Tahun : 2016
Penulis : Drs. Irzal, M.Kes.
Penerbit : Kencana
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang K3
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada akhirnya dapat
meningkatka efisiensi an produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha
tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak
terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-
hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan
oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3),
seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang
kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai
pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam
lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat
1
seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu
keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu
dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat
kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat
jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin
keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat,
antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Agar dapat
dimengerti, dipahami serta diterapkan di lapang-lapangan dalam melaksanakan
penanganan kesehatan kerja meliputi hal-hal :
1. Pengertian, perkembangan, dan lingkup kesehatan dan keselamatan kerja
2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
3. Mengidentifikasi atau menganalisis bahaya di lingkungan kerja
4. Melakukan secara teknis pencegahan, penanggulangan, dan pengendalian
terhadap kecelakaan kerja
5. Melakukan penanganan dan pengendalian penyakit akibat kerja.
6. Mengetahui berbagai macam penyakit akibat kerja serta faktor-faktor
penyebabnya.
7. Mengetahui bahaya bahan-bahan kimia terhadap kesehatan
8. Menganalisis dan menerapkan penggunaan alat pelindung diri
9. Mengerti dan menyadari serta mau bertindak atau berbuat sehingga didapatkan
cara kerja yang sehat, aman, nyaman, dan produktif.
10. Mengetahui peraturan perundang yang berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja
Sejarah Perkembangan K3 Di Dunia Sejarah perkembangan K3 mulai dari
zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang secara ringkas adalah
sebagai berikut :
1. ZAMAN PRA-SEJARAH
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup
pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk
2
digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak
dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebh besar
proporsinya pada mata kapak atau ujung ombak. Hal ini adalah untuk
menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar
karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain
yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi
pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
2. ZAMAN BANGSA BABYLONIA (DINASTI SUMMERIA)
DI IRAK Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak
agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada
masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang
digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang
setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun
3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan
batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini
masyarakat sudah membangunan saluran air dari batu sebagai fasilitas
sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang
menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
3. ZAMAN MESIR KUNO
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali
dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai
tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II
dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah.
Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun
“temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses
II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
4. ZAMAN YUNANI KUNO
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates.
Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal
yang ditumpanginya.
5. ZAMAN ROMAWI Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai
memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena
3
adanya paparan bahanbahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan
sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah
dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang. F. ABAD
PERTENGAHAN Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran
terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat
atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di
lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada
lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker. G. ABAD
KE-16 Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus
Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian
lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-
penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era
ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica
bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di
pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi. H. ABAD KE-18 Pada
masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari
Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal :
Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan
referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa
dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan
dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia
mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. Ramazzini
melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja,
yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan
adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika
bekerja (ergonomic factors). I. ERA REVOLUSI INDUSTRI
(TRADITIONAL INDUSTRIALIZATION) Pada era ini hal-hal yang turut
mempengaruhi perkembangan K3 adalah : 1. Penggantian tenaga hewan
dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber
energi. 2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia 3.
Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam). 4. Pengorganisasian pekerjaan dalam
4
cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh
penggunaan mesin-mesin baru. 5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan
mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan
karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran. J. ERA INDUSTRIALISASI
(MODERN IDUSTRIALIZATION) Sejak era revolusi industri di ata samapai
dengan pertengahan abad 20 maka penggnaan teknologi semakin berkembang
sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan
alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat pengaman
lainnya juga turut berkembang. K. ERA MANAJEMEN DAN MANJEMEN
K3 Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an
hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang
meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi
karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman
(unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan
untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor
manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalahmasalah manusiawi
yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya
blokblok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan.
Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI)
pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang
menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan
tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada
akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen
K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah
lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas
yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan
dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000
dan ISO 18000. L. ERA MENDATANG Perkembangan K3 pada masa yang
akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas
di lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh
5
aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan
aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih
bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak
asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu
saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan
perwujudan aspek-aspek K3.
1. Definisi K3
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berartalian dengan
mesin,pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Pengertian Kesehatan
Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan
pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial
tenaga kerja di semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja
yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko
faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga
kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan
sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia
kepada pekerjaannya.
6
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
10.
7
o Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa
pensiun).
o Prinsip Ergonomi:
Efisiensi Kerja.
o Beban Kerja :
Kelelahan.
8
2. Filosofi K3
Salah satu organisasi profesional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di USA,
International Association of Safety Professional (IASP) menetapkan 8 prinsip K3
yang menjadi landasan pengembangan K3 (Ramli, 2010:23) sebagai berikut:
4. Pekerja harus dididik untuk bekerja dengan aman (Employees must be trained
to work safety)
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik
dan persyaratan K3 berbeda. Karena itu, K3 tidak bisa timbul sendirinya pada diri
pekerja atau pihak lainnya. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui
pembinaan dan pelatihan.
9
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Oleh karena itu,
kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan
dalam perusahaan.
10
HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat
menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan
pekerja yang ada
DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya
sudah ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.
RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu
INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak
diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang
melebihi ambang batas badan/struktur
ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian
(manusia/benda)
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :
Dasar hukum K3 :
11
Bab 2 Dampak Bahaya Di Lingkungan Kerja
12
faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya biologi(s), faktor
bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor
bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari
faktor-faktor bahaya di atas :
1. Jamur.
2. Virus.
Faktor Bahaya
3. Bakteri.
Biologi
4. Tanaman.
5. Binatang.
1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
Faktor Bahaya
Kimia 5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.
13
1. Ketinggian.
2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
5. Tekanan.
Faktor Bahaya
6. Kebisingan.
Fisik/Mekanik
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.
1. Gerakan Berulang.
2. Postur/Posisi Kerja.
Faktor Bahaya
Biomekanik 3. Pengangkutan Manual.
3. Pelecehan.
4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
14
6. Emosi Negatif.
· Kebisingan
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki
yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara
lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah
penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu,
tekstil, metal, dll.
· Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:
frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered
tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai
”Raynaud’s phenomenon” atau ”vibration-induced white fingers” (VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan
sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain
saws.
· Pencahayaan
a) Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam
melaksanakan pekerjaan dan memberi lingkungan kerja yang aman.
b) Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
c) Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan
lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
15
C. Faktor Bahaya Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan (inhalation), Kulit (skin
absorption), Tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat
akut,kronis atau kedua-duanya.
· Korosi : Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan
adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan
basa , fosfor.\
· Iritasi : iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat
kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi
pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan
dan oedema (bengkak). Contoh : Kulit : asam, basa,pelarut, minyak. Dan
pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,
chlorine ,bromine, ozone.
· Kanker : Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas
telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan
kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh:
- Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver
angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos
(kanker paru-paru , mesothelioma);
- Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride,
dichromates, beryllium.
· Racun Sistemik : Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan
luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
- Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
- Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
- Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
- Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
- Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).
16
D. Faktor Bahaya Biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari
binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan
infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi
menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.
· Organisme viable dan racun biogenic
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins;
Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan
produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana
mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja
pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis, “grain fever”,
Legionnaire’s disease.
· Alergi Bionik
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari
bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada
industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses
pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur
jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala
alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational asthma :
wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
· Bahaya Infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja
yang potensial mengalaminya yaitu pekerja di rumah sakit, laboratorium,
jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis,
anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci.
E. Bahaya Fisik
17
Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar
kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi.
· Kebisingan
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki
yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara
lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah
penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu,
tekstil, metal, dll.
· Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:
frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered
tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai
”Raynaud’s phenomenon” atau ”vibration-induced white fingers” (VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan
sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain
saws.
· Pencahayaan
a) Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam
melaksanakan pekerjaan dan memberi lingkungan kerja yang aman.
b) Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
18
c) Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan
lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku,
dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja
yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai
dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
· Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
· Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum
tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
· Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah
40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban
maksimum tersebut harus disesuaikan.
· Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit,
parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
19
hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi
kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
· Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka
hal ini dinamakan stress.
· Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
· Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
20
A. Sistem Manajemen K3
SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 org dan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan
menyusun Rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha
21
melibatkan Ahli K3, Panitya Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja(P2K3),
Wakil Pekerja dan Pihak Lain yag terkait
A. PENGENDALIAN
22
2. Dinas Tenaga Kerja di Provinsi dan,
3. Suku Dinas di Kabupaten/Kota
23
program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada
proyek konstruksi tidak lepas dari peran berbagai pihak yang saling terlibat,
berinteraksi dan bekerja sama. Hal ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan
utama dalam pelak-sanaan pembangunan proyek konstruksi yang dilakukan oleh
tim proyek dan seluruh manajemen dari berbagai pihak yang terkait didalamnya.
Masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab bersama yang saling
mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi yang ditandai
dengan evaluasi positif dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan
kerja. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pedoman penerapan SMK3 yang
berlaku di Indonesia menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No: PER.05/ MEN/ 1996: Komitmen dan Kebijakan Pengusaha dan pengurus
tempat kerja harus menetapkan komitmen dan kebijakan K3 serta organisasi K3,
menyediakan anggaran dan tenaga kerja dibidang K3. Disamping itu pengusaha
dan pengurus juga melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3. Dalam hal ini
yang perlu menjadi perhatian penting terdiri atas 3 hal yaitu:
1. Kepemimpinan dan Komitmen
2. Tinjauan Awal K3
3. Kebijakan K3 Perencanaan Dalam perencanaan ini secara lebih rinci menjadi
beberapa hal:
1. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari
kegiatan, produk barang dan jasa.
2. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kemudian
memberlakukan kepada seluruh pekerja
3. Menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur,
menggunakan satuan/indicator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu
pencapaian.
4. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus menjadi
informasi keberhasilan pencapaian SMK3
5. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan saran untuk pencapaian kebijakan
K3
24
6. Keberhasilan penerapan dan pelaksanaan SMK3 memerlukan suatu proses
perencanaan yang efektif dengan hasil keluaran (output) yang terdefinisi dengan
baik serta dapat diukur.
Penerapan
25
j. Prosedur Rencana Pemulihan
4). Pengukuran dan Evaluasi
a. Inspeksi dan pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan.
5). Tinjauan Oleh Pihak Manajemen
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk
mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
1) Perubahan peraturan perundangan.
2) Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
3) Perubahan produk dan kegiatan perubahan.
4) Perubahan struktur organisasi perusahaan.
5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk epidemologi.
6) Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja.
7) Pelaporan.
8) Umpan balik khususnya dari tenaga kerja. Pemahaman tentang OHSAS 18001
OHSAS secara harafiah singkatan dari Occupational Health and Safety
Assessment System. OHSAS adalah sertifikasi untuk Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berstandar internasional. OHSAS 18001
ini tidak diterbitkan oleh Lembaga Standarisasi Dunia (ISO), tapi oleh British
Standards Institute (BSI) melalui kesepakatan badan-badan sertifikasi yang ada di
beberapa Negara, yaitu kerja sama organisasi-organisasi dunia, antara lain:
1. National Standards Authority of Ireland
2. South African Bureau of Standards
3. Japanese Standards Association
4. British Standards Institution
5. Bureaus Veritas Quality Assurance
6. Det Norske Veritas
7. Lyoyds Register Quality Assurance
26
8. National Quality Assurance
9. SFS Certification
10. SGS Yarsley International Certification Services
11. Association Espanola de Normalizationy Certification
12. International Safety Management Organization Ltd
13. SIRIM QAS Sdn Bdn
14. International Certification Services
15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan 1
6. The Engineering Employers Federation
17. Singapore Producitivity and Standards Board
18. Instituto Mexicano de Normalizationy Certification OHSAS 18001 ini juga
memiliki struktur yang mirip dengan ISO 14001 (Sistem Manajemen
Lingkungan). Dengan demikian OHSAS lebih mudah diitergrasikan dengan ISO
9000 (Sistem Manajemen Mutu). OHSAS 18001 merupakan persyaratan penilaian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini menyatakan persyaratan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), agar organisasi mampu mengendalikan
dan memudahakan pengelolaan resiko-resiko K3 yang terkait dengan struktur
organisasi, perencanaan kerja, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, tinjauan
dan pemeliharaan kebijakan K3 organisasi dan meningkatkan kinerjanya. Secara
fisik persya-ratan ini tidak menyatakan kriteria kinerja, ataupun memberikan
persyaratan secara lengkap dan merancang sistem manajemen. OHSAS 18001 ini
sesuai untuk berbagai organisasi yang berkeinginan untuk:
1. Membuat sebuah Sistem Manajemen K3 yang berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan tingkat resiko yang menimpa karyawan/pihak terkait yang terkena
dampak aktivitas organisasi.
2. Menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan sebuah
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
3. Melakukan sertifikasi untuk melakukan penilaian sendiri. Elemen-elemen kunci
pada OHSAS 18001 memiliki sub-sub elemen yang terdiri atas :
1. Persyaratan Umum
2. Kebijakan K3
3. Perencanaan
27
4. Operasional dan Implementasi
5. Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi
6. Tinjauan Manajemen OHSAS 18001:1999 memiliki komponen/ elemen-elemen
yang sama dengan SMK3 yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia Nomor: PER.05/MEN/ 1996. Komponen tersebut meliputi
komitmen dan kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi serta
tinjauan oleh pihak manajemen.
B. Peraturan Perundang-Undangan K3
28
pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan,
barang produk teknis dan alat produksi yang mendukung dan dapat menimbulkan
bahaya dan kecelakaan.
Undang-undang
1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam
pemakaian pesawat uap. Pesawat uap menurut Undangundang ini adalah ketel
uap, dan alat-alat lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan
tekanan yang lebih tinggi dari tekanan udara. Undang-undang ini melarang
menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak mempunyai ijin yang
diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja-
Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan
dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang
diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin. Undang-undang ini juga
mengatur prosedur pelaporan peledakan pesawat uap, serta proses berita acara
pelanggaran ketentuan undang-undang ini.
29
Bab II (pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan kesehatan
kerja disemua tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara di wilayah Republik Indonesia.
Bab III (pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja
Bab IV (pasal 5 – 8) tentang pengawasan
Bab V (pasal 9) tentang pembinaan K3
Bab VI (pasal 10) tentang P2K3
Bab VII (pasal 11) tentang kecelakaan kerja
Bab VIII (pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja
Bab IX (pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja
Bab X (pasal 14) tentang kewajiban pengurus
Bab XI (pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup
30
dan lingkungan. Dari 15 upaya kesehatan, salah satunya adalah upaya kesehatan
kerja.
Pada pasal 23 dinyatakan:
- kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal;
- kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat
kerja, dan syarat kesehatan kerja
- setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja;
- Ketentuan mengenai kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah
31
kg/cm2 di atas tekanan udara luar. kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan paling
tinggi tekanan uapnya, yaitu lebih besar dari Peraturan in memuat ketentuan
untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan mengenai
pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan
teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering
uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat,
perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.
32
mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk
mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk
ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang. Peraturan Pemerintah ini telah
diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan
Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
Peraturan Menteri
33
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-
01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes bagi Dokter
Perusahaan. Peraturan Menteri ini terdiri dari tujuh pasal, yang mewajibkan
perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapat
latihan dalam bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelaksana latihan adalah Lembaga Nasional Hiperkes.
13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-
01/Men/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penebangan
dan Pengangkutan Kayu, terdiiri atas tujuh Bab dan 17 pasal, mengatur tentang
norma keselamatan da kesehatan pada berbagai pekerjaan dalam penebangan dan
pengangkutan kayu,mulai dari penjelajahan hutan, penebangan kayu, penyeretan
dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan loader, pengangkutan kayu
dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan kayu kekapal. Juga diatur
sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obat-
obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari.
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-
03/Men/1978 tentang Persyaratan penunjukan dan wewenang serta
kewajiban Pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan
kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan untuk
ditunjuk sebagai pengawas keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja,
kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban
ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena
jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai ketentuan
Undang-undang Pengawasan Perburuhan.
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per
01/Men/1979 tentang kewajiban latihan Hygiene Perusahaan kesehatan dan
keselamatan Kerja bagi Paramedis Perusahaan, terdiri atas delapan pasal.
Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan yang mempekerjakan para
34
medis diwajibkan mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat latihan
bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara
latihan adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan
kerja.
35
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat
dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan.
Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan
alat pemadam api ringan.
36
tenaga kerja untuk mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib
memberikan pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi
pemeriksaan kesehatan,pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan konsultasi serta
pembinaan teaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja.
23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur
perencanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian instalasi alarm kebakaran
otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang memerlukan
detektor kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan,
bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur
berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap
dan api.
37
mekanik,keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan,
pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
26. Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan
Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal,mengatur perencanaan,
pembuatan, pemasangan, peredaran,pemakaian, perubahan dan atau perbaikan
teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat keselamatan
mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat dan angkut, harus
cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang diijinkan
harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. Setiap
pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang
diijinkan. Peraturan ini mengatur syarat-syarat teknis berbagai pesawat angkat dan
angkut, termasuk komponen-komponennya. Demikian pula pesawat angkutan di
atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil,
pengesahan,pemeriksaan dan pengujian.
28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan
pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja
atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko
besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja.
38
Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain
mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli
K3.
39
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal,
mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan perlindungan,
ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat
atau hasil pengujian bagianbagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk
penerima,penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang
mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap.
Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian, pengesahan dan ketentuan
pidana.
33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tatacara
Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat
ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi
persyaratan pendidikan, pengalaman,pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan
berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu
dilampirkan.
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-
undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja
serta merahasiakan keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula
kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta
keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
40
ketentuan yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain
itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3,lampiran II memuat
pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran
IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.
36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal,
mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha DK3N – LK3I 12 melaporkan
kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh
pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan,
lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III
bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV
bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian peristiwa
kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.
38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syarat-
syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang
dan Barang, terdiri dari enam bab 34 pasal,mengatur kapasitas angkut dan
jumlah orang yang dapat diangkut,persyartan teknis keselamatan bagian-bagian
lift dan pemasangannya,mesin dan kamar mesin, talibaja dan tromol, ruang luncur
dan lekuk dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja
pembuatan, pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan,
pengujian dan pengawasannya.
41
39.Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakan
penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982
tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan
kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut
:
a. Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/menyusun
tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3.
b. Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta
membantu pengusaha/ manajemen mengadakan serta meningkatkan penyuluhan,
pengawasan, latihan dan penelitian K3
c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan
pengusaha/ manajemen.
Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota.
Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh
wakil ketua. Sekretaris P2K3 memimpin dan DK3N – LK3I 13
mengkoordinasikan tudas-tugas Sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3.
Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau
sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang
Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3.
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04
tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja)
40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang
Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam
pasal,mengatur mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja.
Lampiran I adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja
yang merupakan rahasia medik.
42
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No.
2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun
1947 yang telah diganti dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja,
yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok
(THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang
penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang
penyakit kulit.
41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab
dan 27 pasal, mengatur kewajiban pengusaha mengendalikan bahan kimia
berbahaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan
menyediakan lembar data keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas dan
ahli K3 kimia. Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang
batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.
42. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal,menetapkan
nilai ambang batas untuk iklim kerja, kebisingan, getaran,frekuensi
radio/gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu. Keputusan Menteri ini juga
menetapkan batas waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui
NAB.
43