sex ratio sebesar 99,60 dan rata-rata kepadatan
2
penduduk 196 jiwa per km .

Tingkat kepadatan penduduk yang umumnya tinggi


terdapat di wilayah perkotaan. Adapun kota dengan
kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Medan yakni
sebesar 8.481 jiwa per km2, disusul Tebing Tinggi dengan
kepadatan penduduk 5.183 jiwa per km2 dan Kota Binjai
dengan kepadatan penduduk sebesar 4.592 jiwa per km2.
Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk tergolong
rendah adalah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 46 jiwa
per km2, disusul dengan Kabupaten Pakpak Bharat 49 jiwa
2 2
per km dan Kabupaten Samosir 60 jiwa per km . Perincian
jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per
Kabupaten/Kota selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
tabel 1 profil kepadatan penduduk (Profil Dinkes Prov.
Sumut, 2017).

Rata-rata jumlah anggota keluarga di Sumatera Utara


pada tahun 2017 adalah sebesar 4,28 per KK yang berarti
rata-rata setiap keluarga memiliki 4-5 anggota keluarga.
Adapun sebaran Kabupaten/Kota dengan rata-rata jumlah
anggota keluarganya paling banyak adalah terjadi di
Kabupaten Pakpak Bharat yaitu 5,61 dan yang paling

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 11
LAPORAN KEGIATAN

sedikit adalah Kabupaten Karo yaitu 3,71 orang. Adapun


distribusi jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara
pertahun berdasarkan data tahun 1961-2017 adalah seperti
di gambarkan pada grafik (2.1.1.1.1) dibawah ini.

Grafik 2.1.1.1.1Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara


Tahun 1961-2016

Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah penduduk di


Sumatera Utara mengalami perkembangan jumlah setiap
tahunnya antara 100-200 jiwa per tahun nya. Sedangkan
distribusi jumlah penduduk tahun 2016 (14.274.087 jiwa)
dapat dilihat distribusinya menurut kelompok umur seperti
digambarkan dengan komposisi pada grafik berikut ini.

Grafik 2.1.1.1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan


Kelompok Umur dan jenis kelamin di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 12
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi

Sumatera Utara).

Komposisi penduduk Sumatera Utara menurut


kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang
berusia muda (0-14 tahun) sebesar 31,57% , dewasa muda
(15->65) sebesar 64,15% dan yang berusia tua (>65 tahun)
sebesar 4,28% dengan demikian maka angka beban
tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Sumatera Utara
tahun 2017 sebesar 55,88%. Angka ini mengalami
penurunan 0,23% bila dibandingkan dengan DR tahun 2016
yakni sebesar 56,11% (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Permasalahan kesehatan umumnya sangat di


pengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi masyarakat. Sejak
terjadinya krisis moneter tahun 1988 jumlah penduduk
miskin meningkat secara drastis hingga mencapai 30,77%.
Walaupun demikian jumlah penduduk miskin kemudian
dapat diturunkan secara signifikan tahun 1999. Data
terakhir menunjukkan bahwa jumlah masyarakat miskin
pada september tahun 2015 diketahui sebesar 1.508.100
jiwa (10,79%) mengalami penurunan pada september tahun
2016 menjadi 1.452.500 jiwa (10,27%) dan menjadi
1.326.570 jiwa (9,28%) pada bulan september tahun 2017
(Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.2 Sosial Budaya dan Ekonomi

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 13
LAPORAN KEGIATAN

IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil


pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi
dasar yaitu, umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar
hidup layak. Berikut ini akan disajikan komponen Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara tahun 2017.

Tabel 2.2.1.1 Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


menurut Kabupaten/Kota Tahun 2017

Pengeluaran per
AngkaHarapan

Kapita(Rp.000)
Rata-rata lama
Harapan Lama
Sekolah (Thn)
Hidup

sekolah
No NAMA KAB/KOTA IPM

1 Nias 69,18 12,12 4,93 6.629 60,21


2 Mandailing Natal 61,97 12,99 8 9.385 65,13
3 Tapanuli Selatan 64,28 13,08 8,67 10.955 68,69
4 Tapanuli Tengah 66,66 12,65 8,28 9.852 67,96
5 Tapanuli Utara 67,86 13,65 9,46 11.407 72,38
6 Toba Samosir 69,36 13,25 10,01 11.846 73,27
7 LabuhanBatu 69,44 12,59 9,01 10.760 71
8 Asahan 67,57 12,53 8,46 10.477 69,01
9 Simalungun 70,53 12,71 8,95 11.055 71,83
10 Dairi 68,13 13,06 8,09 10.395 70,36
11 Karo 70,77 12,71 9,54 12.059 73,53
12 Deli Serdang 71,11 12,09 9,07 11.891 73,94
13 Langkat 67,94 12,72 8,51 10.784 69.82
14 Nias Selatan 68 11,98 4,95 6.792 59,85
15 HumbangHasundutan 68,41 13,24 9,01 7.412 67,03
16 Pakpak Bharat 65,05 13,82 8,47 7.913 66,25
17 Samosir 70,68 13,43 8,95 8.163 69,43
18 SerdangBedagai 67,79 12,55 8,35 10.551 69,16

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 14
LAPORAN KEGIATAN

19 Batu Bara 66,01 12,49 7,83 10,084 67,02


20 Padang Lawas Utara 66,58 12,41 8,93 9.737 68,34
21 Padang Lawas 66,05 12,99 8,43 8.445 66,82
22 LabuhanBatu Selatan 68,14 12,95 8,07 10.892 70,48
23 LabuhanBatu Utara 68,91 12,79 8,34 11.510 70,79
24 Nias Utara 68,77 12,57 6,08 5.835 60,57
25 Nias Barat 68,28 12,61 5,78 5.594 59,56
26 Sibolga 68,05 13,12 9,87 11.221 72,28
27 TanjungBalai 62,28 12,44 9,14 10.778 67,41
28 PematangSiantar 72,63 14,01 11,06 12.106 77,54
29 TebingTinggi 70,28 12,66 10,09 12,055 73,09
30 Medan 72,04 14,45 11,25 14,613 78,98
31 Binjai 71,75 13,58 10,58 10,487 74,65
32 Padang Sidempuan 68,41 14,05 10,56 10.464 73,81
33 GunungSitoli 70,42 13,69 8,04 7.300 67,68
Sumatera Utara 68,37 13,01 9,25 10.036 70,57

Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Tabel 2.2.1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurutKabupaten/Kota


Tahun 2013-2017

Indeks Pembangunan Manusia ( IPM )


No NAMA KAB/KOTA
2013 2014 2015 2016 2017
1 Nias 57,43 57,98 58,85 59,75 60,21
2 Mandailing Natal 62,91 63,42 63,99 64,55 65,13
3 Tapanuli Selatan 66,75 67,22 67,63 68,04 68,96
4 Tapanuli Tengah 65,64 66,16 67,06 67,27 67,96

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 15
LAPORAN KEGIATAN

5 Tapanuli Utara 70,05 70,07 71,32 71,96 72,38


6 Toba Samosir 72,36 72,79 73,04 73,61 73,87
7 Labuhan Batu 69,45 70,06 70,23 70,05 71
8 Asahan 66,58 67,51 68,04 68,71 69,01
9 Simalungun 70,28 70,89 71,24 71,48 71,83
10 Dairi 67,15 67,91 69 69,61 70,36
11 Karo 71,62 71,84 72,69 73,29 73,53
12 Deli Serdang 71,39 71,98 72,79 73,51 73,94
13 Langkat 67,17 68 68,53 69,13 69.82
14 Nias Selatan 56,78 57,78 58,74 59,14 59,85
15 Humbang Hasundutan 64,92 65,59 66,03 66,56 67,03
16 Pakpak Bharat 64,73 65,06 65,53 65,81 66,25
17 Samosir 66,08 67,08 68,43 68,82 69,43
18 Serdang Bedagai 67,11 67,78 68,01 68,77 69,16
19 Batu Bara 65,06 65,05 66,02 66,69 67,02
20 Padang Lawas Utara 66,13 66,05 67,35 68,05 68,34
21 Padang Lawas 64,62 65,05 65,99 66,23 66,82
22 Labuhan Batu Selatan 67,78 68,59 69,67 70,28 70,48
23 Labuhan Batu Utara 68,28 69,15 69,69 70,26 70,79
24 Nias Utara 58,29 59,18 59,88 60,23 60,57
25 Nias Barat 56,58 57,54 58,25 59,03 59,56
26 Sibolga 70,45 71,01 71,64 72 72,28
27 Tanjung Balai 65,04 66,05 66,74 67,09 67,41
28 Pematang Siantar 75,05 75,83 76,34 76,09 77,54
29 Tebing Tinggi 71,85 72,13 72,81 73,55 73,09
30 Medan 78 78,26 78,87 79,34 79,95
31 Binjai 72,02 72,55 73,81 74,11 74,65
32 Padang Sidempuan 71,68 71,88 72,08 73,42 73,81
33 Gunung Sitoli 65,25 65,91 66,41 66,85 67,68
Sumatera Utara 68,36 68,87 69,51 70 70,57

Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera


Utara).

Dari tabel diatas diketahui bahwa IPM yang tertinggi di


Kabupaten/Kota secara berturut adalah Medan sebesar 79,98,

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 16
LAPORAN KEGIATAN

Pematang Siantar sebesar 77,54 dan Binjai sebesar 74,65.


Sedangkan 3 (tiga) Kabupaten/Kota dengan IPM terendah yaitu;
Nias Barat sebesar 59,56, Nias Selatan sebesar 59,85 dan Nias
sebesar 60,21.

2.2.2 Tingkat Pendidikan


Pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap
ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu
negara. Pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku
masyarakat. Pendidikan menjadi pelopor utama dalam rangka
penyiapan sumber daya manusia dan merupakan salah satu aspek
pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan
tujuan pembangunan nasional. Untuk peningkatan peran pendidikan
dalam pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan
salah satunya dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah.
Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

Peningkatan kualitas dan partisipasi sekolah penduduk


tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik
pendidikan maupun tenaga guru yang memadai. Di tingkat
pendidikan dasar, jumlah Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidiyah
pada tahun 2016 terdapat sebanyak 9.528 unit dengan jumlah guru
109.204 orang, murid sebanyak 1.745.715 orang sehingga ratio
murid SD terhadap sekolah sebesar 183 murid/sekolah.

Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)/Madrasah


Tsnawiyah (MTs) terdapat sebanyak 2.419 sekolah dengan jumlah
guru 41.638 orang dan jumlah murid yang tercatat sebanyak
662.538 orang, dengan demikian ratio murid SLTP terhadap sekolah

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 17
LAPORAN KEGIATAN

adalah sebesar 274 per sekolah. Pada tahun yang sama (2016)
jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)/Madrasah Aliyah
(MA) sebanyak 1.016 sekolah dengan jumlah guru 21.520 orang dan
jumlah murid 359.363, dengan demikain ratio murid terhadap
sekolah adalah sebesar 354 murid persekolah. Jumlah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) juga diketahui terdapat 911 unit dengan
jumlah guru 18.141 orang dan jumlah murid 285.026 orang (ratio
murid terhadap sekolah 1 : 313 murid/sekolah). Sedangkan jumlah
perguruan tinggi swasta pada tahun 2016 adalah sebanyak 264 PTS,
yang terdiri dari 33 universitas, 95 Sekolah Tinggi, 5 Institut, 115
Akademi dan 16 Politeknik (SUDA 2017) dengan jumlah dosen
seluruhnya 5.492 orang (dosen tetap & tidak tetap) dengan jumlah
mahasiswa sebanyak 271.782 orang. Ratio mahasiswa terhadap
dosen masih relative tinggi yaitu sebesar 28 mahasiswa per dosen
(Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.2.3 Agama
Sesuai dengan falsafah negara pelayanan kehidupan beragama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan
masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang
mungkin menghambat kemajuan pembangunanbangsa. Berdasarkan
data BPS Sumatera Utara, sarana ibadah umat beragama juga
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2016, jumlah
Mesjid di Sumatera Utara terdapat sebanyak 10.818 unit,
Langgar/Musollah 6.235 unit, Gereja Protestan 12.401 unit, Gereja
Katolik 2.138 unit, Kuil 82 unit, Wihara 353 unit dan Klenteng 83
unit (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 18
LAPORAN KEGIATAN

2.2.4 Ketenagakerjaan
Pada tahun 2017 di Sumatera Utara angkatan kerja berumur
15 tahun keatas sebagian besar adalah tamatan SMA (33,46%).
Selanjutnya angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMP
18,69% dan SD kebawah 31,43%, serta sisanya sebesar 16,40%
berpendidikan Diploma I, II, III & IV serta Universitas (SUDA
2017) seperti dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 2.2.4.1 Persentase Angkatan Kerja 15 Tahun


Keatas
Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan di
Provinsi
Sumatera UtaraTahun 2017

Sumber: BPS Sumatera Utara; SUDA 2017(Profil Dinkes


Provinsi Sumatera Utara).

Jika dilihat dari status pekerjaan utama maka lebih sepertiga


(38,50%) penduduk berusia 15 tahun ke atas bekerja menjadi buruh
atau karyawan, buruh tidak tetap sebesar 15,16%, penduduk yang
bekerja mandiri tanpa bantuan orang lain sebesar 19,80%. Hanya
3,50% penduduk Sumatera Utara yang dilaporkan menjadi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 19
LAPORAN KEGIATAN

pengusaha dengan mempekerjakan buruh tetap/karyawan (Profil


Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Jumlah penduduk keadaan sampai dengan Agustus 2017 yang


merupakan angkatan kerja sebanyak 6.365.989 jiwa. Berdasarkan
lapangan usaha, penduduk Sumatera Utara yang terbanyak adalah
bekerja di sektor pertanian (perkebunan, perikanan dan peternakan)
yaitu 37,52%, kemudian diikuti di sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 22,16%, jasa yang meliputi perorangan, perusahaan
dan pemerintahan sebesar 18,38%, Sedang di sektor industri hanya
sekitar 9,02%, selebihnya bekerja disektor penggalian dan
pertambangan, sektor kelistrikan, gas dan air minum, bangunan,
angkutan dan komunikasi serta sektor keuangan.

2.3 Keadaan Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang sering


mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan
masyarakat, variabel lainnya adalah faktor perilaku, pelayanan
kesehatan dan genetik. Keempat variabel di atas dapat menentukan
baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Untuk
menggambarkan keadaan lingkungan, berikut ini akan disajikan
indikator-indikator yaitu persentase rumah sehat, persentase rumah
tangga memiliki akses terhadap air minum, persentase rumah tangga
menurut sumber air minum, persentase rumah tangga yang memiliki
sarana penampungan akhir kotoran/tinja/BAB (Profil Dinkes Prov.
Sumut, 2017).

