Anda di halaman 1dari 60

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN

KLIEN GANGGUAN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA


MADANI PALU

PROPOSAL

DIAJUKAN OLEH:

HUSNUL IKRIMA

PK.115019086

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA
PALU 2021
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN
KLIEN GANGGUAN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA
MADANI PALU

PROPOSAL

DIAJUKAN OLEH:

HUSNUL IKRIMA

PK.115019086

Telah disetujui untuk di seminarkan oleh:

Dosen Pembimbing I

Ns. Freny R. Mbaloto, M.Kep Tanggal ........................ 2021


NIDN. 0904028602

Dosen Pembimbing II

Ns. Jumain, M.Kep Tanggal ........................ 2021


NIDN. 0904028602

Ketua STIK Indonesi Jaya

Dr, Erson Sirait, SE.,M.Kes Tanggal.......................2021


NUPN. 99 94144 71
DAFTAR ISI
Isi Hal
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Skizofrenia................................................................ 6
B. Tinjauan Umum Keluarga.................................................................... 18
C. Tinjauan Umum Kepatuhan Skizofrenia............................................ 29
D. Landasan Teori...................................................................................... 36
E. Kerangka Pikir....................................................................................... 38
F. Hipotesis.................................................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................................... 40
B. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................ 40
C. Variabel dan Definisi Operasional....................................................... 41
D. Jenis dan Cara Pengambilan Data....................................................... 43
E. Pengelolaan Data................................................................................... 45
F. Analisi Data............................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA
A. Kuesioner Dukungan Keluarga........................................................... 53
B. Kuesioner Kepatuhan Minum Obat.................................................... 54
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola perilaku yang secara

klinis bermakna yang berhubungan dengan penderitaan dan menimbulkan

gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia ( Keliat, 2011 ). Secara

umum gangguan jiwa di sebabkaan karena adanya tekanan dari psikologis baik

dari luar individu maupun dari dalam individu. Tekanan psikologis akan

menimbulkan perubahan dalam hidup seseorang sehingga memaksa orang

tersebut untuk melakukan penyusaian diri guna menanggulang stresor yang

datang ( Hawari, 2014 ). Tekanan psikologis ini kalau tidak ditangani dengan baik

maka orang tersebut akan mengalami gangguan mental emosional yang

menunjukkan gejala stres, kecemasan, kekecewaan, dan putus asa ( Richard,

2010 ).

Gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami semua

orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula ketika individu

mampu menangani stressor tersebut. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi

gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi ( Riskesdas,

2018 ) Gangguan yang lebih serius dimaksud adalah skizofrenia. Skizofrenia

merupakan salah satu gangguan jiwa yang bersifat kronis. dengan demikian pasien

skizofrenia biasanya akan mengalami perawatan jangka panjang sehingga


dibutuhkan peran serta tidak hanya dari pasien sendiri dan petugas kesehatan

tetapi juga dari dukungan keluarga yang sangat penting karena keluarga yang

selalu ada bersama dengan pasien ( Friedman, 2010 ).

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan

“perawat utama” bagi penderita. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat

hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan,

papan), kebutuhan social ( pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan ) dan

kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak

mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang

menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat menghadapi masalah

seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehingga

dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan di cintai. Contoh nyata yang paling

sering dilihat dan dialami adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa

dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang

berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa

mendapat dukungan sosial ( Nasir, Abdul & Muhith, 2011 ).

Dukungan keluarga menurut Friedman ( 2010 ) adalah sikap, tindakan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan

emosional. Salah satu dukungan keluarga yang diberikan pada pasien skizofrenia

adalah mengontrol pasien dalam minum obat, oleh karena itu keluarga sebagai

orang yang dekat dengan pasien harus mengetahui prinsip lima benar dalam

minum obat yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara/rute
pemberian, dan benar waktu pemberian, karena kepatuhan terjadi bila aturan pakai

dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan

benar ( Butar, 2012 ). Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam

proses kesembuhan pasien skizofrenia. Keluarga yang bersikap terapeutik dan

mendukung pasien dalam minum obat dengan rutin menyebabkan pasien tidak

akan mengalami kekambuhan karena dampak dari kekambuhan adalah keadaan

pasien akan semakin parah dari sebelumnya ( Keliat, 2011 ).

Penelitian yang dilakukan oleh Pelealu ( 2018 ), tentang “Hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di RSJ Prof.

DR.V.L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara” menunjukkan bahwa dukungan

keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien skizofrenia, karena pada

umumnya pasien belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat

yang akan diminum sehingga keluarga harus selalu membimbing dan

mengarahkan agar pasien skizofrenia dapat minum obat dengan benar dan teratur.

Keluarga harus berperan penting dalam memberikan dukungan pada pasien

skizofrenia baik itu dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih sayang

dan sikap menghargai yang diperlukan pasien, dukungan informasi yaitu dengan

memberikan nasihat dan pengarahan kepada pasien untuk minum obat, dukungan

instrumental yaitu dengan menyiapkan obat dan pengawasan minum obat, 5 dan

dukungan penilaian memberikan pujian kepada pasien jika minum obat tepat

waktu ( Friedman, 2010 ).

Data World Health Organization ( WHO ) pada tahun 2016, menunjukkan

secara global, terdapat sekitar 21 juta orang dengan skizofrenia. Berdasarkan


National Institute Of Mental Health ( NIMH ), prevalensi skizofrenia di seluruh

dunia adalah sekitar 1,1% dari populasi di atas usia 8 tahun, atau sekitar 51 juta

orang di seluruh dunia menderita skizofrenia ( NIMH, 2012 ).

Data Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2018, menunjukkan

terjadi peningkatan proporsi gangguan jiwa yang cukup signifikan yaitu 7%

dibandingkan pada tahun 2013 yang hanya 1,7%, Di Nusa Tenggara Timur

jumlah penderita skizofrenia sebanyak 4%. Selain itu, berdasarkan cakupan

pengobatan penderita skizofrenia, penderita yang rutin berobat sebanyak 48,9%

dan tidak rutin berobat sebanyak 51,1%, dan cakupan pengobatan khusus di Nusa

Tenggara Timur sebanyak 11,5%. Masalah yang sering muncul dalam pengobatan

skizofrenia adalah kekambuhan (Relaps). Penyebab kekambuhan skizofrenia

adalah ketidakpatuhan pengobatan dan munculnya stressor yang sangat signifikan

mengganggu ( Keltner and Steele, 2015 ).

Data kekambuhan akibat ketidakpatuhan pengobatan yang ditemukan

melalui Survey Riskesdas tahun 2018 yakni sebesar 36,1% tidak minum obat

karena merasa sudah sehat dan 33,7% tidak rutin berobat. Lebih lanjut ditemukan

populasi minum obat rutin hanya sebesar 48.9% ( Riskesdas, 2018 ). Angka

statistik tersebut sudah 3 menunjukkan bahwa penderita skizofrenia di Indonesia

sangat berisiko mengalami kekambuhan.( Ahmadi 2015 ).

