Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN ASSESMEN GIZI

RUMAH SAKIT UMUM BUNGSU


Jl. Diponegoro No 34
BANDUNG

0
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI......................................................................................................... 1
BAB I DEFINISI .................................................................................................. 2
BAB II RUANG LINGKUP ................................................................................... 3
BAB III TATA LAKSANA ..................................................................................... 4
3.1 ASESMEN PASIEN RAWAT INAP.................................................................. 4
3.2 ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN................................................................ 12
BAB IV DOKUMENTASI ..................................................................................... 14

1
BAB I
DEFINISI

Asesmen gizi atau pengkajian gizi merupakan kegiatan mengumpulkan,


mengintegrasikan dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang
terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek
perilaku lingkungan serta penyebabnya. Dalam asesmen gizi terdapat 5 (lima)
komponen dan aspek-aspek yang terdapat didalamnya. Komponen dan aspek-
aspek tersebut tertera pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Komponen Pengkajian Gizi dan Aspek yang Dikaji.

No Komponen Aspek-aspek yang Dikaji


1. Riwayat gizi  Asupan makanan (komposisi dan kecukupan
gizi, pola makan termasuk makanan selingan,
daya terima makanan/ zat gizi, diet yang
sedang dijalani)
 Kesadaran terhadap gizi dan kesehatan
(pengetahuan dan kepercayaan terhadap
rekomendasi diet, kemandirian
melaksanakan diet, edukasi dan konseling
gizi yang sudah didapat dimasa lalu.
 Ketersediaan makanan (kemampuan
merencanakan menu, daya beli,
kemampuan/keterbatasan menyiapkan
makanan, pemilihan makanan)
2. Data biokimia  Data biokimia, pemeriksaan ataupun
prosedur medis yang berkaitan dengan
status gizi
3. Pengukuran  Hasil pengukuran fisik misal TB, BB, LLA
antropometri
4. Pemeriksaan fisik klinis  Aspek fisk klinis meliputi kondisi kesehatan
secara umum misal tekanan darah, gangguan
menelan, diare, muntah, mual
5. Riwayat personal  Riwayat obat-obatan yang digunakan
 Sosial budaya (status ekonomi, budaya,
kepercayaan)
 Riwayat penyakit dahulu dan sekarang
 Data umum pasien (umur, pekerjaan, tingkat
pendidikan)

2
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1. UNIT KERJA


1. Unit Pelayanan Intensif
2. Unit Rawat Inap
3. Unit Kamar Bersalin
4. Unit Rawat Jalan

2.2. KEWENANGAN PELAKSANA


1. Ahli gizi
2. Perawat
3. Bidan

3
BAB III
TATA LAKSANA

3.1. ASESMEN PASIEN RAWAT INAP


3.1.1. Skrining Gizi
1. Skrining Gizi Pasien Dewasa menggunakan Malnutrition
Screening Tools (MST) :
a. Perawat/ bidan ditempat dimana pasien dirawat menanyakan
penurunan berat badan yang tidak direncanakan / tidak
diinginkan dalam 6 bulan terakhir.
b. Perawat/ bidan ditempat dimana pasien dirawat menanyakan
asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu
makan / kesulitan menerima makanan.
c. Perawat/ bidan ditempat dimana pasien dirawat menentukan
apakah pasien dengan diagnosa khusus/ kondisi khusus apa
tidak.
2. Skrining Gizi Pasien Obstetri/ Kehamilan/ Nifas menggunakan
MST modifikasi :
a. Bidan/ perawat ditempat dimana pasien dirawat menanyakan
asupan makan pasien berkurang karena tidak nafsu makan.
b. Bidan/ perawat menanyakan apa ada pertambahan berat
badan yang kurang atau lebih (dari yang seharusnya) selama
kehamilan.
c. Bidan/ perawat menentukan nilai hemoglobin atau
hematokrit darah.
d. Bidan / perawat menentukan apakah ada gangguan
metabolisme / kondisi khusus yang menyertai.
3. Skrining Gizi Anak dengan adaptasi STRONG-Kids
a. Perawat/ bidan ditempat dimana pasien dirawat mengamati
pasien tersebut apakah nampak kurus. perawat/ bidan
ditempat dimana pasien dirawat menilai secara objektif data
BB bila ada atau penilaian subjektif dari orang tua pasien
apakah ada penurunan BB selama satu bulan terakhir.
b. Perawat/ bidan menentukan apakah terdapat salah satu
kondisi sebagai berikut : 1. Diare ≥ 5 kali/hari dan atau
muntah > 3 kali/hari dalam seminggu terakhir, 2. Asupan
makan berkurang selama 1 minggu terakhir.
c. Perawat/bidan menentukan apakah terdapat penyakit atau
keadaan yang mengakibatkan pasien beresiko malnutrisi
diantaranya panyakit diare kronis, HIV, PJB, hepato, ginjal,
stoma dll. Adapun kesimpulan dari skrining yaitu :Bila skor ≥ 2
pasien beresiko malnutrisi dan dilakukan asesmen gizi oleh
ahli gizi.

4
3.1.2. Asesmen / Pengkajian Gizi
1. Riwayat gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan,
pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu
diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan,
aktifitas fisik dan olahraga dan ketersediaan makanan di
lingkungan klien. Gambaran asupan makanan dapat digali
melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif.
2. Data Biokimia
Data biokimia adalah data yang dikumpulkan dan dinilai.
Pemeriksaan atau prosedur medis yang berkaitan dengan
status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang
dapat berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi.
3. Pengukuran antropometri
Data antropometri merupakan hasil pengukuran fisik pada
individu. Pengukuran yang umum dilakukan antara lain tinggi
badan (TB), berat badan (BB). Pada kondisi tinggi badan tidak
dapat diukur dapat digunakan panjang badan (PB) atau tinggi
lutut (TL) atau lingkar lengan atas (LLA) dapat dilakukan sesuai
kebutuhan.
a. Berat Badan (BB)
Pengukuran berat badan yang akurat untuk orang
dewasa sebaiknya dibandingkan dengan BB ideal pasien atau
BB pasien sebelum sakit. Pengukuran menggunakan
timbangan detecto. Jika pasien tidak dapat ditimbang maka
ahli gizi akan menentukan berat badan idealnya berdasarkan
tinggi badan pasien.
Pengukuran berat badan anak diukur oleh petugas
ruangan ditempat dimana pasien dirawat. Alat yang
digunakan yaitu timbangan detecto, timbangan bayi (baby
scale).
 Jika anak belum bisa berdiri sendiri, dapat dilakukan
penimbangan bersama ibunya atau dengan menggunakan
timbangan bayi (baby scale).
 Jika anak sudah bisa berdiri sendiri dan tenang, dapat
ditimbang dengan timbangan detecto.
Gunakan pakaian seminimal mungkin. Jika bayi harus
ditimbang tanpa pakaian.
Pengukuran BB sebaiknya mempertimbangkan hal-hal
diantaranya kondisi oedema dan ascites. Jika pasien
mengalami oedema dan ascites maka dilakukan perhitungan
berat badan koreksi.

5
Rumus berat badan koreksi adalah sebagai berikut :

Berat badan (BB) yang sebenarnya =

BB saat ini (dengan oedema/ascites) – BB koreksi oedema/ascites

Koreksi Berat Badan (BB) pada Pasien dengan Oedema/Ascites


Tingkatan Oedema Ascites
Ringan
-1 kg atau 1-10% -2,2 kg
(Bengkak pada tangan atau kaki)
Sedang
-5 kg atau 20% -6 kg
(Bengkak pada wajah dan tangan atau kaki)
Berat
-14 kg atau 30% -10 kg
(Bengkak pada wajah, tangan dan kaki)

b. Berat Badan Ideal (BBI)

