“SHOLAT “
OLEH :
NIM : J1A121269
KELAS : E
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia Nya,
saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini tentang Sholat sebagai salah
satu tugas Mata Kuliah Agama Islam.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada guru dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan serta memberikan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini. saya menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER…………..……………………………………………………..……………….........i
KATA PENGANTAR…………………………………………………...…….......................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..…………iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………….........................4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………......….5
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………5
D. Manfaat Penulisan…………………………………………………........................5
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sholat merupakan salah satu tiang bangunan islam. Begitu pentingnya arti sebuah tiang
dalam suatu bangunan yang bernama islam, sehingga takkan mungkin untuk ditinggalkan.
Makna bathin juga dapat ditemukan dalam sholat yaitu: kehadiran hati, tafahhum (Kefahaman
terhadap ma’na pembicaraan), ta’dzim (Rasa hormat), mahabbah, raja’ (harap) dan haya (rasa
malu), yang keseluruhannya itu ditujukan kepada Allah sebagai Ilaah.
Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta’lim yang sempurna,
yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa
terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Shalat merupakan tathbiq ‘amali
(aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial
kemasyarakatan yang ideal yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai
persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna
keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah.
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan
masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai”mizan” atau standar, yang
dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya.
Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka
bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan
dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
“Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka saksikanlah untuknya dengan
iman.” (HR. Tirmidzi).
Dalam kitab Jami’ush shogir lima orang sahabat r.a. yaitu Tsauban, Ibnu Umar, Salamah, Abu
Umamah dan Ubadah r.a.telah meriwayatkan hadist ini : ” Sholat adalah sebaik-baik amalan
yang ditetapkan Allah untuk hambanya”. Begitupun dengan maksud hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu mas’ud dan Anas r.a.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan shalat?
2.Jelaskan sejarah perkembangan sholat!
3.Bagaimanakah kedudukan shalat dalam islam?
4.Apa sajakah landasan hukum shalat?
5.Macam –macam sholat!
6.Apa saja Dalil-dalil mengenai shalat?
7.Apa saja Syarat-syarat shalat?
8.Apa saja Rukun-rukun shalat?
9.Apa saja Hal-hal yang membatalkan shalat?
10.Apa hukum bagi orang yang meninggalkan shalat?
11.Apa saja Manfaat shalat?
C. Tujuan
D. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini saya berharap agar bisa bermanfaat bagi kepada para
pembaca.Dan juga saya juga berharap kepada pembaca untuk bisa melihat klasifikasi
tentang shalat secara keseluruhan dari pengertian hingga manfaat shalat. Sekian manfaat
singkat dari penulisan makalah ini kurang lebihnya saya mohon maaf.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SHOLAT
Sholat menurut bahasa adalah do’a, sedangkan menurut istilah adalah pekerjaan dan ucapan
yang diawali oleh takbiratul ihram dan diakhiri oleh salam.
Permulaan shalat, shalat didirikan dengan membaca kalimah kebesaran Allah. Yaitu musholi
bertakbir dengan mengucapkan Allahu Akbar, maka serempak jiwanya bergerak menghadap ke
Hadirat Allah Yang Mahatinggi-Mahamulia. Sementara musholi meninggalakan seluruh urusan
dunianya dan memusatkan pikirannya untuk menghadap Allah SWT. Sehingga, sudah barang
tentu ia putus hubungan dengan (makhluk) di bumi, meskipun jasadiahnya ada di atas hamparan
bumi.
Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dengan
dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang
rapi, menghadap ke kiblat, ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya seperti
gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat mempunyai nilai lebih dari sekedar
ibadah bumi, seraya berdoa selamat (mengucap salam) kepada makhluk bumi, keselamatan dan
kesejahteraan yang diperuntukkan bagi sesama makhluk-Nya. Sebab itulah shalat berawal
dengan takbir ihram, Allahu Akbar dan berakhir dengan salam, ‘Assalamu’alaikum’.
