Anda di halaman 1dari 6

BAB II SEJARAH PEMIKIRAN DAN ADMINISTRASI

A. Pengantar

Perkembangan pemikiran administrasi (pendekatan dan teori) dalam perspektif dapat


digambarkan sebagai berikut:

Mempelajari teori administrasi mempunyai arti yang jauh lebih dari hanya sekedar menghapal
ide-ide dari orang yang dikenal sebagai ahli teori administrasi, yang seakan-akan ide-idenya
merupakan suatu kebenaran yang terakhir. Teori selalu berkembang dan tidak mengenal akhir.

Teori administrasi klasik maupun teori administrasi modern perlu dipelajari karena ada
kemungkinan di antaranya berguna dalam memahami fenomena kerja sama organisasional
dalam kenyataan empiris. Di samping mempelajari ide-ide yang dihasilkan para ahli teori
administrasi, kita juga dituntut untuk mengevaluasi relevansinya pada saat digunakan untuk
menganalisis dunia kerja sama dewasa ini. Apalagi tidak satu teori pun yang dapat
menggambarkan secara lengkap atau penjelasan secara menyeluruh tentang kenyataan kerja
sama keorganisasian yang kita alami.

Setiap teori administrasi cenderung menyajikan suatu wawasan yang jelas mengenai bagian
tertentu dari kehidupan kerja sama keorganisasian dan mungkin mengabaikan bagian-bagian
lain. Sehingga adakalanya teori administrasi secara komprehensip dan refresentatif dapat
menjelaskan kenyataan empiris dari kehidupan kerja sama keorganisasian secara tepat dan
menyeluruh, tetapi di lain tempat dan di lain saat teori tersebut justru tidak dapat memberi
penjelasan apa-apa dan tidak dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang timbul dalam
kerja sama manusia. Oleh sebab itu teori klasik bukan berarti sudah kadaluwarsa dan teori
modern dan kontemporer adalah up to date, melainkan kedua-duanya saling melengkapi atas
kekurangan atau kelemahan masing-masing. Untu itu perlu diinterpretasikan fakta sehingga
relevan untuk menjelaskan suatu peristiwa.

Pernyataan Oliver Wendell Holmes Jr, yang menyatakan, “Jika ingin mengerti atau mencoba
menentukan apa yang akan terjadi hari esok maka perlu melihat kebelakang, penting untuk
setiap siswa yang mempelajari administrasi”, (Stephen P. Robbins, 1980). Ungkapan ini
mengandung makna, bahwa jika ingin memahami pemikiran administrasi modern atau
mutakhir, harus melihat latar belakang yang membawa kepada keadaan sekarang. Maka akan
ditemukan, bahwa kegiatan dan pekerjaan administrasi sudah ada beribu tahun lalu. Meskipun
demikian baru pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 pengalaman tersebut ditelaah dan
dianalisis secara ilmiah kemudian dikumpulkan dan disatukan dalam suatu disiplin ilmu yang
disebut ilmu administrasi.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa dengan mempergunakan fakta sejarah (administrasi)


secara saksama akan diperoleh telaahan yang paling ‘tepat’ mengenai fakta dan teori
(administrasi) yang ada sekarang dan juga akan membantu memudahkan melakukan analisis
tentang persfektif (administrasi) masa yang akan datang. Hal ini dapat ditentukan dengan baik
apabila dihilangkan kecenderungan anggapan untuk tidak melihat sejarah semata-mata hanya
sebagai hasil skenario yang dibuat oleh sejarawan.

Menurut Harvey C. Mansfield, ada tiga kegunaan yang dapat diperoleh dari pelajaran atau
analisis sejarah administrasi (Dwight Waldo, 1971), yaitu:
1. Observasi filosofis, yaitu menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum atau
tidak menunjukkan perhatian yang khusus terhadap masalah-masalah yang kongkret. Dari
kesimpulan yang umum dapat diperoleh “rasa pengertian” yang ajeg tentang administrasi.
2. Dalam teknik analisis atau teknik pemecahan masalah; diperlihatkan bagaimana proses
administrasi itu bergerak dalam proses kerja sama masyarakat dalam bidang ekonomi,
politik, hukum pada masa yang lampau dan apakah proses administrasi semacam itu dapat
atau tidak digunakan dalam bidang yang sama pada masa kini.
3. Dalam teknik administrasi; hanya mencakup soal teknis belaka, artinya jika kita ingin
mencapai suatu hasil seperti hasil yang dicapai orang pada masa lalu, pakailah cara yang
mereka gunakan atau setidak-tidaknya mengadakan penyesuaian dengannya.

Demikianlah, dengan dan melalui analisis sejarah dapat dilacak dan diketahui.

Max Weber, seorang sosiolog berkebangsaan Jerman yang terkemuka pada zamannya,
meyakini Mesir sebagai satu-satunya negara paling tua yang memiliki administrasi birokratik.
Demikian juga di Tiongkok Kuno, dapat diketahui tentang Konstitusi Chow yang dipengaruhi
oleh ajaran Confusius dalam “Administrasi Pemerintahan”. Dari Junani (430 SM) dengan
susunan kepengurusan negara demokratis, Romawi dengan “De Officiis” dan “De Legibus”nya
Marcus Tullius Cicero; dan abad ke-17 di Prusia, Austria, Jerman, dan Prancis, dengan Kameralis
yang mengembangkan Ilmu Administrasi Negara, Merkantilis (Sentralisasi ekonomi dan politik)
dan Kaum Fisiokrat yang berpengaruh selama kurun waktu 1550-1700-an.

Fakta-fakta ‘administrasi’ seperti dikemukakan di atas hingga 1886 dikenal sebagai praktek dan
teknik kerja sama atau sebagai seni “administrasi” yang belum ditelaah secara ilmiah. Adapun
puncak analisis ilmiah (scientific analysis) mengenai fenomena administrasi berdasarkan fakta
sejarah dimulai pada abad ke-19 dengan muculnya Gerakan Winslow Taylor (1856-1925) dan
Gerakan General and Industrial Administration yang dipelopori oleh Henry Fayol, (1841-1925)
sekaligus memberikan identitas “ilmu” bagi administrasi yang kemudian disempurnakan dengan
munculnya berbagai teori dan pendekatan bagi studi administrasi, seperti teori dan pendekatan
birokrasi, hubungan manusia (human relation), teori pendekatan dan perilaku, pendekatan
sistem maupun pendekatan kontingensi (contingency approach).

B. Perkembangan Pemikiran Adminstrasi sebagai “Seni”

Praktek-praktek pengelolaan kerja sama atau administrasi sama tuanya dengan sejarah
peradaban manusia itu sendiri. Itu sebabnya tidak mengherankan apabila Herbert A. Simon
sampai mengatakan, “Jika ada dua orang bekerja sama menggulingkan sebuah batu yang tidak
dapat digulingkan oleh hanya satu orang di antara mereka, maka pada saat itu sudah ada
aktivitas administrasi”.

“Rekonstruksi sejarah administrasi mengungkapkan, bahwa administrasi dapat dilacak kembali


ratusan atau ribuan tahun yang lampau. Kode hukum publik, bentuk organisasi birokrasi, sistem
akuntansi dan anggaran, administrasi pajak, supervisi pekerjaan-pekerjaan, sistem prestasi
dalam penempatan pegawai pada jabatan tertentu, dan lain-lain telah dilakukan pada masa
lampau” (Ali Mufiz, 1984), yang pada hakikatnya dianggap merupakan administrasi sebagai
seni.

Perkembangan administrasi sebagai seni dapat dibagi dalam dua fase, yaitu:

1. Fase Prasejarah
Perkembangan adminsitrasi sebagai seni dalam kurun waktu fase pra-sejarah dapat dilacak dari
beberapa peradaban, antara lain:

a. Mesopotamia

Peradaban Mesopotamia telah menjalankan sebagian prinsip-prinsip administrasi dan


manajemen yang diketahui manusia sekarang terutama di bidang pemerintahan, perdagangan,
komunikasi pengangkutan (seperti pengangkutan sungai) dan juga telah digunakan logam
sebagai alat tukar-menukar, alat ukur dan alat hitung yang sudah barang tentu memperlancar
jalannya perdagangan.

b. Babilonia

Masa peradaban Babilonia juga telah menerapkan administrasi di bidang pemerintahan,


perdagangan, perhubungan dan pengangkutan. Sistem administrasi di bidang teknologi juga
telah berhasil dikembangkan dengan adanya Taman Tergantung yang sampai sekarang belum
dapat ditandingi oleh karya manusia modern. Dalam Code of Hamurabi dikembangkan
managerial guidlines were set forth, pentingnya effective leader style, dalam mendirikan
Menara Babel setinggi 650 feet tampak magnificent structures were erected, production and
inventory control was employed.

c. Mesir

Ditemukan bukti-bukti bahwa orang Mesir telah mempraktekkan sistem desentralisasi dan
penggunaan pada 2000 tahun sebelum masehi.

Peninggalan sejarah berupa piramida membuktikan bahwa teknik administrasi telah diterapkan.
Piramida di Mesir yang bisa dilihat memaksa kita menerima bahwa dalam pembangunannya
pasti ada rencana, organisasi, kepemimpinan, dan sistem pengawasan formal. Bagaimana bisa,
membangun suatu “bangunan bersusun” yang meliputi sekitar 13 Are dengan batu-batu yang
jumlahnya hampir dua setengah juta buah, di mana setiap batu beratnya rata-rata dua
setengah ton. Pembuatannya diperkirakan mempekerjakan lebih dari 100.000 orang selama 20
tahun. Agar tetap mengarah kepada tujuan, prestasi ini sama dengan mengelola suatu
organisasi yang tiga kali lebih besar daripada Shell Oil Company.

Pekerjaan demikian menunjukan penggunaan fungsi administrasi yang efektif.

d. Cina

Kita juga mempunyai bukti-bukti bahwa kira-kira pada tahun 1100 SM, bangsa Cina telah
menyadari perlunya perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan. Dan
pada tahun-tahun awal Masehi, kita menemukan bukti bahwa kesatuan perintah, pengaturan,
kepemimpinan, dan pendelegasian pada bawahan telah dipraktekkan.

Peradaban memberikan pengetahuan yang cukup banyak tentang administrasi terutama yang
belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu diciptakannya suatu sistem administrasi kepegawaian.

Banyak prinsip-prinsip administrasi kepegawaian modern yang terkenal dengan istilah Merit
System dipinjam dari prinsip administrasi kepegawaian Tiongkok Kuno. Tokoh Tiongkok Kuno
yang memberi sumbangan bagi perkembangan administrasi adalah Confucius yang dikenal
sebagai seorang filsuf, rohaniawan, dan sekaligus sebagai administrator dan negarawan,
sehingga Tiongkok Kuno sangat teratur pada waktu itu. Confucius yang menjabat sebagai
Perdana Menteri berhasil menyusun ketentuan-ketentuan administrasi negara (rules of public
administration) yang merupakan “Kode Etik” bagi para pejabat pemerintah pada waktu itu.
Tokoh lain adalah Chow yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri, berhasil menciptakan
apa yang disebut Undang-Undang Dasar Chow (The Constitution of Chow) yang mengatur
persyaratan bagi pegawai negeri, yaitu; Kejujuran, Kecakapan, Pengabdian kepada kepentingan
umum, Pengetahuan yang mendalam tentang kondisi negara, Kemampuan untuk selalu sibuk,
dan Produktif.

Tokoh berikutnya ialah Micius atau Mo Ti yang memperkenalkan pendekatan sistem untuk
pertama kalinya khususnya dalam kegiatan administrasi niaga. Oleh Sun Tzu dalam The Art of
War yang ditulis sekitar 500 SM, mengidentifikasikan military guidelines tentang strategi, taktik
dan manuver.

e. Romawi

Perkembangan administrasi dapat dipelajari melalui karya filsuf terkenal Cicero. Dalam bukunya
yang berjudul “De Officiis” (The Office) dan “De Legibus” (The Law) dijelaskan tentang
pemerintah Romawi yang berhasil memerintah atau menguasai daerah yang sangat luas
dengan membagi-bagi tugas-tugas pemerintahan dalam departemen-departemen yang disebut
“magitrates” yang dipimpin oleh seorang magistrator. Di samping pengembangan
departementasi tugas-tugas pemerintahan, juga dikembangkan administrasi perhubungan,
administrasi perpajakan yang memang dibutuhkan oleh Romawi Kuno sebagai suatu imperium
yang mewakili wilayah kekuasaan yang sangat luas.

Selanjutnya oleh Diocletian, Struktur Empire diorganisasi, di mana empire dibagi dalam 100
provinsi. Masing-masing provinsi dikelompokan dalam 13 dioceses dan tiap dioceses
dikelompokkan dalam empat divisi geografis besar. Konsep dasar ini sedikitnya digunakan oleh
organisasi-organisasi untuk menstabilkan otoritas yang disentralisasi atau sentralistis.

Organisasi-organisasi militer juga ikut menyumbang perkembangan studi administrasi.


Penggunaan staf, keseragaman cara dalam pelaksanaan tugas-tugas, penerapan disiplin,
bahkan pernah digunakan oleh Alexander Agung, Hannibal (182 SM), Caesar, dan Napoleon.
Sumbangan organisasi militer tetap berkembang hingga dewasa ini, misalnya yang berperan
dalam studi kepemimpinan, kekuasaan dan konflik.

Perkembangan administrasi juga tampak dalam fase Eropa Graeca Romana. Eropa Kristiana,
Eropa Germanica, Eropa Bizantinica, Eropa Islamica, Eropa Renata (Renaissance), Eropa
Reformata, yang diperlihatkan dalam bidang pengelolaan organisasi negara, organisasi militer
dan organisasi keagamaan.

