BAB 1
PENDAHULUAN
angka kejadiannya yang terus meningkat sejak tahun 2000. Angka kejadian
Pada tahun 2016 secara global terdapat 10.4 juta kasus insiden TBC yang
setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk, dimana Indonesia masuk dalam
lima negara dengan insiden kasus tertinggi yang terdiri atas negara India,
Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Selain itu, Indonesia juga termasuk
dalam negara dengan beban tinggi/ high burden countries (HBC) untuk TBC
RI, 2018)
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2018, angka
kasus TBC yang diobati dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di
meningkat dari tahun 2016 hingga 2017. Pada tahun 2016 CNR per 100.000
penduduk di
Jawa Timur, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2017 angka
notifkasi kasus juga mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2017, dimana
pada tahun 2016 diperoleh CNR sebesar 127 per 100.000 penduduk dan tahun
tahun 2015 dengan CNR 75,11% per 100.000. Sedangkan berdasarkan data Dinas
signifikan pada tahun 2018, dimana pada tahun 2016 ditemukan kasus TB yang
ditangani sebesar 59 orang, tahun 2017 sebesar 59 orang dan pada tahun 2018
sebesar 73 orang.
TB dapat diderita oleh semua orang, namun penyakit ini berkembang pesat
pada orang yang hidup dalam kemiskinan, kelompok terpinggirkan, dan populasi
manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara
penduduk sebesar 136,9 per km2 dengan jumlah penduduk miskin pada September
besar adalah faktor lingkungan dan perilaku masyarakat yang dapat merugikan
merokok, meludah atau membuang dahak di sembarang tempat, batuk atau bersin
tidak menutup mulut, dan kebiasaan tidak membuka jendela. (Wulandari A .A,
dkk., 2015)
sesuai dengan standar rumah sehat; peningkatan daya tahan tubuh; penanganan
dimana kita mampu bergerak dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan
dan sehat, preventif dapat dilakukan berupa peningkatan daya tahan tubuh dan
kuratif yaitu dengan mensukseskan OAT untuk kesembuhan penderita TB, dan
Kabupaten Tuban?
Paru
5
Paru
(TBC) Paru
secara professional.
keperawatan.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2009).
ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan
melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberculosis didapat
melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar 1-5 µm). Droplet
terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Sebelum infeksi pulmonari dapat
8
pertahanan paru dan masuk jaringan paru (Asih Niluh Gede Y., 2003).
2.1.2 Klasifikasi
kelenjar limfe, tulang, persendian, kuliy, usus, ginjal, saluran kencing, alat
paru.
9
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
positif.
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
pengobatan.
pengobatannya.
4. Kasus lain :
2.1.3 Etiologi
atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-
0,6 µm. sebagian besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini
adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang
memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini menjadi
1. Faktor Umur
3. Tingkat Pendidikan
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan
jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
umumnya TB paru.
mengonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan
paru.
5. Kebiasaan Merokok
50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%.
infeksi TB paru
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular
7. Pencahayaan
jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik
atau kurang leluasa, dapat dipasang genting kaca. Cahaya ini sangat penting
14
basil TB. Oleh karena itu, rumh yang sehat harus mempunyai jalan masuk
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama
dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui kaca berwarna.
Penularan kuman TB paru relative tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar
matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur, risiko
8. Ventilasi
rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-
9. Kondisi Rumah
22°C -30°C. Kuman TB paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang
dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada
seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respons
gizi. Apabila status gizi buruk, akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun
13. Perilaku
penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit
2.1.5 Patofisiologi
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdisi atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
17
ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.
Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh
Pathway
19
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun,
gejala dapat timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa
minggu setelah terpajan oleh basil. Manifestasi klinis yang umum termasuk
dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari, berkeringat malam dan
ansietas umum sering tampak. Dyspnea, nyeri dada, dan hemoptysis adalah
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
finding).
20
tes tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka
radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
populasi tertentu.
3. Vaksinasi BCG.
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
a) Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena
menjadi positif,
21
jangka panjang,
tuberculosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk
diketahui.
Streptomisin (S),
(INH),
22
(Z),
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri
atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu:
23
tersebut,
1. Kategori I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan. Bila selama dua bulan sputum menjadi negative, maka dimulai fase
24
lanjutan. Bila setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif
bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase
lanjutan tanpa melihat apakah sputum sudah negative atau belum. Fase
yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9 bulan. Sebagi panduan alternative
2. Kategori II
positif. Fase intensif dalam bentuk 2HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase
setelah tiga bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif diperpanjang
1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan). Bila setelah
empat bulan sputum masih tetap positif, maka pengobatan dihentikan 2-3 hari.
bakteri masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum
menjadi negative maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan
fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukkan
Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE
3. Kategori III
parunya tidak meluas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam
2 HRZ/6 HE
2 HRZ/4 HR
2 HRZ/4 H3R3
4. Kategori IV
kurang mampu dari segi kesehatan masyarakat, dapat diberikan H saja seumur
hidup. Untuk negara maju atau pengobatan secara idividu (penderita mampu),
dapat dicoba pemberian obat berdasarkan uji resisten atau obat lapis kedua
1. Penyuluhan
2. Pencegahan
b) Bronkodilator;
c) Ekspektoran;
d) OBH; dan
e) Vitamin.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
e. Ajarkan pemberi asuhan bagi pasien yang tidak dirawat inap untuk
sumber daya dan energy terbatas untuk memperoleh asupan yang lebih
bernutrisi.
dan hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu dengan benar, dan
mencuci tangan.
diindikasikan.
