Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis.


Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut appendiks menyebabkan
komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.1
Periapendikular infiltrate/ Massa periapendikular adalah komplikasi yang
sering terdapat pada pasien setelah beberapa hari mengalami appendisitis akut.
Pada kondisi ini, inflamasi di appendiks atau mikroperforasi ditutupi atau di
bungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus atau peritoneum sehingga
terbentuk suatu massa.1 Massa appendiks lebih sering terjadi pada pasien usia lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. 2
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses periapendikuler. Gejala klasik apendisitis akut biasanya berupa nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Kemudian nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan di perberat bila
berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang
tidak terlalu tinggi. 1
Insidensi apendisitis di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada
laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi pada pria lebih tinggi.1,2,3,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. APENDISITIS
A. Anatomi Appendiks
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia tersebut.1
Appendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis
yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik
McBurney).3
Hubungan antara dasar apendiks dan caecum tetap konstan tetapi
ujung appendiks dapat di temukan retrocaecal, pelvic, subcecal, preileal, atau
kanan pericolica.4

Gambar 1
Variasi posisi anatomi appendiks

Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis
appendisitis ditentukan oleh letak appendiks.1

2
Arteria appendicularis merupakan cabang arteri ileocaecalis (cabang
a.mesenterica superior). Arteri appendikularis merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi
maka appendiks akan mengalami gangren.. Aliran darah balik yaitu melalui
vena appendikularis mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal, kemudian
menuju vena mesenterika superior dan masuk ke sirkulasi portal.3
Cabang-cabang saraf simpatis (nervus thoracalis X) dan parasimpatis
(nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang
menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendiks vermiformis berjalan
bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra
thoraxica X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus.1,3

B. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan dalam patogenesis
apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di saluran cerna, termasuk apendiks
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika
dibandingkan denan jumlah nya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.1

C. Etiologi
Massa apendiks terbentuk di awali oleh adanya apendisitis akut.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang di
ajukan sebagai faktor penceus. Disamping hiperplasia jaringan limfoid,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris. Penyebab lain yang di juga dapat

3
menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti
E. Histolytica.1,2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap imbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon.1

D. Patofisiologi
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinsing apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.
Tekanan di dalam sekum akan meningkat jika katup ileosekal kompeten.
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon
akibat sembelit menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Pencetus lain
ialah erosi dan tukak kecil di selaput lendir oleh E. Histolytica dan
penghambatan evakuasi isi apendiks. Evakuasi ini terhambat oleh stenosis
atau penyumbaan lumen atau gangguan motilitas oleh pita atau adhesi dan
faktor lain yang mengurangi gerakan bebas apendiks. Perkembangan dari
apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan
dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat
yang menghambat pegosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas
normal apendiks.1
Patofisiologi dasar appendisitis adalah obstruksi lumen appendiks
yang diikuti oleh infeksi. Obstruksi lumen appendiks menyebabkan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan produksi mukus yang terus-
menerus sehingga terjadi distensi intraluminal dan peningkatan tekanan
dinding appendiks. Distensi luminal mengakibatkan sensasi nyeri visceral
yang dirasakan oleh pasien sebagai nyeri periumbilikal. Berkurangnya aliran
vena dan limfatik selanjutnya mengakibatkan mukosa iskemia. Gabungan hal
tersebut mengakibatkan proses inflamasi lokal yang dapat berkembang
menjadi gangren dan perforasi.5

4
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa absess yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi
tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1
Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga perioneum jika
perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.1
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu
tersebut dapat berbeda beda pada setiap pasien karena di tentukan banyak
faktor. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menembus dinding apendiks. Peradangan akan meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yeng berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infilrat apendikularis.
Pada anak-anak akrena omentum lebih pendek dan apendik lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus lain, peritoneum parietale,dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
tuba uterina, mencoba membatasi dan melokalisisr proses peradangan ini.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat

5
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). Apendiks yang pernah radang
tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang
menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini akan
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika
organ ini akan dapat meradang kembali dan dinyatakan sebgai eksaserbasi
akut.1

E. Manifestasi Klinis
Appensisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis
akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran
kanan, yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.6
Appendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan
otot psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung oleh sekum.
Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan
karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.1,4
Nyeri atipikal biasanya timbul jika appendiks terletak di dekat otot
obturator internus. Rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien
ditemui ketika ujung appendiks terletak di panggul. Radang pada appendiks
yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda
rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat dan
pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Appendiks yang
menempel ke kandung kemih dapat menimbulkan disuria dan peningkatan

6
frekuensi kencing akibat rangsangan appendiks terhadap dinding kandung
kemih.1,7

F. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama appendisitis biasanya adalah nyeri
samar-samar dan tumpul yang mula-mula dirasakan di epigastrium atau
regio umbilical yang diiukuti dengan anoreksia dan mual. Nyeri kemudian
dirasakan berpindah ke perut kanan bawah, tepatnya di titik McBurney.
Selain itu terdapat pula keluhan muntah, obstipasi, dan febris. Namun,
keluhan yang dirasakan pasien appendisitis dapat berbeda oleh karena
gejala ditentukan dari posisi ujung appendiks.1,5
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam biasanya ringan,
dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai
1C.1
Apendisitis infiltrat terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah. Pada palpasi di dapatkan nyeri yang terbatas pada regio
iliaka dekstra, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah
ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang di sebut rovsing sign. Pada
apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.6
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri
pada fosa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan unutk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang terfiksir
dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat teraba. Jika apendiks
intrapervikal maka massa dapat diraba pada rectal toucher sebagai massa

7
yang hangat. Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforasi.8
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Leukosit meningkat dengan neutrofil lebih dari 75% pada sebagian
besar pasien. Hitung leukosit yang tinggi (>20.000/mL) mengarah pada
komplikasi appendisitis dengan gangren atau perforasi.1
Urinalisis
Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai
sumber infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa
berasal dari ureter atau iritasi kandung kemih sebagai akibat dari radang
pada appendiks, bakteriuria dalam spesimen urin yang diperoleh melalui
kateter umumnya tidak terlihat dalam appendisitis akut.7
d. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesis atau
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda perionitis kuadran kanan
bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau sekal ileus,
tampak gambaran air fluid level went.9
Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi
penunjang pilihan pada pasien muda, dan efektif mengidentifikasi
appendiks abnormal, terutama pada pasien yang kurus.
Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara yang
akurat untuk menegakkan diagnosis appendisitis. Diagnosis sonografi
appendisitis akut memiliki sensitivitas dari 55-96% dan spesifisitas 85-
98%.5 Hasil scan dianggap positif jika noncompressible appendix ≥6 mm
pada arah anteroposterior. Penebalan dinding appendiks dan adanya
cairan periappendiceal sangat sugestif. Gambaran sonografi yang normal
yaitu compressible, struktur tabung blind-ending berukuran ≤5 mm, dapat
menyingkirkan diagnosis apendisitis akut. 10

8
Gambar 2
Potongan longitudinal dan aksial menunjukkan appendiks
berbentuk tubular dan distensi tampak dinding hipoechoic
menunjukkan inflamasi apendiks.

Appendiks yang meradang memiliki diameter lebih besar dari 6


mm, dan biasanya dikelilingi oleh hyperechoic inflamed fat di sonografi.
Tanda-tanda yang sangat mendukung apendisitis yaitu adanya
appendicolith, penebalan caecal apikal.10
Pada CT scan, appendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm)
dan dinding yang menebal, sehingga memberi tampakan halo atau target
sign. Jika inflamasi berlanjut, dapat terlihat periappendiceal fat stranding,
edema, cairan peritoneal, phlegmon, atau abses periappendiceal. Fecalith
dapat dengan mudah divisualisasikan, tetapi adanya fecalith bukan
patognomonik dari appendisitis.5

9
Gambar 3
CT scan abdomen, yang menunjukkan penebalan dinding appendiks,
memberi tampakan target sign (A), distensi appendiks dengan cairan
periappendiceal (B)

Gambar 4
CT scan abdomen, yang menunjukkan Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis (A), Penebalan
Appendix (panah) dengan appendicolith(B)14

Gambar 5
Acute appendicitis (*1) and appendiceal perforation with a hypoechoic mass
with airbubbles representing a small abscess at the tip (*2)

10
Gambar 6.
Appendiceal perforation with small abscess at the tip

Gambar 7
Appendicitis and periappendicular abscess

Gambar 8
Acute perforated appendicitis with a thickened appendix with and
hypoechoic abscess

11
Meskipun dilakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis akut, bila
diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit
dengan frekuensi setiap 1-2 jam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
meningkatkan akurasi diagnosis.1
Tabel 1. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

USG CT Scan Appendix


Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifitas 92% 95-97%
Penggunaan Evaluasi pasien Evaluasi pasien pada
pada pasien pasien Appendicitis
Appendicitis
Keuntungan Aman Lebih akurat
Relatif murah Lebih baik dalam
Dapat mengidentifikasi Appendix
menyingkirkan normal, phlegmon dan
penyakit pelvis pada abscess
wanita
Lebih baik pada
anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Secara teknik tidak Radiasi ionisasi
adekuat dalam Kontras
menilai gas
Nyeri

12
Kemungkinan appendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan
skor Alvarado dan skor Kalesaran. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan
cara mendiagnosis appendisitis.4
Tabel 2. Alvarado score4

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5°C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:


 0-4 : kemungkinan Appendisitis kecil
 5-6 : bukan diagnosis Appendisitis
 7-8 : kemungkinan besar Appendisitis
 9-10 : hampir pasti menderita Appendisitis

G. Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik bagi apendisitis akut adalah appendektomi.1
Pasien dengan riwayat klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan analisis
urin normal (atau piuria) dan jumlah leukosit yang tinggi dengan pergeseran

13
ke kiri biasanya tidak memerlukan studi pencitraan tambahan sebelum
appendektomi. Pembedahan juga diindikasikan pada pasien dengan presentasi
atipikal dan temuan radiografi yang konsisten dengan appendisitis. Setiap
pasien dengan nyeri perut atipikal yang memiliki (1) nyeri persisten dan
menjadi demam, (2) peningkatan jumlah leukosit, atau (3) temuan
pemeriksaan klinis memburuk harus menjalani laparoskopi diagnostik dan
usus buntu.11
Managemen bedah pada massa apendikular masih kontroversial.
Penanganan non operatif awal di kenalkan oleh ochsner pada tahun 1901. Hal
ini meliputi :
F regimen (Ochsner-Sherren Regimen)
 Fowler Posistion
 Fluids by mouth atau intravena
 Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x sehari ukur
suhu.
 Feel, palpasi massa apakah mengecil atau makin membesar
 Fungi, antibiotik
 Forbidden analgetik

Managemen non operatif pada massa apendiks membutuhkan


penilaian yang berkelanjutan terhadap perkembangan pasien. Terdapatnya
abses apendiks harus dilakukan drinase selama followup, appendektomi
elektif di rekomendasikan setelah terjadi resolusi massa apendiks. Biasanya
disarankan dengan periode interval kira-kira 4-8 minggu.12
Appendektomi segera pada pasien dengan massa apendikular adalah
pilihan terapi konservatif konvensional. Tujuan utamanya adalah perbaikan
yang lebih awal dan kesembuhan total selama serangan awal. Disisi lain hal
ini memiiliki komplikasi kira-kira 36% pasien dengan massa apendiks.
Komplikasi yang sering setelah apendektomi segera adalah infeksi luka,
fistula intestinal, small bowel obstruksi, abses intraabdomen, dan sepsis.12

14
Massa apendiks bervariasi dari flegmon sampai abses dan ini
terbentuk 2%-6% kasus yang di awali dengan apendisitis akut. Pada kasus
abses apendiks yang jelas tidak terdapat kontroversi terhadap managemen
nya. Operasi drainase segera (perkutaneus atau open) adalah tatalaksana
pilihan oleh sebagian besar spesialis bedah. Untuk flegmon, dapat dilakukan
beberapa pendekatan tatalaksana pilihan dari konservatif sampai agresif.
Terdapat tiga pendekatan yang populer dilakukan untuk tatalaksana massa
apendiks. a) terapi konservatif diikuti dengan apendektomi interval 6-8
minggu kemudian, b) apendektomi segera jika terdapat resolusi massa
inflamasi, c) konservatif secara keseluruhan tanpa apendektomi interval pada
pasien dengan massa apendiks.13
Masalah bagi ahli bedah adalah jika pederita ditemui setelah 48 jam.,
ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlengketan ringan yang longgar dan sangat
berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan
vaskular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah di drainase. Massa periapendikular
yang masih bebas disarankan segera dioperasi unutk mencegah penyulit.
Selain itu operasi lebih mudah. Pada anak dipersiapkan operasi dalam waktu
2-3 hari saja. Pada pasien dewasa dengan massa periapendikular yang
berdinding sempurna di anjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil di awasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya perionitis. Bila
sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. hal ini di
tandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Massa
apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien di persiapkan, karena ditakutkan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.13

15
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi dari pada pembedahan pada apendisitis
sederhana dan tanpa perforasi. Pada periapendikular infiltrat dilarang keras
membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, terlebih jika massa apendik telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan ataupun tanda peritonitis umum. Terapi
sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, di anjurkan operasi segera. Bila pada waktu
membuka perut terdapat periapendikualr infiltrat maka luka operasi di tutup
lagi, apendiks dibiarkan saja.13
Jika sudah terjadi abses, di anjurkan drainase saja dan apendektomi
dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau
gejala apapun dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, sangat di pertimbangkan membatalkan tindakan
bedah. Analgesik di berikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam akan mereda. Bila gejala menghebat tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan apendektomi. Batas dari massa
hendaknya di beri tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7
massa mulai mengecil dan terlokalisir.13
Jika massa tidak juga mengecil artinya sudah terjadi abses dan harus
segera di buka untuk di drainase. Caranya dengan membuat insisi pada
dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi
grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah di
ambil lebih baik di ambil karena apendiks ini akan menjadi sumber infeksi.
Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika
di apksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses di drainase
dengan selang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping peru. Pipa
drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,

16
drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci setiap
hari. Antibiotik sistemik di lanjutkan sampai minmal 5 hari post operasi. 13

BAB III
PENUTUP

Periapendikular infiltrat adalah inflamasi di appendiks atau


mikroperforasi yang ditutupi atau di bungkus oleh omentum dan atau lekuk
usus halus atau peritoneum sehingga terbentuk suatu massa. Appensisitis
infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian disertai
adanya massa periapendikular. Masa mula-mula bisa berupa plegmon,
kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa
dideteksi adanya bentukan abses ini.
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fosa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan unutk pembentukan
abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang terfiksir dengan nyeri tekan
dan tepi atas massa dapat teraba. Jika apendiks intrapervikal maka massa
dapat diraba pada rectal toucher sebagai massa yang hangat. Peristaltik usus
sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforasi.8
Managemen bedah pada massa apendikular masih kontroversial.
Penanganan non operatif awal di kenalkan oleh ochsner pada tahun 1901. Hal

17
ini meliputi F regimen (Ochsner-Sherren Regimen), Fowler Posistion, Fluids
by mouth atau intravena, Four hourly atau lebih sering, observasi nadi dan 2x
sehari ukur suhu, Feel, palpasi massa apakah mengecil atau makin membesar,
Fungi, antibiotic, Forbidden analgetik.

18
Jika sudah terjadi abses, di anjurkan drainase saja dan apendektomi
dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau
gejala apapun dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, sangat di pertimbangkan membatalkan tindakan
bedah. Analgesik di berikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam akan mereda. Bila gejala menghebat tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan apendektomi. Batas dari massa
hendaknya di beri tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7
massa mulai mengecil dan terlokalisir.1
Jika massa tidak juga mengecil artinya sudah terjadi abses dan harus
segera di buka untuk di drainase. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci setiap hari. Antibiotik sistemik di lanjutkan sampai
minmal 5 hari post operasi.

DAFAR PUSTAKA

19
1. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum:
Apendiks Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus
OHP, Rudiman Reno. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3 rd
ed. Jakarta:EGC, 2010.
2. Malik AM, shaikh NA. Recent Trends In The Treatment Of The
Appendicular Mass. Liaquat University of Medical and Health Sciences,
Janshoro (Sindh) Pakistan. 2010.
3. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.
4. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s
Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
5. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston
Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice,
19th Ed. Philadelphia, Elseviers Saunders. 2012
6. Cushieri A, Grace PA, Darzi A, Borley N, Rowley DI. Clinical surgery.
Blackwell publishing. 2008
7. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2015 Oct 19,
cited Feb 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/195652.
8. Lugo VH. Periappendiceal mass. Pediatric surgery update. Vol 23 no 03
september 2004.
9. Itskowiz MS, jones SM. Appendicitis. Emerg med 36 (10): 10-15.
www.emergmed.com
10. Kalola J, HapaniH, Trivedi A, Yadav M. Utrasound evaluation of
appendicular pathologies. Sholar journal of applied medical sciences.
2014. www.saspublisher.com
11. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited
Feb 2016]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview#aw2aab6b2b7aa.
12. Kaya B, Sana B, Eris C, Kutanis R. Immediate appendectomy for
appendiceal mass. Turkish journal of trauma and emergency surgery. 2012
13. Garba ES, Ahmed A. Management of appendiceal mass. Annals of african
medeicine. Vol 7, no 4, 200-204, 2008
14. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of
Surgery. 17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93

20

Anda mungkin juga menyukai