2.3.1 Rumah Sehat


Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi
syarat kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih,
tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 20
LAPORAN KEGIATAN

rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai
rumah tidak terbuat dari tanah (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Ukuran rumah yang relatif kecil dan berdesak-desakan dapat


mempengaruhi tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-
anak memerlukan lingkungan bebas, tempat bermain luas yang
mampu mendukung daya kreativitasnya. Dengan kata lain, rumah
bila terlampau padat disamping merupakan media yang cocok untuk
terjadinya penularan penyakit khususnya penyakit saluran nafas juga
dapat mempengaruhi perkembangan anak (Profil Dinkes Prov.
Sumut, 2017).

Kepadatan hunian diperoleh dengan cara membagi jumlah


anggota rumah tangga dengan luas lantai rumah dalam meter
persegi. Hasil perhitungan dikategorikan sesuai kriteria Permenkes
2
tentang rumah sehat, yaitu memenuhi syarat bila ≥8 m /kapita (tidak
2
padat) dan tidak memenuhi syarat bila <8m /kapita (padat) (Profil
Dinkes Prov, SUMUT, 2018).

Pada tahun 2015, dari 3.295.701 unit rumah, yang memenuhi


syarat kesehatan adalah sebanyak 1.987.270 (60,3%). Sedangkan tahun
2016, terdapat 425.890 rumah yang dibina (32,55%), dari jumlah
tersebut yang telah memenuhi syarat kesehatan ada sebanyak 233.949
rumah atau 54,93%, sehingga total rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sampai dengan akhir 2016 (termasuk yang telah memenuhi
syarat pada tahun 2015) adalah sebesar 2.221.219 unit atau (67,40%).

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)


2016 yang diterbitkan BPS Sumatera Utara, diketahui bahwa
persentase terbesar rumah tangga berdasarkan sumber air minum
adalah air kemasan (32,26%), penggunaan pompa sebesar 19,22%,
sumur gali sebesar 18,92%, ledeng sebesar 13,58%, mata air
12,04% dan masih terdapat 3,98 % penduduk di Sumatera Utara

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 21
LAPORAN KEGIATAN

yang memperoleh air minumnya bersumber dari sungai dan air


hujan. Peningkatan akses rumah tangga terhadap sumber air minum
yang sehat dapatmenurunkan prevalensi kasus-kasus penyakit
infeksi yang menular melalui air (waterborned diseases) yang
tentunya juga akan berdampak positif terhadappeningkatan status
kesehatan masyarakat .

2.3.1.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan


Kotoran/Tinja

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional


(Susenas) 2017, diketahui bahwa rumah tangga di Sumatera
Utara telah menggunakan tempat pembuangan tinja berupa
tangki septik/SPAL sebesar 83,69%, lobang
tanah/pantai/tanah lapang/kebun sebesar 10,39%,
kolam/sawah/sungai/danau/laut sebesar 4,46% dan lainnya
sebesar 1,47%, untuk lebih jelasnya berikut ini akan
disajikan persentase RT menurut tempat pembuangan tinja
menurut kabupaten/Kota sebagai berikut

Tabel 2.3.1.2.1 Persentase Rumah Tangga Menurut


TempatPembuangan Tinja Berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 22
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : BPS Sumatera Utara 2017– Susenas 2015 (Profil Dinkes Provinsi
Sumatera Utara).

Jumlah penduduk dengan akses terhadap fasilitas


sanitasi yang layak menurut jenis jamban yang digunakan
dapat disajikan dalam grafik berikut ini.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 23
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.3.1.2.2Penduduk dengan Jenis Tempat Pembuangan


Tinja (Jamban) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota 2017(Profil Dinkes Provinsi

Sumatera Utara).

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa


sebagian besar masyarakat Sumatera Utara telah memiliki
jamban leher angsa yaitu sebanyak 2.252.973 buah dan
1.628.700 buah (72,03%) telah memenuhi syarat kesehatan
(Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.3.2 Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan


(TPM)
TTU adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan dan hotel.
Sedangkan TPM adalah tempat pengelolaan makanan yang memenuhi
syarat higiene dan sanitasi yaitu penjamah makananan yang sehat,
memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai yang sesuai
dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 24
LAPORAN KEGIATAN

sesuai. Yang termasuk TPM adalah jasa boga, rumah


makan/restoran, depot air minum dan makanan jajanan.

Pada tahun 2017 dari 16.026 unit (bertambah sebanyak 114


unit dari tahun 2016) TTU yang ada di Sumatera Utara, yang
memenuhi syarat kesehatan terdapat sebanyak 11.481 (72,15%),
sedangkan tahun 2015 dari 15.644 unit TTU yang memenuhi syarat
kesehatan tercatat sebanyak 11.232 buah (71,79%). Dengan
demikian persentasi TTU yang memenuhi syarat kesehatan tahun
2017 mengalami penurunan presentase sebesar 5,93%.

Grafik 2.3.2.1Jumlah Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat


Pengelolaan Makanan (TPM) Di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2014 – 2017

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota 2017 (Profil


Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Begitu juga halnya dengan TPM. Pada tahun 2017 diketahui


terdapat 34.235 unit dan meningkat sebanyak 4.909 unit
dibandingkan tahun 2016. Di tahun 2016 TPM yang memenuhi
syarat kesehatan adalah sebanyak 18.908 buah (64,47%).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 25
LAPORAN KEGIATAN

Dibandingkan dengan tahun 2015, dari 27.327 unit TPM, yang


memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 17.789 buah (65,10%).
Dengan demikian terlihat adanya penurunan 0,39% TPM yang
memenuhi syarat kesehatan.

Dengan melihat pencapaian persentase TTU dan TPM yang


memenuhi syarat kesehatan dan institusi yang dibina kesehatan
lingkungannya di Sumatera Utara, maka terlihat belum maksimal,
oleh karena itu perlu upaya yang lebih maksimal dengan lebih
mengkoordinasikan dengan lintas program dan sektor terkait guna
meningkatan cakupan yang berdampak pada peningkatan upaya
kesehatan lingkungan (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.4 Keadaan Perilaku Manusia

Untuk mengambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh


terhadap derajat kesehatan, dapat kita lihat dari persentase masyarakat di
Sumatera Utara yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Ada 10
indikator PHBS ditatanan rumah tangga yaitu : 1) Persalinan di RT harus
ditolong oleh tenaga kesehatan, 2) Menimbang balita, 3) RT yang memiliki
bayi harus memberikan ASI eksklusif, 4) Cukup makan buah dan sayur setiap
Hari, 5) Menggunakan air yang memenuhi syarat kesehatan, 6) Menggunakan
jamban yang memenuhi syarat kesehatan, 7) Memberantas jentik nyamuk di
dalam rumah, 8) Mencuci tangan dengan sabun, 9) Beraktivitas fisik setiap
Hari minimal 30 menit, 10) Tidak merokok di dalam ruangan. Penilaian RT
ber-PHBS baik adalah rumah tangga yang melaksanakan 6 indikator dari 10
indikator PHBS RT yang mempunyai balita dan 5 indikator yang tidak punya
6
balita. Pencapaian rumah tangga ber-PHBS cenderung fluktuatif dari tahun
2010-2017 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik dibawah ini.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 26
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.4.1 Persentase Rumah Tangga ber PHBS di Kabupaten/Kota


Tahun 2010-2017

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2010-2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Dari grafik 2.4.1 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan


hasil pemantauan Provinsi jumlah rumah tangga yang ber-PHBS
cenderung naik dalam tiga tahun terakhir,yaitu dari 18,38% RT
tahun 2015 menjadi 23,08% di tahun 2016. Serta meningkat lagi
menjadi 27,25% di tahun 2017. Namun kalau dilihat jumlah rumah
tangga yang sudah dipantau sampai dengan tahun 2017, baru
49,22% saja dari total rumah tangga yang ada di Sumatera Utara.
Oleh karena itu perlu peningkatan pelaksanaan program/kegiatan
promosi kesehatan khususnya dalam pemantauan rumah tangga ber-
PHBS (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.5 Derajat Kesehatan

Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam menilai


derajat kesehatan masyarakat. Indikator-indikator tersebut

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 27
LAPORAN KEGIATAN

mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), morbiditas


(kesakitan), status gizi serta kualitas hidup penduduk. Untuk
mortalitas telah disepakati tiga indikator, yaitu Angka Kematian
Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita
(AKABA) per–1.000 Kelahiran Hidup, dan Angka Kematian Ibu
(AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup. Untuk morbiditas disepakati
14 (empat belas) indikator antara lain “Acute Flaccid Paralysis”
(AFP) per 100.000 anak usia <15 tahun, angka kesembuhan
penderita TB Paru BTA +, persentase balita dengan pneumonia
ditangani, persentase HIV/AIDS ditangani, prevalensi HIV
(Persentase Kasus terhadap Penduduk Beresiko), Persentase Infeksi
Menular Seksual (IMS) diobati, Angka Kesakitan Demam Berdarah
Dengue (DBD) per 100.000 penduduk, persentase DBD ditangani,
angka kesakitan Malaria per 1.000 penduduk, persentase penderita
malaria diobati, persentase penderita kusta selesai berobat, kasus
penyakit filaria ditangani, jumlah kasus dan angka kesakitan
penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Untuk status gizi telah disepakati 5 (lima) indikator, yaitu
persentase kunjungan neonatus, persentase kunjungan bayi,
persentase BBLR ditangani, persentase balita dengan gizi buruk dan
persentase kecamatan bebas rawan gizi (Profil Dinkes Prov. Sumut,
2017).

2.5.1 Angka Harapan Hidup (AHH)


Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan untuk menilai
derajat kesehatan dan secara tidak langsung juga memberikan
gambaran kualitas hidup masyarakat dan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan melalui upaya pembangunan kesehatan. Angka
harapan hidup penduduk Sumatera Utara diperkirakan mengalami

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 28
LAPORAN KEGIATAN

peningkatan dalam 4 (empat) tahun terakhir (2013-2017) seperti


disajikan pada grafik berikut ini.

Grafik 2.5.1.1Estimasi Angka Harapan Hidup Waktu Lahir


(AHH) di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013–2017

Sumber : BPS-Sumatera Utara 2017(Profil Dinkes


Provinsi Sumatera Utara).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 29
LAPORAN KEGIATAN

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 30
LAPORAN KEGIATAN

Adapun data perkiraan Angka Harapan Hidup Penduduk Dumatera Utara diperinci
berdasarkan kabupaten/kota dapat kita lihat pada tabel(2.5.1) di bawah ini

Tabel 2.5.1.1 Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013-2017

Sumber: BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera


Utara).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 31
LAPORAN KEGIATAN

Dari tabel diatas diketahui bahwa perkiraan angka harapan


hidup 3 (tiga) tertinggi secara berturut-turut pada tahun 2016 adalah,
Kota Pematang Siantar (72,46 tahun), Medan (72,34 tahun) dan
Binjai (71,67 tahun). Sedangkan 3 (tiga) Kabupaten/Kota yang
perkiraan angka harapan hidup terendah adalah: Mandailing Natal
(61,77 tahun), Tanjung Balai (62,09 tahun) dan Tapanuli Selatan
(64,03 tahun).

2.5.2 Mortalitas (Angka Kematian)


Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun
waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu,
baik penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian pada
umumnya dapat dihitung dengan melakukan survei dan penelitian.
Berikut ini diuraikan angka kematian dan penyakit-penyakit
penyebab utama kematian di Sumatera Utara dalam beberapa kurun
waktu hingga akhir tahun 2017.

2.5.2.1 Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah bayi
yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang
dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama.

Berdasarkan laporan profil kesehatan


Kabupaten/Kota tahun 2017 dari 296.443 bayi lahir hidup,
jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai ulang tahun
pertama sebanyak 771. Menggunakan angka di atas maka
secara kasar dapat diperhitungkan perkiraan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Sumatera Utara tahun 2017 yakni

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 32
LAPORAN KEGIATAN

2,6/1.000 Kelahiran Hidup (KH). Namun angka ini belum


dapat menggambarkan angka kematian yang sesungguhnya
karena kasus-kasus kematian yang terlaporkan hanyalah
kasus kematian yang terjadi di sarana pelayanan kesehatan,
sedangkan kasus-kasus kematian yang terjadi di masyarakat
belum seluruhnya terlaporkan.

Bila merujuk hasil Sensus Penduduk (SP) 2 (dua)


periode terakhir yaitu SP 2000 dan SP 2010, AKB di
Provinsi Sumatera Utara terlihat mengalami penurunan
yang cukup signifikan, AKB di Sumatera Utara hasil SP
2000 adalah 44/1.000 KH, dan turun menjadi 25,7 atau
dibulatkan menjadi 26 per 1.000 KH pada hasil SP 2010.
Melihat trend AKB kurun waktu 2001-2010 maka dapat
diperhitungkan telah terjadi penurunan AKB setiap
tahunnya dengan rata-rata perkiraan 1,8 per 1.000 KH. Bila
trend penurunan AKB dapat dipertahankan maka
diperkirakan AKB Sumatera Utara tahun 2017 menjadi
sebesar 13,4/1.000 KH. Berikut ini digambarkan grafik
trend AKB per 1.000 KH di Sumatera Utara berdasarkan
Sensus Penduduk periode 1971-2010.

Grafik 2.5.2.1.1 Angka Kematian Bayi


(AKB)/InfantMortality Rate (IMR) di Provinsi
Sumatera Utara (Hasil SP1971 – 2010)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 33
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : BPS Provinsi SumateraUtara 2013- 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera

Utara).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 34
LAPORAN KEGIATAN

Sementara sebagai perbandingan hasil survey


Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017,
diperoleh Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar
24 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI ini belum dapat
menggambarkan AKB untuk tingkat provinsi.

Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun


2017 menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi tertinngi
terdapat di Kabupaten Dairi sebanyak 68 bayi, Kabupaten
Serdang Bedagai sebanyak 62 bayi dan Kabupaten Tapanuli
Tengah sebanyak 58 bayi. Angka Kematian Bayi merupakan
salah satu indikator Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan/TPB (Sustainable Development Goals/SDG)
yang tahun 2030 diharapkan menjadi 12 per 1.000 kelahiran
hidup untuk Indonesia.

Berdasarkan hasil SP, AKB di Sumatera Utara


cenderung menurun. Berbagai faktor yang mendorong
penurunan AKB tersebut diantaranya adalah meningkatnya
pemerataan pelayanan kesehatan, penanganan penyakit yang
semakin baik, meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
hidup sehat masyarakat serta meningkatnya akses terhadap
kesehatan ibu dan anak. Selain itu, penurunan AKB juga
didorong oleh membaiknya kondisi ekonomi yang tercermin
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat yang
berkontribusi dalam perbaikan gizi dan berdampak positif
pada daya tahan bayi terhadap serangan penyakit infeksi.

