Anda di halaman 1dari 8

Farhan Aji Kumara

18/428705/TK/47207
1. Vectorization
Vektorisasi atau konversi raster to vector terdiri dari penganalisisan gambar raster
untuk mengubah representasi pixelnya menjadi representasi vektor. Asumsi dasarnya
adalah representasi vektor lebih cocok digunakan untuk interpretasi lebih lanjut dari
sebuah gambar; dan biasanya hal ini merujuk pada dokumen grafis terpindai (peta,
skema, gambar).
Prosedur dari sebuah konversi raster to vector dapat dibagi menjadi 3 bagian
utama : preprocessing, processing, dan post processing.
Preprocessing :
1. Binarisasi
2. Noise filtering
3. Segmentation
Processing:
1. Thinning
2. Tracing
3. Approximation
Post processing:
1. Filtration
2. Analysis
3. Interpretation

1.1 Preprocessing
Tujuan dari bagian ini adalah untuk menyiapkan input dari sebuah gambar raster
adalah untuk mempreoses (vektorisasi) untuk bagian selanjutnya. Gambar gray-scale
harus di binarisasi, baik grayscale maupun gambar binary dapat difiltrasi untuk
mereduksi noise, dan gambar berwarna harus di representasikan dengan layer
monokrom. Tipe algoritma preprocessing di definisikan dengan tipe maupun kualitas
dari sebuah gambar masukan.
1.2 Processing
Konversi dari raster gambar biner menuju bentuk vektor dilakukan pada tahap ini.
Data keluaran dari tahap ini adalah presentasi vektor dari gambar binary yang dimasukan.
6 pendekatan untuk vektorisasi dari gambar biner:
1. Metode thinning-based
2. Metode contour based
3. Metode graph structure-based
4. Metode pelacakan pixel
5. Metode RLE based
6. Metode orthogonal zig-zag
Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Metode
yang berdasar pada kerangka memiliki hasil yang baik, namun sangat sensitive terhadap
gangguan. Metode kontur memiliki toleransi gangguan yang lebih baik namun
bergantung pada skema yang lebih kompleks. Untuk menentukan pilihan metode yang
tepat kita harus berdasar pada tipe data yang kita miliki dan tujuan akhirnya.
Kita menggunakan metode vektorisasi berdasarkan algoritma thinning dimana metode ini
terdiri dari 3 langkah
1. Perangkaan gambar biner menggunakan thinning transformasi jarak.
2. Pencarian dari cabang kerangka untuk mendapat lengkungan rantai yang sudah
terdigitasi
3. Vektorisasi utama dari lengkungan terdigitasi.
Vektorisasi utama dapat dilakukan dengan perkiraan error dari nol hingga diatas nol.

