Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi
Strabismus adalah suatu kedaan dimana kedudukan kedua bola mata
tidak kesatu arah (sidrata ilyas 2001).
Srabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi
pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja (Tamin Radjamin, dkk.1989)
Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata
tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara
bersamaan, keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang
timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau
stress. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus.

B. Anatomi
a. Otot dan persyarafan
Gerakan mata dikontrol oleh 6 otot ekstrim okular yaitu:
1. 4 otot rektus
1) Muskulus rektus medius
2) Muskulus rektus lateral
3) Muskulus rektus superior
4) Muskulus rektus inferior
2. otot obligus
1) Muskulus obligus superior
2) Muskulus obligus inferior
b. Fasia
Otot rektus dan oblik diselubungi fasia

C. Fisiologi
a. Aspek motorik
Fungsi masing-masing otot:
1. Muskulus lateralis mempunyai fungsitunggal untuk abduksi mata
2. Muskulus rektus medialis untuk abduksi, sedang otot yag lain
mempunyai fungsi primer dan sekunder tergantung posisi bola mata
Pergerakan dua bola mata (Binokuler)
1. Hukum hering
2. Yoke muscles
Gangguan pergerakan:
Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi
gerakan otot mata lainnya, maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata. Sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi
strabismus, diplopia.
1. Tonus yang berlebihan
2. Paretic/paralitic
3. Hambatan mekanik
b. Aspek sensorik
Pada penglihatan binokuler yang normal bayangan dari objek yang
menjadi perhatian jatuh pada kedua fovea mata, inpuls akan berjalan
sepanjang obtic pathway menuju cortex talis dan diterima sebagai
bayangan tunggal.

D. Etiologi
a. Faktor keturunan
b. Kelainan anatomi
1. Kelainan otot ekstra okuler
1) Over development
2) Under development
3) Kelainan letak insertio otot
2. Kelainan pada “ Vascial structure “
3. Kelainan dari tulang-tulang orbita
c. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mengsintesa rangsanan
d. Fovea tidak dapat menangkap bayangan
e. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata
f. Kelainan sensoris
1. Kekeruhan media
2. Lesi diretina
3. Ptosis berat
4. Anomali reflaksi
g. Kelainan inervasi
1. Gangguan proses transisi dan persepsi
2. Gangguan inervasi motorik
E. Klasifikasi
a. Menurut arah deviasi
1. Eksotropia (strabismus divergen)
2. Esotropia
3. Hypotropia
4. Hypertropia (juling keatas)
b. Menurut manifestasinya
1. Hiterotropia
2. Heterotropia
c. Menurut sudut deviasi
1. Comitant strabismus
2. Non comitant strabismus
d. Menurut kemampuan fiksasi mata
1. Unilateral strabismus
2. Alternating strabismus
e. Menurut waktu berlangsungnya strabismus
1. Permanent
2. Pada keadaan tertentu misalnya lelah, demam, dll.
f. Sindrom “A” dan “V”

F. Patofisiologi
Kedua bola mata manusia digerakan oleh otot-otat mata luar ,
sedemikian sehingga bayanngan benda yang menjadi pusat perhatian akan
jatuh tepat di kedua uvea sentralis. Kemudian secara simultan dikirim
kesusunan saraf pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan
tunggal sehingga terjadi penglihatan binokuler.
Juling ( crassed eyes ) terjadi bila terdapat satu ataulebih otot
pergerakan bola mata yang tidak mengimbangi gerakan otot-otot lainnya.
Maka terjadilah ganggguan keseimbangan gerak antara kedua mata sehingga
sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar letak benda yang menjadi
perhatiannya. Kehilangan kemampuan mengimbanngi gerakan otot-otot dari
mata tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh rusaknya sistem pusat
sensorik dan motorik oleh karena sebab terinfeksi virus, bakteri ataupun oleh
karena sebab mengidap suatu penyakit. Kelainan otot seperti tumor otot
paralis otot-otot pergerakan bola mata yang kesemuanya berjumlah 12 yang
merupakan faktor utama penyebab juling.
WOC STRABISMUS
G. Manifestasi klinis
a. Mata lelah
b. Sakit kepala
c. Penglihatan kabur
d. Ambiopia
e. Fiksasi silang
f. Hipermetropi
g. Diplopia
h. Hyperopia
i. Deviasi pada mata

H. Pemeriksaan diagnostik
a. E-chart/ snellent chart
b. Untuk anak dibawah 3 tahun dapat digunakan cara:
1. Objektif dengan optal moschope
2. Dengan obserfasi perhatian anak dengan sekelilingnya
3. Dengan oklusi/ menutup cat mata
c. Menentukan anomali reflaksi
d. Retinoskopi
e. Cover test
f. Cover uncovertest
g. Hirsberg test
h. Uji krimsky
i. Pemeriksaan gerakan mata