2.5.2.2 Angka Kematian Balita (AKABA)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 35
LAPORAN KEGIATAN

Angka kematian balita adalah jumlah anak yang


meninggal sebelum mencapai usia 5 (lima) tahun yang
dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan


Indonesia (SDKI) tahun 2012 diperoleh bahwa angka
kematian balita (AKABA) di Sumatera Utara sebesar
54/1.000 kelahiran hidup., lebih tinggi dari angka rata-rata
nasional sebesar 43/1.000 kelahiran hidup. Merujuk pada
hasil SDKI tahun 2017, diperoleh data bahwa AKABA di
Indonesia sebesar 32/ 1.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI
ini hanya mampu menggambarkan angka nasional saja,
belum bisa menggambarkan angka perprovinsi maupun
perkabupaten/kota.

Menurut data profil kesehatan kab/kota tahun 2017


jumlah kematian balita sebanyak 1.123 orang, lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu 1.219 kematian.
Bila dikonversi ke Angka Kematian Balita maka AKABA
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 sebesar 8/1000
KH. Rendahnya angaka ini mungkin disebabkan adanya
perbedaan dalam pencatatan kasus-kasus kematian yang
terlapor di sarana pelayanan kesehatan dan kasus-kasus
kematian yang terjadi diluar pelayanann atau
dimasyarakat.

2.5.2.3 Angka Kematian Ibu (AKI)


AKI menggambarkan angka wanita yang meninggal
per 100.000 kelahiran hidup dari suatu penyebab kematian
terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 36
LAPORAN KEGIATAN

(tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama


kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 Hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama
kehamilan. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan
kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini
dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan
pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas
AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikan
AKI sebagai indikator keberhasilan pembangunan sektor
6
kesehatan. Berdasarkan laporan profil kesehatan kab/kota
tahun 2017, jumlah kematian ibu tercatat sebanyak 205
kematian, lebih rendah dari data yang tercatat pada tahun
2016 yaitu 239 kematian. Jumlah kematian ibu yang
tertinggi tahun 2017 tercatat di kabupaten Labuhan Batu
dan Kabupaten Deli Serdang sebanyak 15 kematian, disusul
Kabupaten Langkat dengan 13 kematian serta kabupaten
Batu Bara sebnayak 11 kematian. Jumlah kematian
terendah tahun 2017 tercatat di Kota Pematang siantar dan
Gunung Sitoli masing-masing 1 kematian.

Bila jumlah kematian ibu dikonversi ke angka


kematian ibu maka AKI di Sumatera Utara adalah sebesar
85/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut diperkirakan
belum menggambarkan AKI yang sebenarnya pada
populasi terutama bila dibandingkan dari hasil Sensus
Penduduk 2010, dimana AKI di Sumatera Utara sebesar
328/ 100.000 KH. Hasil survey AKI dan AKB yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
bekerja sama dengan FKM-USU tahun 2010 menyebutkan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 37
LAPORAN KEGIATAN

bahwa AKI di Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah


sebesar 268/100.000 kelahiran hidup.

2.5.3 Morbiditas (Angka Kesakitan)


Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insidensi
maupun angka prevalensi dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan
kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Tingkat
kesakitan suatu negara juga mencerminkan situasi derajat kesehatan
masyarakat yang ada didalamnya. Bahkan tingkat angka kesakitan penyakit
menular tertentu yang terkait dengan komitmen internasional senantiasa
menjadi sorotan dalam membandingkan kondisi kesehatan antar negara.

Berikut ini akan disajikan gambaran morbiditas penyakit-penyakit


menular dan tidak menular yang dapat menggambarkan keadaan derajat
kesehatan masyarakat di Sumatera Utara sepanjang tahun 2017 (Profil
Dinkes Prov. Sumut, 2016)..

2.5.3.1 Penyakit-penyakit Menular


2.5.3.1.1 Diare
Pada tahun 2017,diperkiraan kasus terdapat 180.
777 kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak
23,45% dari target penemuan kasus. Capaian ini
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun
2016 dari target penemuan kasus besra 761.557 kasus,
yang ditemukan dan ditangani sebesar 235.295 kasus
(30,92%). Bila dikonversi dengan angka kesakitan (IR)
diare per 1.000 penduduk tahun 2017 maka cakuoan ini
baru mencapai 13/1.000 penduduk. Rendahnya IR
dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian
penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 38
LAPORAN KEGIATAN

banyaknya kasus yang tidak terdata (under- reporting


cases).

Dari 33 kabupaten/Kota yang ada, penemuan dan


penanganan kasus diare tertinggi di 3 (tiga) Kabupaten
yaitu Samosir (58,87 %), Padang Lawas Utara (47,69%).
Sedangkan Penemuan dan penanganan kasus diare
terendah di Kab. Nias Barat (2,87%), Kab. Padang
Lawas (4,32%) dan Nias (8,97%).

2.5.3.1.2Pneumonia
Pada tahun 2017 cakupan penemuan kasus
pneumonia pada balita relatif masih rendah dan
mengalami penurunan dari tahun 2016. Diperkiraan
terdapat 142.153 kasus pneumonia yang ditemukan pada
tahun 2017. Dimana 5.492 (3,86%)dengan jumlah kasus
yang ditangani yaitu sebanyak 16.000 kasus (5,7%)
Terdapat 7 kab/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus
pneumonia pada tahun 2017 yaitu Kabupaten Nias,
Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Nias Utara,
Kabupaten Nias Barat, dan Kota Tanjung Balai.
Sementara data tahun 2016 ada 8 kabupaten kota yang
melaporkan 0 kasus yaitu Nias Utara, Nias Barat, Nias
Selatan, Mandailing Natal, Labuhan Batu Selatan, Karo,
Humbang Hasundutan dan Pakpak Barat. Hal tersebut
dimungkinkan masih terdapat keragu-raguan petugas
kesehatan dalam menetapkan diagnosa kasus pneumonia
sesuai pedoman tata laksana kasus pneumonia
Kemenr=trian Kesehatan RI.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 39
LAPORAN KEGIATAN

Adapun Kabupaten/kota dengan jumlah penderita


kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani
terbanyak di laporkan oleh Kota Pematang Siantar 42%,
kabupaten Deli Serdang sebesar 40%, dan kota Sibolga
31%.

Cakupan penemuan dan penanganan kasus


pneumonia pada balita kurun waktu 2012-2014
mengalami peningkatan dari 17.433 kasus menjadi
26.545 kasus. Namun, pada tahun 2025-2017 menurun
secara drastis mulai dari 22.073 kasus menjadi 5.492
kasus ditahun 2017. Untuk lebih jelas akan digambarkan
pada grafik brikut ini.

Grafik 2.5.3.1.2.1 Cakupan Penemuan & Penanganan Kasus


ISPApada Balita Tahun 2012–2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 40
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : BPS Sumatera Utara 2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera


Utara).

Rendahnya cakupan penemuan kasus dapat


disebabkan oleh belum diketahuinya dengan baik
penetapan diagnosa pneumonia oleh petugas kesehatan,
kelengkapan laporan dari Kabupaten/Kota yang masih
rendah, pelaporan kasus yang masih hanya bersumber
dari Puskesmas, dan kerjasama yang belum berjalan
dengan baik antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan RSUD dan RS Swasta dan yang lainnya
termasuk klinik, Balai Pengobataan,dll yang
menyebabkan banyak kasus pneumonia yang dirawat
tidak dilaporkan. Disamping hal tersebut, rendahnya
cakupan juga dapat disebabkan oleh masih rendahnya
alokasi dana untuk pelaksanaan kegiatan pencegahan
dan penanggulangan ISPA, baik bersumber APBD

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 41
LAPORAN KEGIATAN

maupun APBN dan bantuan lainnya yang tidak


mengikat.

2.5.3.1.3 TB Paru
Pada tahun 2017, Case Notification Rate/CNR
(kasus baru) TB Paru BTA (+) di Sumatera Utara sebesar
104,3/100.000. Pencapaian tertinggi CNR diperoleh kota
Sibolga sebesar 192/100.000 penduduk, diikuti
kabupaten Mandailing Natal 187/100.000 penduduk dan
Kabupaten Nias sebesar 174/100.000 penduduk. Adapun
pencapaian CNR terendah diperoleh Kota binjai sebesar
22/100.000, diikuti kab. Padang Lawas sebesar
37/100.000 penduduk dan kab. Labuhan BAtu Selatan
sebesar 40/100.000.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 42
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.5.3.1.3.1Angka Penemuan Kasus (CNR) TB Paru BTA (+) Menurut


Kabupaten/Kota Tahun 2017

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2017

(Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).


Ket : Warna Hijau CNR ≥160/100.000 penduduk dan
Warna Merah CNR <160/100.000 penduduk

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 43
LAPORAN KEGIATAN

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun


2017, angka keberhasilan pengobatan (Success Rate)
rata-rata ditingkat Provinsi mencapai 91,31%, sedikit
menurun dibandingkan dengan perincian persentase
kesembuhan 85,52%, namun hal ini mengalami
kenaikan sebesar 2,58% dibandingkan dengan
pencapaian tahun 2016 yaitu sebesar (92,19%).
Persentase kesembuhan TB tahun 2017 sebesar 82,40%,
mengalami penurunan dibandingjkan dengan pencapaian
tahun 2016 yaitu sebesar 85,52%. Angka SR Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2017 ini juga telah mampu
melampaui target nasional yaitu 85%. Angka success
rate per kabupaten/kota dapat dilihat pada grafik berikut
ini : .

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 44
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.5.3.1.3.2Angka Success Rate TB Paru


BTA (+)
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2017

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 45
LAPORAN KEGIATAN

(Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara.

Dari grafik di atas diketahui bahwa ada 6 (enam)


kab/kota yang SR nya belum mencapai target nasional
sebesar 85% yaitu kota Medan (84,13%). Kabupaten
Nias Selatan (83,9%), Padang sidempuan (79,47%),
kota Binjai (72,03%), Kota Tanjung BAlai (68,36%),
dan kabupaten simalungun (63,22%)
2.5.3.1.4 Acute Flaccid Paralyses (AFP)
Pada tahun 2017, jumlah kasus AFP (Non Polio)
yang ditemukan berjumlah 85 kasus dari 4.283.795 jiwa
anak berumur < 15 tahun, sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan thaun 2016 yaitu 86 kasus. AFP
rate (Non Polio) tahun 2017 sebesar 2,20/100.000
penduduk berumur < 15 tahun, mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 1,94 per
100.000 penduduk berumur <15 tahun. Peningkatan
disebabkan jumlah anak berumur <15 tahun lebih
banyak pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2017.

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 46
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.5.3.1.4.1 AFP Rate (Non Polio)


Berdasarkan
Kabupaten/Kota Tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 47
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun


2017 (Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Grafik di atas menggambarkan bahwa belum seluruh


Kabupaten/Kota menjalankan Surveilans AFP dengan baik.
Hal ini tercermin dari masih ditemukannya
kabupaten/kota mealporkan nihilnya kasus AFP di
wilayahnya. Kasus AFP seyogyanya ditemukan
diseluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, sebagai
bentuk strategi deteksi dan pembuktian tidak adanya
penyebaran Virus Polio Liar (VPL) si Sumatera Utara
tahun 2017.

2.5.3.1.5 HIV/AIDS
Berdasarkan data dari profil kesehatan
kabupaten/Kota tahun 2017 terdapat penambahan kasus
baru HIV yaitu dari 1.352 pada tahun 2016 menjadi
2.211 pada tahun 2017. Sementara itu, kematian AIDS
terjadi sebanyak 137 kasus saja, menurun signifikan
dibandingkan jumalh kematian AIDS pada tahun 2016
(392). Pada perkembangan kasus HIV/AIDS di
Sumatera Utara kurun waktu tahun 2013-2017 dapat
dilihat pada grafik berikut ini

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 48
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.5.3.1.5.1 Jumlah Kasus HIV-AIDS di


Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003–
2017

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun


2016

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 49
LAPORAN KEGIATAN

Berdasarkan grafik di atas diketahui adanya


peningkatan penemuan kasus HIV/AIDS yang terjadi
pada tahun 2017 sebanyak 2.211 kasus. Dengan demikan
dapat diperkirakan penambahan sekitar 184-185 kasus
setiap bulannya. Penemuan kasus ini salah satunya
disebabkan telah tersedianya layanan VCT (Voluntary
Counsellingand Testing) di berbagai tempat di Sumatera
Utara dimana petugas puskesmas telah dilatih dalam
melakukan THIPK ( Test HIV Atass Inisiatif Petugas
Kesehatan).. VCT merupakan pintu masuk bagi
penemuan kasus disamping menjadi media pelaksanaan
pengobatan dan perawatan pasien serta penyampaian
informasi ke masyarakat khususnya terhadap mereka
yang termasuk dalam kelompok populasi berisiko tinggi
terjangkit HIV/AIDS. Sampai dengan tahun 2017
tercatat telah terdapat 160 layanan VCT yang tersebar di
25 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Profil Dinkes
Prov. Sumut, 2017).

Berdasarkan data tahun 2017, kab/kota dengan


penderita baru HIV/AIDS tertinggi kota Medan dengan
1.333 kasus HIV atau sekitar 60,29% dari total kasus di
Sumatera Utara, kabupaten Deli Serdang dengan 177
kasus (8,01%) dan Kabupaten Tapanuli Selatan denagn
153 kasus (6,87%). Sampai dengan akhir tahun 2017
tercatattelah ada 26 kab/kota yang melaporkan
ditemukannya kasus baru HIV/AIDS

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 50
LAPORAN KEGIATAN

2.5.3.1.6 Kusta
Pada akhir tahun 2017 prevalensi rate kusta di
Provinsi Sumatera Utara masih relatif rendah yakni 1,19
per 100,000 penduduk dan Prevalensi Rate penderita
Kusta mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016
dimana prevalensi ratenya 1,36 per 100.000 penduduk.

Proporsi kasus baru kusta pada anak < 15 tahun dan


kasus baru cacat tingkat 2, merupakan indikator penting
dalam rangka memantau kinerja program P2 Kusta di
Provinsi Sumatera Utara. Dengan mengetahui angka
tersebut, pertama, kita mengetahui kemungkinan adanya
sumberpenularan di lingkungan tempat tinggal penderita
yang harus ditemukan; kedua, dengan kasus baru cacat
tingkat 2 kita mengetahui ada kasus yang terlambat
terdeteksi dan ditangani yang kemungkinan juga akan
menjadi sumber penularan baru.

Berdasarkan data diketahui tahun 2017 tercatat


sebanyak 151 penderita baru kusta (menurun
dibandingkan dengan tahun 2016 dengan 181 penderita
baru kusta) dan 10 kasus baru kusta adalah terjadi pada
anak berumur <15 (menurun dibandingkan dengan tahun
2016 yaitu 19 kasus baru kusta).Sedangkan 21 kasus
merupakan penderita baru cacat tingkat 2 (tahun 2016
tercatat 31 kasus merupakan penderita baru cacat tingkat
2). Dalam hal ini jumlah kasus kusta terbanyak tercatat

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 51
LAPORAN KEGIATAN

di Kota Medan yaitu 26 kasus, diikuti dengan Labuhan


Batu sebanyak 11 kasus dan RSK Lausimomo sebanyak
10 kasus (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.5.3.2 Penyakit-Penyakit Tidak Menular

2.5.3.2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Pada tahun 2017, dilaporkan bahwa jumlah seluruh


kasus DBD di Sumatera Utara sebanyak 5.454, jauh
lebih rendah dibanding data tahun 2016 sebanyak 8.715
kasus. Angka kesakitan atau Insidance Rate (IR) DBD
tahun 2017 sebesar 39,6/100.000 penduduk, lebih rendah
dibandingkan dengan IR DBD pada tahun 2016 sebesar
63,3/100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian atau
Case Fatality Rate (CFR) tahun 2017 adalah sebesar
0,51%. Bila dibandingkan dengan tahun 2016, maka
terdapat penurunan angka kasus DBD yang signifkan
sebesar 0,69. Berikut ini akan disajikan angka kasus dan
angka kematian DBD dalam 7 (tujuh) tahun terakhir dari
tahun 2013-2017 (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Grafik 2.5.3.2.1.1 Angka Kasus (IR) dan Angka


Kematian (CFR) DBD di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2013-2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 52
LAPORAN KEGIATAN

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2017

(Profil Dinkes Provinsi Sumatera Utara).

Jumlah kasus tertinggi DBD terjadi di Kota Medan


yakni sebanyak 1.214 kasus dengan CFR 0,91%.
Berturut-turut antara lain Kabupaten Deli Serdang
sebanyak 959 kasus dengan CFR 0,31% dan Simalungun
sebanyak 755 kasus dengan CFR 0%. Dan secara
historis dalam kurun waktu beberapa tahun wilayah
Sumatera Utara seluruhya pernah melaporkan adanya
DBD di wilayahnya, namun pada tahun 2017 hanya 1
(satu) Kabupaten yang melaporkan tidak ada (nol kasus)
kasus DBD, yaitu Kabupaten Mandailing Natal (Profil
Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Bila dibandingkan dengan angka indikator


keberhasilan program dalam menekan laju penyebaran
DBD, yaitu Insidens Rate DBD adalah sebesar

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 53
LAPORAN KEGIATAN

39,6/100.000 penduduk maka angka persebaran kasus


DBD Sumatera Utara masih diatas indikator tersebut.

Disisi lain, Case Fatality Rate (CFR) tahun 2017


sebesar 0,51% telah relatif rendah dan sudah mampu
mencapai target nasional yaitu <1%. Hal ini
mengindikasikan adanya peningkatkan kesadaran
masyarakat akan bahaya DBD, peningkatan sistem
kewaspadaan dini DBD dan kesiapan pelayanan
kesehatan untuk merawat dan penyembuhan penderita.
Penyebaran kasus DBD per Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2017 (Profil Dinkes Prov. Sumut,
2017).

2.5.3.2.2 Filariasis
Pada tahun 2017 jumlah kasus baru filariasis
dilaporkan sebanyak 18 kasus, lebih rendah dibanding
data pada tahun 2016 dan 2015 yaitu masing-masing 30
dan 44 kasus baru. Total jumlah kasus filariasis yang
tercatat tahun 2017 adalah sebanyak 152 kasus dan
angka kesakitan penduduk akibat filariasis
dikonversikan sebesar 1,10/100.000 penduduk. Data
kasus filariasis per kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Utara tahun 2017 (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

2.5.4 Status Gizi Masyarakat


Permasalahan gizi utama yang dihadapi Provinsi Sumatera
Utara yaitu berkaitan dengan masalah gizi mikro. Masalah gizi
makro utamanya dijumpai dalam bentuk Balita dengan Kurang
Energi Protein (KEP) yang ditandai dengan balita gizi kurang dan
balita gizi buruk, sedangkan masalah gizi mikro utamanya dijumpai

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 54
LAPORAN KEGIATAN

dalam bentuk Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB)


dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Gambaran terkait
permasalahan gizi tersebut disajikan sebagai berikut (Profil Dinkes
Prov. Sumut, 2017).

2.5.4.1 Balita dengan KEP (Balita Gizi Kurang & Buruk)

Balita yang mengalami KEP dapat diukur berdasarkan 3


pengukuran yaitu Tinggi Badan (TB)/Umur disebut juga balita
pendek (stunting), Berat Badan (BB)/Tinggi Badan (TB) disebut
juga balita kurus (wasting) dan BB/Umur disebut juga kurang berat
badan (under weight). Berikut ini disajikan data hasil Pemantauan
Status Gizi (PSG) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan Poltekkes RI Medan
Jurusan Gizi pada tahun 2017 tentang kondisi gizi balita di Provinsi
Sumatera Utara (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017)

a. Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Berdasarkan hasil PSG diperoleh bahwa presentase
balita gizi kurang dan buruk (BB/U) di Provinsi
Sumatera Utara mengalami fruktuasi dari tahun
2015, 2016 dan 2017, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 2.5.4.1.1
Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Gizi
Buruk, Gizi Kurang dan Gizi Lebih (BB/U) di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 55
LAPORAN KEGIATAN

Sumber : profil kesehatan provinsi sumut 2017

Dari grafik 2.5.4.1.1 diketahui bahwa prevalensi balita gizi

buruk dan kurang di Sumatera Utara pada tahun 2017 sebesar

18,2% yang terdiri dari 5,2% gizi buruk dan 13% gizi kurang.

Angka ini lebih tinggi 5,0% dibandingkan dengan angka provinsi

tahun 2016 (13,2%). Dengan angka sebesar 18,2%, prevalensi gizi

lebih mengalami peningkatan sebesar 0,2% dari 1,7% pada tahun

2016 menjadi 1,9% ditahun 2017.

Bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, maka prevalensi gizi

buruk dan gizi kurang tertinggi dijumpai di Kabupaten Nias Barat

(sebesar 36,8%), Kabupaten Nias (sebesar 33,9%) dan Kabupaten

Nias Utara (sebesar 28,4%). Adapun kabupaten/kota dengan

prevalensi gizi buruk dan gizi kurang terendah adalah Kota Medan

(sebesar 6%). Kabupaten Pakpak Bharat (sebesar 11,7%), dan

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 56
LAPORAN KEGIATAN

Kabupaten Deli Serdang (sebesar 12,5%). Untuk lebih jelasnya

berikut disajikan hasil PSG terkait prevalensi status gizi balita per

kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2017.

Tabel 2.5.4.1.1

Status Gizi Balita 0-59 bulan menurut indek BB/U

Berdasarkan kabupaten/kota Sumatera Utara Tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 57
LAPORAN KEGIATAN

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 33 kabupaten/kota

di Sumatera Utara, 21 kabupaten/kota diantaranya memiliki

prevalensi gizi berat dan kurang di atas angka prevalensi provinsi

(18,2%) yaitu berkisar antara 18,36% di Kabupaten Tapanuli

Selatan sampai 36,8% di Kabupaten Nias Barat.

b. Balita Pendek/stunting (TB/U)


Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) di

Sumatera Utara diperoleh bahwa prevalensi kependekan

secara provinsi tahun 2017 adalah 28,4% yang berarti

terjadi peningkatan sebesar 4% dari keadaan tahun 2016

(24,4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik

berikut ini.
Grafik 2.5.4.1.2
Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Balita Pendek
(TB/U) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2017

Sumber : profil kesehatan provinsi sumatera utara 2017

Dari grafik 2.5.4.1.2 diketahui bahwa prevalensi balita


pendek sebesar 28,4% terdiri dari 12,5% sangat pendek

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 58
LAPORAN KEGIATAN

dan 16% pendek. Prevalensi sangat pendek menunjukkan


peningkatan dari 9,3% tahun 2016 dan 12,5% tahun
2017. Sedangkan prevalensi meningkat dari 15,1% pada
tahun 2016 menjadi 16% pada tahun 2017.
Hasil PSG tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat 22
kabupaten/kota di Sumatera Utara yang memiliki
prevalensi balita pendek diatas angka prevalensi provinsi
yaitu Kabupaten Nias Barat (45,7%), Kabupaten Nias
Utara (41,6%) dan Kabupaten Nias (41,6%). Berikut
hasil pemantauan status gizi (PSG) berdasarkan
kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2017.
Tabel 2.5.4.1.2
Prevalensi Status Gizi Balita (TB/U) menurut
Kabupaten/Kota
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 59
LAPORAN KEGIATAN

Menurut WHO (2010), masalah kesehatan masyarakat


dianggap sangat tinggi prevalensi status gizi menurut
indikator TB/U pendek 30% - 39% dan prevalensi sangat

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 60
LAPORAN KEGIATAN

tinggi bila prevalensi >40%. Berdasarkan kategori


tersebut terdapat 13 kabupaten/kota termasuk kategori
prevalensi tinggi yaitu Mandailing Natal (39,7%), Nias
Selatan (38,9%), Simalungun (36,7%), Toba Samosir
(36,2%), Gunungsitoli (35,8%), Padangsidempuan
(35,7%), Deli Serdang (33,3%), Labuhanbatu (33,1%),
Samosir (33,1%), Tapanuli Selatan (32,4%), Padang
Lawas Utara (32,2%), Serdang Bedagai (31,6%) dan
Karo (30,8%) serta 5 kabupaten/kota dengan kategori
prevalensi sangat tinggi yaitu Nias Barat (45,7%), Nias
Utara (41,6%), Nias (41,6%), Humbang Hasundutan
(41,5%) dan Padang Lawas (40,5%).

c. Balita sangat kurus dan kurus/wasting (BB/TB)


Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) menunjukkan
bahwa balita sangat kurus di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2015 sebesar (6,8%), menurun menjadi 4,3% pada
tahun 2016, dan naik kembali pada tahun 2017 menjadi
5,8%. Presentase balita kurus tahun 2015 sebesar 9,1%,
turun menjadi 7,7% di tahun 2016 dan tahun 2017.
Secara keseluruhan terdapat fluktuasi prevalensi balita
kurus (sangat kurus dan kurus) di Provinsi Sumatera
Utara dari 15,9% pada tahun 2015 menjadi 12,0% pada
tahun 2016 dan menjadi 13,5% pada tahun 2017. Untuk
lebih jelasnya akan digambarkan pada grafik dibawah
ini.
Grafik 2.5.4.1.3
Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Balita Sangat
Kurus & Kurus (BB/TB) di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2015-2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 61
LAPORAN KEGIATAN

Sumber bidang kesmas dinas kesehatan prov sumatera utara tahun


2017
Hasil PSG tahun 2017 menunjukkan bahwa sebanyak 20
kabupaten/kota di Sumatera Utara memiliki prevalensi
kurus di atas angka prevalensi provinsi (13,5%). Urutan
5(lima) prevalensi tertinggi adalah Tanjung Balai
(41,0%), Nias (31,0%), Batu Bara (29,7%), Langkat
(26,0%), dan Samosir (22,4%). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.5.4.1.3
Prevalensi Status Gizi Balita (BB/TB) menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun
2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 62
LAPORAN KEGIATAN

Menurut WHO masalah kesehatan masyarakat sudah


dianggap serius bila prevalensi BB/TB Kurus antara 10% -
14,9% , dianggap kritis bila >15%. Dengan prevalensi BB/TB
kurus pada balita sebesar 14,5% pada tahun 2017. Provinsi
Sumatera Utara masuk dalam kategori masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Terdapat 12 dari 33 kabupaten/kota
dengan kategori serius dan 15 kabupaten/kota dengan kategori
kritis.

2.5.4.2 Anemia Gizi Besi (AGB)

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 63
LAPORAN KEGIATAN

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan


prevalensi anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Fe)
sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil
yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara pada tahun 2017
sebesar 75,85% meningkat dibandingkan tahun 2016 (73,31%).
Dengan persentase cakupan tersebut, maka cakupan pemberian
tablet besi dalam masa kehamilan belum mampu mencapai target
nasional yaitu 80% (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017). Pencapaian
tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Grafik 2.5.4.2.1

Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe3) Pada Ibu Hamil Per


Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Sumber profil kesehatan kab/kota tahun 2017

Garfik 2.5.4.2.1 menunjukkan bahwa hanya 10 dari 33


Kabupaten/Kota yang mencapai target nasional. Oleh sebab itu
perlu menjadi perhatian Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 64
LAPORAN KEGIATAN

meningkatkan cakupan pemberian tablet Fe ini, khususnya pada ibu


hamil.

2.5.4.3 Kurang Vitamin A (KVA)


Cakupan pemberian vitamin A pada balita di Provinsi
Sumatera Utara dalam tujuh tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 2017, cakupan pemberian Vitamin A
adalah sebesar 98,97%. Dan telah mencapai target nasional yang
ditetapkan (yaitu sebesar 80%). Cakupan pemberian Vitamin A pada
anak balota tahun 2011 – 2017 dapat dilihat pada grafik 2.5.4.3.1
dan sebarannya per kabupaten/kota dapat dilihat pada grafik
2.5.4.3.2 (Profil Dinkes Prov. Sumut, 2017).

Grafik 2.5.4.3.1 Cakupan Pemberian Vitamin A Pada


Balita di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011–
2017

Sumber Profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2017

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 65
LAPORAN KEGIATAN

Grafik 2.5.4.3.2 Persentase Pemberian Kapsul


Vitamin A Pada Balita Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2017

Sumber Profil kesehatan kabupaten/kota sumatera utara 2017

Grafik diatas terlihat bahwa terdapat 21 kabupaten/kota yang


mampu target nasional pemberian kapsul vitamin A sebesar >80%.
Disamping itu masih terdapat 12 kabupaten/kota di Sumatera Utara
yang memperoleh cakupan kurang dari 80% (Profil Dinkes Prov.
Sumut, 2017).

2.5.4.4 Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun


2017 yang dilakukan di 33 kabupaten/kota, diperoleh bahwa 96,8%
rumah tangga (RT) di Sumatera Utara telah mengkonsumsi garam
yang mengandung cukup iodium (hasil ini tidak jauh berbeda
dengan hasil Riskesdas tahun 2013 yang lalu yaitu hampir 90%
RT). Konsumsi garam mengandung cukup iodium merupakan
upaya prevalensi penderita GAKY yang antara lain dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit gondok, sekaligus

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 66
LAPORAN KEGIATAN

berpotensi menurunkan imunitas terhadap berbagai serangan


penyakit infeksi pada orang-orang yang kekurangan zat yodium
yang sering diperoleh dengan mengkonsumsi garam (Profil Dinkes
Prov. Sumut, 2017).

KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
26 MARET 2019 – 11 APRIL 2019 67
68

Anda mungkin juga menyukai