1.3 Post processing’


Tujuan utama dari tahap ini adalah analisis data vektor dan interpretasi.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan noise dari model vektor, pengenalan objek, dan
pengembalian entitas dari data vektor.
Biasanya, algoritma dari interpretasi data vektor berdasar pada domain
knowledge. Tujuan utama dari sistem yang dikembangkan adalah untuk mengurangi
jumlah dari pengoperasian manual yang dibutuhkan untuk memasukkan data grafik ke
computer, menyisakan pengubahan dari representasi vektor untuk operator. Untuk
mengurangi waktu dari pemrosesan untuk gambar yang besar, data vektor yang
didapatkan ditampilkan sebagai AVL-tree. Model yang dibuat memberikan akses yang
cepat dan sederhana untuk analisis yang selanjutnya.
Tujuan dari studi ini adalah untuk merealisasikan konversi sistem raster-to-vektor
dan berkonsentrasi pada :
1. Binarisasi dari gambar besar
2. Pengecilan dari gambar besar
3. Penyaringan noise biner
4. Analisis dari data vector
5. Perkiraan polygonal dari lengkungan.
2. Binarisasi dari gambar besar
2.1 Perumusan masalah
Pemasukan dari gambar gray-scale harus dibinarisasi sebelum tahap perangkaan.
Tujuan dairi tahap binarisasi ini adalah untuk membagi sebuah gambar menjadi latar
belakang dan obyek pixel. Kualitas dari sebuah kerangka bergantung pada kualitas dari
gambar biner yang dimasukan.
Binarisasi dari gambar gray-scale dapat dilakukan dengan membatasi dengan
beberapa threshold. Jika nilai pixel p(x,y) lebih kecil dari threshold T, maka pixel tersebut
termasuk pada latar belakang, dan nilai pixelnya akan menjadi ‘0’, jika tidak maka pixel
tersebut termasuk kepada suatu objek dan nilai “1” akan dimasukan. Pada global
thresholding, nilai thresh old dari setiap pixel dimasukkan pada gambar masukan.
3. Binarisasi Adaptif Lokal
Kalkulasi dari threshold adaptif lokal berdasar pada informasi yang
dikumpulkan dari jendela yang mengelilingi pixel yang akan diproses. Pada hal ini,
tujuan utamanya adalah mengembangkan algoritma untuk binarisasi dara gambar
berukuran besar.
Untuk mencapainya, kita harus mengaplikasikan teknik locally adaptive
thresholding, dan melakukan binarisasi dari sebuah gambar ukuran besar dengan cara
file-to-file tanpa menyimpan seluruh gambar pada tempat penyimpanan. Gambar
masukan secara berurutan dimuat dan diproses dengan cara stripe-to-stripe sehungga
partisi dari sebuah gambar untuk memuat dan memproses tidak bergantung pada partisi
sebuah gambar untuk analisis.
Algoritma yang telah dikembangkan terdiri dari 2 langkah pengerjaan
a. Pengumpulan dan analisis dari data histogram
b. Pembatasan gambar

3.1 Pengumpulan dan Analisis dari Data Histogram


Gambar masukan di proses secara fragment-by-fragment untuk mengumpulkan
histogram untuk blok. Histogram dikumpulkan untuk seluruh blok. Jika sebuah blok
mengandung objek, batas di kalkulasi untuk blok, selain itu blok akan dianggap kosong.
Untuk meningkatkan keseimbangan antara objek dan pixel latar pada histogram, kita
menghilangkan pixel dari pertimbangan kita menggunakan Laplacian L(x,y) dibawah
nilai batas tertentu. Dengan cara ini, hampir seluruh titik latar dikecualikan dari
histogram, sedangkan seluruh titik objek tetap disimpan pada histogram. Untuk
kalkulasi dari blok histogram di lakukan untuk mengelompokan block sebagai blok
yang terisi ataupun tidak. Jika sebuah blok memiliki baik latar dan obyek pixel,
histogram yang dihasilkan seharusnya lebih lebar daripada blok dengan dengan latar
pixel saja.
3.2 Image thresholding
Pembatasan gambar masukan dihitung menggunakan rentetan dari Batasan 2D T1(i,
j). batas lokal untuk TL(x, y) untuk (x, y) is dihitung sebagai perkiraan bilinear dari
sebuah batas T1(i, j). untuk semua blok yang berdekatan. Dan dari skema yang telah
dijelaskan diatas untuk binarisasi lokal adaptif dari gambar grayscale ukuran besar telah
diuji dengan gambar grayscale yang didapaatkan menggunakan scanner tipe proyektif.
Pengujian yang dilakukan menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi dari algoritma
gambar grayscale dengan quasi linier non-uniform dari penerangan latar.

4. Penipisan algoritma untuk gambar biner ukuran besar

Rangka dari obyek biner adalah sebuah descriptor bentuk, yang dapat dianggap
sebagai alternatif mudah untuk obyek yang diperpanjang itu sendiri. Menipiskan
gambar biner hingga terlihat rangkanya saja dapat membuat kita dapat mentransformasi
sebuah gambar menjadi bentuk garis, yang dimana masih tetap menyimpan informasi
yang relevan dan mengurangi data yang harus ditangani dan menyederhakan prosedur
komputasi yang diperlukan untuk deskripsi dan tujuan klasifikasi.