2. Fase Sejarah hingga Revolusi Industri

Perkembangan administrasi pada fase sejarah ini lebih maju dibandingkan dengan fase pra-
sejarah. Hal ini tampak dalam praktek-praktek administrasi, manajemen dan organisasi sebagai
berikut.

a. Gereja Roma Katolik

Gereja Roma Katolik memberi sumbangan yang sangat besar terhadap pemikiran administrasi
melalui praktek administrasi terutama dalam organisasi formal pada 1000 tahun yang lalu.
Lembaga ini memberi kontribusi yang berarti terhadap teori administrasi selama dalam hal
hirarkhi otoritas, spesialisasi aktivitas sepanjuang garis fungsional, dan konsep staf. Struktur
organisasi telah didisain dalam satu scalar, chain of command yang tetap dari Paus (Pope)
melalui Bishops kepada Priests dan Laity.

Dengan kata lain, dalam gereja Katolik, rantai kekuasaan mulai dari Paus kepada Kardinal,
kemudian kepada Uskup dan akhirnya kepada Pendeta-pendeta atau Pastor-pastor di masing-
masing wilayah dan negara. Struktur yang sederhana ini terbukti dapat dijalankan untuk
organisasi yang lebih dari 430.000 Pastor. Juga dikembangkan fungsionalisasi, penugasan tugas
tertentu kepada individu tertentu. Dalam hal ini gereja Katolik Roma telah mengembangkan
apa yang disebut job description. Juga secara luas dikembangkan penggunaan prinsip-prinsip
staf, penggunaan staf independen atau advisors.

b. Niccolo Machiavelli

Merupakan orang yang memberi kontribusi secara individual terhadap pengembangan


pemikiran administrasi dan manajemen. Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence. Ia membuat
analisis sistematis tentang Prince’s job dan dari pemikiran tersebut dikembangkan prinsip-
prinsip praktis yang digunakan dewasa ini, seperti yang telah ada pada 500 tahun yang lalu.
Dalam The Prince dan The Discources, Michaevelli mengembangkan empat (4) prinsip-prinsip
kepemimpinan, yaitu:

1) Pentingnya relying upon mass consent (Pemimpin yang disetujui oleh bawahan). Tak
seorang pun menjadi pemimpin kalau tak disetujui pengikut.
2) Pemimpin harus strive for cohesiveness (Berusaha untuk Kekompakan) dalam organisasi.
3) Prince harus mempunyai satu kemauan untuk survive (bertahan hidup).
4) Prince harus menjadi pemimpin yang memperlihatkan wisdom, kindness dan justice, sifat
yang diuji pada setiap waktu.

c. Revolusi Industri

Administrasi sebagai seni semakin berkembang di Eropa dengan menemukan bahwa


perekonomian suatu negara akan bisa kuat apabila kegiatan administrasi dan manajemen
dilaksanakan dengan baik. Pemikiran ini dipelopori oleh tiga kelompok ahli ekonomi di Eropa,
yaitu kaum Kameralis sebagai satu kelompok intelektual dan administrasi publik di Jerman,
(Prusia) dari abad 16 hingga 18, di Inggris ada kelompok Merkantilis, dan Fisiokratik di Prancis
sebagai madhab ekonomi politik.

Mereka percaya bahwa kedudukan negara mengusahakan secara maksimal atas persediaan-
persediaan materil. Kameralis dipercaya sebagai yang terbaik dalam teknik manajerial
universalitas. Dalam pengembangan prinsip-prinsip manajemen, mereka menekankan
spesialisasi fungsi, seleksi dan pelatihan subordinasi untuk posisi-posisi administratif,
menetapkan jabatan-jabatan kontroler dalam pemerintahan, ekspedisi proses-proses legal dan
simplifikasi prosedur-prosedur administratif.

Inovasi teknologi dari revolusi industri mempunyai dampak dinamik terhadap pemikiran-
pemikiran administrasi dan manajemen. Ini terjadi di Inggris antara tahun 1700 dan 1785 ketika
terjadi perubahan besar dalam dasar-dasar organisasi produksi. Perubahan ini secara kronologis
pada umumnya merujuk pada seperti domestic system, the putting-out system dan factory
system.