2013)
2.1.8 Komplikasi
tuberculosis meliputi:
29
dan lutut.
selama berminggu-minggu.
limbah dan kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu
2.1.9 Pencegahan
antara lain menghidari ruangan tertutup dengan ventilasi udara ruangan yang
kurang, menggunakan tutup mulut dan masker apabila akan berkontak atau masuk
ke lingkungan yang memiliki risiko tinggi terhadap infeksi TBC dan melalukan
tuberculosis di dalam tubuh, namun tidak dapat mencegah infeki awal yang telah
30
tahun yang berisiko tinggi terhadap terkenanya infeksi TBC. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terkenanya atau berkembangnya TBC yang lebih kronis seperti
2.2.1 Pengkajian
1. Biodata
anak sampai dengan orang dewasa dengan komposisi antara laki-laki dan
dalam rumah.
Tuberculosis paru (TB) pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun,
namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak lebih sering
terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru
pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja,
tuberculosis paru sering diderita oleh klien dari golongan ekonomi menengah
ke bawah.
31
2. Riwayat Kesehatan
b. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh
c. Sesak napas: timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai
setengah paru.
menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam tanpa
sebab.
kolaps. Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernapas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto torak tampak bayangan
3. Pemeriksaan Fisik
menyeluruh.
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain
itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas
Sistem Pernapasan
auskultasi
33
Inspeksi
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya
dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang
disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
napas, dan menggunakan obat bantu napas. Tanda lainnya adalah klien
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan
Palpasi
spesifik penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada
Perkusi
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
Auskultasi
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Pencernaan
Sistem Perkemihan
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena
hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar
terbiasa dengan sering yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Tambahan
penyakit
3. Tes Kulit Montoux (PPD. OT): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
bagian atas paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik
6. Needle biopsy of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-
paru-paru
Diagnosis Tb Paru
sedikitnya dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya satu
specimen positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
diulangi.
39
Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB paru,
positif.
b. Kalau hasil SPS tetap negative : lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
TB paru.
bronkospasme.
5 Resiko infeksi
Kriteria hasil :
normal.
Intervensi :
Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi
dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan
lanjut.
diindikasikan.
5. Bersihkan sekret dari mulut dan trachea, bila perlu lakukan pengisapan
(suction).
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
42
7. Agen mukolitik
8. Bronkodilator
9. Kortikosteroid
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah intervensi, pertukaran gas klien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
43
pernapasan.
terapi.
7. Kortikosteroid.
suhu normal
Kriteria hasil :
Intervensi :
panas.
45
metabolisme tubuh.
klien terpenuhi
Kriteria hasil :
menjadi adekuat
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan
(sesuai indikasi).
46
intake gizi.
(seminggu sekali).
dukungan cairan.
sering.
intervensi selanjutnya.
umum.
Kriteria hasil :
Intervensi :
sputum.
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari
(Asmadi, 2008).
50
BAB 3
METODE PENELITIAN
untuk melakukan studi kasus. Pada bab ini akan dijelaskan tentang pendekatan
atau desain penelitian, subyek penelitian, batasan istilah, lokasi dan waktu
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
individu dan keluarga dengan kasus yang akan diteliti secara rinci dan mendalam.
Adapun subyek penelitian yang akan diteliti minimal berjumlah dua kasus dengan
51
masalah keperawatan yang terjadi pada individu dengan tuberculosis (TBC) paru
Kabupaten Tuban. Untuk waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2019.
menggunakan metode studi kasus. Setelah disetujui oleh penguji proposal maka
penelitian.
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang
digunakan ;
Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang – dahulu - keluarga dll). Sumber data dari klien, keluarga klien,
perawat lainnya.
asuhan keperawatan medical bedah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
sumber informasi tambahan menggunakan triagulasi dari tiga sumber data utama
53
yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan
ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
DAFTAR PUSTAKA
Asih Niluh Gede Yasmin (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed. 12. Jakarta: EGC
Darliana D. (2011). Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Idea Nursing Journal
Volume 2 Nomor 1 (29-30) tanggal 10 Februari 18.55 WIB
Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Tuban
Tahun 2016.
(http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOT
A_2016/3523_Jatim_Kab_Tuban_2016.pdf) tanggal 9 Desember 2018 jam
09.25 WIB
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017.
(http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-
2017.pdf) tanggal 9 Desember 2018 jam 09.20 WIB
Djojodibroto R. Darmanto (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
EGC.
Doenges M. E, dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC
Kardiyudiani dan Susanti (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
Pustaka Baru.
Kementerian Kesehatan RI (2011). Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberculosis. (https://med.unhas.ac.id/farmakologi/wp-
content/uploads/2014/10/Pedoman-Nasional-Penanggulangn-TB-
2011.pdf) tanggal 10 Februari 2019 jam 13.25 WIB
Kementerian Kesehatan RI (2018). Info DATIN Tuberkulosis 2018.
(http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20tuberkulosis%202018.pdf)
tanggal 9 Desember 2018 jam 09.10 WIB
Manalu Helper S. H. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB
Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Volume
9 Nomor 4, (1340) (https://media.neliti.com/media/publications/77451-ID-
faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kejadian.pdf) tanggal 10 Februari 2019
jam 18.15 WIB.
Muttaqin Arif (2014). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
56