Sebuah rangka dapat diperoleh dengan menipiskan sebuah obyek biner dengan dua
langkah:
a. Algoritma yang berdasar dengan penipisan scara morfologi untuk
mempertahankan (homotopi)
b. Algoritma yang berdasar pada transformasi jarak yang mempertahankan
reversibilitas.

5. Iterative peeling algorithms


Sebuah rangka dari sebuah gambar dibangun dengan secara urut melepas batas
pixel hingga tidak ada pixel yang bisa dihapus lagi pada gambar tersebut. Algoritma
iterative thinning dapat dibagi menjadi 2 kategori : sequential dan parallel
pada algoritma sequential, sebuah titik diperiksa dengan menggunakan pemindaian
raster atau algoritma pengikutan kontur dan hasilnya berdasar pada hasil dari titik yang
sudah diproses sebelumnya pada sekitar titik yang sedang diperiksa.
Pada algoritma penipisan parallel, hasil untuk pixel yang ada dilakukan secara
terpisah dengan kondisi yang ada pada titik yang berdekatan dan bergantung pada hasil
dari iterasi sebelumnya dari penipisan yang diaplikasikan pada seluruh gambar. Untuk
realisasi dari peeling algorithm sendiri adalah jika sebuah sebuah ukuran file lebih besar
dari ruang penyimpanan yang tersedia maka gambar tersebut harus dibagi hingga
menjadi pecahan yang saling bertindihan dengan ukuran yang lebih kecil, dan dimuat
untuk pemrosesan dengan cara fragment-by-fragment. Jumlah dari pecahan yang
dihasilkan di definisikan dengan ukuran dari tempat penyimpanan.

6. Metode Transformasi Jarak

Transformasi jarak didefinisikan untuk titik objek sebagai jarak dari pixel
hingga titik latar terdekat. Metrik jarak yang digunakan bergantung pada hal yang
dikerjakan: Euclidean, octagonal, chessboard, city-block, weighted chamfer.
Transformasi jarak dapat diselesaikan menggunakan 2 pindaian raster untuk seluruh
gambar dengan ukuran jendela 2×3 untuk chessboard and city block DT untuk ukuran
yang lebih besar. Untuk pindaian pertama, dilakukan pada arah top-left menuju ke
bottom right.
Pada pemindaian ini, untuk setiap pixel pada sebuah obyek yang dibentuk oleh
jarak, batas obyek atas dan kiri akan ditentukan. Pada pemindaian kedua, arah
sebaliknya menentukan jarak dari setiap pixel pada obyek menuju batas bawah dan
kanan dengan cara yang sama. Pendeteksian dari titik rangka dilakukan dengan dua
pindaian selanjutnya menggunakan seluruh gambar dengan menggunakan cara yang
sama untuk transformasi jarak. Satu pindaian tambahan dibutuhkan untuk mengurangi
lebar rangka sebesar dua pixel menjadi sebesar satu dan mengubah rangka yang
berlabel jarak menjadi berlabel jarak sehingga proses perangkaan gambar dapat
diselesaikan dengan lima pindaian yang berurutan untuk tiap gambar.

7. Implementasi Cepat dari Algoritma Penipisan

Tujuan utama dari studi kami adalah pengembangan implementasi yang efisien
dari algoritma skeletonization berbasis DT, yang cocok dalam prakteknya untuk
memproses input besar dengan mesin prosesor tunggal biasa atau mesin multiprosesor
paralel. Algoritme penjarangan berbasis DT klasik dari Arcelli dan Sanniti di Baja
dengan metrik jarak papan catur telah dipilih untuk realisasi, tetapi pendekatan ini dapat
digunakan untuk algoritme berbasis DT lainnya dengan metrik jarak yang berbeda. Pada
awalnya, kami mengembangkan realisasi algoritma skeletonization untuk komputer
sekuensial sebagai bagian dari sistem konversi raster-ke-vektor. Kemudian kami
memperluas pendekatan pada kasus sistem multiprosesor paralel.

Dalam kasus kerangka gambar dengan mesin prosesor tunggal biasa, file gambar
sedang dibaca dan diproses oleh ukuran blok yang tumpang tindih yang tumpang tindih
dikontrol dengan nilai DT untuk memastikan kebenaran prosedur. Dengan metode ini,
gambar dengan ukuran berapa pun dapat diproses hanya dengan satu pembacaan file
gambar dengan minimal tumpang tindih blok. mengusulkan pendekatan analog untuk
algoritma penipisan berbasis DT dari gambar besar. Dalam kasus pemrosesan dengan
sistem paralel, yang dibahas dalam makalah ini, perbedaan antara dua pendekatan tidak
terlalu penting, karena total waktu pemrosesan bergantung pada kedalaman proses
terakhir secara linier.

Dengan metode yang diusulkan dengan kontrol ukuran tumpang tindih kita dapat
mengurangi biaya waktu algoritma penjarangan seminimal mungkin. Misalnya, jika
lebar maksimal garis pada batas blok tidak melebihi 20, ukuran zona yang tumpang
tindih akan menjadi sekitar 10 piksel, jauh lebih kecil dari 100 piksel seperti pada
pendekatan. Metode lain, yang telah diterapkan untuk mengurangi waktu pemrosesan,
adalah menggunakan tabel pencarian untuk skeletonization berbasis DT. Ik untuk titik
saat ini dihitung secara rekursif dari indeks Ik-1 untuk titik sebelumnya menggunakan
tiga piksel baru yang baru saja muncul di jendela 33.

Untuk menghindari komputasi indeks yang berlebihan untuk titik latar belakang,
penggunaan skema rekursif dimulai dengan dimulainya proses piksel objek. Realisasi
efisien yang dikembangkan dari algoritme kerangka untuk gambar besar telah
memungkinkan kami mengurangi waktu pemrosesan secara drastis untuk sistem
konversi raster-ke-vektor. Seperti yang telah disebutkan di, di mana prosedur vektorisasi
digunakan sebagai bagian dari skema kompresi gambar biner, waktu pemrosesan untuk
vektorisasi hanya membutuhkan 10% dari total waktu pemrosesan.

8. Pemfilteran Derau Biner Berbasi Vektorisasi


Gambar binarisasi yang dipindai memiliki gangguan yang dapat muncul karena
kulaitas asli yang rendah, cacat, kertas, pengaturan ambang batas yang tidak optimal dari
proses binarisasi, dan iluminasi yang tidak seragam. Dalam gambar biner, noise muncul
akibat konten, mendistorsi kontur objek, dan sebagai noise piksel yang tersebar acak.
Biasanya ukuran pola nois lebih kecil dari ibjek biner (garis, goresan, symbol). Juga detail
onjek lebih terstruktur diabding piksel objek.
9. Survei Solusi
Beberapa pendekatan untuk pemfilteran derau biner telah dipertimbangkan
dengan menganalisis lingkungan piksel local yang ditentukan oleh templat pemfilteran.
Filter ini menggunakan sekumpulan aturan untuk menerima atau menolak piksel, seperti
topeng yang telah ditentukan sebelumnya atau deskripsi kuantitatif dari area tetangga
local. Beberapa usulan ahli terhadap permasalahan ini adalah sebagai berikut :
1. Jin dkk. [ 126] mengusulkan kelas baru operator morfologi untuk gambar biner, itu adalah
operator domain. Ide dasarnya diambil dari filter urutan-peringkat, tetapi
digeneralisasikan dengan penggabunganfungsi indeks fuzzy dalam representasi bobot
2. Chinnasarn dkk. [ 48] menggunakan pendekatan morfologi matematika untuk
memodifikasi kFill algoritma O'Gorman [184]. Dengan aturan heuristik yang diusulkan
untuk pemfilteran gambar di 3 × 3 dan 4 × 4 jendela, mereka mengurangi jumlah iterasi
menjadi pemindaian satu lintasan pada gambar.
3. Wahl [283] memperkenalkan algoritma yang beroperasi dalam 5 × 5 jendela. Tujuan dari
pengolahan ini adalah untuk menghilangkan kebisingan dengan menggunakan empat
aturan heuristik. Pendekatan berbasis model untuk pemfilteran derau biner juga telah
digunakan [242]. Pendekatan ini mengasumsikan model probabilistik spesifik yang
menggambarkan perilaku pola sinyal dan derau, yang merupakan primitif geometris dasar
dari mana citra sinyal dan derau dibangun
4. Ageenko dan Fränti [5] mengusulkan dua metode penyaringan berbasis konteks, yaitu
Filter Konteks Sederhana dan Filter Untung-Rugi untuk peningkatan dokumen gambar-
gambar. Mereka menggunakan template kausal 10 dan 20 piksel dari JBIG untuk
mengumpulkan statistic selama fase analisis. Kemudian, dalam fase pemfilteran semua
piksel langka dalam konteks entropi rendah dibalik
5. Fränti dkk. [84, 85] menggunakan Hough Transform (HT) untuk mengekstraksi fitur
vector dari gambar biner. Sebuah gambar fitur direkonstruksi dari segmen linier yang
diekstraksi dan digunakan dalam fase pemfilteran. Pemfilteran didasarkan pada prosedur
penghilangan noise menggunakan gambar asli dan gambar fitur.
10. Pemfilteran berbasis Fitur
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas kompresi
citra biner melalui penyaringan noise. Pemfilteran mengurangi ketidakteraturan pada
gambar yang disebabkan oleh noise, dan dengan cara ini, membuat gambar lebih dapat
dikompres tanpa menurunkan kualitas gambar. Proses filtrasi noise terdiri dari dua tahap:
ekstraksi fitur garis, dan penyaringan berbasis fitur. Pada tahap pertama, informasi global
dikumpulkan dari gambar dengan mengekstraksi fitur garis dengan algoritma vektorisasi
yang kami perkenalkan dalam publikasi Pada tahap kedua, gambar asli diproses untuk
menghilangkan noise di sepanjang batas elemen linier yang diekstraksi menggunakan
gambar asli dan gambar raster referensi.
Pemfilteran diterapkan sebagai bagian dari prosedur kompresi gambar berbasis
konteks. Kompresi tetap mendekati lossless karena hanya piksel terisolasi yang
dihilangkan. Eksperimen dengan gambar uji menunjukka bahwa dari sudut pandang
kompresi, pemfilteran berbasis fitur dengan vektorisasi dua kali lebih efektif daripada
filter median tradisional, atau kombinasi dari tiga filter morfologis: pembukaan,
penutupan dan filter annular. . Faktanya, fase vektorisasi hingga 3-4 kali lebih cepat
daripada prosedur kompresi JBIG. Dalam praktiknya, konversi raster-ke-vektor yang
dikembangkan membutuhkan waktu kurang dari 1% dari waktu pemrosesan untuk
algoritme berbasis HT [84,85]. Rasio kompresi untuk gambar biner uji juga lebih baik
untuk metode berbasis vektorisasi daripada untuk pendekatan berbasis HT.
11. Ringkasan
Teknik pemfilteran berbasis fitur menghilangkan noise aditif dari gambar biner
asli dan dengan cara ini menghasilkan kinerja kompresi yang lebih baik. Karena
pengembangan metode yang efisien untuk konversi raster-ke-vektor gambar besar,
metode berbasis vektorisasi mengungguli algoritma berbasis Transformasi Hough
berdasarkan kualitas serta kinerja waktu

Anda mungkin juga menyukai