Penentuan berat badan ideal (BBI) untuk usia tertentu terdapat dalam
tabel berikut ini.
Usia Rumus Berat Badan Ideal
n+9 n
DBW = atau = + 3 s/d 4
2 2
0-11 bulan
(n adalah usia dalam bulan)
DBW = Desirable Body Weight / Berat Badan yang diinginkan
1-6 tahun BBI = 2n + 8 ( n adalah usia dalam tahun)
7 n−5
7-12 tahun BBI = ( n adalah usia dalam tahun)
2
Rumus Brocca :
BBI = (TB-100) – 10% atau 0,9 x (TB-100)
>12 tahun Apabila tinggi badan (TB) pasien wanita < 150 cm, dan apabila tinggi badan
(TB) pasien pria < 160 cm, maka menggunakan rumus modifikasi Brocca :
BBI = (TB – 100) x 1 kg

c. Tinggi Badan (TB)


Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise di ruang
konsultasi gizi rawat jalan atau meteran/medline di ruang rawat inap.
Jika pasien tidak dapat berdiri maka perkiraan tinggi badan dilakukan
berdasarkan panjang badan (PB) atau tinggi lutut (TL) pasien yang akan
dilakukan oleh ahli gizi.
Mengukur panjang atau tinggi anak tergantung dari umur dan
kemampuan anak untuk berdiri.

6
 Anak berumur kurang dari 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan
terlentang.
 Anak berumur 2 tahun atau lebih dan sudah mampu berdiri,
pengukuran dilakukan dengan berdiri tegak.
Jika pengukuran tidak dilakukan dengan cara yang sesuai untuk
kelompok umurnya, maka perlu adanya koreksi hasil. Berdasarkan
penelitian WHO-MGRS 2005, tinggi badan lebih pendek sekitar 0,7 cm
dibandingkan dengan panjang badan.
 Jika seorang anak berumur kurang dari 2 tahun diukur tingginya
(berdiri) maka ditambahkan 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi
panjang badan.
 Jika seorang anak berumur 2 tahun atau lebih dan diukur
panjangnya (terlentang) maka dikurangi 0,7 cm untuk
mengkonversi menjadi tinggi badan.

d. Tinggi Lutut (TL)


Kaki yang diukur adalah sebelah kiri dengan memakai alat
meteran/medline.
Berikut adalah prosedur pengukuran tinggi lutut :
1. Pasien terlentang pada tempat tidur dengan posisi tempat tidur
rata.
2. Paha dan betis kiri membentuk sudut siku-siku (90 derajat). Hal ini
dapat dibantu dengan diberikan penyangga diantara paha dan
betis pasien.
3. Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit dan
lutut. Jika tidak ada dapat menggunakan meteran.
4. Baca dan catat hasil pengukuran tersebut.
Selain dalam kondisi terlentang, pasien juga dapat diukur dalam posisi
duduk. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Pasien dalam kondisi duduk siap (badan tegak, tangan bebas
kebawah dan wajah menghadap kedepan).
2. Lutut kaki membentuk sudut 90 derajat.
3. Tempatkan alat pengukur tinggi lutut pada kaki sebelah kiri.
4. Baca dan catat hasil pengukuran tersebut.

Selanjutnya estimasi menggunakan rumus :


Laki-laki             = 64,19 + (2,02 TL) – (0,04 U)
Perempuan      = 84,88 + (1,83 TL) – (0,24 U)

Sumber : Chumlea, 1991

7
e. Penilaian Status Gizi
Parameter antropometri yang penting untuk melakukan evaluasi
status gizi pada bayi, anak dan remaja adalah pertumbuhan.
Pertumbuhan ini dapat digambarkan melalui pengukuran BB, PB/TB
atau LLA. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan
standart.
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa
ukuran tersebut diatas misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu ratio
BB terhadap TB yang hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas
18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)
seperti adanya oedema, asites dan hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT yaitu :

Berat badan ( Kg )
IMT=
Tinggi badan ( m ) X Tinggi badan(m)

Kriteria penilaian IMT untuk Indonesia sebagai berikut :

Status Gizi IMT ( kg/m2)


Kurus sekali < 17.0
Kurus 17.0 – 18.4
Normal 18.5 – 25.0
Gemuk 25.1 – 27.0
Gemuk sekali >27.0
Sumber: Depkes RI, 2003

Penilaian status gizi dewasa jika IMT tidak dapat ditentukan, maka
penilaian status gizinya bisa menggunakan LLA.

f. Lingkar Lengan Atas (LLA)


Pengukuran lingkar lengan atas dapat memberikan gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak kulit. Lingkar lengan
atas biasanya digunakan untuk mengidentifikasi adanya malnutrisi pada
anak-anak dan dewasa. Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan
untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkannya memiliki
berat badan lahir yang rendah.

Berikut adalah prosedur pengukuran LLA :


a. Upayakan agar lengan kiri atas subyek terbebas dari lengan baju.
b. Cari titik tengah lengan kiri atas dengan cara :
 Lipat siku pasien membentuk sudut 90 o agar mudah menentukan
titil acromion (tonjolan tulang pangkal lengan atas) dan ujung
siku
 Ukur panjang lengan mulai titik acromion ke siku

8
 Titik tengah lengan atas adalah setengah jarak ukuran acromion
ke siku
 Tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis
c. Setelah memperoleh titik tengah, turunkan lengan bawah dan
biarkan lengan menggantung bebas/rileks
d. Lingkarkan pita LLA pada titik tengah lengan atas. Jangan terlalu
longgar, dan jangan terlalu rapat
e. Baca hasil pengukuran
f. Hasil pengukuran LLA kemudian diubah dalam bentuk prosentase
dengan standar :
 Laki-laki : > 29,3 cm
 Wanita : > 23,5 cm
Selanjutnya lakukan penentuan status gizi menggunakan rumus sebagai
berikut :

LLA Aktual
% LLA= x 100 %
Standar LLA

Kriteria penilaian status gizi berdasarkan LLA yaitu sebagai berikut :


Status Gizi % LLA
Underweight < 90
Normal 90 – 100
Overweight 110 – 120
Obesitas >120
Sumber : Zeman FJ dan Ney DM, dalam buku Application of Clinical
Nutrition.

Pemantauan status gizi pada anak menggunakan WHO NCHS.


Indeks BB/TB, BB/PB. Tabel klasifikasi status gizi anak berdasarkan
BB/TB adalah sebahai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan BB/TB menurut


WHO/NCHS (Z-Score)
Kategori BB/TB
Obesitas > 3 SD
Gemuk >+2 SD s.d 3 SD
Normal +2 SD s.d – 2 SD
Kurus -3 SD s.d<2 SD
Sangat kurus <-3 SD

9
4. Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis
yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah
gizi. Contoh beberapa data pemeriksaan fisik terkait gizi antara lain edema,
asites, kondisi gigi geligi, massa otot yang hilang, lemak tubuh yang
menumpuk dll.

5. Riwayat personal
Riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau
suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit,
ekonomi, pendidikan.

Asesmen gizi ulang bagi pasien rawat inap dilakukan 7 hari setelah asesmen
gizi awal jika pasien masih dalam masa perawatan.