Sistem domestik yang berdasarkan pada family entrepreneurship emerged, yaitu satu keluarga
menjadi buruh, kehidupan bergantung pada produk yang dijual hanya pada beberapa tempat
khusus; menjadi putting out system, yaitu anggota atau pekerja yang memproses materiil
adalah pekerja yang bekerja atau beroperasi berdasarkan piece-rate basis. Kemudian
berkembang menjadi factory system di mana mesin ditempatkan di bawah satu atap dan
pekerja menjadi sentral serta manajemen mengendalikan semua operasi.

Revolusi industri di Inggris pada abad ke-18 mengubah kehidupan manusia di segala bidang
termasuk di bidang administrasi dan manajemen sebagai teknik dan praktek kerja sama
manusia. Perubahan dari job centered menjadi human centered, atau organisasi produktivitas
semata-mata berubah menjadi orientasi manusia atau mengembangkan pendekatan manusiawi
dalam dunia industri, yang disebut industrial relations. Tenaga manusia digantikan oleh mesin
dan mesin-mesin uap menghasilkan tenaga yang lebih murah dan lebih efisien.
Dengan berkembangnya pasar untuk setiap hasil produk, maka dirasakan tingkat efisiensi
dengan mengumpulkan orang secara bersama-sama atau bekerja sama untuk menghasilkan
barang-barang dalam pabrik dibandingkan jika dihasilkan dalam rumah masing-masing.
Penenunan pakaian sebelumnya dilakukan oleh beratus-ratus wanita yang bekerja secara
terpisah di rumah masing-masing dan sekarang wanita-wanita yang memiliki keahlian menenun
dikumpulkan bersama-sama di bawah satu atap (organisasi usaha) dengan pertimbangan
ekonomis yang dimungkinkan dengan menggunakan teknologi.

Dengan usaha ini dirasakan perlu adanya administrasi untuk mengorganisasi pabrik dan para
pekerja, menentukan apa yang dikerjakan dan siapa yang mengerjakan, menentukan
standarisasi dan mengangkat orang untuk memimpin kegiatan. Pada fase revolusi industri,
Richard Arkwright, memberi kontribusi dalam penggunaan efficient managerial principles yang
berhubungan dengan produksi yang kontinyu, koordinasi mesin-mesin, material, orang-orang,
capital, factory, disiplin dan tanda-tanda pembagian kerja. Adam Smith juga memberi kontribusi
tentang pembagian kerja, di mana ditunjukkannya, bahwa spesialisasi dapat meningkatkan
efisiensi.

Perkembangan pemikiran administrasi dalam periode waktu hingga tahun 1986 lebih
merupakan administrasi dan manajemen sebagai praktek pengaturan kerja sama untuk
mencapai tujuan atau lebih dikenal sebagai “seni”. Sejarah peradaban manusia memperlihatkan
telah dilakukannya pengelolaan atau pengaturan kerja sama. Yang paling sederhana, misalnya,
adalah berburu, kelompok orkestra yang biasanya mematuhi seorang pemimpin. Oleh karena
itu suatu pemahaman tentang pemikiran dan praktek administrasi sekarang memerlukan
perspektif historis dan karenanya perlu mengetahui posisi-posisi filosofis yang mendominasi
kehiduapn kerja sama manusia.

Sebagai puncak perkembangan organisasi dan manajemen pada fase sejarah adalah pada
permulaan abad ke-18 melalui karya Charles Babbage (1792-1871) seorang ahli matematika
dari Universitas Cambrige Inggris. Dalam bukunya yang berjudul “The Economy of Manufacture”
antara lain menekankan pentingnya efisiensi dalam usaha pencapaian tujuan, dan pentingnya
pembagian kerja. Pada mulanya buku tersebut tidak mendapatkan perhatian atau sambutan
akan tetapi setelah lahirnya gerakan manajemen ilmiah di Amerika Serikat yang dipelopori oleh
F. W. Taylor tahun 1886, buku tersebut mulai diperhatikan dan diselidiki.

Lahirnya gerakan manajemen ilmiah merupakan fase modern dalam perkembangan


administrasi dan merupakan titik awal perkembangan administrasi dan manajemen mulai
menggunakan metode-metode. Sehingga fase ini merupakan fase perubahan administrasi dan
manajemen sebagai praktek dan teknik kerja sama atau sebagai seni menjadi administrasi dan
manajemen sebagai ilmu.

Pelopor pemikiran administrasi dan manajemen sebagai ilmu atau dengan menggunakan
metode-metode ilmiah ialah F. W. Taylor dalam karyanya yang berjudul “Shop Management”
(1991) dan Henry Fayol dalam karyanya yang berjudul “Administration Industrielle et Generale”
yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris tahun 1930 dengan judul “General and Industrial
Management” atau dalam bahasa Indonesia menjadi “Manajemen Umum dan Industri”.

Anda mungkin juga menyukai