Rumah Sakit khusus Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Palu adalah satu-

satunya Rumah Sakit Jiwa yang ada di Palu, survay awal di lakukan pada hari

sabtu tanggal 22 mei 2021 di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu, Berdasarkan data

dari Rekam medik Rumah Sakit Daerah Jiwa Madani Provinsi Sulawesi Tengah
Palu, pasien skizofrenia pada tahun 2019 sampai tahun 2020 ada 702 pasien jiwa

skizofrenia di ruangan poliklinik jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Pada

bulan januari sampai mei tahun 2021 terdapat 120 pasien jiwa skizofrenia di

ruangan poliklinik jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Palu ( Sumber Buku

Registrasi Rekam Medik ).

B. Rumusan Masalah

“Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada pasien skizofrenia di RSUD Jiwa Madani Palu”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada pasien skizofrenia di RSUD Jiwa Madani Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi RSUD Jiwa Madani Palu

Hasil penelitian ini merupakan salah satu sumber informasi bagi

instansi terkait dalam upaya peningkatan sosialisasi pada keluarga pasien

gangguan jiwa.

2. Manfaat bagi STIK IJ Palu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu

pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti

berikutnya.
3. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti

dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Skizofrenia

1. Pengertian skizofenia

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang ditandai

dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realita

( halusinasi ), efek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif ( tidak mampu

berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari

( Keliat, 2011 ).

Skizofrenia berasal dari dua kata “Zkizo” yang artinya retak atau pecah

( split ), dan “Frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian dapat di artikan

seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami

keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi( Hawari, 2014 )

Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang memepengaruhu otak dan

bisa menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku

yang aneh dan terganggu ( Nuraendah, 2012 ).

Skizofrenia adalah penyakit otak neurobiologis yang berat dimana

adanya gengguan perilaku atau psikologis yang kronik, sering mereda, namun
hilang timbul dengan menunujukkan manifestasi klinik yang bervariasi

diantaranya distress, disfungsi, dan manifestasi klinik yang bervariasi

diantaranya distress, disfungsi dan, menurunkan ualitas hidup ( Stuart, 2016 ).

Orang – orang yang menderita skizofrenia umumnya mengalami

beberapa episode akut simtom – simtom, diantara setiap episode mereka

sering mengalami simtom – simtom yan tidak terlalu parah namun tetap

sangat mengganggu keberfungsian mereka ( konsten & Ziedonis, 1997 dalam

Davison, 2010 ).

2. Tanda – tanda dan Gejala Skizofrenia

Menurut Hawari ( 2014 ) Tanda dan gejala skizofrenia dapat dibagi dalam

dua kelompok, yaitu :

1. Gejala positif

a. Delusi atau waham

Sesuatu keyakinan yang tidak rasional ( tidak masuk akal ).

Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu

tidak rasional, namun penderita tetap meyakinin kebenaran hal itu.

b. Halusinasi

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan ( stimulus ),

misalnya penderita mendengar suara – suara / bisikan – bisikan di

telinganya padahal tidak ada sumber suara / bisikan tersebut.

c. Kekacauan alam pikiran

Hal ini dapat dilihat dari isi pembicaraannya seperti bicaranya

kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.


d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar – mandir, agresif, bicara

dengan semangat, dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya “ Orang Besar “, merasa serba mampu dan

sejenisnya.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan – akan ada

ancaman terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

2. Gejala negatif

a. Alam perasaan ( affect ) “ tumpul “ dan “ mendatar “

Gambaran alam perasaan ini dapat dilihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain dan suka melamun.

c. Kontak emoisonal amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.

d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir nyata.

f. Pola pikir steorotip.

g. Tidak ada / kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.

Gejala – gejala skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu gejala positif

dan gejala negatif. Gejala positif skizofrenia ialah halusinasi, delusi dan

paranoid sedangkan yang termasuk dalam gejala negatif skizofrenia ialah

motivasi diri rendah, apatis, kehilangan konsentrasi, dan juga tidak mau

untuk bersosialisasi dengan masyarakat ( Harald, 2015 ).


3. Faktor – faktor Penyebab Skizofrenia

Penyebab skizofrenia menurut Kaplan dan Sadock ( 2010 ) sebagai

beriku:

1. Model diatesis – stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan

lingkungan adalah model diatesis – stress. Model ini merumuskan

bahwa seseorang mungkin memiiki suatu kerentanan spesifik ( diatesis

) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan

stres akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

2. Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah banyak melibatkan peranan

patofiologi suntuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik,

korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling

berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut

mungkin melibatkan patofisologi primer pasien skizofrenik.

3. Genetika

Penelitian menunjukkan bahwa seseorang kemungkinan menderita

skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia,

dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah hubungan

dengan dekatnya persaudaraan. Kembar monozigotik memiliki angka

kesesuaian yang tertinggi. Penelitian pada kembar monozigotik yang

diadopsi menunjukkan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua

angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama


besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua

kandung. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetik

melebihi pengaruh lingkungan.

4. Faktor Psikososial

a. Teori Psikoanaliti dan Psikodinamik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi

perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.

Kerusakan ego memberikan konstribusi terhadap munculnya

simtom skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi

interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari

dalam. Sedangkan pandangan psikodinamik lebih mementingkan

hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus menyebabkan

kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak-anak dan

mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

b. Teori Belajar

Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari

reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi

orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan.

Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia

berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari

model yang buruk.

c. Teori Tentang Keluarga


Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit

non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku

keluarga yang patologis yang secara signifikan meningkatkan

stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia.

d. Teori Sosial

Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam

menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun

15 penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya

terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

4. Jenis dan Tipe Gangguan Jiwa Skizofrenia

Skizofrenia ada 5 tipe menurut Hawari ( 2014 ), yaitu :

a. Skizofrenia Paranoid

Waham kejar atau waham kebesaran, dan halusinasi yang mengancam

pasien.

b. Skizofrenia Tipe Heberfrenik

Senang menyendiri, Afek dangkal dan tidak wajar ( sering tertawa

sendiri ), Pembicaraan tidak menentu / melompat – lompat

c. Skizofrenia Tipe Katonik

Stupor Katonik, yaitu reaktivitas terhadap lingkungan yang sangat

berkurang dan atau pengurangan dari pergerakan / aktivitas spontan

sehingga kelihatan seperti patung, kegaduhan katatonik yaitu

kegaduhan aktivitas motorik yang memiliki tujuan dan tidak

dipengaruhi oleh rangsangan luar, sikap tubuh katatonik, yaitu sikap


yang tidak wajar atau aneh, Negativise katatonik, yaitu suatu

perlawanan terhadp semua perintah atau upaya untuk menggerakkan

dirinya, Kekakuan katatonik, yaitu pertahanan suatu sikap kaku

terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.

d. Skizofrenia Tidak Terinci

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,

hebrefenik ataupun katatonik, tidak memenuhi kriteria skizofrenia

residual atau depresi pasca skizofrenia.

e. Despresi Pasca Skizofrenia

Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir, beberapa

gejala skizofrenia masih tetap ada, gejala – gejala depresi menonjol

paling sedikit muncul selama 2 minggu.

f. Skizofrenia Tipe Residual

Tipe ini merupakan sisa – sisa dari gejala skizofrenia yang tidak begitu

menonjol, Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta

tidak serasi, penarikan diri dari pergaulan, sosial, tingkah laku

eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional.

5. Perjalanan Klinis Skizofrenia

berlangsung secara perlahan – lahan meliputi beberapa fase, dimulai

dengan keadaan prodromal ( awal sakit ), fase aktif, dan keadaan

residual ( sisa )
a. Fase Prodromal

Fase prodrmal adalah tanda dan gejalaa awal suatu penyakit.

Pemahaman pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk di deteksi

dini, karena dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar

untuk mencegah berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi

kemungkinan kesembuhan yang lebih besar jika diberi terapi yang tepat.

Tanda dan gejala prodromal skizofrenia berupa cemas, depresi, keluhan

somatik, perubahan perilaku dan timbulnya minat baru yang tidak lazim.

Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun.

Munculnya gejala prodromal ini dapat terjadi dengan atau tanpa pencetus,

misalnya trauma emsi, frustasi karena permintaan tidak terpengaruhi,

penyelahgunaan zat, berpisah dengan orang yang dicintai.

b. Fase Premorbid

Untuk fase premorbid lazimnya dimulai saat penderita berusia

remaja. Meski sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor genetik dan

neurologis, tahapan skizofrenia awal ini bisa dipicu oleh sifat kepribadian

si penderita, misalnya terlalu pemalu, suka menarik diri dari pergaulan,

perilaku antisosial, dll.Pada fase ini, penderita akan mulai mengalami

halusinasi dan mendengar suara-suara tertentu. Kondisi biasanya akan

diperparah dengan kejadian pahit seperti kegagalan dalam pekerjaan,

asmara, pendidikan, maupun lingkungan.Saat sedang dalam fase

premorbid, seseorang akan mulai berfantasi dalam batas yang wajar dan
normal, baik fantasi indah maupun yang sebaliknya. Sayangnya,

masyarakat awam sering mengasosiasikan fase awal ini dengan gangguan

makhluk halus ( ketempelan ).

c. Fase Aktif

Jika penderita skizofrenia sudah sering mengalami halusinasi,

inkoherensi, gangguan afek, bahkan sampai waham pada intensitas yang

tak bisa dikendalikan, kemungkinan besar dia sudah berada di fase aktif.

Mayoritas penderita skizofrenia baru atau mulai serius melakukan

pengobatan/terapi ketika sudah berada di fase ini.

d. Fase Residual

Merupakan tahap paling parah dari penakit skizofrenia. Pada fase

ini, penderita akan mulai mendengar suara-suara negatif yang cenderung

memerintah, seperti “ayo pukul”, “ayo bunuh diri”, atau “ayo bunuh”. Ini

disebabkan oleh ketidakseimbangan bagian tertentu dalam otak

(neurotransmiter). Untuk menanganinya, dokter biasanya akan meresepkan

obat-obatan khusus untuk mengendalikan pikiran dan perilaku si pasien.

6. Penatalaksanaan Pengobatan Gangguan Jiwa Skizofrenia

Menurut Hawari ( 2014 ), penatalaksanaan pasien Skizofrenia

adalah sebgai berikut :

1. Psikofarmaka

Adapun obat psikofarmaka yang ideal memenuhi syarat – syarat yaitu:


a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu yang relatif

singkat.

b. Tidak memiliki efek samping, kalaupun ada relatif kecil. Efek

samping seperti kantuk, habituasi, adiksi dependesi, lemah otot,

dan lain sebagianya.

c. Dappat menghulangkan gejala positif maupun negatif skizofrenia

dalam waktu yang singkat

d. Lebih cepat memulihkan fungsi kongnitif ( daya pikir dan juga

daya ingat ).

e. Memperbaiki pola tidur.

2. Psikoterapi

a. Suportif

Psikoterapi suportif ialah untuk memberika n dorongan, semangat,

dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa.

b. Psikoterapi Re – edukatif

Jenis psikoterapi ini untuk memberikan pendidikan ulang guna

memperbaiki kesalahan pendidikan di masa lalu dan juga dengan

pendidikan ini dapat mengubah pola pendidikan lama dengan yang

baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. Psikoterapi Re – konstruksif

Manfaat jenis psikoterapi ini ialah untuk memperbaiki kemballi

kepribadian yang telah mengalami keretakan sehingga menjadikan

kepribadian utuh eperti semula sebelum sakit.


d. Psikoterapi kongnitif

Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau modifikasi terhadap

keyakinan (delusi), fokus dalam hal ini terutama bertarget pada

halusinasi kronis pendengaran, dan menormalkan pengalaman

psikotik pasien, sehingga mereka bisa tampil lebih normal.

e. Psikoterapi Psiko – dinamik

f. Psikoterapi keluarga

g. Prinsip dalam pendekatan psikososial ini adalah bahwa anggota

keluarga pasien harus dilibatkan dan terlibat dalam perlakuan

proses kolaboratif sejauh mungkin. Anggota keluarga umumnya

berkontribusi untuk perawatan pasien dan memerlukan

pendidikan, bimbingan, dan dukungan, serta pelatihan membantu

mereka mengoptimalisasikan peran mereka.

h. Psikoterapi perilaku

Manfaatnya adalah untuk memulihkan gangguan perilaku yang

terganggu ( maladaptif ) menjadi perilaku yang adaptif ( mampu

menyesuaikan diri ) di lingkungan manapun.

3. Terapi psikososial

Salah satu bagaian ari terapi psikososial adalah terapi okupasi,

dimana didalam teraapi okupasi ini terdapat bermacam – macam jenis

kegiatan yang diberikan kepada pasien. Salah satunya adalah

menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehati –hari sehi nggga


dapat menin gkatkan kemampuan pasien dalam melakukan kegiatan

kehidupan sehari – hari secra mandiri ( Hawari 2014 ).

4. Perawatan Di Rumah Sakit

Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan

diagnostik, menstabilkan medikasi, keamnanan pasien karena gagasan

bunuh diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak

sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar,

seperti makanan, pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan

di rumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien

dan sistem pendukung masyarakat. Perawatan di rumah sakit menurunkan

stres pada pasein dan membantu mereka menyusun aktivitas harian

mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keaparahan

penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.

Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien

dengan fasilitas pasca rawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat,

board-and care homes, dan half-way house, pusat perawatan di siang hari

( day care center ) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu

pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat

memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien.


B. Tinjauan Umum Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap – tiap anggota

keluarga selalu berinteraksi satu sama yang lain ( Harmoko 2012 ).

Keluarga merupakan ikatan atau pesekutuan hidup atas dasar

perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki – laki atau seorang perempuan yang sudah sendiri

dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal

dalam sebuah rumah tangga ( Dion dan Betan, 2013 ).

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, serta sosial tiap

anggota keluarga ( Friedman 2013 ).

Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal

atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat

memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku

penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan

secara emosional merasa legah karena diperhatikan, mendapat saran atau

kesan yang menyenangkan pada dirinya ( Christine, 2010 ).


2. Tipe Keluarga

Dion dan Betan ( 2013 ) Menyatakan bahwa pembagian tipe kelurga

yaitu :

a) Keluarga inti ( Nuklear family ) adalah keluarga yang hanya

terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya

atau adopsi atau keduanya.

b) Keluarga besar ( Extended Family ) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

( kakek, nenek, paman-bibi ). Dion dan Betan ( 2013 ),

menyatakan bahwa dengan berkembangnya peran individu dan

meningkatnya rasa individualisme, pengelompokkan tipe keluarga

selain kedua diatas berkembang menjadi:

c) Keluarga besar ( Extended Family ) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

( kakek, nenek, paman-bibi ).

Dion dan Betan ( 2013 ), menyatakan bahwa dengan

berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa

individualisme, pengelompokkan tipe keluarga selain kedua diatas

berkembang menjadi:

a) Orang tua tunggal ( Single parent family ) adalah keluarga yang

terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian

atau ditinggal pasangannya.


b) Ibu dengan anak tanpa perkawinan ( the unmarried teenage

mother ) Orang dewasa ( laki-laki atau perempuan ) yang tinggal

sendiri

c) Keluarga bentukan kembali ( Dyadic Family ) adalah keluarga

baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau

kehilangan pasangannya.

3. Ciri – ciri Keluarga

Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama

( gay and lesbian family ).

a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan

b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara

c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama ( nomen clatur )

termasud perhitungan keturunan

d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang di bentuk oleh

anggota anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk

mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

e) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumh

tangga

4. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman ( 2013 ), fungsi keluarga di bagi menjadi 4 yaitu :

1) Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah gambaran diri anggota keluarga,

perasan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga lain, mengembangkan konsep diri

positif, saling mengasuh, dan menerima, cinta kasih, mendukung,

menghargai sehingga kebutuhan psikososial keluarga terpenuhi.

2) Fungsi Sosalisasi

Fungsi sosialisasi adalah interaksi atau hubungan dalam

keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya,

dan perilaku berhubungan dengan interaksi.

3) Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, papan.

4) Fungsi Kesehatan

Fungsi kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk

bertanggung jawab merawat anggota keluarga dengan penuh

kasih sayang serta kemauan keluarga mengatasi masalah

kesehatan yang sedang dihadapi.

5. Tugas Keluarga Dalam Kesehatan

Harmoko ( 2012 ), menyatakan ada lima tugas pokok keluarga yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan keluarga

2) Membuat keputusan tindakan yang tepat

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

4) Mempertahankan suasan rumah yang sehat


5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat

6. ketidakmampuan Keluarga Melaksanakan Tugas Kesehatan Terdiri

atas :

1. Ketidaksanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga

a) Kurangnya pengetahuan / ketidakmampuan fakta akan penyakit

gangguan jiwa

b) Takut akibat masalah yang di hadapi serta aib yang harus dihadapi

membuat keluarga tidak fokus dalam mengenal masalah gangguan

jiwa yang dihadapi eanggota keluarga.

c) ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam

mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat

karena :

d) tindakan memahami mengenal sifat, berat dan luasnya masalah

gangguan jiwa yang di hadapi keluarga.

e) Keluarga tidak snaggup memecahkan masalah karena kurang

pengetahuan dan kurang baik itu dalam hal biaya, tenanga dan

waktu dalam penanganan anggota keluarganya yang mengalami

gangguan jiwa.

f) Tidak sanggup memilih tindakan di antara beberapa pilihan.

g) Tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang ada

h) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan yang ada

i) Fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau terutama bagi keluarga

yang ada di pedesaan.


2. Ketidakmampuan Merawat Anggota Keluarga yang Sakit,

Disebabkan Karena :

a) ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit, disebabkan

karena

b) kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan

c) tidak seimbang sumber – sumber yang ada dalam keluarga,

misalnya keluarga dan fasilitas fisik untuk perawatan.

7. Dukungan Keluarga

Menurut Friedman ( 2013 ), dukungan kelurga adalah proses yang

terjadi terus enerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan

keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai

hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu, dukungan

keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

anggotanya.

Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal

atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat

memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku

penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan

secara emosional merasa legah karena diperhatikan, mendapat saran atau

kesan yang menyenangkan pada dirinya ( Christine, 2010 ).


8. Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman ( 2013 ), sumber dukungan keluarga terdapat

berbagai macam bentuk yaitu :

1) Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai

pemberi informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah.

Dukungan informasional yang diberikan kepada penderita

skizofrenia adalah mengenai perkembangan kesehatan pasien dan cara

merawat serta cara minum obat dengan benar. Keluarga berfungsi

sebagai penyebar dan pemberi informasi, yang disediakan keluarga

dapat digunakan oleh individu untuk mengatasi persoalan yang dialami

pasien skizofrenia. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan

pengetahuan tentang Skizofrenia dan kepatuhan dalam minum obat

( Purnamasari dkk, 2013 ).

2) Dukungan Penilaian atau Penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak

membibing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, perhatian. Dukungan penghargaan/penilaian yang berupa


penghargaan yang diberikan seseorang kepada pasien skizofrenia yang

sesuai dengan kondisi sebenarnya dari penderita ( Harnilawati, 2013 ).

3) Dukungn Instrumental

Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber

pertolongan praktis dan konkrit, diantranya adalah dalam hal

kebutuhan keungan, makan, minum dan istrahat.

Dukungan instrumental yang dapat diberikan kepada penderita

skizofrenia diantaranya dapat berupa biaya pengobatan, kebutuhan

sandang dan pangan, dan juga meluangkan waktu untuk mendengarkan

keluh kesah dalam penyampaian perasaannya. Status ekonomi dalam

sebuah keluarga baik lebih mudah tercukupi dibandingkan status

ekonomi yang rendah, semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga

semakin tinggi juga tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga

terhadap kesembuhan pasien skizofre ( Lukitasari dan Hidayat, 2013 ).

4) Dukungan Emosional

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang

aman dan damai untuk istrahat serta pemulihan dan membantu

penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosonal meliputi dukungan

yang diwujudkan dalam bentuk adanya kepercyaan dan perhatian.

Dukungan emosional yang dapat diberikan kepada penderita

skizofrenia diantaranya tentang pemberian kasih sayang, rasa aman,


semangat, mengantarkan berobat, memperhatikan setiap

perkembangan pasien, sehingga dapat membangkitkan semangat dan

mengurangi putus asa. Memberikan dukungan emosional yaitu dengan

keluarga menerima kondisi pasien, mendampingi pasien sampai

keadaannya baik, dan membantu pasien dengan ikhlas dan tulus

( Karmila, et al, 2016 ).

9. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Padila ( 2012 ), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga adalah :

1. Faktor Internal

a. Tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal

ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian

setiap rentan usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan

respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

b. Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang

mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya

cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin

dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit 27

tersebut dapat mengancam kehidupannya. mempunyai respon

emosional yang kecil selama ia sakit. Seseorang individu yang


tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap

ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala

penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.

c. Spritual

Aspek spiritualitas dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman dan

kemampuan mencapai harapan dan arti dalam hidup.

d. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar

belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan

kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk

kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan

dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang

kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

2. Faktor Eksternal

a. Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya pasien juga kemungkinan besar akan melakukan

tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang

sama. Misalnya anak yang selalu diajak orangtuanya untuk


melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya

anak dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi dan psikososial dapat meningkatkan

risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel 28

psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup dan

lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan

dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan

lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan,

sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada

gangguan pada kesehatannya.

c. Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk

cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

10. Sumber Dukungan Keluarga

Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial

keluarga yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal

seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara
kandung atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman dan

bibi ( Friedman, 2013 ).

11. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga memiliki efek terhadap kesehatan dan

kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya dukungan yang

kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh

dari sakit, fungsi kongnitif, fisik, dan kesehatan emosi, selain itu,

dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif pada penyesuaian

kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress ( Friedman, 2013 ).

C. Tinjaun Umum Kepatuhan Skizofrenia

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan adalah perilaku individu ( misalnya : minum obat,

mematuhi diet, atau melalukan perubahan gaya hidup ) sesuai anjuran

terapi dan kesehatan ( Kozier, 2010 ). Tingkat kepatuhan dapat dimlai dari

tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.

Kepatuhan adalah bentuk perilaku yang ditimbulkan akibat adanya

interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti dan

menyetujui segala konsekuensi serta melaksanakannya ( Kemenkes, 2011 )

Definisi patuh dan kepatuhan menurut KBBI ( Kamus Besar

Bahasa Indonesia ), patuh merupakan suka menurut perintah, taat kepada


perintah atau aturan dan berdisiolin. Kepatuhan berarti bersifat patuh,

ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada

situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang

dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan

atau informasi yang diperoleh dari sumber informasi lainnya seperti nsehat

yang diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan melalui kampaye

media massa ( Ian & Marcus, 2011 ).

2. Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia

Dukungan emosional yang dapat diberikan kepada penderita

skizofrenia diantaranya tentang pemberian kasih sayang, rasa aman,

semangat, mengantarkan berobat, memperhatikan setiap perkembangan

pasien, sehingga dapat membangkitkan semangat dan mengurangi putus

asa. Memberikan dukungan emosional yaitu dengan keluarga menerima

kondisi pasien, mendampingi pasien sampai keadaannya baik, dan

membantu pasien dengan ikhlas dan tulus ( Karmila, et al, 2016 ).

3. Indikator Kepatuhan Minum Obat Skizofrenia

Terdapat 5 prinsip benar dalam pemberian obat yaitu :

1) Benar Pasien

2) Benar Obat

3) Benar Dosis

4) Benar Cara / Rute


5) Benar Waktu

4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Feuerstain ( dalam Niven, 2012 ) ada beberapa faktor yang mendukung

sikap patuh pasien antara lain :

a) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terancam untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif dapat

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta ketrampilan yang

diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

b) Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga juga dapat menjadi faktor yang sangat

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan

individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan

yang dapat mereka terima.

c) Pengetahuan

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk

ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan

pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak

konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun,

ditata kembali atau dirubah sedemikian rupa, sehingga tercapai

suatu konsistensi.

d) Modifikasi Faktor Lingkungan Sosial


Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan

teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk

untuk membentuk kepatuhan dalam program pengobatan.

e) Perubahan Model Terapi

Program pengobatan dapat dibuat sederhana mungkin dan

penderita terlihat aktif dalam program pengobatan.

f) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien

memberikan umpan balik pada penderita setelah memperoleh

informasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit

dan bagaimana pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.

g) Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih

dipercaya dari pada orang-orang yang belum cukup tinggi

tingkatan kedewasaannya.

Niven ( 2013 ), menyatakan bahwa faktor mempengaruhi

kepatuhan minum obat sebagai berikut :

a) Pemahaman Tentang Instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham

tentang instruksi yang diberikan padanya. Hal ini disebabkan oleh

kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi


yang lengkap, penggunaan istilah-istillah medis, dan banyak

memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien dan keluarga.

b) Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan, keluarga

dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan

derajat kepatuhan.

c) Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat

mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat

keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.

d) Keyakinan Sikap dan Kepribadian

Kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang

patuh dengan orang yang gagal. Orang-orang yang tidak patuh

adalah orang-orang yang mengalami depresi, kecemasan, sangat

memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih

lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan

perhatiannya pada diri sendiri.

5. Cara Mengukur Kepatuhan Minum Obat


Putri ( 2012 ), menyatakan bahwa terdapat dua metode yang biasa

digunakan mengukur kepatuhan, yaitu :

1. Metode Langsung

Kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh

dengan orang yang gagal. Orang-orang yang tidak patuh adalah

orang-orang yang mengalami depresi, kecemasan, sangat

memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih

lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan

perhatiannya pada diri sendiri.

2. Metode Tidak Langsung

Dengan menyatakan pasien tentang cara pasien menggunakan obat,

menilai respon klinik, melakukan perhitungan obat, dan

mengumpulkan kuesioner kepada pasien.

6. Indikator Kepatuhan

Fenderich mengatakan dalam kepatuhan terdapat tiga perilaku yaitu :

a. Konformitas ( conformity )

Konformitas adalah suatu jenis pegaruh sosial di mana individu

mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma

sosial yang ada.

b. Penerimaan ( compliance ).

Penerimaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh

komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau

orang yang disukai.


c. Ketaatan ( obedience )

Ketaatan adalah suatu bentuk perilaku menyerahkan diri

sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada

kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk

hubugan mereka dengan pihak yang berwenang.

7. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat

Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

pasien sskizofrenia yaitu :

1) Penelitian yang dilakukan oleh Angel Pelealu dkk, dengan judul

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa Prof.

DR.V.L.Ratumbuysang Provinsi Sulawesii Utara. Hasil uji untuk

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa Prof.

DR.V.L.Ratumbuysang Provinsi Sulawesii Utara menggunakan uji

Chi Square diperoleh hasil nilai P value 0,000 lebih kecil dari ɑ

0,05 maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ha diterima

atau dengan kata lain ada hubungan antara 37 dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di rumah sakit

jiwa Prof. DR.V.L.Ratumbuysang Provinsi Sulawesii Utara.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Kristiani Bayu Santoso dkk, dengan

judul dukungan keluarga mempengaruhi kepatuhan minum obat

pasien skizofrenia. Berdasarkan hasil uji statistik, diperolah p-


value sebesar 0,002<0,05 sehingga hal ini menunjukkan bahwa ada

dukungan antara hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pasien skizofrenia. Nilai kekuatan korelasi Spearman’s

Rank ( r ) sebesar 0,750 menunjukkan kriteria hubungan yang

sangat erat.

D. Landasan Teori

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang di tandai dengan

gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Keadaan ini pada

umunya di jewantahkan dalam bentuk halusinasi pendengaran, paranoid, atau

waham yang ganjil, atau cara berbicara dan berfikir yang kacau disertai

dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan. Kekambuhan

skizofrenia yang dialami bersifat kronis dengan waktu penanganan yang lama,

kekambuhan skizofrenia di sebabkan beberapa faktor seperti ketidak patuhan

penderita minum obat. .


Faktor – faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan :
1. Pendidikan
2. Pengethauan
3. Usia Hubungan dukungan keluarga
4. Perubahan model terapi pada pasien skizofrenia :
5. Akomodasi
6. Modifikasi faktor lingkugan 1. Dukungan emosional
2. Dukungan informatif
Sosial
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan penilaian
7. Dukungan Keluarga

Kepatuhan minum obat


pasien skizofrenia :

1. Benar pasien
2. Benar obat
3. Benar dosis
4. Benar rute / cara
5. Benar waktu
Keterangan :

: Diteliti
Patuh Tidak patuh
: Tidak diteliti

: Berhubungan

: Berpengaruh

Gambar 2.1 Kerangka Teori


E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan jalur pemikiran yang dirancang berdasarkan

kegiatan peneliti yang dilakukan. Menurut Mujiman menyatakan bahwa

kerangka pikir adalah merupakan konsep berisikan hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat dalam rangka memberikan jawaban

sementara.

Variabel Independent Variabel Dependent

Dukungan Keluarga

1. Dukungan informasional Kepatuhan Minum Obat


2. Dukungan penilaian
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan emosional

Gambar 2.2 Kerangka Pikir


F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu permasalahan,

oleh karena itu masih perlu diuji kebenarannya. Suharsimi ( 2010 : 110 )

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

a. Hipotesis alternatif ( Ha )

Ha : ada hubungan dukungan keluarg terhadap kesembuhan klien

gangguan halusinasi di RSUD jiwa Madani Palu.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

rancangan ‘’cross sectional study’’ yang bertujuan untuk melihat apakah ada

hubungan dukungan keluarga terhadapa kesembuhan klien gangguan

halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu.

B. Waktu dan Lokasi Penlitian

Waktu penelitian akan dilaksnakan pada bulan juli 2021, penelitian

akan di lakukan di ruangan Poliklinik Rumah Sakit Daerah Jiwa Madani

Palu. Penelitian ini dilakukan pada pengunjung keluarga pasien yang sedang

membawa klien berobat dengan tetap selalu mengikuti protokol kesehatan

yang sudah di tetapkan.

Alasan peneliti memilih lokasi ini karena hanya satu-satunya rumah

sakit jiwa yang ada di sulawesi tengah dan lebih memudahkan peneliti untuk

melakukan penelitian.
C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah suatu atribut atau nilai dari orang,

objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiono, 2015).

a. Variabel Bebas ( Independent ) ). Variabel bebas adalah stimulus aktif

dan dimanipulasi peneliti untuk menciptakan dampak ( Nursalam,

2013 ). Pada penelitian ini variabel indipendentnya adalah dukungan

keluarga.

b. Variabel Terikat ( Dependent ) Variabel terikat adalah yang di

pengaruhi variabel bebas ( Notoatmodjo, 2010 ). Pada penelitian ini

variabel dependentnya adalah kepatuhan minum obat pada pasien

skizofrenia.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat

diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena yang

kemungkinan dapat diulangi lagi oleh orang lain ( Nursalam, 2013 ).


a) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah bantuan atau upaya yang diberikan keluarga

kepada pasien skizofrenia di Poliklinik RSUD Jiwa Madani Palu berupa

pemberian informasi, bantuan emosional, instrumental dan penghargaan.

Cara Ukur : pengisian Kuesioner

Alat Ukur : Kuesioner

Skala : Ordinal

Hasil Ukur :

Ya = 1

Tidak = 0

Dengan Kategori = ≤31%

Cukup = 32% - 67%

Baik = 68% - 100%

b) Kepatuhan minum obat adalah perilaku atau sikap pada pasien skizofrenia

dalam minum obat di Poliklinik RSUD Jiwa Madani Palu.

Cara Ukur : pengisian kuesioner

Alat Ukur : Kuesioner

Skala : Ordinal

Hasil Ukur :

Untuk pernyataan positif : Ya = 1 Tidak = 0

Untuk pernyataan negatif : Ya = 0 Tidak = 1

Dengan penilaian : Patuh jika skor 100%, Tidak patuh jika skor <100%
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data

Data dalam penelitin adalah faktor terpenting yang menjadi

pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Sumber

dari peneliti terdiri dari data primer dan data sekunder. ( Sugiyono,

2013 ).

a. Data Primer

Data primer adalah data yang di peroleh atau di kumpulkan

peneliti secara langsung sumbernya. Data primer juga bisa di sebut

sebagai data asli atau data baru. Tehnik yang di gunakan peneliti

untuk mengumpulkan data primer yaitu melalui pengisian kuesinor

yang di berikan pada responden. Kuesioner disusun dalam bentuk

pernyataan positif Kuesioner untuk dukungan keluarga terdiri dari

16 pernyataan positif yang terbagi atas 4 item yaitu Dukungan

emosional ( no 1,2,3,4 ), Dukungan informatif ( no 5,6,7,8 ),

Dukungan instrumental ( no 9,10,11,12 ), dan Dukungan

penilaian / penghargaan ( no 13,14,15,16 ), dengan masing -

masing item pernyataan yang harus dijawab oleh responden.

Dukungan keluarga menggunakan pilihan jawaban: Ya = 1, Tidak

= 0. Dengan kategori: dukungan keluarga kurang = ≤31%, cukup =

32% - 67%, Baik = 68% - 100%.

Kuesioner untuk kepatuhan minum obat terdiri dari

pernyataan positif ( no 1,2,4,5,7,9,10,12,13 ) dan pernyataan


negatif ( no 3,6,8,11,14 ) yang terbagi atas 5 item dengan masing-

masing item pernyataan ada benar pasien ( no 1,2 ), benar obat ( no

3,4,5 ), benar dosis ( no 6,7 ), benar cara/rute (no 8,9), dan benar

waktu ( no 10,11,12,13,14, ). Kepatuhan minum obat

menggunakan pilihan jawaban untuk pernyataan positif : Ya = 1,

Tidak = 0, dan pernyataan negatif : Ya = 0, Tidak = 1. Dengan

penilaian : Patuh minum obat jika skor 100% dan tidak patuh

minum obat jika <100%.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang di peroleh atau data yang

dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang sudah ada atau

peneliti sebagai tangan kedua. Data sekunder data yang di peroleh

dari RSUD Jiwa Madani Palu.

2. Cara Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data ini dislakukan setelah

mendapatkan izin dari instansi pendidikan STIK Indonseia Jaya Palu

kemudian mengirimkan surat permohonan izin penelitian ke Rumah

Sakit Dareah Madani Palu, setelah mendapatkan izin kemudian

peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat,

prosedur pelaksanaan dan cara pengisian kuesioner penelitian. Apabila

responden setuju maka responden di minta untuk mendatangani

informend consent, kemudian membagikan kuesioner untuk di isi.


setelah kuesioner di isi oleh responden selanjutnya peneliti memeriksa

semua item pernyataan yang telah di isi responden. Setela di lakukan

penelitian semua kuesioner teriisi dengan lengkap kemudian peneliti

mengumpulkan kuesioner kembali.

E. Pengelolaan Data

5. Pengolahan Data Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga

belum memberikan gambaran yang diharapakan, oleh karena itu perlu di

olah untuk mendapatkan hasil yang di inginkan. Adapun langkah-langkah

dalam pengolahan data yang telah di ambil yaitu :

1. Editing

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan

oleh para pengumpul data. Jika terdapat beberapa kuesioner yang tidak

diisi, atau pengisian yang tidak sesuai 49 dengan petunjuk dan tidak

relevannya jawaban dengan pertanyaan sebaiknya diperbaiki dengan jalan

meminta responden untuk mengisi kembali kuesioner yang masih kosong,

kalau tidak mungkin dilakukan maka peneliti berusaha mencari responden

lain sebagai pengganti ( Setiadi, 2013 ). Peneliti melakukan proses editing

setelah data sudah terkumpul. Peneliti melakukan koreksi terhadap

kelengkapan data pada lembar kuesioner yang telah diisi.

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari

responden kedalam bentuk angka/bilangan. Biasanya klasifikasi dilakukan


dengan cara memberi tanda/ kode berbentuk angka pada masing-masing

jawaban. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah pada saat

analisis data dan juga mempercepat pada saat entri data ( Setiadi, 2013 ).

3. Entry Data ( memasukkan Data )

Entry Data adalah proses pengisian kolom – kolom atau kotak –

kotak pada lembar kode sesuai dengan jawaban dari masing – masing

pertanyaan

4. Tabulating ( Tabulating )

Tabulating adalah proses pembuatan tabel-tabel data dan

mengelompokkan data secara teratur dan teliti sesuai dengan jawaban-

jawabannya, kemudian dihitung, dijumlahkan, dan kemudian di sajikan

dalam bentuk tabel.

5. Cleaning

Cleaning adalah proses penghilangan data yang di anggap tidak perlu

6. Describing

Describing adalah proses menggambarkan atau menjelaskan data

yang telah terkumpul.

F. Analisa Data
1. Analisa Univariat

Saryono ( 2011 ), menyatakan pada analisa univariat, data yang

diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral dan grafik. Jika data

mempunyai distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran

penyebaran. Notoadmodjo ( 2012 ), menyatakan analisis univariat atau

analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang

akan dibuat baik sendiri maupun kelompok dengan menghitung distribusi

frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik responden.

f
p= × 100%
n

Keterangan

P = presentase

F = jumlah jawaban yang benar

N = jumlah soal

2. Analisa Bivariat

Saryono ( 2011 ), menyatakan analisis bivariat merupakan analisis

untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif,

maupun korelatif. Notoadmodjo ( 2012 ), Untuk melihat hubungan tiap-

tiap variabel independent terhadap variabel dependent, maka digunakan uji

statistic Chi-square dengan kemaknaan α < (0,05). Hubungan variabel

independen dan variabel dependen digunakan rumus Chi-square sebagai

berikut :
( 0−E ) 2
Rumus chi-square : x=∑
E

Keterangan

x 2 = chi-square

O = hasil observasi

E = nilai yang di harapkan

G. Popilasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruahan objek penelitian atau objek yang

diamati, peneliti hanya mengambil sebagian dari objek yang diteliti

tetapi hasilnya dapat mewakili atau mencakup seluruh objek yang

diteliti. (Notoatmodjo 2010). ). populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh keluarga pasien skizofrenia yang berkunjunjung ke Poliklinik

RSUD Jiwa Madani Palu berjumlah 102 orang.

2. Sampel

Sampel terdiri atas populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling ( Nursalam, 2016 ). Sampel

adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi. Sampel penelitian adalah keluarga dan

pasien skizofrenia yang berkunjung ke Poliklinik RSUD Jiwa Madani

Palu berjumlah 102 orang, sampel diambil dengan menggunakan

accidental sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel secara

kebetulan atau mengambil responden yang kebetulan bertemu peneliti


saat penelitian dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang

dibutuhkan.

a. Kriteria Sampel

1. Inkusi

a) Semua keluarga dan pasien skizofrenia di RSUD Jiwa

Madani Provinsi Sulawesi Tengah Palu.

b) Klien yang sedang di antar untuk berobat

c) Keluarga yang bisa membaca dan menulis

d) Pasien di ruangan Poliklinik RSUD Jiwa Madani Palu

2. Kriteria Ekslusi

a) Klien yang mengalami gangguan lain selain skizofrenia

b) Tidak bersedia menjadi responden

c) Keluarga yang tida bisa membaca dan menulis

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, C. H. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum


Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Provinsi
Jawa Barat Tahun 2015.
Butar, B.O.D (2012). Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat
Kepatuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatra
Utara Medan. Skripsi tidak di terbitkan. Sumatra utara : Universitas Sumatra
Utara Medan.
Christine, Merlyn. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Respon
Cemas Anak Usia Sekolah Terhadap Pemasangan Intravena Di Rumah Sakit
Advent Medan.Diambil pada taggal 04 April 2013 dari
http://reseptory/.usu.ac.id/.
Davison, C., & Neale, J.,Kring, A. (2010). Psiklogi Abnormal. Ed. Ke-9. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Dion, Yohanes & Yasinta Betan. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga konsep
dan Praktik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Friedman, Marilyn.M.B, O.,& Jones, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori, Dan Praktek. Jakarta EGC.
Friedman, Marilyn.M.B, O.,& Jones, M. (2013). Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: EGC.
Harald, S. 2015. Gejala Skizofrenia. Diakses tanggal 10 Desember 2018 dari:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/5644/f.%20BAB%
Hawari, Dadang, (2014). Pendekatan holistic (BPSS) Bio-Psiko-Psiritual-
Skizofrenia Edisi Ketiga Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Harnilawati. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi
selatan: Pustaka As Salam.
Harmoko.S.Kep., Ns. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ian P. & Marcus Munafo. (2011). Psikologi Kesehatan Panduan Lengkap dan
Komprehensif Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Cetakan I. YOGYAKARTA
: Palma11.
Keliat, B.A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Keltner dan Steele. (2015). Psychiatric Nursing. Edisi 7. Sint Louis, Missouri.
Elsevier.
Kaplan, H.I.,Sadock,B.J.,Grebb,J.A.(2010). Sinopsis Psikiatri-Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri.Tanggerang: Binarupa aksara Publisher.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ( Kemenkes RI ). ( 2011 ). Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Karmila. Lestari, D R.Herawati. (2016). Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Banjarbaru. Jurnal dunia keperawatan. Vol. 4. No 2:88-92: Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Banjarbaru.
Kozier, Erb, Berman. S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, & Praktik,Volume: 1, Edisi: 7, Jakarta: EGC.
Lukitasari, P & Hidayat, E. (2013). Perbedaan pengetahuan Keluarga Tentang
Cara Merawat Pasien Sebelum dan Sesudah Kegiatan Family Gathering
Pada Halusinasi Dengan Klien Skizofrenia Diruang Rawat Inap Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondhohutomo Semarang.Jurnal
Keperawatan Jiwa. Volume 1, 18-24: Universitas Muhamadiyah Semarang.
Nasir, Abdul dan, Muhith. 2011. Dasa-dasar Keperawatan Jiwa, Pengantar dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika.
NIMH. Schizophrenia. (2012). Diakses Pada Tanggal 22 Februari 2017
dari:http://w ww. Nimh.Nih.Gov.
Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoadmodjo, soekidjo.(2012). Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta: Rineka
Cipta.
Nuraedah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Beban Keluarga Dalam
Merawat Anggota Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan Di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur.Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indon esia.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307686hubungan
%20dukungan.pdf,Di akses Pada 10 Oktober 2014, Jam 14.20 WITA.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktik.
Edisi 4. Jakarta: Selemba Medika.
Nurslam. 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi
3.Jakarta:Salemba Medika.
Niven, N. (2012).Psikolgi Kesehatan Pengantar Untuk Perawat dan Profesional
Kesehatan Lain. Jakarta: Salemba Medika
Niven, Neil. (2013). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat Dan
Profesional Kesehatan Lain.Edisi Kedua. Jakarta:EGC.
Putri, R, A.(2012). Analisis Efektivitas Pemberian Konseling Dan Pemasangan
Poster Terhadap Tingkat Kepatuhan Dan Nilai Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi Di Puskesmas Bakti Jaya Depok. Thesis. Universitas Indonesia.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.


Palealu, Angel, dkk. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.L
Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara. Dikutip dari
Http://jab.stikba.ac.id/i ndex.php/jab/article/viewFile/57/49.

Purnamasari, N, dkk. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan


Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Poli Klinik Rumah Sakit Prof. V.L
Ratumbuysang Madano. Jurnal Keperawatan. Vol.1 No,1.

Richard, G. (2010). Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Baca


Riskesdas Kesehatan Dasar (2018). Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2018. http://depkes.go.id/resou
rces/download/infoterkini/materirakorpop2018/Hasil%202018.pdf.
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jogjakarta: MitraCendekia.
Setiadi. (2013). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graham
Ilmu.
Stuart, Gail.W. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Indonesia. Elsevier.
Sugiyono ( 2015 ). Metode Penelitian Kombinasi ( Mi.x Mthods ). Bandung :
Alfabeta
Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif,
dan R&D.Bandung:Alfabeta.
Suharismi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi 14.
Jakarta: Rineka Cipta. , 2008.
WHO. (2016). Improving Health System And Service For Mental Health : WHO
Library Cataloguing-in-publication data.

A. Kuesioner Dukungan Keluarga

Petunjuk Pengisian

1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan seksama sebelum

bapak/ibu/saudara/i menentukan jawaban :

2. Berilah tanda ( √ ) pada salah satu kotak yang sesuai dengan apa yang

bapak/ibusaudra/i alami sesungguhnya :


3. Jawaban pertanyaan – pertanyaan ini dengan sejujurnya dan peneliti

menjamin kerahasiaan atas jawaban bapak/ibu/saudara/i berikan :

4. Untuk setiap item pernyataan, pilihan bapak/ibu/saudara/i adalah :

“ Ya dan Tidak “.

 Ya : jika bapak/ibu/saudara/i setuju

 Tidak : jika bapak/ibu/saudara/i tidak setuju

N
o Dukungan Keluarga Ya Tidak
Dukungan Emosional

1 Keluarga tidak membeda - bedakan pasien


dengan anggota keluarga lainnya

2 Keluarga memberikan rasa percaya kepada


pasien saat menghadapi masalah
3 Keluarga memperhatikan kebutuhan pasien
sehari – hari
Keluarga memberikan rasa nyaman,
4 perasaan saling memiliki dan dicintai
kepada pasien
Dukungan Informatif

5 Keluarga mengingatkan pasien untuk


minum obat secara teratur, dan melakukan
kontrol secara teratur di rumah sakit

Keluarga membantu pasien dengan


6 memberikan informasi yang tepat tentang
segala sesuatu yang dibutuhkan pasien
selama pengobatan

7 Keluarga membimbing pasien untuk bisa


bekerja dan beraktivitas seperti biasanya

8 keluarga membantu pasien melalkukan


kegiatan sesuai dengan kemampuan pasien
Dukungan Instrumental
9 Keluarga menyediakan dana untuk
pengobatan pasien

10 Keluarga menyediakan waktu menemani


pasienkontrol ke rumah sakit
Keluarga membantu menyelesaikan dan
11 memecahkan masalah yang dihadapi
pasien
Keluarga menfasilitasi transportasi yang
12 dibutuhkan oleh pasien selama kontrol ke
rumah sakit
Dukungan Penilaian
13 Keluarga memotivasi pasien untuk minum obat
secara teratur
Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan
14 tindakan yang telah diajarkan perawat di
rumah sakit

15 Keluarga memberikan pujian pada pasien bila


pasien dapat melakukan kegiatan secara tepat

Keluarga membantu meningkatkan harga diri


16 dan rasa percaya pasien selama perawatan
sehingga pasien tetap merasa berharga dan
berguna

B. Kuesioner Kepatuhan Minum obat

Petunjuk Pengisian

5. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan seksama sebelum

bapak/ibu/saudara/i menentukan jawaban :

6. Berilah tanda ( √ ) pada salah satu kotak yang sesuai dengan apa yang

bapak/ibusaudra/i alami sesungguhnya :


7. Jawaban pertanyaan – pertanyaan ini dengan sejujurnya dan peneliti

menjamin kerahasiaan atas jawaban bapak/ibu/saudara/i berikan :

8. Untuk setiap item pernyataan, pilihan bapak/ibu/saudara/i adalah :

“ Ya dan Tidak “.

 Ya : jika bapak/ibu/saudara/i setuju

 Tidak : jika bapak/ibu/saudara/i tidak setuju

No Pernyataan Ya Tidak

Keluarga selalu memastikan obat itu benar-benar untuk


1 pasien saat mendapatkan resep dari dokter
Keluarga selalu memperhatikan identitas pasien pada
2 obat yang diberikan oleh dokter
Pasien tidak patuh mengkomumsi obatnya karena tidak
3 mengrti instruksi penggunaan obat
Pasien minum obat secara teratur karena di bantu
4 adanya pemberian label pada setiap kemasan obat
Keluarga pasien menebus resep obat pada saat obat
5 habis
Pasien pernah minum obat tidak sesuai dengan dosis
6 yang diberikan dari dokter
pasien selalu meminum obat sesuai dengan dosis yang
7 diberikan oleh dokter
Pasien meminum obat pada saat sakit ( tanda dan
8 kekambuhan) muncul saja
Pasien tidak menghentikan obat yang dikomsumsi
9 sebelum waktunya
Pasien meminum obat secara teratur tanpa diingatkan
10 oleh keluarga
Ketika merasa lebih baik, pasien berhenti meminum
11 obat
12 Pasien mengetahui jadwal minum obat secara teratur
Keluarga selalu mengingatkan pasien dalam minum
13 obat
Pasien tidak minum obat jika tidak diingatkan oleh
14 keluarga
s

Anda mungkin juga menyukai