3.1.3. Diagnosa Gizi


Diagnosis gizi dinyatakan dalam kalimat terstruktur PES
 P (Problem) : Masalah gizi spesifik yang aktual
 E (Etiologi) : Akar Penyebab masalah
 Sign/Symtom : Fakta/bukti yang menunjukkan masalah gizi
P berkaitan dengan E ditandai dengan S/S (ada kata penghubung antara P
dan E dan S).
Diagnosis gizi terdiri dari 3 domain, yaitu:
a. Domain Asupan atau Nutrition Intake (NI)
Merupakan permasalahan gizi yang berhubungan dengan intake/
asupan gizi pasien.
b. Domain Klinis atau Nutrision Clinical (NC)
Merupakan permasalahan gizi yang berhubungan dengan perubahan
fungsi fisik dan mekanis yang mengganggu atau menghambat proses
makan, perubahan kemampuan metabolism zat-zat gizi dan
perubahan BB / status BB yang kronis.
c. Domain Perilaku Lingkungan atau Nutrition Behavior/environment
(NB)
Pengetahuan, sikap, kepercayaan, lingkungan, keamanan pangan,
keterbatasan memperoleh makan.

3.1.4 Intervensi Gizi


A. Perencanaan Intervensi Gizi
Perencanaan intervensi gizi dimulai dengan menetapkan
prioritas diagnosa gizi. Perencanaan intervensi gizi adalah untuk
menetapkan tujuan intervensi dan preskripsi diet yang merupakan
bagian penting dalam intervensi gizi.

10
a. Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan
waktunya.
b. Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi
mengenai kebutuhan energy dan zat gizi individual, jenis diet,
bentuk makanan, komposisi zat gizi, dan frekuensi makan.
Preskripsi diet dirancang berdasarkan data dari pengkajian gizi,
komponen P-E-S (diagnose gizi), rujukan rekomendasi, kebijakan
dan prosedur, serta kesukaan dan nilai-niai yang dianut oleh
pasien.
1) Perhitungan kebutuhan energy dan zat gizi
Kebutuhan gizi adalah banyaknya energy dan zat gizi
minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu untuk
mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Berikut
ini rumus kebutuhan energi yaitu :
Bayi 110 – 120 kal / kg BBI
Anak usia :
1 – 3 tahun 100 kal / kg BBI
4 – 6 tahun 90 kal / kg BBI
7 – 9 tahun 80 kal / kg BBI
10 – 12 tahun Laki-laki 70 kal / kg BBI
Perempuan 60 kal / kg BBI
13 – 15 tahun Laki-laki 55 kal / kg BBI
Perempuan 50 kal / kg BBI
16 – 18 tahun Laki-laki 50 kal/kg BBI
Perempuan 45 kal/kg BBI
Dewasa Cara cepat :
Laki-laki 30 kal x kg BB x Aktifitas Fisik
Perempuan 25 kal x kg BB x Aktifitas Fisik
Catatan :
Penggunaan berat badan (kg), menggunakan berat badan aktual
(BBA) apabila diketahui status gizi pasien normal (menurut IMT),
dan menggunakan berat badan ideal (BBI) apabila diketahui
pasien dalam keadaan tidak bisa ditimbang, memiliki status gizi
underweight, overweight, pasien pre dan post operasi.
Aktifitas Fisik (AF) untuk tirah baring yaitu 1,2.

2) Jenis diet
Pemesanan diet untuk pasien baru di ruang rawat inap
berdasarkan preskripsi diet awal dari dokter/ dokter
penanggungjawab pasien (DPJP). Ahli gizi akan menetapkan jenis
diet berdasarkan diagnosa gizi. Bila jenis diet yang ditentukan

11
sesuai dengan preskripsi diet maka diet tersebut diteruskan
dengan dilengkapi dengan rancangan diet. Bila diet tidak sesuai
akan dilakukan usulan perubahan jenis diet dengan
mendiskusikannya lebih dahulu bersama DPJP.
3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari diet definitive ke
model diet yang lain. Pengubahan dapat berupa perubahan
dalam konsistensi, meningkatkan/ menurunkan nilai energy,
menambah/mengurangi jenis bahan makanan atau zat gizi yang
dikonsumsi, membatasi jenis atau kandungan makanan tertentu,
menyesuaikan komposisi zat gizi (protein, lemak, KH, cairan dan
zat gizi lain), mengubah jumlah, frekuensi makan.
B. Implementasi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana ahli gizi
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan gizi kepada
pasien dan tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait.
C. Edukasi dan Konseling Gizi
Edukasi merupakan proses formal dalam melatih ketrampilan atau
membagi pengetahuan yang membantu pasien mengelola atau
memodifikasi diet dan perilaku secara sukarela untuk menjaga atau
meningkatkan kesehatan.
Konseling gizi bersifat proses supportive, ditandai dengan hubungan
kerjasama antara konselor dan pasien dalam menentukan prioritas,
tujuan/target, merancang rencana kegiatan yang dipahami dan
membimbing kemandirian dalam merawat diri sesuai kondisi yang
ada dan menjaga kesehatan.
D. Monitoring dan Evaluasi
Menentukan derajat perkembangan yang tercapai dibanding
dengan tujuan yang diinginkan dengan cara :
a. Monitor perkembangan
b. Mengukur perubahan
c. Melakukan evaluasi hasil (membandingkan asesmen awal
dengan yang terbaru) sesuai tujuan intervensi.
Adapun langkah-langkah monitoring dan evaluasi gizi bagi pasien
rawat inap yaitu :
a. Ahli gizi melakukan monitoring evaluasi gizi pada pasien beresiko
malnutrisi (sesuai dengan daftar masalah gizi).
b. Monitoring evaluasi terapi gizi dilakukan sesuai dengan frekuensi
pelaksanaan pada lembar asesmen gizi.
c. Ahli gizi mencatat monitoring evaluasi pada lembar CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) FRM 6.1 dengan
format SOAP (Subyektif Obyektif Assesmen Planing) di data
rekam medis pasien.

12
3.2 ASESMEN PASIEN RAWAT JALAN
1. Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat rujukan
dokter dari poliklinik yang ada di rumah sakit atau luar rumah sakit.
2. Ahli gizi melakukan pencatatan data pasien dalam form rekam medik
gizi rawat jalan.
3. Ahli gizi melakukan asesmen gizi dimulai dengan pengukuran
antropometri pada pasien yang belum ada data BB, TB.
4. Ahli gizi melanjutkan asesmen gizi berupa anamnesa riwayat makan
(pola makan, alergi makanan), riwayat personal (pendidikan,
pekerjaan, agama, pengobatan), membaca hasil pemeriksaan
laboratorium dan fisik klinis (bila ada). Kemudian menganalisa semua
data asesmen gizi.
5. Ahli gizi menetapkan diagnosa gizi.
6. Ahli gizi memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling
dengan langkah menyiapkan dan mengisi leaflet/brosur diet sesuai
penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tujuan diet,
jadwal, jenis, jumlah bahan makanan sehari menggunakan alat peraga
food model, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan, cara pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan
pola makan dan keinginan serta kemampuan pasien.
7. Hasil asesmen gizi, penentuan diagnosa gizi, serta intervensi dan
monitoring evaluasi gizi bagi pasien rawat jalan ditulis dalam form
Rekam Medik Gizi Rawat Jalan F1.GZ.RJ dengan format ADIME
(Asesmen Diagnosis Intervensi Monitoring dan Evaluasi) di data rekam
medik pasien.

13
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Pasien masuk Rumah sakit di skrining gizi.


2. Pasien yang berisiko malnutrisi dari hasil skrining ditindaklanjuti dengan
asesmen/ pengkajian gizi oleh ahli gizi.
3. Asuhan gizi menggunakan format ADIME (Asesmen Diagnosis Intervensi
Monitoring dan Evaluasi) dan untuk monitoring evaluasi pasien rawat
inap menggunakan format SOAP (Subyektif Obyektif Assesmen Planing)
pada lembar CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) FRM 6.1.
4. Hasil asuhan gizi didokumentasi di data rekam medis pasien.

14

Anda mungkin juga menyukai