B. SEJARAH SHOLAT
Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh
Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi’raj, dimana proses ini tidak dapat dipahami hanya
secara akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah digambarkan setelah Nabi
melaksanakan Isra dan Mi’raj, umat Islam ketika itu terbagi tiga golongan, yaitu yang secara
terang-terangan menolak kebenarannya itu, yang setengah – tengahnya, dan yang yakin sekali
kebenarannya. Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang
6
utama, yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal – amal yang lainnya, dan mendirikan
sholat berarti mendirikan agama dan banyak lagi yang lainnya.
7
suntuk diwajibkan. Setelah berjalan 16 bulan, kewajiban shalat semalaman itu dirasa berat oleh
sahabat. Kewajiban itu kemudian diringankan sebagaimana keterangan Surat Al-Muzzammil
ayat 20 yang mewajibkan ibadah shalat pada sebagian malam saja. (Manna’ Al-Qaththan,
Tarikhut Tasyri Al-Islami: At-Tasyri wal Fiqh, [Riyadh, Maktabah Al-Ma’arif: 2012 M/1433 H],
halaman 139). Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa kewajiban ibadah shalat
semalaman hanya berlaku khusus bagi Rasulullah SAW. Kewajiban itu dilaksanakan oleh
Rasulullah selama 10 tahun sebagaimana perintah Allah SWT. Ibadah shalat semalaman diikuti
oleh sekelompok sahabat. Karena dirasa berat, Allah menurunkan Surat Al-Muzzammil ayat 20
sebagai bentuk keringanan bagi umat Islam untuk melakukan ibadah shalat pada sebagian malam
saja. Keringanan itu diturunkan setelah kewajiban shalat semalaman itu berlangsung selama 10
tahun. Kewajiban shalat malam pada gilirannya dihapus dengan datangnya perintah kewajiban
shalat lima waktu pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Al-Qaththan juga mengutip sebuah riwayat
yang mengatakan, Rasulullah SAW pada awal-awal pengutusannya sebagai rasul melakukan
ibadah shalat sebanyak dua rakaat pada pagi dan sore hari. Dua rakaat pagi dan sore hari ini
dapat dipahami juga dari Surat Al-Mukminun ayat 1-2 (ayat Makkiyyah) yang menyebutkan
shalat orang yang khusyuk. Ulama, kata Al-Qaththan, bersepakat bahwa shalat lima waktu dalam
sehari diwajibkan pada malam Isra’ dan Mi’raj, sekira satu tahun sebelum hijrah Nabi
Muhammad SAW ke Kota Madinah. Ibadah shalat awalnya diwajibkan sebanyak 50 waktu
dalam sehari semalam, tetapi kemudian terjadi negosiasi hingga akhirnya berjumlah lima waktu
sebagaimana diriwayatkan dalam Isra’ dan Mi’raj. Sayyidatina Aisyah RA mengatakan perihal
jumlah rakaat shalat, “Shalat lima waktu dilakukan sebanyak dua rakaat setiap kalinya. Tetapi
kemudian jumlah rakaatnya ditambah saat bermukim dan tetap dua rakaat saat berperjalanan.”
(Al-Qaththan, 2012 M/1433 H: 140). Adapun waktu shalat lima waktu disebutkan oleh Al-
Qur’an secara garis besar (mujmal) pada Surat Ar-Rum ayat 17-18. Adapun keterangan waktu
shalat secara rinci didapatkan dari riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad
yang asalnya juga terdapat pada Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Rasulullah SAW pada
riwayat tersebut mengatakan, “Suatu hari Jibril mengimamiku shalat selama dua hari. Ia shalat
zuhur bersamaku… di akhir shalat Subuh Jibril kemudian menoleh kepadaku, ‘Wahai
Muhammad, inilah waktu shalat para nabi sebelum kamu. Waktu shalat ada di antara keduanya
(awal dan akhir waktu).’” (Al-Qaththan, 2012 M/1433 H: 140). Ketentuan shalat lima waktu
dapat ditemukan keterangannya melalui hadits fi’li (al-bayanul fi’li). Jibril mengimami
8
Rasulullah SAW dalam ibadah shalat lima waktu selama dua hari berturut-turut. Keduanya
melakukan shalat pada awal waktu (zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh) pada hari pertama
dan pada akhir waktu (zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh) pada hari kedua. “Wahai
Muhammad, waktu shalat ada di antara keduanya (awal dan akhir waktu tersebut).” (M Sulaiman
Al-Asyqar, Af’alur Rasul wa Dalalatuha alal Ahkamis Syar’iyyah, [Yordan, Darun Nafa’is: 2015
M/1436 H], juz I, halaman 93). Sya’ban M Ismail mengatakan, Rasulullah SAW dan sahabatnya
melakukan ibadah shalat sebelum ibadah shalat diwajibkan pada malam Isra’ dan Mir’aj 10
Hijriyah. Al-Qur’an telah menyebutkan ibadah shalat di awal-awal masa kerasulan seperti pada
surat pertama, Surat Al-Alaq ayat 9-10 dan Surat Al-Qiyamah ayat 31-32 yang diturunkan
sebelum peristiwa Isra’ dan Mir’aj. (Sya’ban M Ismail, Tarikhut Tasyri Al-Islami Marahiluhu wa
Mashadiruhu, [Kairo, Darus Salam: 2015 M/1436 H], halaman 57-58). Menurut Ismail, kata
“shalat” sering disebutkan dalam Al-Qur’an sebelum peristiwa Isra’ dan Mir’aj. Kalau diteliti
dari perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, banyak sekali riwayat yang menyebutkan aktivitas
shalat Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan waktu dan tata cara shalat sebelum
peristiwa Isra’ dan Mir’aj 10 Hijriyah tidak tercatat dalam sejarah. Bisa jadi melacak jejaknya
menjadi upaya sia-sia. Yang mungkin kita bayangkan bahwa shalat adalah sarana bertawajuh
kepada Allah. Kata “shalat” dalam pengertian bangsa Arab adalah doa. Yang jelas, kata Ismail,
shalat umat Islam sebelum Isra’ dan Mir’aj dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan
argumentasi bahwa orang-orang musyrik Makkah mengejek shalat Nabi Muhammad SAW dan
sahabatnya. Sedangkan shalat yang dikenal sekarang ini diwajibkan oleh Allah tanpa perantara
malaikat pada peristiwa Isra’ dan Mir’aj. Jibril kemudian menerangkan ketentuan waktu shalat
tersebut dengan melakukan shalat bersama Nabi Muhammad dan sahabatnya yang menjadi
ketentuan awal dan akhir waktu shalat hingga saat ini. Ismail juga mengutip jumlah rakaat shalat
pada awal-awal Islam, yaitu sebanyak dua rakaat setiap kalinya selain maghrib yang berjumlah
tiga rakaat sejak semula. Tetapi kemudian jumlah rakaatnya ditambah menjadi 4 rakaat saat
bermukim sehingga shalat zuhur, ashar dan isya berjumlah empat rakaat dan tetap dua rakaat saat
berperjalanan sebagaimana asal tasyri’.” (Sya’ban M Ismail, 2015 M/1436 H: 58). Pada
mulanya, tidak ada larangan berbincang dan melakukan apa saja saat seseorang sedang
melakukan shalat. Orang itu dapat menyempurnakan shalatnya setelah bincang dan aktivitasnya
selesai di tengah shalatnya. Tetapi setelah terbiasa melakukan shalat dan telah merasakan
kebesaran Allah yang “diajak” munajat dalam shalat, para sahabat dilarang berbicara dan
9
melakukan aktivitas apapun sambil melakukan shalat. Kalau tetap melakukan itu, shalat mereka
dianggap batal. Perihal shalat sambil berbicara dan main-main, Surat Al-Baqarah ayat 238
diturunkan. (Sya’ban M Ismail, 2015 M/1436 H: 58-59). Imam Ahmad dan Imam Bukhari
meriwayatkan cerita sahabat Zaid bin Arqam yang mengatakan, “Dulu kami bercakap-cakap
pada saat melakukan shalat sampai ayat itu turun dan kami diperintahkan untuk berdiam dan
kami dilarang untuk berbicara.” (Sya’ban M Ismail, 2015 M/1436 H: 59). Adapun pelajaran yang
dapat diambil, kata Ismail, adalah bahwa anak-anak yang mulai belajar membiasakan shalat, lalu
berbicara, dan main-main, tidak perlu ditegur. Kita, lanjut Ismail, perlu menyikapinya dengan
lemah lembut. Sikap yang sama terhadap anak-anak ditujukan kepada orang yang baru memeluk
agama Islam dan menganjurkan mereka untuk membiasakan shalat dengan lemah lembut.
(Sya’ban M Ismail, 2015 M/1436 H: 59). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
C. KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Shalat sebenarnya telah dipersintahkan Allah kepada umat terdahulu sebelum umat nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Wahai Bani Isra’il
ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian …… tegakkanlah shalat,
keluarkanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku. [Al Baqarah: 40-43].
Allah juga berfirman (artinya), “Dan tidaklah mereka (ahlul kitab dan musyrikin) diperintah
kecuali agar mereka beribadah kepada Allah semata, menegakkan shalat dan mengeluarkan
zakat. Demikianlah agama yang lurus.”[Al Bayyinah: 5].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Islam dibangun atas lima (perkara):
kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.[5]
1. Shalat sebagai sebab seseorang ditolong oleh Allah. Hal ini karena Allah sendiri berfirman
(artinya), “ Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Allah dengan
10
kesabaran dan shalat” [Al Baqarah 153]. Shalat bila ditunaikan sebagaimana mestinya
niscaya akan menyebabkan seseorang ditolong oleh Allah dalam setiap urusannya.
2. Shalat merupakan sebab seseorang tercegah dari kekejian dan kemungkaran. Allah berfirman
(artinya), “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.” [Al
mencegah pelakunya dari kekejian dan kemungkaran dengan ijin Allah.
3. Shalat merupakan salah satu rukun islam. [H.R Al bukhari 8 dan Muslim 16].
4. Shalat merupakan amalan yang pertama kali dihisab/ dihitung di hari kiamat.
hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik
maka ia akan beruntung dan selamat. Namun bila shalatnya jelek maka ia akan merugi dan
celaka..” [H.R At Tirmidzi 413 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani]. Yang dimaksud
shalat merupakan amalan pertama kali yang dihisab di hari kiamat adalah shalat wajib,
sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang lain (artinya), “Sesungguhnya
yang pertama kali dihisab dari seorang muslim pada hari kiamat adalah shalat wajib…” [H.R
ibnu Majah 1425 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani]. Telah dimaklumi bahwa shalat
yang diwajibkan kepada kita adalah shalat 5 waktu (Zhuhur, ‘Ashr, Maghib, Isya’ dan
11
D. LANDASAN HUKUM SHALAT WAJIB & SUNNAH
1. Landasan Al qur’an
Yang artinya: Dan dirikanlah sholat tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanyapada sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Yang artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat (mu), ingat Allah diwaktu berdiri,
diwaktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang
2. . Landasan hadits
No. 211 Jilid I yakni isinya tentang proses terjadinya isra’ wal mi’raj dimana
pada peristiwa dimana nabi diberikan perintah sholat yang awalnya 50 rakaat di perkecil menjadi
5 rakaat.
Hadist mengenai Shalat Sunnah di atas Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama
Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum
12
Shalat Kusuf (Gerhana Matahari), Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah
SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran)
seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga
Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR
Hadist yang menjelaskan tentang ini Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa
menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at
sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau,
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan
Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk
masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)
13
Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu
kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.”
Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah dalam
segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu,
maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah
Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan
satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+ pukul 19:00 s/d
Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam.
Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya
Sholat Lohor (Zhuhur) yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat
di atas kepala (tegak lurus) + pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan sholat sunnah
Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud
dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir
14
(+ pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh sholat sunnah
qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at (satu kali salam).
Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud
dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam
(+ pukul 18:00) yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua raka'at atau empat raka'at
dengan satu kali salam, sedang sholat sunnah qobliyah hanya dianjurkan saja bila
mungkin dilakukan, tapi bila tidak jangan (karena akan kehabisan waktu).
1. Shalat Sunah Tahajud
dua rokaat hingga tidak terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat
2. Shalat Sunah Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00
hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal
dua belas roka'at dengan satu salam setiap dua roka'at. Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya
dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat melakukan sholat dhuha sebaiknya
membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.
3. Shalat Sunah Istikharah
Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih
dari dua. Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di
15
kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan
- memilih jodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
4. Shalat Sunah Tasbih
SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih.
Jika shalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan
5. Shalat Sunah Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf
atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan
6. Shalat Sunah Hajat
SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau
cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal dua belas bisa kapan
16
saja dengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir
waktu malam.
7. Shalat Sunah Safar
Shalat safar adalah sholat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan
perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja,
berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan
8. Shalat Sunah Rawatib.
Shalat sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan. dilakukan secara berjamaah
10. Shalat Sunah Witir.
Shalat sunah witir dilakukan setelah sampai sebelum fajar. bagi yang yakin akan bangun
juga shalat penutup. biasa dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua kali salam, dua rakaat
17
11. Shalat Tahiyatul Masjid.
Shalat tahiyatul masjid ialah shalat untuk menghormati masjid. Disunnahkan shalat
tahiyatul masjid bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul masjid itu
dua raka’at.
12. Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih yaitu shalat malam pada bulan ramadhan hukumnya sunnah muakad atau
penting bagi laki-laki atau perempuan, boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh pula
berjama’ah.
Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul fitri adalah tanggal 1
syawal mulai dari terbit matahari sampai tergeincirnya. Akan tetapi, jika diketahui sesudah
tergelincirnya matahari bahwa hari itu tanggal 1 syawal jadi waktu shalat telah habis, maka
hendaklah shalat di hari kedua atau tanggal 2 saja. Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha
tanggal 10 Dzulhijjah.
Kusuf adalah gerhana matahari dan khusuf adalah gerhana bulan[4]. Shalat kusuf dan
khusuf hukumnya sunnah muakaddah berdasarkan sabda Nabi saw. Yang artinya :
seseorang maupun kehidupannya. Maka apabila kalian menyaksikan itu, hendaklah kalian
18
15. Sholat Rawatib.
Sholat rawatib adalah sholat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah dholat fardu.
2 rakaat sebelum sholat subuh (sesudah sholat subuh tidak ada sholat sunah ba’diyah).
2 rakaat atau 4 rakaat sebelum sholat ashar, (sesudah sholat ashar tidak ada sholat ba’diyah).
Sholat-sholat tersebut yang dikerjakan sebelum sholat fardhu, dinamakan “qobliyah” dan
Shalat merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam
rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan mengenai
kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai
kewaiban salat adalah:
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
Artinya:“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka
Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
19
Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
ض هللاُ َعلَ َّيَ اَ ْخبِ ْرنِى َما فَ َر،ِس ْو َل هللا ُ يَا َر: فَقَا َل،س ِ س ْو ِل هللاِ ص ثَائِ َر ال َّر ْأ ُ عَنْ طَ ْل َحةَ ْب ِن ُعبَ ْي ِد هللاِ اَنَّ اَع َْرابًِيّ’ًّا َجا َء اِلَى َر
َّضانَ اِال َ ش ْه ُر َر َمَ : َقا َل ! صيَ ِام ّ ض هللاُ َعلَ َّي ِمنَ الَ اَ ْخبِ ْرنِى َما َف َر: قَا َل.ش ْيئًا َ ط َّو َعَ َ اِالَّ اَنْ ت،س
ُ لخ ْم َ صلَ َواتُ ْا َّ ال:صالَ ِة ! قَا َل َّ ِمنَ ال
َو الَّ ِذى : َفقَا َل.سالَ ِم ُكلّ َها
ْ ش َرائِ ِع ْا ِال
َ ِس ْو ُل هللاِ ص بُ َفا َ ْخبَ َرهُ َر :ض هللاُ َعلَ َّي ِمنَ ال َّز َكا ِة ! قَا َل َ اَ ْخبِ ْرنِى َما َف َر : قَا َل.ش ْيئًا َ اَنْ تَطَ َّو َع
َ ْلجنَّةَ اِن
احمد.َص َدق َ ق اَ ْو د ََخ َل ْا َ ْ اَ ْفلَ َح اِن.س ْو ُل هللاِ ص
َ ص َد ُ فَقَا َل َر.ش ْيئًا َ ص ِم َّما فَ َر
َ ض هللاُ َعلَ َّي َ الَ اَطَّ َّو ُع،َاَ ْك َر َمك
ُ ُش ْيئًا َو الَ اَ ْنق
335 :1 فى نيل االوطار،و البخارى و مسلم
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah SAW
dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku,
apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima,
20
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang
Allah wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku, apa
yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata : Lalu Rasulullah SAW
memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu orang Arab gunung
itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu
dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada
saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan
masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar
juz 1, hal. 335]
َ ثُ َّم نُ ْو ِد.سا
:ي َ ِ ثُ َّم نُق، َسيْن
ً صتْ َحتَّى ُج ِعلَتْ َخ ْم ِ ي بِ ِه َخ ْم ْ ُصلَ َواتُ لَ ْيلَةَ ا
َ س ِر َّ ضتْ َعلَى النَّبِ ّي ص ال َ فُ ِر :س بْنَ َمالِ ٍك رض قَا َل ِ َعَنْ اَن
:1 فى نيل االوطار، احمد و النسائى و الترمذى و صححه. َسيْن ِ س َخ ْم َ ي َو اِنَّ لَ َك بِه ِذ ِه ْا
ِ لخ ْم َّ يَا ُم َح َّم ُد اِنَّهُ الَ يُبَ َّد ُل ْالقَ ْو ُل لَ َد
334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra’,
lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya
Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya
lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
س ْو ُل هللاِ ص ْال َم ِد ْينَةَ َزا َد َم َع ُك ّل َر ْك َعتَ ْي ِنُ فَلَ َّما قَ ِد َم َر .َصالَةُ َر ْك َعتَ ْي ِن َر ْك َعتَ ْي ِن ِب َم َّكة
َّ ت ال
ِ ض َ قَ ْد فُ ِر: ْشةَ قَالَت َ ِش ْعبِ ّي اَنَّ عَائ َّ َن ال ِ ع
احمد.صالَةَ ْاالُ ْولَى َّ صلَّى ال َ َو َكانَ اِ َذا: قَا َل.صالَةُ ْالفَ ْج ِر لِطُ ْو ِل قِ َرا َءتِ ِه َما
َ سافَ َر َ اِالَّ ْال َم ْغ ِر َب فَاِنَّها ِو ْت ُر النَّ َها ِر َو،َر ْك َعتَ ْي ِن
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat itu dua
rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah)
menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat
Maghrib, karena sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar
(Shubuh), karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua rekaat)”. [HR. Ahmad
6 : 241
21
G. Syarat-Syarat Shalat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang ke
dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan
shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara
syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.
رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا. ا ال سال م يجب ما قبله:عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا هلل عليه و سلم قا ل
لبيهقي
Dari Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya
(sebelum masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2. Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW,
yang artinya:
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga
perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur sampai
ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3. Berakal. Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan
(ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip
dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama
alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
22
Namun demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudah senbuh.
Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena
sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, Karena
puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
4. Suci dari hadats
5. Suci seluruh anggota badan pakaian dan tempat
6. Menutup aurat
7. Masuk waktu yang telah ditentukan
8. Menghadap kiblat
9. Mengetahui mana rukun wajib dan sunah.
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya
tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu
telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan
orang yang ragu, shalatnya tidak sah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan
penyucian hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang
artinya:
“Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang
tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat
seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat
disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan,
demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur
dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.
23
4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri
dalamkeadaan terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke
arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan sholat
sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah
mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh
karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah)
setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir
secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota
makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian pendapat junhur
ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu
sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekah. Caranya mesti di niatkan
dalam hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
6. Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat,
demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
H. Rukun Shalat
1. Niat
2. Takbiratul ihram
3. Berdiri tegak, bagi yang kuasa ketika shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi
yang sedang sakit.
4. Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at
5. Ruku’ dengan tumakninah
6. I’tidal dengan tumakninah
24
7. Sujud dua kali dengan tumakninah
8. Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
9. Duduk tasyahud akkhir dengan tumakninah
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
12. Membaca salam yang pertama
13. . Tertib; (Berurutan sesuai rukun-rukunnya)
25
J. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia
kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat
dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat
sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-
malasan mengerjakannya.
meninggalkan shalat.”
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya : Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama’, bahwa yang dimaksud dengan
kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa mengerjakannya dan tidak
menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia memiliki perjanjian de-
ngan Allah untuk memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia
tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia berkehendak, maka Dia mengadzabnya. Atau
26
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat
kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan perkara
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang
hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan
sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat
sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat
sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur.
Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat
dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia
yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami
mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.’” Shilah berkata
kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka
27
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali
itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata,
“Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia
K. MANFAAT SHOLAT
28
Ruku’ berarti memperlancar aliran darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya
letak bahu dengan leher. Aliran akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan benar yaitu
meletakkan perut dan dada lebih tinggi daripada leher.
Sujud juga melancarkan peredaran darah hingga dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat
tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan
otot. Tak heran kalau ada di sebagian sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering
lama dalam bersujud.
Duduk di antara dua sujud dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya
lipatan paha dan betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Gerakan ini menjaga
supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.
Gerakan salam yang merupakan penutup sholat, dengan memalingkan wajah ke kanan dan
ke kiri bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat
aliran getah bening di leher ke jantung.
3. Mencegah perbuatan keji dan mungkar
“….sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar…” (Qs. Al-
Ankabut ayat 45). Sholat adalah salah satu aplikasi dari keimanan yang diambil dari
konsekuensi rukun islam yang pertama. Sebagai muslim yang memiliki iltizam terhadap apa
yang telah menjadi konsekuensi pengakuannya terhadap keimanannya pada Allah, maka
sholat akan menjadi pencegah kemaksiatan dan kemungkaran dari dirinya sebagaimana telah
disebutkan dalam ayat tadi.
4. Dzikir, tilawah dan doa-doa dalam sholat sangat baik untuk membersihan jiwa dan
melunakkan perasaan, menenangkan pikiran dan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya
membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur’an menjadi kurikulum Tsaqafa.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat
yang telah ditentukan. Sedangkan secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah,
secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau melahirkan hajat dan keperluan kita
kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua –
duanya. Orang beriman melaksanakan shalat sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT, serta sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Selain itu sholat juga
mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia, untuk kesehatan manusia itu sendiri,
ketenangan hati dan pikiran, dan keselamatan di akhirat karena amal yang pertama dihisab
adalah sholat.
B. SARAN
Sholat sebagai suatu tarbiyyah yang begitu luar biasa yang mengajarkan kebaikan dalam
segala aspek kehidupan, sebagai pencegah kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda
antara orang yang beriman dan orang yang kafir, sholat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan, semoga dapat difahami, diamalkan dan diaplikasikan dengan benar dalam kehidupan
kita. Kebenaran datang dari Allah semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami
sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan. Maka teruslah berusaha untuk menjauhi
segala yang menjadi larangannya dan melaksanakan segala perintahnya, meneladani Nabi kita
Nabi Muhammad SAW.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/45 no. 16 (20))], ini adalah lafazh darinya, Shahiih al-
Bukhari (Fat-hul Baari) (I/49 no. 8), Sunan at-Tirmidzi (IV/119 no. 2736), Sunan an-Nasa-i
(VIII/107).
31