I. Penatalaksanaan
a. Orthopic
1. Oklusi
2. Pleotic
3. Obat-obatan
4. Latihan dengan synoptophone
b. Memanipulasi akomudasi
1. Lensa plus/ dengan miotik
2. Lensa minus dengan tetes siklopegik
c. Penutup mata
d. Suntikan toksin butolin
e. Operatif
1. Recession
2. Resertion

J. Komplikasi
a. Supresi
b. Amblyopia
c. Anomalus retinal cerrespondens
d. Defect otot
e. Adaptasi posisi kepala

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Strabismus

A. Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, pendidikan
2. Keluhan utama
Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat ganda
3. Riwayat penyakit sekarang
1) Penyimpangan penglihatan
2) Penggunaan kaca mata dengan kelainan ruang yang jauh antara mata
kanan dan kiri
3) Adanya trauma mata
4) Terlihat mata ambiophia dan histagmus
5) Mata hipermetropi
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma kepala, infeksi mata,
pengobatan lase
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus
6. Pemeriksaan fisik
1) TTV
2) Mata terlihat tidak lurus
3) Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik
Aktivitas :
a. Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya penglihatan
b. Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena luka operasi
Rasa nyaman :
a. Pasien gelisah karena mata merasa lelah
b. Nyeri kepala
Persepsi sensori penglihatan :
a. Kedua bola mata tidak fokus pada satu tempat ketika melihat suatu
benda

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori b/d kerusakan otot pergerakan mata
2. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan mata sekunder terhadap
strabismus/juling
3. Resti injuri strabismus (terbentuknya bayangan ganda)
4. Ansietas b/d prosedur pembedahan

C. Intervensi
Dx 1
Gangguan persepsi sensori b/d kerusakan otot pergerakan mata
Tujuan: gangguan persepsi sensori dapat teratasi
Kriteria hasil :
1. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2. Mengenai gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
3. Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi:
1. Tentukan ketajaman dan kerusakan otot pergerakan mata
R/ apakah bilateral atau hanya satu mata sehingga memudahkan
menentukan prosedur yang tepat untuk menentukan intervensi lanjutan
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
R/ memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
3. Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahan kan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh dari ansietas
R/menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung/tak kenal ukuran tempat
tidur

Dx 2
Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan mata sekunder terhadap
strabismus/juling
Tujuan: gangguan citra tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil:
1. Menggunakan dan mendemonstrasikan penerimaan penampilan
2. Mendemontrasikan keinginan dan kemampuanuntuk mengambil
perawatan diri/ tanggung jawab peran
Intervensi:
1. Dorong individu untuk mengespresikan perasaan, khususnya mengenai
pikiran, perasaan, pandangan dirinya
R/ untuk mengurangi ansietas dan mengidentifikasi gangguan citra
tubuhnya
2. Penjelasan berbagai kesalahan konsep individu terhadap perawatan diri
atau memberi perawatan
R/ agar pasien mampu melakukan perawatan diri
3. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisikdan emosional, dukung
keluarga ketika mereka berupaya untuk beradaptasi
R/ keluarga mampu memahami kondisi pasien

Dx 3
Resti injuri strabismus (terbentuknya bayangan ganda)
Tujuan: Resti injuri dapat teratasi
Kriteria hasil:
1. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera
2. Menunjukan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi:
1. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba
R/ menurunkan TIO
2. Penatalaksanaan ruang
R/ mengurangi resiko injuri dan memudahkan pasien melakukan aktivitas
3. Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
R/ kebutuhan pasien terpenuhi, berkurangnya resiko injuri

Dx 4
Ansietas b/d prosedur pembedahan
Tujuan: Ansietas dapat teratasi
Kriteria hasil:
1. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat
dapat diatasi
2. Menunjukan keterampilan pemecahan masalah

Intervensi:
1. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejalah tiba-tiba
dan pengetahuan kondisi saat ini
R/ faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri potensi
siklus ansietas dan mempengaruhi upaya pengontrol TIO
2. Berikan kenyamanan dan ketentraman hati dengan cara memahami
pasien, tekankan bahwa semua orang merasakan cemas dari waktu
kewaktu perlihatkan rasa empati
R/ pasien merasa tidak sendiri dalam menghadapi ansietasnya
3. Berikan informasi yang akurat tentang pembedahan
R/ menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/ harapan
yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan
informasi tentang pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyyn E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Istiqomah, Indriana N, 2004. Asuhan Keperawatan Pengkajian Tentang Mata.
Fakultas Kedokteran: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai