Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN RESIKO K3 DALAM KEPERAWATAN

OLEH
KELOMPOK 5:
1. MARIA S. DOROTHEA (145802719)
2. MERY YOVITA EGONG (145902719)
3. PANDE S. H. SUDANDIKA (146002719)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan, “MAKALAH
MANAJEMEN RESIKO K3 DALAM KEPERAWATAN
“ Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, akan tetapi
kami berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik.

Kritik dan saran yang di berikan sangat kami harapkan agar dapat membangun
kami dalam menyusun makalah berikut agar lebih baik.

Kupang, Oktober 2019


DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………….

Kata pengantar……………………………………………………………….

Daftar isi……………………………………………………………………..

Bab I PENDAHULUAN……………………………………………………

A. Latar belakang……………………………………………………….

B. Tujuan………………………………………………………………

Bab II PEMBAHASAN..………………………………………………….

A. Manajemen Resiko……………………………………………..

B. Manfaat Manajemen Resiko……………………………..

C. Proses Manajemen Keselamatan……………………….

D. Hirarki Pengendalian Resiko…………………………………………

E. Manajemen Resiko K3 Di Dalam Gedung……………………………

F. Manjemen Resiko K3 Di Luar Gedung……………………………….

Bab III PENUTUP…………………………………………………………

A. KESIMPULAN……………………………………………………

B. SARAN……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Resiko merupakan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat


ketidakpastiannya terukur secara kuantitiatif. Resiko dapat dikategorikan ke
dalam resiko murni dan resiko spekulatif. Resiko murni merupakan resiko
yang dapat mengakibatkan kerugian, tetapi tidak ada kemungkinan
menguntungkan. Sedangnkan resiko spekulatif adalah resiko yang dapat
mengakibatkan dua kemungkinan, merugikan atau menguntungkan. Seluruh
kegiatan yang dilakukan baik perseorangan ataupun organisasi/perusahaan
juga mengandung resiko. Semakin besar resiko yang dihadapi umumnya
dapat diperhitungkan bahwa pengembalian yang diterima juga akan lebih
besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda
terhadap pengambilan resiko. Resiko adalah ketidakpastian dan dapat
menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan
keputusan. Ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya, mendefinisikan resiko sebagai peluang terjadinya hasil yang
tidak diinginkan sehingga resiko hanya terkait dengan situasi yang
memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan
memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Manajeme resiko adalah suatu
cara dalam mengorganisir suatu resiko yang akan dihadapi baik itu sudah
diketahui maupun yang belum diketahui atau yang tak terpikirkan yaitu
dengan cara memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko,
mengurangi efek negatif resiko, dan menantang sebagian atau semua
konsekuensi resiko tertentu. Resiko yang melekat dari tindakan pelayanan
kesehatan adalah bahwa dalam pelayanan kesehatan yang diukur adalah
upaya yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah hasil akhirnya
(resultante verbintennis). IFRS merupakan salah satu komponen penting
dalam pelayanan kesehatan. Setiap kegiatan pelayanan yang dilakukan di
Instalasi Farmasi pasti mengandung resiko, baik yang sudah diketahui
maupun yang belum diketahui. Oleh karena itu, dengan manajemen resiko,
diharapkan kerugian yang ditimbulkan dari ketidakpastian dapat dikurangi
bahkan dihilangkan untuk kelangsungan pelayanan kesehatan khususnya
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

B. Tujuan
Tujuan di bagi atas 2 yaitu :
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami keselamatan pasien dan keselamatan kerja
dalam keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. untuk menjabarkan seperti apakah keselamatan pasien dan
keselamatan kerja dalam keperawatan yang baik
b. untuk mengetahui apa saja karakteristik keselamatan pasien
dan keselamatan kerja dalam keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk


mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen
risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang
dapat menimbulkan kerugian bagi peusahaan (Ramli, 2010).

Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009),


Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif
untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.

Menurut Fahmi (2010:2) manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu


yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran
dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan
berbagai pendekatan manajemen secara komperhensif dan sistematis.

Menurut Darmawi (2014) manajemen risiko adalah suatu usaha untuk


mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam suatu kegiatan
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efesiensi yang
lebih tingi.

Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari


pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen
risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk
terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses
manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan
dalam sebuah organisasi.
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan
sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi,
analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini dapat
diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun
asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan
sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali
dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.

B. Manfaat manajemen risiko


Manajemen risiko memiliki manfaat yang baik untuk perusahaan, antara
lain sebagai berikut (Fahmi, 2010:3):
1. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan untuk mengambil setiap
keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati- hati dan selalu
menmpatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
2. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
3. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya dari segi
financial.
4. Memungkinkan perusaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
5. Dengan adanya konsep manajemen risiko yang dirancang secara detail
maka artinya perusahaan telah membagun arah dan mekanisme secara
berkelanjutan.
C. Proses Manajemen Risiko
a. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi misi
perusahaan, ruang lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal
sampai akhir. Hal ini dilakukan karena konteks risiko disetiap perusahaan
berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Kemudian
langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang berlaku untuk
perusahaan berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi oleh
perusahaan. Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat
kemungkinan dan keparahan
b. Identifikasi Risiko
Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang
bertujuan untuk mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu
kegiatan kerja/ proses kerja tertentu. Identifikasi bahaya memberikan berbagai
manfaat antara lain :
 Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi
dapat diketahui faktor penyebab terjadinya keceakaan,
 Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi
bahaya yang ada dari setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan karyawan untuk meningkatkan kewaspadaan
dan kesadaran akan safety saat bekerja,
 Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi
pencegahan dan penanganan yang tepat, selain itu perusahaan dapat
memprioritaskan tindakan pengendalian berdasarkan potensi bahaya
tertinggi.
 Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya
dalam perusahaan.
c. Analisis Risiko
Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk
menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya dan besarnya akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa
dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko
yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko ringan atau dapat
diabaikan.
d. Evaluasi Risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu
tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas
manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut
masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya
memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
e. Pengendalian Risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan lain-
lain.
f. Pemantauan dan telaah ulang
Pemantauan dan telaah ulang terhadap hasil sistem manajemen risiko yang
dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
g. Koordinasi dan komunikasi Koordinasi dan komunikasi dengan pengambil
keputusan internal dan
eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

D. Hirarki pengendalian risiko


Tujuan hirarki pengendalian risiko adalah untuk menyediakan pendekatan
sistematik guna peningkatan keselamatan dan kesehatan, mengeliminasi
bahaya dan mengurangi atau mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan
kerja. Dalam hirarki pengendalian bahaya, pengendalian yang lebih atas
disepakati lebih efektif daripada pengendalian yang lebih bawah.
Berikut adalah 5 tahap hirarki pengendalian risiko berdasarkan ISO 45001:
1. Eliminasi
Eliminasi berarti menghilangkan bahaya. Contoh tindakan eliminasi
adalah berhenti menggunakan zat kimia beracun, menerapkan pendekatan
ergonomic ketika merencanakan tempat kerja baru, mengeliminasi
pekerjaan yang monoton yang bisa menghilangkan stress negatif, dan
menghilangkan aktifitas forklift dari sebuah area.
2. Substitusi
Substitusi berarti mengganti sesuatu yang berbahaya dengan sesuatu
yang memiliki bahaya lebih sedikit. Contoh tindakan substitusi adalah
mengganti aduan konsumen dari telepon ke on line, , menggnti cat dari
berbasis solven ke berbasis air, mengganti lantai yang berbahan licin ke
yang tidak licin, dan menurunkan voltase dari sebuah peralatan.
3. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan, atau Keduanya
Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan
tahapan untuk memberikan perlindungan pekerja secara kolektif. Contoh
perlindungan dalam rekayasa teknik dan reorganisasi pekerjaan adalah
pemberian pelindung mesin, system ventilasi, mengurangi bising,
perlindungan melawan ketinggian, mengorganisasi pekerjaan untuk
melindungi pekerja dari bahaya bekerja sendiri, jam kerja dan beban kerja
yang tidak sehat
4. Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya
dengan peraturan-peraturan terkait dengan keselamatan dan kesehatan
kerja yang dibuat. Contoh pengendalian administrasi adalah melaksanakan
inspeksi keselamatan terhadap peralatan secara periodik, melaksanakan
pelatihan, mengatur keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas
kontraktor, melaksanakan safety induction memastikan operator forklift
sudah mendapatkan lisensi yang diwajibkan, menyediakan instruksi kerja
untuk melaporkan kecalakaan, mengganti shift kerja, menempatkan
pekerja sesuai dengan kemampuan dan risiko pekerjaan (missal terkait
dengan pendengaran, gangguan pernafasan, gangguan kulit), serta
memberikan instruksi terkait dengan akses kontrol pada sebuah area kerja.
5. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 8
Tahun 2010 adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Contoh pelindung diri adalah
baju, sepatu keselamatan, kacamata keselamatan, perlindungan
pendengaran dan sarung tangan.
E. Manajemen Risiko K3 di Dalam Gedung
Hierarchy pengendalian resiko bahaya di rumah sakit – Dengan
meningkatnya pemakaian sarana service kesehatan oleh penduduk, tuntutan
pengendalian Sistem Manajemen Keselamatan serta Kesehatan Kerja (SMK3)
di dalam rumah sakit makin tinggi. Tenaga kerja di dalam rumah sakit, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik serta penduduk di sekitar rumah
sakit ingin memperoleh perlindungan dari masalah kesehatan serta kecelakaan
kerja, baik lantaran efek kegiatan pemberian service ataupun sebab keadaan
fasilitas serta prasarana di dalam rumah sakit yang tidak standar.
Supaya bisa terbentuk sistem manajemen K3 yang baik, diperlukan
sdm yang memiliki kompetensi yang baik juga terpenting untuk mendeteksi
serta mengatasi resiko bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit. Agar bisa
mencapai hal itu karyawan rumah sakit mesti tahu beberapa jenis resiko
bahaya di dalam rumah sakit serta langkah pengendaliannya, hingga rumah
sakit yang aman buat tenaga kerja, pasien, pengunjung, pengantar pasien,
peserta didik serta penduduk di seputar rumah sakit bisa terwujud.
Resiko-resiko bahaya itu semua bisa kita kendalikan melalui 5
hierarchy seperti berikut;
1. Eliminasi
Hirarki teratas yakni eliminasi/menghilangkan bahaya dikerjakan
saat design, tujuannya ialah untuk menghilangkan kemungkinan
kekeliruan manusia dalam menjalankan suatu sistem sebab terdapatnya
kekurangan pada design. Penghapusan bahaya adalah cara yang sangat
efisien hingga bukan hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam
hindari resiko, akan tetapi, penghilangan benar-benar pada bahaya tidak
selamanya praktis serta ekonomis. Misalnya: kemungkinan bahaya
kimia karena proses reuse hollow fiber HD bisa di eliminasi saat hollow
fiber tak perlu reuse kembali atau single use.
2. Substitusi
Cara pengendalian ini mempunyai tujuan untuk merubah bahan,
proses, operasi atau perlengkapan dari yang berbahaya jadi lebih tidak
beresiko. Dengan pengendalian ini turunkan bahaya serta kemungkinan
minimal lewat disain sistem atau design lagi. Beberapa contoh aplikasi
substitusi contohnya: Sistem mekanisasi pada mesin untuk kurangi
interaksi mesin-mesin beresiko dengan operator, memakai bahan
pembersih kimia yang kurang beresiko, kurangi kecepatan, kapabilitas
dan arus listrik, ganti bahan baku padat yang memunculkan debu jadi
bahan yang cair atau basah.
3. Eksperimen / Enginering.
Pengendalian ini dikerjakan mempunyai tujuan untuk memisahkan
bahaya dengan pekerja dan untuk mencegah terjadinya kekeliruan
manusia. Pengendalian ini terpasang pada suatu unit sistem mesin atau
perlengkapan. Beberapa contoh implementasi cara ini contoh ialah
sistem tekanan negatif pada ruangan perawatan air borne dissease,
pemakaian laminar airflow, pemasangan shield /sekat Pb pada pesawat
fluoroscopy (X-Ray), dan sebagainya.
4. Administratif
Kontrol administratif diperuntukkan pengendalian dari bagian orang
yang akan melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan cara kerja
diharapkan orang akan mematuhi, mempunyai potensi serta ketrampilan
cukup untuk merampungkan pekerjaan dengan aman. Jenis pengendalian
ini diantaranya seleksi karyawan, terdapatnya standard operasional
Mekanisme (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, agenda
kerja, perputaran kerja, pemeliharaan, manajemen pergantian, agenda
istirahat, dan sebagainya.
5. Alat pelindung diri (APD)
Penentuan serta pemakaian alat pelindung diri adalah merupakan
perihal yang sekiranya efisien dalam pengendalian bahaya. APD cuma
dipakai oleh pekerja yang akan bertemu langsung dengan kemungkinan
bahaya dengan memerhatikan jarak serta waktu kontak dengan
kemungkinan bahaya itu. Makin jauh dengan kemungkinan bahaya jadi
kemungkinan yang didapatkan makin kecil, begitupun makin singkat
kontak dengan kemungkinan bahaya kemungkinan yang didapatkan ikut
makin kecil.
Pemakaian beberapa APD terkadang mempunyai dampak negatif
pada pekerja seperti kurang bebas dalam kerja, terbatasnya komunikasi
dengan pekerja lainnya, alergi pada APD spesifik, dan sebagainya.
Beberpa pekeerja yang kurang faham pada efek kemungkinan bahaya
dari pekerjaan yang dikerjakan terkadang kepatuhan dalam pemakaian
APD ikut jadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan serta
penyimpanan yang baik hingga kualitas perlindungan dari APD itu tetap
maksimal.
F. Manajemen Risiko K3 di Luar Gedung
1. Ruang bangunan dan halaman : semua ruang/unit dan halaman yang ada
dalam batas pagar (bangunan fisik dan kelengkapannya ) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan.
2. Lingkungan bangunan harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi
dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang
peliharaan keluar masuk dengan bebas
3. Lingkungan bangunan harus bebas dari banjir, jika berlokasi di daerah
rawan banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.
4. Lingkungan harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek,
atau tidak terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan
disesuiakan dengan luas halaman
5. Pencahayaan : jalur pejalan kaki harus cukup terang, lingkungan
bangunan harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang
cukup terutama pada area dengan bayangan kuat dan yang menghadap
cahaya yang menyilaukan
6. Kebisingan : terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu atau membahayakan kesehatan. Dengan menanam pohon
(green belt), meninggikan tembok dan meninggikan tanah (bukit buatan)
yang berfungsi untuk penyekatan/ penyerapan bising
7. Kebersihan : halaman bebas dari bahaya dan risiko minimum untuk
terjadinya infeksi silang, masalah kesehatan dan keselamatan kerja
8. Saluran air limbah domestic dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan air limbah.
9. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan, sehingga tesedia tempat parkir yang memadai dan
dilengkapi dengan rambu parkir
10. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu
yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah
11. Lingkungan, ruang, dan bangunan harus selalu dalam keadaan bersih
dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang
memenuhi persyaratan kesehatan sehingga tidak memungkinkan
sebagai tempat berenang dan berkembang biaknya serangga, binatang
pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.
12. Jalur lalulintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.
a. Jalur pejalan kaki : lebar, tidak licin, mengakomodasi penyandang
cacat, memiliki rambu atau marka yang jelas, bebas penghalang dan
memiliki rel pemandu
b. Jalur kendaraan : cukup lebar, konstruksi kuat, tidak berlubang,
drainase baik, memiliki pembatas kecepatan (polisi tidur),marka
jalan jelas, memiliki tanda petunjuk tinggi atau lebar maksimum,
memungkinkan titik perlintasan dan parkir, menyediakan
penyebrangan bagi pejalan kaki.
13. Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990
mendefenisikan :
a. Polutan : limbah padat dibuang ke tanah,limbah cair dibuang ke
tanah atau saluran air, dibuang ke atmosfir, bising dalam komunitas
masyarakat
b. Limbah terkendali : limbah rumah tangga, limbah industri, limbah
usaha komersial
c. Limbah khusus : limbah terkendali yang berbahaya sehingga
membutuhkan prosedur pembuangan khusus.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Resiko berkaitan dengan kondisi terjadinya deviasi yang menyebabkan
kerugian. Dalam dunia usaha konddisi ini senantiasa ada dan menuntut
perhatian manajemen untuk mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan
manajemen resiko meliputi indentifikasi atas resiko yang ada mengukur
beratnya resiko, dan menanganinya dengan pendekatan strategit ertentu.
Manajemen risiko adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen
risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang
dapat menimbulkan kerugian bagi peusahaan

B. Saran
Di sarankan kepada seluruh pembaca makalah ini agar dapat memahami
materi dalam makalah ini agar dapat bermanfaat dalam manajemen
keselamatan pasien dan keselamat kerja di tempat kerjanya dengan baik. Agar
tidak terjadi kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai