TESIS
Oleh
RUTH DJ PAKPAHAN
137046019/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
TESIS
Oleh
RUTH DJ PAKPAHAN
137046019/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Tahun : 2015
ABSTRAK
kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan end stoma. Penelitian
partisipan setelah saturasi data adalah 12 pasien kanker kolorektal yang baru
kriteria yaitu pasien menggunakan kantong stoma jenis one piece yang dari segi
bentuknya merupakan tipe close end, warna stoma bag transparan, tidak memiliki
Adam Malik Medan. Hasil wawancara dianalisa dengan metode Colaizzi dan
iv
ditemukan 8 tema. Tema yang ditemukan yaitu mengalami gejala kanker
kesehatan (dokter dan perawat) pada ostomate yang baru menjalani kolostomi,
dukungan dan perhatian dari orang yang berarti dalam menghadapi situasi baru
iv
Title of the Thesis : Quality of Life in Colorectal Cancer Patients with
Year : 2015
ABSTRACT
The most important period of new stoma case should be the attention of
health professionals since it can have negative influence on quality of life. The
purpose of the research was to deeply explore the quality of life of colorectal
cancer patients who had formed a new end stoma colostomy. The research used
samples were 12 colorectal cancer patients who had formed a new end stoma
colostomy, taken by using purposive sampling technique. With the criteria that
the patients used stoma bags of one piece type, in the form of close end type,
transparent stoma bags, without filter, and underwent stoma treatment less than 3
months. Interviews were done by using Colaizzi method and found 8 themes as
was done, underwent the role of health care providers (doctors and nurses) in
ostomate that had just been undergone colostomy treatment, underwent the
iv
decrease in physical capacity in doing daily activity, underwent new life which
was rife with stress and emotion, were difficult to socialize by the existence of
new stoma, obtained support and attention from special persons in facing new
services, accepted stoma as part of their bodies. It was recommended that nurses
provide continual training, guidance, counseling, and support for identifying and
independent in taking care of stoma and turn to social life after they had received
homes.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasihNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
dengan End Stoma”. Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam
berharga dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan
Sumatera Utara.
2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
4. Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku Pembimbing II, yang juga senantiasa
5. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Penguji I yang telah memberikan saran
vii
6. Asrizal, S.Kep, Ns, M.Kep, WOC(ET)N selaku Penguji II yang telah
7. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan ijin
bagi penulis. Terima kasih buat kakanda Sulastri Pakpahan, S.ST, M.Keb,
Elisabeth Pakpahan, SE buat cinta dan kasih sayang tulus yang selalu
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan, baik dari aspek
bahasa maupun isinya. Oleh karena itu penulis akan menerima saran dan
masukan yang sifatnya memperbaiki tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga
vii
hasil dari tesis ini dapat bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
Penulis
Ruth DJ Pakpahan
vii
RIWAYAT HIDUP
Pekerjaan : PNS
Tapanuli Utara
No telp : 081264851638
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
x
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 161
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 161
6.2 Saran....................................................................................... 162
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi untuk Penentuan Staging Kanker kolorektal ... 18
Tabel 4.2 Matriks Kualitas Hidup Pasien kanker Kolorektal yang baru
Menjalani Kolostomi dengan End Stoma ....................................... 120
xiii
DAFTAR SKEMA
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Kanker adalah istilah yang digunakan pada tumor yang ganas, tumbuh
mendapat terapi efeknya akan membawa kematian (Daniels & Nicoll, 2012).
kimia, dan radiasi) dan faktor internal (mutasi gen yang diturunkan, hormon,
kondisi kekebalan tubuh, dan mutasi yang terjadi dari proses metabolisme). Faktor
di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kematian
terjadi akibat kanker (WHO, 2012). Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan
peningkatan penderita kanker sebesar 70% di seluruh dunia pada tahun 2030.
American Cancer Society (ACS) melaporkan pada tahun 2014, sekitar 585.720
orang di Amerika diperkirakan meninggal karena kanker, hampir 1.600 orang per
hari. Kanker yang paling umum didiagnosis di seluruh dunia, baik pada pria
maupun wanita, dan memiliki tingkat insiden yang tinggi setelah kanker paru-paru
1
2
yang memanjang dari sekum hingga rektum (Smeltzer et al., 2010). Colorectal
(Ignatavisius & Workman, 2013). Berdasarkan data WHO tahun 2012, insiden
kematian akibat kanker kolorektal sebanyak 694.000 dan melalui estimasi IARC
tahun 2012, insiden kanker kolorektal 16 kasus per 100.000 penduduk. Setiap
kolorektal (Brown & Dubois, 2005). Prevalensi kanker kolorektal yang semakin
global yang serius. Colorectal Cancer menyumbang lebih dari 9% dari semua
kasus kanker baru. Tingkat kelangsungan hidup satu tahun dan lima tahun
sebagai kanker paling umum ketiga baik pada laki-laki dan perempuan di
Amerika Serikat (ACS, 2014). Diperkirakan 18%-35% dari 1,1 juta orang hidup
2010, 90% kasus kanker kolorektal didiagnosis pada individu dengan usia di atas
50 tahun (ACS, 2014). Kebanyakan kasus kanker kolorektal ditemukan pada usia
di atas 40 tahun dan puncaknya pada usia 70 tahun. Faktor resiko kanker
kolorektal lebih sering terjadi akibat dari gaya hidup, di antaranya obesitas, diet
konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, merokok dan kurangnya olahraga
secara teratur. Prevalensi tinggi kanker kolorektal juga banyak ditemukan pada
populasi tingkat ekonomi menengah ke atas. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh
kolorektal yang cukup tinggi (Syamsuhidajat & Jong, 2004). Data yang
salah satu dari 5 kanker yang paling sering terjadi baik pada pria maupun wanita.
Jumlah penderita kanker usus besar dan rektum cukup banyak terjadi khususnya
1,8 kasus per 100.000 penduduk (Depkes, 2008). Kasus kanker kolorektal ini
dan kegiatan Yayasan Kanker Indonesia tahun 2012. Laporan data dari Direktorat
kolorektal di seluruh Rumah Sakit di Indonesia adalah 3.806 kasus (8,2 %) dan
tahun 2006 adalah 3.442 kasus (8,11%) dari seluruh kasus keganasan. Menurut
data Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais tahun
2013 terdapat 274 kasus baru kanker kolorektal dan 48 kasus kematian.
terdapat sejumlah 210 orang kanker kolorektal dari tahun 2005 hingga 2007.
sejumlah 39 orang diikuti tahun 2006 sebanyak 68 orang, dan pada tahun 2007
meningkat sebanyak 103 orang (Zendrato, 2009). Data rekam medik RSUP Haji
4
Adam Malik menunjukkan jumlah penderita kolorektal pada tahun 2014 sebanyak
(Daniels & Nicoll, 2012). Kolostomi memungkinkan drainase atau evakuasi isi
penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada
feses tetap keluar dari kolon meskipun terjadi obstruksi pada kolon yang
rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien, namun dalam banyak kasus dapat
menyebabkan stress berat (Krouse, Grant, & Rawl, 2009). Evidence based
pemasangan ostomi (Baldwin et al., 2009; Shaffy, Kaur, Das, Gupta, 2014).
Terlepas dari jenis ostomi atau alasan pembuatan ostomi, prosedur yang
5
fungsional, kesejahteraan, dan kualitas hidup (Siassi et al., 2008; Krouse, Grant,
kolostomi adalah aspek penting yang perlu dipahami lebih lanjut (Pittman, Kozel
& Gray, 2009). Kualitas hidup mencerminkan kepuasan pasien terhadap kondisi
fisik, sosial, spiritual, emosional dan fungsional (Lehto & Lehtinen, 2005).
Kualitas hidup pasien dengan ostomi sering ditinjau dalam 4 domain yaitu aspek
fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Grant et al., 2004). Pasien kanker kolorektal
selain harus berjuang dengan kanker, pemasangan kolostomi juga akan membawa
kehidupan baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual (Grant et al., 2011). Dengan
kata lain, hal tersebut juga akan berdampak pada kepuasan, kebahagiaan, dan
menunjukkan hasil bahwa masalah berat yang dialami oleh pasien dengan
kebocoran kantong (62%), bau tidak sedap (59%), penurunan aktivitas yang
menyenangkan (54%), dan depresi atau kecemasan (53%). Penelitian ini didukung
oleh penelitian Karadag, Mentes, dan Uner (2003) yang menunjukkan bahwa
pasien khawatir dengan kebocoran dan bau dari kantong kolostomi, dan mungkin
sendiri. Seiring berjalannya waktu, rasa tidak aman ini dalam situasi sosial dan
mempengaruhi kualitas hidup dan diperoleh beberapa tema yaitu masalah fisik
saat bepergian atau travelling, status gizi, aktivitas fisik, fungsi seksual, ekonomi
isu nutrisi, dan isu-isu religius khususnya agama Islam yang mengutamakan
kolostomi juga memiliki berbagai masalah fisik, gizi dan seksual yang signifikan
pasca operasi. Berbagai Subtema yang muncul terkait masalah fisik adalah
terkait takut kebocoran, nyeri atau ketidaknyamanan dan integritas kulit berubah
berhubungan dengan iritasi oleh isi stoma. Subtema terkait masalah seksual
adalah merasa malu, kecemasan, menahan diri dari seksual dan penyesuaian
terhadap kehidupan seksual, dampak pada hasrat seksual, perilaku seksual dan
terkait kantong ostomi dan penerimaan pasangan dengan alat ostomi. Subtema
harus menjadi perhatian penting bagi para profesional kesehatan karena dapat
menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan atau intervensi atau terapi. Di
samping itu, data tentang kualitas hidup juga dapat merupakan data awal untuk
(Umpierrez, 2013).
stoma baru terbentuk. Disfungsi psikologis dan sosial dapat terjadi pada pasien
yang telah menjalani bedah kolostomi (Simmons, Smith, Bobb & Liles, 2007).
misalnya, mereka tidak tahu bagaimana mengganti kantong stoma dengan fasilitas
yang memadai (Brown & Randle, 2005). Setelah operasi ostomy telah dilakukan,
perubahan dalam citra tubuh, fungsi dan kontrol stoma serta pembatasan dalam
gaya hidup dan aktivitas fisik. Pasien dengan stoma baru mengalami
kekhawatiran tentang citra tubuh, bau, kebocoran, visibilitas alat dan persepsi
(Williams, 2005). Oleh karena itu, ini khusus saat pasien baru menjalani
kolorektal dengan kolostomi tipe end stoma yang menjalani kontrol ke poli bedah
mengatakan bahwa “saya mengalami iritasi di sekitar area stoma, saya juga
8
mengalami gangguan tidur, dan tidak nyaman dengan aroma tubuh dan saya juga
kesulitan mengganti kantong secara mandiri. Selain itu, saya juga tidak bisa
yang selalu bersih, dengan tubuh yang harum, telah berubah menjadi seseorang
dengan bau badan yang buruk bahkan terkadang saya sendiri belum bisa
menerima keadaan ini!”. Kondisi ini tentu berpotensi memberikan dampak yang
secara umum. Tanggapan dari pasien yang memiliki pengalaman jangka panjang
yang mereka gunakan untuk perawatan diri yang akan mempengaruhi kualitas
akan memperoleh berbagai informasi baru yang lebih banyak dan mendalam
terkait kualitas hidup pasien dengan kolostomi yang belum tentu dapat diperoleh
1.2 Permasalahan
menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang serius. Kanker
yang paling umum didiagnosis di seluruh dunia, baik pada pria maupun wanita,
dan memiliki tingkat insiden yang tinggi salah satunya adalah kanker kolorektal.
mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan pada pasien namun dalam banyak
antaranya masalah fisik termasuk iritasi kulit, kebocoran kantong, bau tidak
sosial dan keluarga, saat bepergian atau travelling, perubahan aktivitas fisik,
mempengaruhi domain kualitas hidup seperti masalah fisik, psikologis, sosial dan
spiritual yang signifikan di samping harus berjuang melawan kanker. Hal ini juga
singkat pada pasien kolostomi, diperoleh data bahwa pasien dihadapkan dengan
yang mereka gunakan untuk perawatan diri yang akan mempengaruhi kualitas
hidup pasien.
10
kolostomi merupakan suatu fenomena yang menarik. Oleh karena itu, fenomena
yang dialami pasien kolostomi perlu digali lebih dalam dan dipahami. Penelitian
kualitas hidup pasien kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan
end stoma.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat klinis untuk
berkelanjutan selama masa transisi dan pada akhirnya akan menjadikan kualitas
medikal bedah dan komunitas terkait kualitas hidup pasien kolostomi serta
holistik pada pasien dengan kolostomi baik yang berada di rumah sakit maupun
di komunitas.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Defenisi
membentuk usus besar. Kanker kolorektal adalah kanker pada kolon atau rektum
pertumbuhan sel abnormal pada area kolon dan rektum yang terdapat pada kolon
asending, transversal, desending, sigmoid dan rektal (William & Hopper, 2003).
gastrektomi, riwayat penyakit radang usus, diet tinggi lemak, tinggi protein, diet
rendah serat, kanker genital (kanker endometrium, kanker ovarium) atau kanker
Pasien yang memiliki riwayat keluarga (adik, saudara, atau anak) yang
didiagnosis dengan kanker kolorektal (CRC) memiliki tiga sampai empat kali
1% dari CRC (McCance et al., 2010). Pada pasien yang masih muda, ribuan
12
13
Colorectal Cancer atau HNPCC adalah gangguan lain dari autosomal dominan
dan menyumbang sebagian kecil dari semua kanker kolorektal. HNPCC juga
disebabkan oleh mutasi gen. Orang dengan mutasi gen ini memiliki kesempatan
2007).
Obesitas, merokok, alkohol, diet tinggi lemak, konsumsi daging merah, konsumsi
makanan olahan, kurangnya konsumsi buah dan sayur, dan kurangnya olahraga
bahwa kurangnya konsumsi buah dan sayuran merupakan faktor resiko utama
dari kanker kolorektal (Stewart & Kleihues, 2003 dalam Ruddon, 2007).
2.1.3 Patofosiologi
Tumor ini muncul dari jaringan epitel kelenjar usus besar, berkembang sebagai
proliferasi dari mukosa kolon membentuk polip yang dapat berubah menjadi
tumor ganas. Kebanyakan CRC diyakini timbul dari polip adenomatosa yang
hadir sebagai tonjolan yang terlihat dari permukaan mukosa usus (McCance et
al., 2010).
Tumor dapat terjadi di lokasi yang berbeda pada kolon, dengan sekitar
dua pertiga terjadi di wilayah rectosigmoid. Persentase kanker kolon terjadi pada
14
kolon ascending 22%, kolon transversal 11%, kolon descending 6%, sigmoid
tanda yang paling umum adalah pendarahan anus, anemia, fatigue, dan
mikroskopis darah yang tidak terlihat, atau pasien mungkin memiliki feses
berwarna gelap atau berwarna merah. Darah biasanya tidak terdeteksi pada
tumor sisi kanan kolon tetapi umum terjadi pada tumor dari sisi kiri kolon dan
rektum. Manifestasi lain pada tumor kolon sisi kiri adalah konstipasi dan diare
yang terjadi bergantian, sensasi evakuasi yang tidak tuntas. Kanker pada kolon
sisi kanan biasanya asimptomatik, nyeri abomen yang tidak jelas atau kram pada
obstruksi. Pasien dapat melaporkan nyeri, kembung, kram atau eliminasi bowel
melaporkan nyeri tumpul. Tumor sisi kanan dapat tumbuh cukup besar tanpa
mengganggu pola usus karena konsistensi tinja lebih cair di bagian usus besar.
sehingga kotoran dapat mengandung darah berwarna gelap. Massa dapat teraba
di kuadran kanan bawah, dan pasien sering menderita anemia akibat kehilangan
menunjukkan obstruksi usus parsial akibat tumor. Total tidak adanya bising usus
menunjukkan obstruksi usus lengkap. Palpasi dan perkusi yang dilakukan untuk
menentukan pembesaran limpa atau hati atau massa yang hadir di sepanjang usus
besar. Pemeriksa juga melakukan pemeriksaan colok dubur untuk meraba massa
2.1.5 Komplikasi
atau dengan menyebar melalui darah atau getah bening. Tumor dapat menyebar
secara lokal ke dalam empat lapisan dinding usus dan masuk ke organ
sekitarnya. Hal ini bisa meluas ke dalam lumen usus atau menyebar melalui
sistem limfatik atau peredaran darah. Hati adalah daerah yang paling sering
paru, otak, tulang, dan kelenjar adrenal juga dapat terjadi (Ignatavicius &
Workman, 2013).
secara lokal atau melalui penyebaran metastasis termasuk obstruksi usus atau
fistula ke kandung kemih atau vagina (Smeltzer et al., 2010). Tumor dapat
Tumor yang tumbuh ke dalam lumen usus secara bertahap dapat menghambat
usus dan akhirnya mengobstruksi sepenuhnya. Tumor ini juga dapat meluas ke
16
luar dinding usus dapat menyebabkan tekanan pada organ sekitarnya (rahim,
kandung kemih, dan ureter) dan menyebabkan gejala (Ignativicius & Workman,
2013).
tanda dan gejala yang telah diuraikan sebelumnya. Penunjang diagnostik perlu
segera dilakukan. Permulaan usia 50 tahun, baik pria maupun wanita berisiko
mengalami kanker kolorektal dan harus menjalani screening tests yang utama
kanker dan polip secara dini lebih disukai dan pasien menjalani salah satu dari tes
mendeteksi kanker meliputi: 1) FOBT (Fecal Occult Blood Test) yang dilakukan
setiap tahun, 2) Fecal immunochemical test (FIT) yang dilakukan setiap tahun, 3)
adenoma premalignant dan sel-sel kanker test (sDNA), interval waktunya tidak
seluruh kolon diperiksa (hanya 50% CRC yang dideteksi melalui sigmoidoscopi),
biopsi dapat dilakukan, dan polip dapat dengan segera diangkat dan dikirim ke
2011, Ignatavicius & Workman, 2013). Pasien yang berisiko mengalami CRC
harus menjalani pemeriksaan kolonoskopi setiap 10 tahun yang dimulai pada usia
CBC untuk pemeriksaan anemia, studi koagulasi, tes fungsi hati. CT scan atau
retroperitoneal dan pelvic, penetrasi tumor pada dinding usus. Tes fungsi hati
diproduksi oleh 90% kanker kolorektal. CEA sangat membantu dalam memonitor
2010).
Penentuan staging kanker kolorektal berdasarkan sistem TNM dari The American
Joint Committee on Cancer (AJCC) diperlihatkan pada tabel berikut (Lewis et al.,
2011):
besar dan kedalaman tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, dan metastasis.
Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 90% jika kanker terlokalisir (terbatas
pada dinding usus), 68% jika kelenjar getah bening yang terlibat, dan 10% jika
metastasis jauh.
ukuran tumor, lokasi, tingkat metastasis, integritas usus, dan kondisi pasien
pengangkatan tumor dengan area tepi yang bebas dari penyakit adalah metode
regional dikeluarkan dan diperiksa untuk adanya kanker. Jumlah kelenjar getah
bening yang terkena kanker adalah prediktor kuat dari prognosis (Ignatavicius, &
Workman, 2013).
rektum dan sfingter ani. Pada pasien palliative care, kolostomi ataupun ileostomi
permanen biasanya dibuat dengan tanpa mengangkat organ yang terkena kanker.
sigmoid, rektum, dan anus melalui kombinasi insisi di perut dan sayatan
tumor dan sebagian kolon yang terkena pertumbuhan tumor, berikut dengan
20
pembuluh darah dan limfenya. Pengangkatan rektum (yang terkena kanker) tanpa
merusak anus disebut sebagai Low anterior Resection (LAR). Pada operasi ini,
Operasi ini biasa dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal stadium II atau
III pada ½ bagian atas rektum (dekat perbatasan dengan kolon) (Ignatavicius &
Workman, 2013).
terapi setelah reseksi kolon, dan sebagai terapi paliatif untuk CRC yang tidak
21
dapat direseksi (Lewis et al., 2011). Kemoterapi adjuvan setelah operasi primer
dianjurkan untuk pasien dengan kanker kolorektal stadium II atau tahap III untuk
tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk kanker usus besar, tetapi
efektif dalam memberikan kontrol lokal atau regional dari pertumbuhan sel-sel
sebagai terapi paliatif untuk kanker yang telah mengalami metastase. Sebagai
terapi paliatif, tujuan utama adalah mengurangi ukuran tumor dan meringankan
pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang dari rumah sakit, pemeliharaan
al., 2010).
2.2 Kolostomi
2.2.1 Definisi
Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus
membuka jalan usus besar ke dinding abdomen anterior. Akhir atau ujung dari
usus besar yang dikeluarkan pada abdomen disebut sebagai stoma. Stoma itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti mulut. Stoma bersifat basah,
oral. Stoma tidak memiliki ujung syaraf sehingga tidak terlalu sensitif terhadap
sentuhan ataupun nyeri. Akan tetapi stoma kaya akan pembuluh darah dan
mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan. Hal ini termasuk normal,
hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus dan dalam jumlah
proses eleminasi BAB dengan lancar. Akan tetapi, berbeda dengan proses
eliminasi normal, pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran feses. Feses yang
keluar dari stoma akan ditampung pada kantung kolostomi yang direkatkan pada
abdomen. Pada awal pembedahan, konsistensi feses akan tampak lebih cair,
23
namun akan membaik secara bertahap hingga mencapai konsistensi yang normal,
sesuai dengan letak stoma pada kolon (Ignatavicius & Workman, 2013).
dan tergantung pada kebutuhan pasien. Kolostomi dapat bersifat temporer (jangka
pada kolon dengan tujuan untuk memberikan bagian usus beristirahat. Bagian
usus tetap kosong untuk menjaga feses agar tidak masuk ke bagian dari usus
tertentu. Untuk melakukan hal ini, kolostomi jangka pendek (temporer) dibuat
waktu yang tepat, kolostomi akan dikembalikan dan usus akan bekerja seperti itu
usus besar atau rektum tidak mampu berfungsi akibat penyakit tertentu. Bagian
dari usus yang terkena penyakit diangkat atau secara permanen beristirahat.
Dalam hal ini, kolostomi diperkirakan tidak akan ditutup di masa depan (United
Sebuah loop stoma dibuat dengan membawa loop dari usus ke permukaan kulit,
24
perut. Loop kolostomi biasanya dilakukan dalam kolon tranversal dan biasanya
bersifat sementara.
End stoma sering dibuat paling sering di bagian descenden atau kolon
ujung usus proksimal tersebut melalui dinding abdomen sebagai stoma tunggal.
Usus bagian distal akan diangkat atau dijahit dan ditinggalkan dalam rongga
abdomen.
dengan membagi usus dan membawa kedua bagian proksimal dan distal ke
permukaan abdomen untuk membuat dua stoma. Stoma proksimal adalah stoma
yang berfungsi dengan baik dan menghilangkan kotoran. Stoma distal dianggap
pada kulit di sekitar stoma (Smeltzer et al., 2010). Iritasi pada area kulit
peristomal banyak terjadi terutama pada lansia, disebabkan oleh lapisan epitel
dan lemak subkutan yang semakin tipis karena proses penuaan sehingga kulit
menjadi semakin mudah mengalami iritasi (Smeltzer et al., 2010). Pada dasarnya,
bahan pada kantong kolostomi yang menempel pada permukaan kulit sudah
didesain agar tidak menyebabkan iritasi pada kulit (WOCN, 2008). Ostomate
25
membutuhkan tes skin patch jika mengeluhkan adanya beberapa reaksi terhadap
albicans yang biasa dikenal sebagai infeksi jamur (Eucomed, 2012). Hal ini
jamur. Kulit yang terkena infeksi ini akan berubah menjadi kemerahan dan terasa
gatal. Medikasi topical antifungal dapat dioleskan pada area yang terkena infeksi.
Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area penempelan kantong
(WOCN, 2008). Hal terpenting dalam pencegahan infeksi pada kulit adalah
iritasi dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam bentuk salep ataupun bedak)
Masalah lain yang biasa dikeluhkan oleh pasien adalah pengeluaran gas
dan bau dari stoma, konstipasi dan diare (Eucomed, 2012). Pengeluaran gas dan
bau pada stoma menjadi masalah pada ostomate karena berbeda dengan
Gas yang terdapat pada saluran pencernaan didapatkan dari beberapa jenis
dan lobak. Gas juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada saat
berbicara, makan, merokok dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh karena itu
meminimalkan udara yang masuk. Bau pada gas atau feses yang dikeluarkan juga
dapat diakibatkan oleh beberapa makanan seperti telur, keju, ikan, bawang, dan
kubis.
Konstipasi dapat terjadi pada pasien akibat diet yang tidak seimbang, serta
intake makanan berserat ataupun cairan yang kurang (Gutman, 2011). Apabila
merekomendasikan minimal konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau 1,5 hingga 2
liter air per hari (dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan aktivitas fisik
(Eucomed, 2012). Akibat dari diare adalah hilangnya cairan dan elektrolit pada
tubuh indvidu. Diare umumnya terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat
terjadi juga pada klien dengan kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di
seperti diare, namun hal ini normal karena penyerapan air pada kolon asenden
meliputi manajemen diet. Pada saat diare terjadi, individu akan beresiko
27
seperti pisang, jeruk, tomat, ubi, kentang, dan gandum (Canada Care Medical,
2010).
hingga setengah pada kantung kolostomi. Feses yang berbentuk cair keluar segera
setelah operasi, tetapi menjadi lebih solid, tergantung lokasi stoma (Ignatavicius
kontur dan bentuk abdomen, lokasi stoma, bekas luka dan lipatan di dekat stoma,
dan tinggi dan berat badan semua harus dipertimbangkan. Sistem pouching yang
baik harus aman dan tahan bocor yang berlangsung hingga 3 hari, tahan bau,
melindungi kulit di sekitar stoma, hampir tidak terlihat di bawah pakaian, mudah
semua memiliki kantong kolektif untuk mengumpulkan feses yang keluar dari
stoma dan mempunyai bagian perekat (flange, barier kulit, atau wafer) yang
melindungi kulit di sekitarnya. Ada 2 jenis utama sistem pouching, yaitu: 1) One-
piece pouches yang melekat pada barier kulit, 2) Two-piece pouches terdiri dari
28
barier kulit dan kantong yang bisa dilepas dan dipasang kembali pada barier kulit.
pengosongan. Sistem lain ada yang tertutup dan dilepaskan ketika kantong penuh,
sistem lain memungkinkan perekat barier kulit untuk tetap pada tubuh sementara
kantong dapat dilepas, dicuci, dan digunakan kembali. Kantong terbuat bahan
reguler, pada waktu yang diharapkan, pasien dapat menggunakan penutup stoma
bukan selalu memakai kantong. Pasien dapat menempatkan kasa yang dilipat
rapi atau tissu, dioleskan dengan sedikit pelumas yang larut dalam air di atas
permukaan stoma, dan menutupinya dengan selembar plastik. Hal ini dapat
dibuat dengan pita perekat medikal, pakaian dalam, atau pakaian elastis. Stoma
sistem kantong yang diganti setiap hari, setiap 3 hari atau lebih, dan ada yang
kembali. Tergantung pada jenis kantong yang digunakan. Dalam banyak kasus,
pagi hari sebelum makan atau minum adalah waktu terbaik untuk mengosongkan
Pembukaan yang terlalu kecil dapat melukai stoma dan dapat menyebabkan
stoma membengkak. Jika pembukaan terlalu besar, output bisa mengiritasi kulit.
Lubang kantong harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma (Smeltzer et al.,
kebocoran dan iritasi kulit. Gatal dan terbakar adalah tanda-tanda bahwa kulit
perlu dibersihkan dan sistem pouching harus diganti. Jangan merobek sistem
pouching dari kulit atau mengganti lebih dari sekali sehari kecuali ada masalah.
Lepaskan barier kulit dengan lembut dan mendorong kulit jauh dari perekat
barier daripada menarik barier dari kulit. Bersihkan kulit sekitar stoma dengan
air. Keringkan area stoma sebelum mengenakan penutup, barier kulit, atau
stoma dengan sabun lembut dan air sebelum memasang sebuah alat. Pasien juga
tanpa alkohol) dan biarkan hingga kering sebelum penerapan alat (colostomy
bag) untuk memfasilitasi berkurangnya rasa sakit dari perekat ketika akan
30
diganti. Jika kulit peristomal menjadi kasar, bedak stoma atau pasta atau
kombinasi juga dapat diterapkan. Pasta atau lainnya pengisi krim juga digunakan
untuk mengisi celah-celah dan lipatan untuk membuat permukaan datar dari
kantong kolostomi. Jika pasien mengalami ruam karena jamur, krim antijamur
5. Nutrisi
Pengendalian gas dan bau dari kolostomi sering menjadi masalah penting
bagi pasien dengan ostomi baru. Kantong bocor atau tidak cukup tertutup adalah
penyebab bau pada umumnya, flatus juga dapat berkontribusi menjadi sumber
bau. Ingatkan pasien bahwa meskipun secara umum tidak ada makanan yang
dilarang untuk pasien dengan stoma, makanan dan kebiasaan tertentu dapat
mentimun, jamur, dan kacang polong sering menyebabkan flatus, seperti halnya
permen karet, merokok, minum bir, dan pola makan yang tidak teratur. Biskuit,
roti panggang, dan yoghurt dapat membantu mencegah gas. Asparagus, brokoli,
kubis, lobak, telur, ikan, dan bawang putih menyebabkan bau ketika kantong
terbuka. Buttermilk, jus cranberry, dan yogurt akan membantu mencegah bau.
ventilasi yang memungkinkan pelepasan gas dari kantong ostomy melalui filter
penghilang bau yang tersedia dan dapat menurunkan bau (Gutman, 2011;
secara bertahap. Minum banyak cairan minimal 5-6 delapan gelas air per hari
mungkin jika cairan tidak cukup dikonsumsi dalam sehari. Tingkatkan asupan
cairan apabila pasien bekerja keras atau iklim panas (Ignatavicius & Workman,
2013).
6. Irigasi Kolostomi
sigmoid dapat mengatur pola eliminasi melalui diet. Irigasi sama dengan enema
tetapi diberikan melalui stoma bukan rektum (Lewis et al., 2011). Tujuan irigasi
kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari gas, mucus, feses sehingga
pasien dapat menjalankan aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa takut terjadi
drainase fekal. Dengan mengirigasi stoma pada waktu yang teratur terdapat
7. Pengkajian Psikososial
kanker dapat secara emosional menyebabkan masalah untuk pasien dan keluarga
atau orang terdekat, tetapi pengobatan dapat diterima karena dapat memberikan
persepsi intervensi yang direncanakan. Reaksi pasien untuk operasi ostomi dapat
mencakup: 1) Takut tidak diterima oleh orang lain dan lingkungan, 2) Perasaan
seksualitas. Symms et al., (2008) dalam studi mereka menemukan bahwa veteran
buang air besar untuk mencegah ketegangan pada area anastomosis. Jika pasien
keluarga atau caregiver lainnya perlu diajarkan tentang tampilan normal dari
dan penerapan alat yang tepat untuk menutup stoma, langkah-langkah untuk
melindungi kulit yang dekat dengan stoma, perubahan nutrisi untuk mengontrol
gas dan bau, kembali ke aktivitas normal, termasuk bekerja, perjalanan, dan
hubungan seksual.
33
pembukaan stoma pada alat yang akan digunakan. Pembukaan harus cukup besar
tidak hanya untuk menutupi kulit peristoma tetapi juga untuk menghindari
trauma stoma besar. Stoma akan menyusut dalam waktu 6 sampai 8 minggu
setelah operasi. Oleh karena itu perlu diukur setidaknya sekali seminggu selama
ini dan sesuai kebutuhan jika mengalami kenaikan atau kehilangan berat badan.
berikut: 1) menilai status gastrointestinal, termasuk intake dan kebiasaan diet dan
cairan, Adanya mual dan muntah, kenaikan atau penurunan berat badan, pola
eliminasi usus, karakteristik dan jumlah feses, bising usus, 2) menilai kondisi
iskemia, seperti warna kusam atau gelap atau memar keunguan, 3) kaji kulit
bawah sistem drainase, alat yang sesuai dan efektivitas barier kulit dan alat, 4)
perawatan diri di rumah, perubahan citra tubuh dan fungsi, rasa kehilangan
yang tepat, 3) Memiliki stoma yang bentuknya baik, 4) Perawatan pasca operasi,
Mendapatkan tindak lanjut dan supervisi sepanjang hidup, 10) Pelayanan dari tim
2.2.6 Komplikasi
hernia di sekitar lokasi stoma. Hal ini ditandai dengan adanya tonjolan di kulit di
sekitar stoma, kesulitan irigasi dan obstruksi parsial. Mengangkat beban berat
harus dihindari segera setelah operasi dan hanya boleh dilanjutkan di bawah
bimbingan dokter. Berbagai masalah ini dapat dihindari jika area stoma ditandai
dengan perawat ostomi sebelum operasi. Lokasi yang banyak disukai terletak di
lanjut yaitu kram berat yang berlangsung lebih dari dua atau tiga jam, bau yang
tidak biasa yang berlangsung lebih dari seminggu, perubahan yang tidak biasa
dalam ukuran stoma dan penampilan, obstruksi pada stoma dan/atau prolaps
stoma, perdarahan berlebihan dari pembukaan stoma, cedera parah atau stoma
drainase berair yang berlangsung lebih dari lima atau enam jam, iritasi kulit
obesitas, proses pembukaan dinding abdomen yang terlalu lebar, fiksasi bowel
35
pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun akibat peningkatan tekanan
impaksi fekal dan iritasi kulit, stenosis yang terjadi akibat adanya pembentukan
jaringan scar di sekitar stoma yang menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan
2.3.1 Defenisi
posisi mereka dalam kehidupan ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai
dimana mereka tinggal, hubungan dengan tujuan hidup, standar hidup, harapan,
kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup
dan kesejahteraannya dalam area yang luas meliputi fungsi fisik, fungsi
subjektif multidimensi yang dibentuk oleh individu terhadap fisik, emosional, dan
konteks budaya dan nilai yang dianut oleh individu dalam hubungannya dengan
lingkungan.
tahun 1998 menyebutkan bahwa kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi. Keempat
hubungan sosial
37
partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas pada waktu luang.
Ada enam domain yang dinilai pada kualitas hidup menurut WHO (1998).
Domain penilaian kualitas hidup tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
No Domain Defenisi
1 Kesehatan fisik Gejala fisik dan kemampuan fungsional
Pasien Kolostomi
Kualitas hidup sering digunakan oleh tenaga kesehatan dan peneliti, tetapi
tetap definisi ringkas sulit dipahami. Hal ini dapat didefinisikan secara luas
sebagai berbagai kondisi hidup yang dialami oleh individu (Felce & Perry 1995).
Aspek kualitas hidup mencakup keadaan pribadi seperti kondisi hidup, harta
benda, kesehatan fisik dan psikologis. Kualitas hidup juga mencakup kondisi
sosial seperti hubungan dengan keluarga, teman, spiritualitas atau agama, dan
individu. Hal ini lebih lanjut ditandai dengan kepuasan pribadi yang bervariasi
banyak definisi untuk kualitas hidup karena berkaitan dengan kehidupan manusia.
1457 responden kanker kolorektal dan 599 diantaranya hidup dengan kolostomi,
rekreasi dan fungsi seksual (Cohen, Minsky, & Schilsky, 2001). Ostomi akan
instrumen secara luas digunakan untuk mengukur QOL dalam praktik klinis
Dalam beberapa penelitian, nilai dimensi kualitas hidup lebih rendah dari
nilai awal pada periode postoperatif dini. Operasi juga membatasi kehidupan
sosial pasien untuk beberapa bulan. Setelah 3-6 bulan pertama, sebagian besar
perspektif masa depan mencerminkan sikap positif dan optimis setelah operasi,
persepsi tentang citra tubuh lebih buruk daripada periode awal yang dialami
40
sepanjang tahun setelah operasi. Hal Ini mungkin disebabkan oleh kesulitan
dalam menerima stoma atau bekas luka di abdomen (Camilleri & Steele, 2001).
masalah dengan seksualitas dan citra tubuh, dan kesulitan beradaptasi dengan
fungsi stoma. Pasien menyatakan keprihatinan terkait dengan fungsi stoma itu
dan kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (Symm et al., 2008; Shaffy et
al., 2012).
Faktor lain terkait masalah fisik yang berkaitan dengan ostomy, termasuk
iritasi peristomal, bau, dan bising usus didentifikasi oleh beberapa peneliti
(Richbourg, 2007; Mitchell et al., 2007; Lynch et al., 2008). Masalah emosional
dan mental juga menjadi masalah yang sering menyebabkan dampak pada pasien.
Menurut Mitchell et al. (2007) lebih lanjut menunjukkan bahwa kebocoran dan
bau adalah sumber utama yang memalukan telah diidentifikasi pada pasien.
penting dalam kualitas hidup yang perlu dipertimbangkan. Aspek financial dan
2014). Bahkan pasien dapat kehilangan pekerjaan sebagai salah satu konsekuensi
dari stoma (Nichols & Riemer, 2008). Kolostomi dan masalah yang terkait juga
dan Randle (2005), pasien dengan stoma cenderung khawatir tentang masalah
41
seksual, terutama pada periode awal setelah operasi dan pembentukan stoma
yang menyebabkan penurunan lebih lanjut dari kualitas hidup. Dalam sebuah
studi oleh Symms et al. (2008), hal itu menunjukkan bahwa hampir setengah dari
pasien yang aktif secara seksual sebelum operasi ostomi menjadi tidak aktif
setelah prosedur dilakukan. Oleh karena itu, rujukan untuk konseling dan evaluasi
agama Islam sangat penting harus bersih dan bebas dari feces, terutama ketika
syukur dan dukungan keluarga sebagai alasan untuk hidup setelah memiliki
terkait dengan fisiologi gastrointestinal, gambaran diri dan harga diri, yang
individu, sebagaimana telah dibuktikan juga oleh penelitian lain (Backes et al.,
2012).
dalam hidup. Konseling bukan membuat masalah hilang, tetapi membantu pasien
rehabilitasi yang lebih cepat dan lebih efisien dan adaptasi yang baik ke dalam
dengan kondisi hidup yang baru dan pasien ostomi kadang-kadang hidup dengan
dan menerima kondisi barunya. Resolusi kesulitan yang dihadapi oleh pasien
dengan ostomi tersebut adalah terkait dengan disposisi internal, dukungan dari
keluarga, para profesional kesehatan dan penerimaan (Shaffy et al., 2012). Pasien
dengan ostomi perlu untuk menyesuaikan diri dan sampai mereka dapat percaya
bahwa hidup seoptimal mungkin dapat dicapai, kemudian perlu memobilisasi diri
untuk melakukan perawatan diri dan termotivasi untuk mengatasi kesulitan yang
kondisi baru. Rasa kesulitan atau gangguan yang dialami harus diganti dengan
rasa kemungkinan dan keyakinan. Dalam hal ini, disorganisasi atau gangguan
hidup yang lebih baik bagi pasien ostomi (Dabirian et al., 2010)
tema-tema terkait kualitas hidup pasien dengan kolostomi yang dirangkum dalam
tabel berikut:
dan makna dari pengalaman tersebut (Polit & Beck, 2012). Fenomenologis
dan dan konseptual yang masih sedikit. Topik yang tepat untuk fenomenologi
adalah pengalaman hidup manusia, bagi para peneliti bidang kesehatan, topik-
dan kualitas hidup dengan rasa nyeri kronis (Polit & Beck, 2012).
phenomologist sebagai sesuatu yang penuh makna dan dialami secara sadar.
secara sadar melalui interaksi tubuh dengan dunia (Polit & Beck, 2012).
pemahaman ini dilakukan oleh peneliti dengan berbagai cara. Peneliti berupaya
partisipan, sehingga pengalaman partisipan dapat dialami oleh dengan cara yang
cukup hanya pengumpulan informasi dari informan, tetapi juga upaya untuk
Beck (2012) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian fenomenologi yaitu:
1. Descriptive Phenomology
Bracketing tidak pernah dapat dicapai secara total, namun peneliti berusaha untuk
membebaskan diri dari setiap prasangka dalam upaya untuk menghadapi data
merupakan langkah dimana kedua peneliti tetap terbuka terhadap makna yang
proses analisa yang data yang dilakukan beberapa fase seperti; mencari
makna esensial dan fenomena yang dialami, describing merupakan tahap terakhir
dalam fenomenologi deskriptif. Langkah ini peneliti membuat narasi yang luas
adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1966). Ketiga
Hasil dasar dari ketiga metode adalah deskripsi makna pengalaman, sering
tema yang diperoleh kepada partisipan. Analisis Giorgi bergantung hanya pada
peneliti. Pandangannya adalah bahwa tidak pantas untuk kembali kepada peserta
2. Interpretive phenomenology
1962 yang merupakan mahasiswa Husserl. Filosofi yang dianut oleh Heidegger
makna dari pengalaman hidup dengan cara masuk kedalam dunia partisipan.
Berdasarkan pendekatan Van Manen (1990) dalam Polit dan Beck (2012)
aspek tematik dari pengalaman dapat ditemukan atau diisolasi dari deskripsi
approach, the selective or highlighting approach dan the holistic approach. The
mencoba untuk menemukan makna dari teks tersebut. The selective approach,
peneliti memberikan highlight atau menarik keluar pernyatan atau frase yang
terlihat esensial dari pengalaman yang diteliti. Pernyataan atau frase yang di-
highlight adalah pernyataan yang paling sering muncul tentang fenomena sesuai
kalimat. Hasil dari ketiga metode tersebut akan ditemukan beberapa tema yang
merupakan objek refleksi dan interpretif melalui validasi hasil kepada partisipan.
Van Manen (1990 dalam Polit dan Beck, 2012) menekankan bahwa
Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami
dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti dan dituangkan dalam
bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh penelitian harus dapat
Manen juga menyatakan identifikasi tema dari dekskripsi partisipan tidak hanya
diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh
dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang
satu pedoman prinsip dalam memilih sampel untuk studi fenomenologi adalah
semua partisipan harus telah mengalami fenomena yang akan diteliti dan mampu
dan integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa
dalam kebenaran temuan bagi partisipan tertentu dan konteks penelitian. Lincoln
mempelajari, budaya, sosial, setting, atau fenomena yang diteliti. Hal ini
temuan dari penelitian mempunyai hasil yang sama jika penelitian tersebut
direplikasi dengan partisipan dan konteks yang sama. Kredibilitas tidak dapat
tidak dapat dicapai tanpa adanya reabilitas. Hal ini berarti proses dari penelitian
antara dua atau lebih pihak independen tentang keakuratan data, relevansi, atau
makna. Kriteria ini berkaitan dengan penetapan bahwa data merupakan informasi
yang disediakan partisipan, dan interpretasi data tersebut tidak diciptakan oleh
sebenarnya, bukan bias peneliti, motivasi, atau perspektif (Polit & Beck, 2012).
temuan dapat ditransfer atau dapat diaplikasikan dalam settting atau kelompok
lain. Lincoln dan Guba mencatat, tanggung jawab peneliti adalah memberikan
dipikirkan sebagai suatu kemungkinan (Lincon & Guba, 1985 dalam Polit &
Beck, 2012).
pengalaman, dan konteks kehidupan (Guba & Lincoln, 1994 dalam Polit & Beck,
2012).
sebuah proses dan merupakan sebuah hasil pemikiran dan perasaan seseorang,
suatu sistem adaptif holistik yang berinteraksi secara konstan. Pengertian holistik
berasal dari asumsi filosofi humanistik yang mendasari model dan mengenai
52
pemikiran bahwa sistem fungsi manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh yang
berperan dalam mengungkapkan perilaku manusia (Roy & Andrew, 1999 dalam
Alligood & Tomey, 2006). Sistem adalah suatu kesatuan yang dihubungkan
karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling
output, kontrol dan umpan balik (Roy, 1991 dalam Alligood & Tomey, 2006).
1. Input
Roy (1991 dalam Alligood & Tomey, 2006) mengidentifikasi bahwa input
lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal yaitu
kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal
ciri-ciri tambahan dan faktor lingkungan yang ada dan relevan dengan situasi
pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi.
2. Kontrol
yang digunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang
input, proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter
regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah
53
respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku
output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai
Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik
otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses
3. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau
secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar.
Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output
sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang inefektif. Respon yang
ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut regulator dan
adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu
diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit.
yang memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimiliki
oleh Roy, diantaranya: stimulus focal, stimulus kontekstual dan stimulus residual.
untuk mengetahui siapa dan bagaiman cara bertindak dalam masyarakat. Konsep
diri individu didefinisikan oleh roy sebagai gabungan dari keyakinan atau
perasaan individu tentang dirinya sendiri pada waktu tertentu. konsep diri
individu dipengaruhi dari aspek fisik (body image dan body sensation) dan
personal diri (konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika-spiritual) 3) Fungsi
dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain,
(pasangan hidup, anak, teman dan hubungan dengan Tuhan). Tujuan dari 4
modus adaptasi ini adalah untuk mencapai integritas fisik, psikologis, dan sosial
dengan Kolostomi
kehidupan dengan adanya kolostomi. Respon yang dialami pasien tersebut dapat
muncul sebagai faktor yang memperkuat efek stimulus fokal, dalam hal ini terapi
perubahan dalam citra tubuh. Pasien mungkin merasa bukan seperti individu
normal, dan mungkin mengalami rasa malu dan isolasi sosial, sering mengalami
kecemasan dan ketakutan tentang kebocoran kantong kolostomi dan bau dan
suara flatus. Pasien memiliki keprihatinan tentang citra tubuh, aktivitas seksual,
56
tanggung jawab caregiver dan perubahan gaya hidup sehingga pasien mungkin
berdampak pada fungsi fisik, psikologis, hubungan sosial dan keluarga, spiritual,
ekonomi (Dabirian, et al., (2010); Sharour, 2013; Krouse et al., 2007). Modus
respon adaptasi fisiologis pada pasien dengan kolostomi secara umum adalah
eliminasi fekal melalui stoma, pengotrolan bau dan gas, pengaturan nutrisi,
kolostomi. Reaksi pasien untuk operasi ostomi umumnya dapat mencakup takut
tidak diterima oleh orang lain dan lingkungan, perasaan duka yang berhubungan
ostomi sering khawatir dengan kebocoran dan bau dari kantong ostomi, dan
merasa sendiri. Seiring berjalannya waktu, rasa tidak aman ini dalam situasi
sosial dan kurangnya kepercayaan dapat menyebabkan isolasi sosial total. Hal ini
akan menyebabkan dampak pada aspek konsep diri termasuk gambaran diri dan
harga diri (Backes et al., 2012). Respon adaptif pasien dengan kolostomi dapat
peningkatan konsep diri yang terkait dengan rasa percaya diri dan penghargaan
pasien sebagai individu yang normal. Pasien dengan ostomi perlu untuk
menyesuaikan diri dan sampai mereka dapat percaya bahwa hidup seoptimal
dengan ostomi dan merekonstruksi kehidupan mereka dengan kondisi baru. Rasa
kesulitan atau gangguan yang dialami harus diganti dengan rasa kemungkinan
dan keyakinan. Dalam hal ini, disorganisasi atau gangguan dalam kehidupan
tidak terlepas hubungannya dari dukungan sosial termasuk keluarga, teman dan
penerimaan ostomi tersebut, rehabilitasi yang lebih cepat dan lebih efisien dan
adaptasi yang baik ke dalam kondisi hidup yang baru (Backes et al, 2012).
58
Output dari modus adaptasi bisa sebagai respon yang adaptif atau respon
yang inefektif. Proses adaptasi pasien dengan kolostomi yang tercermin dalam
menerima perawatan yang tepat, pasien dapat beradaptasi dengan kolostomi dan
yang adaptif dapat berdampak kepada peningkatan status kesehatan dan kualitas
Skema 2.1 Kerangka Konsep Adaptasi Roy pada Pasien Kanker Kolorektal
dengan Kolostomi
60
BAB 3
METODE PENELITIAN
penelitian yang melibatkan eksplorasi langsung, analisa data dan deskripsi dari
fenomena tertentu, sebebas mungkin dari dugaan yang belum teruji, yang
pengalaman hidup manusia. Penelitian ini berfokus pada esensi dan makna dari
partisipan, sehingga pengalaman partisipan dapat dialami oleh dengan cara yang
kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan end stoma. Kualitas
berbeda dalam hubungannya dengan tujuan personal, harapan, standar hidup dan
pasien dari RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengambilan data tentang informasi
partisipan dilakukan di rumah sakit tersebut karena rumah sakit tersebut merupakan
pusat rujukan dari berbagai daerah di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini didukung
dengan kondisi bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan
pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015 dan analisa data
saat sudah dilakukan wawancara setelah 20 menit dengan alasan lelah saat
tetapi sudah dicapai saturasi data yaitu informasi yang ditemukan telah
lainnya, sehingga tidak ada informasi yang terbaru. Saturasi data dicapai apabila
tidak ada informasi baru yang diperoleh melalui pengambilan data lebih lanjut
(Polit & Beck, 2012). Menurut Streubert dan Carpenter (2011), saturasi data
kantong stoma jenis one piece yang dari segi bentuknya merupakan tipe close
end, warna stoma bag transparan, tidak memiliki filter, menjalani perawatan
stoma tidak lebih dari 3 bulan, kondisi fisik dan kemampuan mental yang
demografi, pedoman atau panduan wawancara, field notes untuk mencatat respon
nonverbal partisipan dan voice recorder. Penelitian ini akan dilakukan dengan
data yang mencakup inisial, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, suku,
status, tinggi badan, berat badan, lama menjalani kolostomi. Panduan wawancara
dibuat peneliti berdasarkan teori adaptasi Roy dan kualitas hidup. Panduan
kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan end stoma. Proses selanjutnya
bedah.
catatan tertulis tentang hal-hal yang didengar, dilihat, dialami, dalam rangka
nonverbal selama proses wawancara berlangsung (Polit & Beck, 2012). Hasil
catatan lapangan pada penelitian ini berisi tanggal, waktu, suasana tempat,
sehingga partisipan berbicara dengan bebas tentang semua topik yang telah
dengan kata-kata partisipan sendiri. Teknik ini memastikan bahwa peneliti akan
kepada partisipan untuk memberikan ilustrasi dan penjelasan (Polit & Beck,
data, dan selanjutnya tergantung dari teknik probing dari peneliti selama proses
keterangan lulus uji etik (ethical clereance) dan ijin penelitian dari Fakultas
diserahkan ke bagian pendidikan dan pelatihan RSUP Haji Adam Malik, terkait
65
pernah dirawat 3 bulan yang lalu atau yang sedang menjalani kemoterapi untuk
Kemoterapi dan menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan meminta data
sering disebut feasibility study (Polit & Beck, 2012). Pilot study bertujuan
melakukan analisis. Transkrip wawancara dan tabel analisis tema dari proses pilot
berikutnya.
yang baik dengan partisipan, yang pada gilirannya membuat informasi yang
diperoleh lebih kaya dan akurat (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck,
kota seperti Aceh, Toba Samosir dan Siantar dilakukan prolonged engagement
menjelaskan tujuan, manfaat serta proses pengumpulan data yang akan dilakun
bahwa hasil wawancara baik dalam bentuk rekaman maupun transkrip tidak akan
consent.
nyaman dan menjaga privasi partisipan. Wawancara dilakukan dengan metode in-
wawancara yang telah disusun peneliti. Pertanyaan yang telah disusun dilanjutkan
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih kaya dan detail (Polit &
pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara sehingga data yang diperoleh
sebenarnya.
partisipan untuk menghubungi peneliti baik secara langsung atau melalui telepon
Peneliti juga melakukan analisis terhadap data yang didapat bersamaan dengan
proses bimbingan dengan dosen, dan penelitian terus dilakukan sampai tidak ada
lagi hal-hal yang ingin diketahui dari partisipan. Pencarian informasi dari
partisipan lain terus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dihentikan setelah
tercapai saturasi data. Setelah semua partisipan melakukan validasi hasil transkrip
Definisi operasional dari variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu
kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan end stoma tentang kesehatan,
data dalam penelitian ini dilakukan setelah selesai setiap proses wawancara,
yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip data. Menurut Polit dan Beck
reduksi dimana data diubah menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya
hasil kepada partisipan penelitian Polit & Beck (2012). Tahapan analisis data
memberikan nomor untuk setiap baris hasil transkrip. Penomoran tiap baris
partisipan. Transkrip pada penelitian ini juga mencatat data tentang identitas
2. Membaca berulang kali transkrip data yang ada sehingga peneliti dapat
data. Tahap analisis data pada dasarnya adalah mereduksi data, data
dikonversi menjadi lebih kecil sehingga lebih dianalisa (Polit & Beck, 2012).
pernyataan yang jelas. Deskripsi hasil penelitian ini akan dipaparkan dalam
tersebut.
data akan diberi kode. Kemudian teks lain yang sesuai dengan kode tersebut
Pengecekan terhadap kesahihan data dapat dilakukan dengan lima cara yaitu
71
dalam Polit & Beck, 2012), dan authenticity (Guba & Lincoln, 1994 dalam Polit
penelitian.
untuk mempelajari, budaya, sosial, setting, atau fenomena yang diteliti. Oleh
karena itu, diharapkan hubungan yang terjalin antara peneliti dengan partisipan
Catatan lapangan juga merupakan salah satu aspek kredibilitas yang akan
checking yang akan dilakukan kepada partisipan untuk memvalidasi hasil tematik
partisipan dan mendiskusikan hasil tematik, laporan akhir atau deskripsi tema
72
yang telah dianalisa peneliti dan meminta partisipan membaca dan melihat
ungkapan, kata kunci dan tema yang diperoleh dengan persepsi partisipan.
dari penelitian tersebut dapat diaudit. Prinsip ini dipenuhi peneliti dengan cara
detail setiap proses pengumpulan data kepada pembimbing untuk menilai apakah
proses dan hasil yang didapatkan sudah sesuai. Peneliti bertanggung jawab untuk
memberikan informasi yang cukup sehingga yang peneliti lain yang membaca
dua atau lebih pihak independen tentang keakuratan data, relevansi, atau makna.
Kriteria ini berkaitan dengan penetapan bahwa data merupakan informasi yang
disediakan partisipan dan interpretasi data tersebut tidak diciptakan oleh peneliti.
analisis tema kepada kepada auditor independen dalam hal ini pembimbing untuk
penelitian dengan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya (thick
description).
mungkin timbul selama proses penelitian kualitatif untuk melindungi hak subjek
bersifat sukarela dan tidak dipaksa. Peneliti tidak mencantumkan nama partisipan
hanya informasi yang diperlukan yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Secara
dapat menentukan akan berperan serta atau tidak dalam penelitian, partisipan
dapat saja menarik diri dari penelitian tanpa ada konsekuensi (Creswell, 2007).
dignity, dan justice (Polit & Beck, 2012). Prinsip beneficience dimaksudkan agar
sesuatu hal yang merugikan (the right to freedom from harm and discomfort).
dignity). Prinsip ini termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to
self determination) dan hak untuk keterbukaan (the right to full disclosure). Hak
secara sukarela dapat memutuskan apakah akan mengambil bagian dalam studi,
penelitian.
atas perlakuan yang adil dan hak privasi. Hak partisipan atas perlakuan yang adil
menyangkut pemerataan manfaat penelitian. Hak atas perlakuan yang adil berarti
hidup dari berbagai latar belakang atau budaya, memberikan akses bagi partisipan
sopan dan bijaksana setiap saat. Hak privasi (the right to privacy) diterapkan
memiliki hak untuk mengharapkan bahwa data atau informasi yang diberikan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
kantong plastik gula yang dilubangi sesuai lebarnya diameter stoma kemudian
tahun (58,3%), pendidikan terakhir SMP (50%), suku Jawa (33,3%), status
secara rinci dalam bentuk tabel distribusi frekuensi pada di bawah ini.
Diploma/PT 3 25 %
Suku
Batak Karo 1 8,3 %
Batak Toba 2 16,7 %
Batak Simalungun 1 8,3 %
Batak Mandailing 2 16,7 %
Jawa 4 33,3 %
Minang 2 16,7 %
Status Pernikahan
Menikah 11 91,7 %
Tidak Menikah 1 8,3 %
Pekerjaaan
PNS 3 25 %
Pegawai Swasta 2 16,7 %
Petani 1 8,3 %
Wiraswasta 4 33.3 %
Buruh 1 8,3 %
IRT/Tidak Bekerja 1 8,3 5 %
Agama
Islam 9 75 %
Kristen 3 25 %
Lama Menjalani Kolostomi
< 1 bulan 2 16,7 %
1-3 bulan 10 83,3 %
dari Orang Yang Berarti dalam Menghadapi Situasi Baru dengan Adanya Stoma,
78
sesuai dengan teori dan hasil systematic review, yaitu: 1) Mengalami penurunan
Dukungan dan Perhatian dari Orang Yang Berarti dalam Menghadapi Situasi
Kegiatan Keagamaan.
. Tema baru yang diperoleh dari hasil analisa data ada 3 yaitu: 1)
Merasakan peran tenaga kesehatan (dokter dan perawat) pada ostomate yang baru
Bagian dari Tubuh. Tema-tema ini akan dibahas secara terperinci untuk
memaknai kualitas hidup pasien kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi
Kolostomi
eliminasi bowel, umumnya berupa kontipasi dan diare yang terjadi bergantian,
sensasi evakuasi yang tidak tuntas. Berikut ini beberapa ungkapan dari
partisipan:
“Perutnya terasa sakit, susah BAB. BABnya susahnya gak lancar setiap
hari, bisa sih BAB Cuma dia kecil-kecil” [P9]
keluarnya kotoran yang bercampur darah. Manifestasi klinis ini juga dapat berupa
terdapatnya sejumlah mikrokopis darah yang tidak terlihat atau mungkin feses
pasien memiliki warna gelap atau berwarna merah. Hal ini terlihat dalam kutipan
“Bisa sih BAB cuma dia kecil-kecil sama ada campur darah” [P9]
d. Mengalami Perdarahan
distal sering mempunyai keluhan buang besar berdarah segar. Sumber perdarahan
segar yang terbanyak dari kanker terletak di bagian distal kolon dari kanker. Hal
“Maaf ngomong buk, bukan pakai celana, tapi pakai apa namanya,
emm,,, softek itu karna ada darah juga” [P2]
abdomen. Hal ini terlihat dalam beberapa ungkapan partisipan berikut ini:
“Dulu perut kita ini besar, kayak orang hamil sekitar 7 bulan [P2]
tuntas dan juga flatulence. Hal ini diungkapkan partisipan, antara lain:
“Susah buang angin, kembung, keluar sih tapi prosesnya itu agak..eemm,
anginnya itu keluar tapi…macam org masuk angin, agak muter-muter,
mulessssss banget, sakitttttttt bangettttt, mau keluar angin itu sakit” [P9]
massa atau tumor pada kolon dan rectum. Hal ini diungkapkan partisipan, antara
lain:
“Terus terang ya gak bisa 1 keluarga gak bisa tidur menjaga kita. Karna
gitu kesakitannya sampai saya teriak-teriak karna kesakitan di area
perut” [P2]
feses yang terhambat atau tidak lengkap setelah defekasi. Akibat lebih lanjutnya
menimbulkan gejala sesak napas. Hal ini diungkapkan oleh partisipan sebagai
berikut:
“Eeee sesak seperti gak nyaman bernafas, macam didesak angin yang di
dalam perut itu pernafasan saya karena kembung itu dan gak bisa BAB
dan perasaan saya gak bebas dan gak nyaman bernafas” [P1]
3. Mengalami Fatigue
Keadaan ini akan membuat pasien merasakah kelelahan berlebihan. Hal ini
“Palingan saya rasa lemas bu, karena gak enak itu perut saya…ngapai-
ngapain pun lemas, gak enak rasanya perut ini, palingan golek aja di
tempat tidur” [P1]
menyebabkan kondisi fisik melemah. Hal ini terlihat pada ungkapan partisipan
berikut ini:
83
“Pada saat itu kondisi saya sangat lemah, kondisi fisik lemah, mental
juga lemah” [P4]
Adanya tumor pada area rectal dapat menimbulkan adanya massa pada
daerah anal yang dapat menimbulkan gejala seperti ambeyen. Hal ini
“Itulah ambeyen tadi, memang ada. Dia seperti ada tonjolan kecil
keluar” [P9]
Selain itu, partisipan juga mengungkapkan adanya rasa nyeri pada daerah
Pemberian edukasi oleh dokter dan perawat terdiri dari 3 kategori yaitu
kolostomi, penentuan letak stoma (stoma site marking), edukasi yang diberikan
kolostomi
Beberapa partisipan akan terganggu baik fisiologis dan psikologis saat mereka
berduka karena kehilangan fungsi eliminasi normal. Hal ini sangat penting bagi
“Kemarin itu dijelaskan kalau akan dibuatkan lubang untuk BAB atau
kotoran gitu, minta persetujuan juga sama keluarga, untuk pembuatan
lobang yang disamping ini” [P2]
melihat dan merawat stoma. Sehari sebelum operasi, letak stoma harus ditentukan
setelah observasi pasien dalam rawatan dengan posisi berbaring, duduk dan
“Kemarin itu gak tergambar sama saya gimana bentuk lobang itu, tidak
ditunjukkan, tapi dibilang akan dibuat lobang di sebelah kiri untuk tempat
buang air besar, eee….gitu dijelaskan,” [P1]
85
kolostomi
beberapa ungkapan partisipan terkait edukasi yang diterima dari dokter dan
perawatan dan cara mengganti dtoma. Hal ini terlihat dengan pernyataaan pasien
berikut ini:
Proses edukasi yang diberikan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan
perawat menunjukkan respon yang berbeda-beda pada pasien. Subtema ini terdiri
86
dari 2 kategori, yaitu puas dengan edukasi yang disampaikan, tidak puas dengan
Tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan perawat berperan penting
oleh tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan perawat terkait tindakan
“Saya gak paham kali apa yang dijelaskan kemarin tentang operasi itu,
namanya saya kesakitan, gak pahamlah apa yang dijelaskan dokter sama
suster itu” [P2]
“Kita sebagai pasien kan punya hak tanya kan. Kadang ada saja dokter
ini yang “enggak gininya-gini, tenang ajalah”. Jadi kita sendiri pun
kurang puas” [P11]
kepuasan terhadap edukasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (dokter dan
Aktivitas Sehari-hari
dengan kemampuan mengangkat benda yang berat. Hal ini diungkapkan oleh
“Saya sekarang yang paling saya rasakan itu, kalau dulu saya masih
bisa,,,saya kan ibu rumah tangga ya…saya nyuci, saya angkat kain
seember, saya jemur sendiri….kalau sekarang kalau nyuci pun harus
sikit-sikit saya, ngangkat kain yang sudah saya cuci, atau kerjaan yang
berat-berat, saya sudah gak kuat” [P1]
“Gak bisa angkat yang berat lagi lah, seperti bawang 1 goni, nyimpan-
nyimpan barang waktu saya masih jualan, sekarang gak lagilah” [P8]
“Ya, banyakan tidur bu. Karna masih ada rasa sakit ini berkelanjutan
dia” [P11]
b. Pergerakan Terbatas
pargerakan dan kemampuan berjalan. Hal ini dikeluhkan oleh beberapa partisipan
sebagai berikut:
“Karna gini kan kita risihh, gerak ke kiri atau ke kanan kan kita
risih…”[P2]
“Duduk normal kayak mbak itu saja saya belum bisa, kan sakit mbak
karna tumor itu di anusnya itu: [P4]
“Gak bisa gerak bebas kali kita, karna kalau kita bebas agak leluasa gak
bisa. Misalnya gini, saya mau ambil yan sana di atas meja itu, itu gak
bisa saya menjulurkan badan saya, harus geser lagi, gitu dia. Kalau
orang macam situ kan bisa mulurkan badan sampai situ, gak ada
88
“Gak beraktivitas, belum bisa bergerak bebas karna takut luka bekas
operasinya robek” [P12]
“Gak bisa miring karna sakit itu dan belum sembuh lukanya. Kan kalau
miringpun tertarik ototnya itu, jadi mengganggu sambungan antara
stoma dan apa ini…emm kulit perut” [P11]
berjalan setelah menggunakan stoma bag. Hal ini diungkapkan oleh beberapa
“Kalau berjalan ya…eee…ada jugalah terasa kita agak aneh gitu sikit
kan. Langkah kita yang awalnya lebar-lebar harus pendek-pendek,
supaya rasa sakitnya itu gak muncul” [P7]
“Misalnya kita tarik napas yang panjang, takut lepas ususnya yang
dijahit di kulit perut itu, kalau kita tarik napas dalam gitu, terasa dia
aaaaakk gitu loh. Berjalan pun memang gak nyaman” [P6]
Proses penyakit dan adanya stoma menjadi kendala bagi partisipan dalam
“Memang bagaimana ya, memang sedih juga ya. Kita satu gak bisa kerja
berat” [P2]
“semenjak sakit ini gak kerja lagi, saya cuti sakit” [P4]
89
“Kalau untuk kerja kan, karna memang kita kan kerjanya di luar, jadi
agak susah. Kalau untuk kerja untuk sementara ini belum dulu” [P9]
Masalah yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah pengeluaran gas dan
pengeluaran feses dan gas menjadi tidak terkontrol. Hal ini diungkapkan oleh
“Biasa nya kita terasa BAB di anus langsung kita ke kamar mandi. Ini
duduk pun bisa keluar. Kita di keramaianpun bisa keluar, kan gitu
gimanalah mba” [P2]
“Kalau kita dulu belum pakai stoma kan, bisa kita makan, kan gak
langsung keluar gitu. Tapi ini karena lebih pendek jalannya, bisa nanti
disitu kita makan langsung keluar dianya” [P4]
“Kemudian saat kita buang airpun gak terasa, gak sadar gitu. Gak sadar
juga bunyi atau keluar kotoran gimana” [P11]
yang menyebabkan anemia. Kondisi ini dapat menimbulkan perubahan BB. Hal
Kondisi baru dengan adanya stoma dan proses yang dialami setelah sakit
berdampak pada kapasitas memori partisipan. Hal ini diungkapkan seorang pasien
berikut:
“Apalagi kalau sakit ini kan pikiran saya terbatas, daya ingat saya pun
udah berkurang” [P11]
karena keberadaan stoma bag berhubungan dengan rasa risih, takut kantong
kebocoran di malam hari, harus sering mengganti kantong dan tidak bebas miring
“Mau telengkup, telentang, miring, gak ada masalah. Kalau mencret ini
yang susah, takutnya merembes, jadi harus lebih was-was, jadinya
tidurnya kadang gak nyenyak. Tapi itu hanya kalau mencret aja” [P9]
“Gak bisa bebas miring waktu tidur, kalau miring ke kiri gak bisa, paling
mereng dikit, kalau mereng habis gak bisa, yang kedua, manatau jadwal
buang kotorannya, terus lemnya lekang kan, bisa nanti kotorannya
kececer dan jatuh, jadi itu yang buat kita gak nyaman, ya tiap malam
harus sering ditengok, bentar-bentar ditengok. Tidur saya jadi terganggu,
gak nyamanlah..”[P12]
91
“Di Langsa pun saya kepanasan tidur, semenjak saya operasi ini
perasaaan saya begitu. Kalau saya tidur ventilasinya kecil, saya buka
jendela, jendela itu gak saya tutup-tutup walaupun sudah malam.seharian
buka terus. Jadi rasanya angat badan ya, panaasss..semenjak operasi
saya rasakan seperti itu. Kalau gak ada ventilasi, wow ajab kali saya
rasanya, karna kepanasan kali saya. Gelisahlah namanya kan gak enak
tidurnya” [P7]
dialami pasien adalah iritasi pada kulit sekitar stoma (peristoma). Hal ini
“Cuman merahnya itu, cuma dua minggu lah dulu, hm… kalau saya tidak
lupa ya, merahnya itu di kulit dekat lobang itu [P1]
“Seminggu setelah operasi, trus setelah seminggu itu kitakan 1 hari pak ,
besok lagi kok terasa gatal ya kan, dibuka ya kan, udah merah itulah dia
infeksi” [P2]
“Selama setengah bulan itu terjadi iritasi terus. Banyak kali soalnya
cairan itu keluar” [P7]
mengalami iritasi tersebut berubah menjadi kemerahan, gatal, lecet atau timbul
luka. Hal ini terlihat pada beberapa ungkapan partisipan berikut ini :
“Karna dia setiap harinya kan gak kenak angin gitu kan. Karna kan buka
plastic, tutup plastik, buka terus tutup lagi. Nah gitu kan.. karna kan
setiap harinya gak pernah dilepas kantongnya, kan maunya dikasih juga
angin atau apa ya, sejam atau dua jam dibebaskan dari plastic itu, habis
92
itu kan dia pulih lagi ya kan.. inilah kan, kalao misalnya saya sudah ganti
pagi, terus nanti ada kotorannya saya ganti, pasang lagi, gitu-gitu aja
terus kan. Namanya lemnya langsung kenak ke kulit, ada sikit merah kan,
terus gak ada rasa gatal gitu”[P6]
“Airnya atau cairannya itu kalau keluar agak panas sikit ya kan. Terus
dibersihkan atau disiram-siram. Cuman karna terus-menerus kan dia
licin…licin dan lecet dia. Muncullah bintil-bintil kecil gitu, ada juga luka
gitu kan” [P7]
dari stoma baik cairan fisisologis maupun yang patologis. Hal ini diungkapkan
“Saya kan karna tumornya belum diangkat jadi masih mau ada keluar
cairan-cairan apa…. Ya cairan-cairan inilah, bauk…karna itu tadi
tumornya belum diangkat. Jadi kadang gak ada BABnya, tapi kalau
keluar cairannya tetap harus ganti, karna kan bauk dia. Cairannya warna
coklat kadang warna hitam” [P4]
antaranya ada yang mengalami retraksi dan iskemik. Hal ini diungkapkan oleh
“Kalau gagal itu kan udah lain cerita ya kan? Lobang itu masuk,
bukannya gagal tapi masuk stomanya. Pada saat mau operasi kedua itu
kubilang kan..” [P2]
“Disini juga tempatnya, tapi dia agak ke bawah kan, trus gak merah
seperti ini, adalah sikit merah, makin lama makin hitam, dalam satu
93
minggu menghitam macam kulit saya ini. Tempo dalam satu hari atau dua
hari setelah operasi udah Nampak dia gitu, trus layu, kalau layu itu kan
berwarna beda, kek gitulah” [P7]
karena kotoran merembes ke daerah jahitan. Hal ini diungkapkan oleh partisipan,
sebagai berikut :
“Lagian sempat juga dia infeksi. Kan ini kan ada jahitan juga disini bu.
Jahitan apalah namanya ini, selain yang di tempat stoma inilah. Jadi kan
pernah cairan dari stoma ini ngalir ke sini bu, apalagi ketika mereng
begini kan. Kita kan gak sadar kan, namanya kita tidur. Jadi, cairannya
itu merembes ke jahitan ini, padahal kan gak boleh kena cairan. Ada dia
2 cm itu, dari 10 cm ini, jadi dia jadi gak sempurna jahitannya itu” [P11]
Stoma tidak boleh mengganggu lipatan kulit, luka operasi dan tonjolan
tulang karena untuk mencegah kebocoran. Stoma yang tidak benar dilakukan
akan menyebabkan penderitaan bagi pasien. Hal ini dikeluhkan oleh seorang
Kantong one piece yang hanya memiliki perekat double tape tanpa skin
barier atau kantong buatan sendiri dengan kantong plastik biasa sering
menimbulkan kantong bocor karena kotoran atau cairan yang mengenai perekat
kotoran atau cairan yang merembes mengenai peristoma. Hal ini diungkapkan
“Kadang gak tau yah, seperti kantongnya itu bocor, hm…. Jadi kan ada
air-airnya tuh keluar dari kantong itu..hmm..akhirnya itu buat kulit saya
jadi merah” [P1]
Pengendalian gas dan bau dari kantong stoma menjadi masalah penting
bagi pasien dengan stoma baru. Kantong tidak cukup tertutup , merembes atau
bocor adalah penyebab bau pada umumnya. Hal ini terlihat pada pernyataan
“Kalau saya buka sarung kita ini, bauk dia, mbak lah, tercium gak? Bau
kan, kadang kita buka sikit sarung ini, kek gini kan bau, terganggu kita”
[P2]
“Kendalanya itu di bauknya itu ya. Kalau udah isi aja, cepat dia itu
muncul bauknya kan, karna gak ada pengedap baunya itu gak ada” [P7]
“Baulah bu, seperti orang yang buang angin, ntah kek mana-manalah.
Keluarga kadang terganggu, jangan kan keluarga, saya sendiri ajapun
terganggu. Namanya dia kotoran, terbuka, truspun gasnya kan gak
tertampung semua” [P11]
Masalah lain yang dialami partisipan terkait jenis kantong yang digunakan
adalah stoma bag tersebut tidak kedap bau. Hal ini terlihat dari ungkapan
“Kendalanya itu di bauknya itu ya. Kalau udah isi aja, cepat dia itu
muncul bauknya kan, karna gak ada pengedap baunya itu gak ada” [P7]
95
yang digunakan adalah kantong stoma lepas. Penyebab kantong lepas yang
cairan, pergerakan dan perekat yan tidak sempurna. Hal ini terlihat dari ungkapan
“Kalau pakai kantong biasanya itu kan yang ada lem atau perekatnya, kita
kan keringatan, jadi mau kantongnya itu lepas sendiri dia” [P4]
“Rembesan itu berupa cairan, cairan itu kan kalau kena meleleh dia itu,
kenak lemnya itu kan lekang dengan sendirinya, gak tahan lama, gitu dia”
[P7]
oleh pasien kanker kolorektal yang mengalami keterlibatan kelenjar getah bening
Keluhan fisik yang umum terjadi setelah kemoterapi adalah mual muntah.
“Ya sebelum kemolah penyakit saya ini muntah muncul, tapi jangan kian
sempat habis kemonya, makanya harus cepat-cepat dikemo” [P8]
Keluhan lain yang umum terjadi setelah kemoterapi adalah nafsu makan
yang berkurang. Hal ini terlihat pada ungkapan partisipan, sebagai berikut:
“Nafsu makan berkurang selama 3 hari setelah kemo. Baru habis itu balik
lagi nafsu makannya” [P6]
c. Rambut Rontok
Selain mual muntah dan nafsu makan yang menurun, dampak lain akibat
kemoterapi alah rambut rontok. Hal ini terlihat dari ungkapan partisipan berikut
ini:
“Rambut saya inipun udah banyak sekali yang rontok, udah banyaaakkk
bangeeeettt… ini dibantu pakai lidah buaya. Kalau gak undah botak
mungkin” [P9]
“Setelah operasi itu kadang-kadang emm…siap kemo itu. Kan panas seluruh
tubuh, sakit bangetttt, sampai seminggu setelah itu sakit bangettt..masih
sakit loh” [P9]
e. Merasa Lemas
f. Keluhan diare
“Iya diare juga…cuma gak lama, paling diarenya satu hari udah, sekali
keluar udah, gitulah..habis itu gak lagi” [P12]
Metastase kanker kolorektal terjadi apabila ada organ lain yang terkena.
Seorang pasien merasakan keluhan pada tulang ekor dan tulang paha. Hal ini
tertahankan sehingga pasien harus menggunakan morfin sebagai pain killer. Hal
“Seperti ini kan tulang-tulang saya sakit. Ini aja saya taroh neurogesik
sejenis morfin dia untuk menahan rasa sakit. Hipavix ini saya buat untuk
menahan aja, seperti koyo dia bu. Mahal harganya, klo gak pake ini aku
udah melompat-lompat dan teriak-teriak nahan rasa sakitnya” [P11]
pada stoma. Masalah yang dilaporkan pasien itu seperti kondisi perut melilit, bau,
kembung, diare. Hal ini dikeluhkan oleh partisipan yang terlihat pada pernyataan
berikut:
“…kalau saya makan kol, eee.. saya suka saya makan kol, sering saya
makan, hmm…tapi setelah itu pasti perut saya kembung, dan bauk dari
kotoran saya agak lebih bauklah bu dari biasanya” [P1]
“Rasanya mencret ya, dulu ada makan yang agak pedas sikit, rasanya
gak nyaman perut, melilit-melilit gitu kan” [P7]
98
masalah pada stoma dan system pencernaan. Makanan yang dihindari diantaranya
minuman dingin, nangka, kacang panjang, daun ubi, daging, penyedap makanan,
ikan bakar, ikan asin, makanan pedas. Hal ini diungkapkan oleh partisipan,
sebagai berikut:
“Terus karna kita minum air dingin. Kan gampang masuk angin” [P2]
“Kangkung, kacang panjang, daun ubi, itukan seratnya susah dicerna tuh.
Terus kayak daging ayam, semua serba daginglah, itu kan susah dicerna,
jadi saya gak makan itu lagi” [P4]
“Kalau makan ayam potong takut saya penyakitnya kambuh lagi” [P6]
“Tapi kalau untuk penyakitnya saya gak boleh makan makanan yang
dibakar-bakar, ikan bakar, ayam bakar” [P9]
“Yang dihindarin itu yang mengandung lemak, yang pedas-pedas kali juga
gak berani” [P12]
minuman hangat, susu, ikan dan sayur, telor. Hal ini diungkapkan oleh partisipan
sebagai berikut:
99
“Jadi harus banyak makanan bergizi dan ditambah minum susu” [P2]
“Seharusnya kita itu yang hangat-hangatlah kita makan. Kalau air minum
yang saya lakukan selama 1 bulan itu saya minum air hangat, jadi gak
berangin kita kan. Makannya pun harus yang hangat-hangat.” [P7]
“Bubur kacang ijo, telor, abis itu jus jambu merah itu untuk meningkatkan
stamina saya” [P12]
Perubahan Emosi
respon negatif pada pasien terutama pada awal setelah operasi kolostomi. Hal ini
“Saya agak jijik lihatnya dan belum menerima kondisi saya gitu [P1]
“Terkejut saya siap operasi tiba-tiba ada nempel kantong di perut saya
ya kan [P2]
“Kan usus yang dikeluarin tuh, kita kan ngelihatnya seram aja. Mana
lagi waktu awal selesai operasi, masih besar dia, dia masih besar” [P4]
“Gak terkejut saya, karna sebelum operasi udah dijelaskan bakalan ada
jalan atau tempat membuang kotoran dari samping perut katanya kan,
nah itu..Cuma pas saya lihat, oh di sini rupanya dibikin lobangnya” [P6]
“Alhamdullilah saya gak takut, gak ada perasaan saya yang lain ,yang
penting dengan ditarok ini saya merasa aman dan nyaman, tidak ada
gelisahlah..perasaan yang gak enggak-enggak gak ada. Dalam hati saya
saya nyaman, gak sakit lagi perut saya” [P7]
“Kalau gak kian pacar saya masih ada lah. Karna malu dengan keadaan
sakit saya sekarang ini.. ntar deh kalau sehat berani menjalin hubungan
lagi” [P9]
sebagai berikut:
“Baju bisa dipakai yang mana aja makin besar makin kita nyaman tapi
takut. Kita kan banyak ketakutan kalau bajunya sempit,…nanti takutnya
jadi luka kan” [P7]
“Kalau bajupun harus yang besar sikit, terus kita keluarkan bajunya,
Untuk menutupi kantongnya, jadi pas jalan-jalan itu gak nampak bendol
ataupun nampak benjolan di perut saya” [P12]
101
“Tertekan kalau pakai celana yang lama. Jadi kalau untuk kayak kami
ini, bentuk celananya harus kayak celana Jojon gitu bu..tau kan bu?
Harus bisa dia ditarik sampai ke atas, begini ni..harus sampai melewati
kantong ini. Jadi dia bebas dia ini…stoma ini…bebas dia. Karna nanti
kalau dia berisi gas atau apa, langsung bengkak gitu kantongnya, kan
jelek kan, nonjol dia langsung” [P11]
Harga diri tercermin dari penilaian diri sendiri dan orang lain.
Indivividu akan merasa harga dirinya tinggi bila diterima, dicintai, dihargai dan
merasa berguna bagi orang lain. Adanya stoma menyebabkan partisipan merasa
kurang berguna dan wibawa berkurang. Hal ini diungkapkan oleh partisipan
sebagai berikut:
“Dulunya kan kita masih sehat, bisa bekerja menafkahi keluarga, tenaga
masih kuat, dulu wibawa kita itu besar kita dalam keluarga. Tapi
sekarang kita ini tak ada apa-apanya…emm…wibawa itu jadi kecil”
[P12]
sebagai berikut:
“Emosi saya gak stabil. Saya masih sering merasa sedih dengan kondisi
saya ini. Lebih gampang sedih saya daripada senangnya” [P9]
“Karna kan apalagi belum menikah kan, rasa mindernya jauh lebih
banyak dari pada yang belum menikah. Itu aja yang paling membuat,
emmm yang paling susah menerima kenyataan kalau saya sakit seperti ini
“ [P9]
“Kalau di rumah sakit ini kan banyak yang kayak gini, kalau di rumah
saya sendiri gitu, di lingkungan kampong atau tetangga pun Cuma saya
sendiri. Jadi belum bisa menerima, masih meronta” [P12]
menyebabkan partisipan kesembilan yang berusia paling muda (26 tahun) putus
asa dan berniat melakukan bunuh diri. Hal diungkapkan pasien sebagai berikut:
“Selama 2 bulan pertama, saya masih meratapi nasib saya, bahkan saya
pernah mau menabrakkan diri di rel kreta api. Tapi kalo diingat-ingat
lagi masih ada keluarga yang menyayangi gak jadi. Baru-baru ini aja
saya bisa menerima” [P9]
“Gak ada rasa minder atau perasaan lain gak ada” [P6]
“Cemana ya, emm ya biasa aja, saya gak mau mikir macam-macam”
[P6]
Baru
berbagai aspek termasuk interaksi social. Setelah kembali dari rumah sakit
termasuk posisi dan peran dalam keluarga dan masyarakat. Partisipan dengan end
pemulihan setelah kolostomi. Perubahan peran ini terdiri dari tiga kategori yaitu
perubahan peran sebaga ayah dan perubahan peran sebagai istri, tidak
Tugas pokok ayah dalam keluarga sebagai tokoh utama yang mencari
nafkah untuk keluarga. Mencari nafkah merupakan suatu tugas yang berat.
“Ya…sedihnya karena gak bisa menafkahi lagi, gak bisa saya kerja, udah
gak kayak dulu lagi” [P12]
rumah tangga, seorang ibu berkewajiban untuk melayani suami dan anaknya
dalam semua aspek yang ada dalam kehidupan keluarganya. Tindakan kolostomi
perubahan peran. Hal ini terlihat pada ungkapan partisipan berikut ini:
“Ya harusnya kan saya sebagai seorang ibu, harusnya ngurus anak,
sebagai seorang istri ngurus suami. Ini kan enggak..ngurus anak enggak,
ngurus suami enggak, malah saya yang diurus” [P4]
“Dulu sih saya yang menafkahi keluarga, tapi kan gak sanggup lagi saya
jadi tulang punggung keluarga. Sekarang istri sayalah bu..” [P11]
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Hal ini terlihat
“Saya lebih memilih di rumah saja, takut saya orang lain di luaran sana
mencium bau dari kantong ini dan mereka menghindari saya atau
menutupi hidungnya, hmm,,,,pokoknya malu saya bu kalau keluar-keluar
rumah” [P1]
105
“Mereka bercanda karna saya gak bisa nahan buang angin, biar saya
ketawa aja mungkin. Ya tapi memang kadang agak gak senang dengan
tingkah teman-teman, ya cuma itu tadi manusiawi koq mereka gitu”
[P11]
“Teman-teman kerja ya, itu tadi yang saya bilang. Mereka suka
mengejek-ngejek saya. Namanya saya masih muda kan, mereka selalu
berkata “apa masih bisa?” [P12]
Pasien yang baru menjalani kolostomi dan hidup dengan adanya stoma
“Kadang lihat orangnya juga sih mbak, yang mau ketemu itu siapa, itu
karna mood saya naik turun” [P4]
“Dulu saya ada pacar, setelah sakit, itu tadi karna emosi saya gak stabil
kan, minder juga saya sama pacar saya. Ya mending gak usahlah, agak-
agak menutup dirilah sama laki-laki. Karna kan malu saya. Karna kan
kadang kan saya kentut gak saya tau, kentutnya itu gak pelan kayak biasa,
kentutnya itu suaranya besar. Jadi kan kita agak minder kan. Jadi saya
agak menutup diri. Meskipun ada teman laki-laki yang tidak
106
“Kalau sekarang saya kurangi aja bu bergaul, kalau gak terpaksa saya
lebih baik di rumah. Kadang-kadang saya banyak kegiatan di rumah
saja” [P11]
akibat kesulitan mengganti kantong. Hal ini dikeluhkan oleh beberapa partisipan,
sebagai berikut:
“Cuma memang kalau saya ke pasar atau ke mall gak pernah lama-
lama” [P6]
“Kalau perjalanan jauh saya belum sanggup saya, lagian susah kalau
pergi-pergi bawa kantong ini, lebih baik di rumahlah dulu. Lagian saya
sudah tua, gak sanggup lagi pergi-pergi jauh”[P8]
kolostomi menjadi tidak aktif setelah menggunakan stoma. Hal ini dikeluhkan
“Karnakan keadaan kita masih seperti ini. Tapi takutnya nanti karna
penyakit kita kan masih disini. Jadi untuk sementara tidak berhubungan
suami istri dulu. Ke depan belum taulah gimana” [P2]
107
sebagian kecil pasien yang tetap melakukan hubungan seksual dan menganggap
“Sebenarnya kalau saya ditanya, saya pun sudah gak mau lagi
melakukan hubungan suami istri, tapi kan gak mungkin…hm…karna
kewajiban sama suami” [P1]
setelah operasi kolostomi dan penggunaan stoma bag, dan hal ini mempengaruh
“Istilahnya kita mencari pekerjaan yang ringan gitu mba. Entah jualan-
jualan lah kita nanti, gitulah…Kita harus pasrahlah dengan keadaan ini”
[P2]
“Jadi hidup sekarang harus irit, harus prihatin yang hidup ini” [P7]
4.2.6 Mendapat Dukungan dan Perhatian dari Orang Yang Berarti dalam
dukungan dari keluarga. Hal ini diungkapkan partisipan dalam pernyataan berikut
ini :
“Kalau bisa saya duduk aja, disuruh istirahat. Saling pengertian itu
besar dengan teman-teman kerja” [P7]]
109
“Tetangga saya sayang sama saya bu, mereka mengerti keadaan saya.
Mereka pun maklum kalau ada pesta, giliran saya yang seharusnya
marhobas atau berperan dalam acara adat, mereka maklum” [P11]
finansial dari keluarga dan lingkungan. Hal ini diungkapkan partisipan sebagai
berikut:
“Kayak mana aku mau mambalas semua, itu kadang pikiran ku karna
orang itu salam selalu berisi udah itu paslah aku kayak orang mengemis.
Semua mengasih salam berisi dari kumpulan sitorus, manurung, si raja
sonang, samosir, gultom, kumpulan serikat, semua orang itu
berdatangan dari gereja karena saya gereja HKBP” [P8]
suami sangat bermanfaat bagi ostomate. Hal ini diungkapkan oleh seorang
partisipan yang dirawat suami selama sakit. Hal ini terlihat dari ungkapan
selama berobat. Hal ini terlihat dari ungkapan partisipan berikut ini:
Kantong kolostomi yang penuh akan menjadi berat dan dapat merusak
perlengketan kantong kolostomi dengan kulit abdomen, selain itu kantong akan
beresiko untuk robek atau rusak karena beban dalam kantong meningkat.
“Kalau sudah setengah baru saya ganti. Boros juga kalau gitu ada isinya
diganti” [P6]
“Ya, kalau mengganti ini, nanti kalau umpamanya jika saya rasakan
nanti gak enak artinya kotorannya sudah banyak jadi saya ganti lah”
[P8]
“Ya ¼ lah, karna kan BABnya gak tentu, mau juga Cuma sedikit, kadang-
kadang kayak orang normal. Tapi yang penting kalo kita merasa berat,
kan kita terasa kalau udah berat, kalau sudah terasa berat langsung
buang aja atau merasa gak nyaman yauda buang aja baru buat baru”
[P9]
“Kalaupun gak ada isinya kalau udah lekang karna keringatan, saya
ganti” [P12]
111
“Akhirnya dalam satu hari, walapun harganya murah 6 ribu per lembar
tapi kan satu hari itu saya bisa 4-5 kali gitu ganti kantong karena
keringat itu. Jadi lepas sendiri dia” [P4]
“Kalau selama 1 bulan pertama itu mau 4 kali atau 5 kali ganti kantong”
[P6]
“Cuma karna kita banyak cairan keluar, ya 2 jam atau 3 jam udah harus
diganti” [P7]
“Allhamdulilah sejak dua malam ini udah bisa sendiri setelah 1 bulan
operasi kemarin, tapi ya kita tergantung kotoran nya tadi mba. Kalo kita
masuk angin, kotorannya kan berair. Kan bawahnya basah, pastikan kita
gak bisa sendiri, harus banguni istri untuk mengganti. Tapi kalau kotoran
keras kita gak masuk angin, kita bisa sendiri kan gak kotor semua karna
kotorannya keras, kan gitu sih. Hanya mengelap pakai tisu aja, kalau
udah bersih kita tutup lagi” [P2]
tergantung dengan keluarga dalam merawat stoma. Hal ini diungkapkan pasien
sebagai berikut:
“Suami yang ganti, karna ini kan posisinya kalau kita baring kan kita
susah gantinya, mesti duduk kan, karna saya kan kendalanya kan disitu,
tumornya masih di situ” [P4]
“Adek saya, si Meilan itu itu yang membantu saya mengganti kantong
selama ini” [P9]
kantong kolostomi dengan kulit abdomen secara perlahan sambil sedikit menekan
Stoma dibersihkan dengan Nacl. Kulit di sekitar stoma harus dijaga agar tetap
stoma dari kulit abdomen, agar lebih mudah dan nyaman pada kulit. Hal ini
“Kita kasih salep kulit itu, nah,, setelah itu kering barulah kami gak
berani make kantong itu lagi takut terjadi lagi iritasi” [P2]
113
“paling nanti kalau gak tahan lagi saya kasih bedak dingin itu yak an.
Ehhh bedak gatal itu, obat gatal itu maksud saya kalau ada merah atau
gatal kulitnya” [P6]
“Tapi saya atasi dengan pakai kapas, di pinggir-pinggirnya ini kan saya
buat kapas, kan kantongnya segi 4, di samping lemnya itu saya buat
kapas gitu, untuk apa namanya bentengan atau bendungan untuk
menahan cairan supaya gak terjadi iritasi tadi kan. Jadi cairannya bisa
terkumpul disitu” [P7]
“Dulu saya akalin pakai gitu, pakai stagen itu, biar gak merembes, gak
membasahi secara langsung karna terserap oleh stagen itu sendiri”
[P11]
“Pakai air panas atau air hangat untuk compress kalau ada merah gitu”
[P12]
menggunakan plastik gula atau menggunakan batok kelapa. Hal ini diungkapkan
“Dari awal saya pakai yang ini bu yang kayak plastik ini, harganya 10
ribu 1 biji” [P1]
“Kitakan sekarang pakai yang istilahnya kita beli sendiri, kita beli
kantong yang setengah kilo. Sama double tip. Kalau kita beli yang
kantong setengah kilo, harganya berapalah ya kan mbak, lagian kan
dapat banyak. Nanti kita beli double tip, segulung itukan sepuluh ribu ya
kita bikin sendiri” [P2]
“Rasanya gimana yaa.. kita duduk keluar teruuuus aja, istilahnya air tadi
kan gitu sih. Ya orang udah memaklumi, Cuma kan kita ini rasanya cemana
yaa..Ya risihlah kan gitu, ya kan bau” [P2]
“Kalau plastic itu kan panas dia, kalau pakai kantong itu kan panas. Tempel
langsung ke kulit kita” [P4]
“Kalau saya beli kantong kan harganya 6 ribu kalau gak salah satu bag kan.
Satu bal itu 60 ribu. Itu plastiknya itu keras gak nyaman kenak kulit perut
ini. Eee..selain plastiknya keras jadi lemnya kurang lengket gitu, dan
harganyapun tinggi, gak terjangkau sama pendapatan saya kan gitu kan. Itu
makanya saya mengambil tindakan sendiri” [P6]
“Udah sakit muncul pulak diare. Nah inilah yang paling repot. Saya harus
bersihkan, dilap lagilah kan, terus ganti kantong yang baru. Udah
dibersihkan, diganti, eh keluar lagi dia. Itu kadang rasanya
bikin….arghhhhh…gitu. gak enak kali, repot kali rasanya” [P11]
“Takutnya copot aja, nanti kotorannya jatuh dan berserak, gitu aja, itu yang
buat gak nyaman” [P12]
“Yang buat sendiri ini lah selama ini, ya lebih nyaman ya.. Kadang-kadang
kita bisa menyetel sendiri. Istilahnya ini kurang ini kita tambahkan lagi, ini
bocor, yang ini bocor kita tambah kan lagi” [P2]
“Emmm fungsinya batok kelapa ini, supaya gak panas, dia menyerap
keringat” [P4]
“Lebih kuat dia kalau yang buat sendiri..lagian lebih nyaman saya
pakainya. Karna lebih lembek plastiknya ya kan“[P6]
115
untuk dapat menyesuaikan kehidupan baru setelah menjalani kolostomi. Hal ini
a. Memilih Pasrah
“Kita selalu mengingat yang memberi hidup, selalu kita sebut setiap saat.
Semua kan sama Dia nyawanya. Saya pasrah dan ikhlas saja” [P7]
“Harus tegar, harus tabahlah demi masa depan anak lah dan istri. Kita
sendiri kita jangan terpuruk dalam keadaan kayak gini” [P2]
“Orang-orang kan gak tau semua tentang kondisi saya. Jadi saya anggap
biasa saja semua” [P6]
“Bawa santai aja. Gak usah pikirin yang berat-berat karna penyakit ini
aja udah berat. Orang di rumah gak ada kerjaan, duduk, nonton tv, gitu-
gitu aja sih. Saya gak mau mikirin yang aneh-aneh, dibawa santai aja”
[P9]
e. Tetap Bersemangat
“Ya dari saya sendiri harus kuat menghadapinya. Harus bisa menafkahi
walaupun keadaan kayak gini. Semua itukan bisa dijalani walaupun
dalam keadaan ini ya harus bisalah, menerima tetap semangat lah gitu
[P2]
a. Perilaku Adaptif
perilaku adaptasi yang adaptif. Hal ini diungkapkan dengan partisipan sebagai
berikut:
“Saya kalau bergerak santai aja pelan-pelan aja kegiatannya kan, gak
berani kita hantam…apa namanya sperti orang sehat gak ada hambatan”
[P7]
“Saya buatlah hipavix di pinggirannya itu biar ketat gitu lemnya dan gak
mudah jatuh. Jadi makin lengket dia, kalaupun tersenggol atau
bagaimana gak sangsi kita lepas” [P11]
“Terkadang saya pakai mengkung sejenis kain seperti kain gurita untuk
anak bayi itu, biar kantongnya gak jatuh. Ataupun kadang saya buat
double itunya…lemnya atau double tipnya di kiri dan kanan kantong. Dan
saya merasa lebih nyamanlah” [P12]
b. Perilaku Inefektif
“Saya gak mau, gak mau perduli saya. Saya yang sakit, kek mana
caranya mengganti kantongnya saya gak perduli. Orang..eemmm…masih
kek gini aku yah, kok sekarang aku begini ya? Ya masih muncul
perasaan-perasaan yang seperti itu” [P9]
“Saya males ngobrol mbak, karna…ya itu tadi, karna saya merasa sedih
dengan penyakit saya. Itu kan buat kita murung. Akhirnya setiap orang
datang jenguk, mau keluarga, mau teman, kita malas ngobrol, ya diam
aja, yang ngobrol suami saya” [P4]
mengalami gangguan kegiatan spiritual terutama terkait dengan sholat dan tidak
“Kalau sementara ini saya bisa kok sholat, yaa…kita tergantunglah kan
diterima gak diterima itu, keadaan kita gini kan gimana…..ya yang
penting kita sholat, tapi nanti kalau udah gak bocor itu tadi gak keluar
apa-apa, kita macam biasa” [P2]
“Sebulanan juga, jadi saya gak sholat pada waktu itu” [P9]
“Gak pernah lagi, sama sekali gak pernah lagi saya sholat” [P12]
Bahkan seorang partisipan tidak sholat sama sekali dan akan melakukan
sholat apabila mendapat penjelasan dari Ustad. Hal ini terlihat dengan pernyataan
berikut:
118
“Saya belum puas kalau belum dijelaskan pak Ustad gitu eee…tokoh
agama yang betul-betul mau saya tanyakan juga, kek mana solusinya
gitu..kalaupun saya pakai kantong seperti ini gimana biar tetap bisa
sholat, gitu…gimana solusinyalah” [P12]
Dalam agama Islam sangat penting harus bersih dan bebas dari feses
terutama ketika sholat. Adanya isu dan anggapan najis, kurang bersih dan kurang
“Karena ini kan eee najis kalau di Islam ya, jadi saya gak sholat lah bu,
sempat 2 minggu itu saya gak sholat karena anggapan najis itu bu” [P1]
“Karna kita sholat itu kan sebenarnya harus suci, betul-betul bersih ya
kan. Jadi dengan adanya kantong ini saya merasa kurang bersih rasanya
jadi dihentikan dulu” [P6]
“Nah, itulah, masih belum yakin juga itu diterima atau enggak, walaupun
saya tau itu niat, tapi masih belum percaya juga” [P6
dukungan dari kelompok keagamaan. Hal ini terlihat dari pernyataan partisipan
berikut:
“Jadi kalau digereja gak dilihat mereka saya, apalagi kami kan
partangiangan hari kamis, tapi kalau misalnya jadwal berobat saya hari
kamis saya gak datang jadi orang itu sudah tahu hari kamis saya
kemoterapi, trus didoakan orang itu saya [P8]
Stoma Bag
“Lebih baik saya nyaman, kalau saya mau ke mesjid, saya sendiri aja,
saya gak harus ikut kumpulan sana kumpulan sini. Yang ada, jadi
pembicaraaan, perdebataan, gak boleh gitu ya kan [P7]
“Emmm kalau berdoa, iya sih tapi dalam hati saja, tapi gak sholat lagi
[P12]
120
Tabel 4.2.
Matriks Tema
Kualitas Hidup Pasien Kanker Kolorektal yang Baru Menjalani
Kolostomi dengan End Stoma
No Tema 1: Mengalami Gejala Kanker Kolorektal Sebelum
Dilakukan Tindakan Kolostomi
1 Sub Tema: Kategori :
1. Mengalami Perubahan a. Merasakan susah buang air besar
eliminasi b. Merasakan keluhan sering buang
besar
c. Kotoran bercampur darah
d. Mengalami perdarahan
2. Mengalami Perubahan
pada Abdomen a. Merasakan perut membesar
b. Keluhan susah buang angin
c. Nyeri yang dirasakan pada area
perut
d. Merasakan perut kembung dan
tidak nyaman bernapas
3. Berusaha
menyesuaikan diri a. Wudhu tanpa air
dengan kegiatan b. Pergi sendiri ke Mesjid
ibadah setelah c. Berdoa dalam hati
menggunakan
stoma bag
125
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini berfokus pada kualitas hidup pasien kanker kolorektal yang
baru menjalani kolostomi dengan end stoma. Partisipan yang terpilih sesuai
dengan kriteria inklusi penelitian dan berasal dari wilayah Propinsi Sumatera
Dukungan dan Perhatian dari Orang Yang Berarti dalam Menghadapi Situasi
teridentifikasi.
126
Kolostomi
pada area kolon dan rectum yang terdapat pada kolon ascenden, transversal,
buang air besar, jarang buang air besar, tidak puas saat buang air, bahkan ada
juga keluhan buang air setiap 5 menit, keluhan selalu diare. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa manifestasi klinis pada tumor kolon sisi kiri adalah
konstipasi dan diare yang terjadi bergantian, sensasi evakuasi yang tidak tuntas
(Lewis et al., 2011). Hasil studi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Hamilton dan Sharp (2004) yang menyatakan bahwa dua gejala yang dirasakan
pasien yang terbukti memiliki nilai prediktif tinggi untuk terdiagnosa kanker
kebiasaan buang air besar. Perubahan eliminasi yang dimaksud adalah terkait
kondisi fisik lemah, dan cepat lelah. Kelelahan atau fatigue menjadi gejala yang
paling umum dan mengganggu pada penderita kanker dan rejimen pengobatan
gejala tunggal atau sebagai terjadi dalam kombinasi dengan gejala lainnya.
memiliki efek pada kegiatan fisik, kehidupan sosial dan suasana hati. Untuk
beberapa pasien, partisipan merasa lelah dan tidak bisa berbuat apa-apa, hanya
Hal ini sesuai dengan konsep bahwa manifestasi klinis kanker kolorektal yang
darah yang tidak terlihat, atau pasien mungkin memiliki feses berwarna gelap
atau berwarna merah. Darah biasanya tidak terdeteksi pada tumor sisi kanan
kolon tetapi umum terjadi pada tumor dari sisi kiri kolon dan rektum (Lewis et
al., 2011).
128
Pendarahan dubur adalah gejala awal yang terjadi pada kanker kolorektal,
pelayanan kesehatan primer memiliki peran penting dalam deteksi awal. Rujukan
tepat waktu dan efisien yang mengarah ke diagnosis dini kanker kolorektal dapat
ini merekomendasikan rujukan pasien berusia 40 tahun dan lebih tua yang
selama 6 minggu atau lebih atau pasien berusia di atas 60 tahun harus segera
dirujuk akan jika mengalami pendarahan melalui anus atau kebiasaan buang air
besar berubah tanpa gejala pada anus selama 6 minggu atau lebih (National
Institute for Health and Clinical Excellence, 2005; Hamilton & Sharp, 2004).
Subtema lain terkait tema gejala kanker kolorektal yang dirasakan adalah
adanya keluhan pada anus seperti nyeri pada anus, munculnya benjolan di anus
dan keluhan duduk tidak nyaman karena benjolan tersebut. Gejala mirip dengan
tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rai &
Kelly (2007) yang menyatakan terdapat beberapa yang keluhan yang unik pada
dokter dan perawat sangat penting bagi pasien kanker kolorektal yang baru
menjalani kolostomi. Tema ini terdiri dari dua subtema yaitu 1) Mendapatkan
edukasi dari tenaga kesehatan (dokter dan perawat), 2) Respon terhadap proses
edukasi.
kolostomi yang diperoleh partisipan hanya sebatas bahwa stoma akan dibuat di
sebelah kiri abdomen dan partisipan akan melakukan eliminasi melalui stoma
dasar tentang anatomi stoma yang berarti mereka ingin tahu bagaimana stoma
akan dibuat di dinding perut, 77,33% pasien tidak memiliki pengetahuan yang
rehabilitasi pasien stoma. Sebagian besar pasien stoma merasa bahwa sebagian
besar ketakutan pasca operasi dan kecemasan terlepas apabila pasien telah
keluarga mereka untuk mulai belajar tentang perawatan stoma dan penggunaan
peralatan ostomi sebelum operasi pada saat kondisi pasien masih sedikit
edukasi tentang stoma lebih efektif jika dilakukan preoperatif. Dengan demikian
stoma dan proses discharge yang lebih singkat dari rumah sakit. Hal ini juga
efek buruk pada kesejahteraan atau kualitas hidup pasien. Selain itu, Persson dan
kolostomi.
dengan detail hanya akan dicarikan lokasi yang ototnya kuat. Masalah besar dapat
timbul jika pasien tidak dapat melakukan perawatan diri karena stoma sulit dilihat
131
atau jika iritasi kulit terjadi karena produk tidak dapat ditempatkan dengan benar
pada abdomen (Black, 2000). Penentuan letak stoma harus dilakukan oleh
telah menjalani pelatihan (Rutledge et al., 2003). Lokasi yang dipilih harus jelas
ditandai dengan spidol permanen dan dapat ditutupi dengan pembalut transparan.
dalam posisi telentang, duduk, dan berdiri, sehingga penentuan lokasi menjadi
kulit, rasa sakit, dan masalah pakaian. Penempatan yang optimal dapat
luka, penonjolan tulang, 4) Menarik garis imajiner di mana sayatan akan dibuat 5)
yang terlihat pasien, tetapi di bawah belt line, 8) Memeriksa tanda yang akan
dibuat pada saat posisi terlentang pasien, berdiri, duduk, membungkuk, 9) tanda
menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien yang dilakukan stoma site marking
sebelum operasi secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan pasien tanpa
signifikan lebih baik, dan tingkat komplikasi lebih rendah. Penentuan letak
proses edukasi. Hasil penelitian Swan (2010), edukasi dengan cara menggurui
merangsang minat belajar pasien. Di sisi lain, karena kesibukan kerja dan
ostomi tidak relevan dengan usia dan latar belakang pendidikan, tetapi
dalam hidup. Konseling bukan membuat masalah hilang, tetapi membantu pasien
rehabilitasi yang lebih cepat dan lebih efisien dan adaptasi yang baik ke dalam
kondisi hidup yang baru (Backes et al., 2012). Penyedia layanan kesehatan harus
Aktivitas Sehari-hari
dalam bekerja, 3) merasakan efek penyakit dan kolostomi terhadap fungsi tubuh,
yang tak terelakkan timbul dalam perubahan penampilan secara fisik sehingga
(58,3%), dalam hal ini berada pada rentang usia produktif, sementara hasil
sebelum menjalani kolostomi. Hal ini terlihat dari kategori yang diperoleh dari
analisa data diantaranya tidak dapat kerja berat, pergerakan terbatas, aktivitas
untuk beraktivitas. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
mereka tidak bisa mengangkat benda beratnya lebih dari 5 kg. Hal ini juga
didukung dengan penelitian Dabirian et al. (2011) yang menemukan data bahwa
buang air besar untuk mencegah ketegangan pada area anastomosis (Ignatavicius
menciptakan masalah baru karena kurangnya kontrol sfingter dan efek iritasi dari
aliran feses pada kulit di sekitarnya. Hasil dari penelitian, ostomate telah
mengeluh iritasi dan ruam di sekitar lokasi stoma, gangguan tidur, bau, dan gas
yang tidak terkontrol. Pengeluaran gas dan bau pada stoma menjadi masalah pada
melalui stoma tidak dapat dikontrol. Gas yang terdapat pada saluran pencernaan
kubis, jagung, timun, bawang, dan lobak. Gas juga didapatkan dari menelan udara
(secara tak sengaja) pada saat berbicara, makan, merokok dan sebagainya
makanan secara perlahan untuk meminimalkan udara yang masuk. Bau pada gas
atau feses yang dikeluarkan juga dapat diakibatkan oleh beberapa makanan
Pengendalian gas dan bau dari kolostomi sering menjadi masalah penting
bagi pasien dengan ostomi baru. Kantong bocor atau tidak cukup tertutup adalah
penyebab bau pada umumnya, flatus juga dapat berkontribusi menjadi sumber
bau. Meskipun secara umum tidak ada makanan yang dilarang untuk pasien
dengan stoma, makanan dan kebiasaan tertentu dapat menyebabkan flatus atau
makanan pedas, bawang, kubis, kol, kembang kol, mentimun, jamur, dan kacang
minum bir, dan pola makan yang tidak teratur. Biskuit, roti panggang, dan
yoghurt dapat membantu mencegah gas. Asparagus, brokoli, kubis, lobak, telur,
ikan, dan bawang putih menyebabkan bau ketika kantong terbuka. Buttermilk,
jus cranberry, dan yogurt akan membantu mencegah bau. Filter karbon,
memungkinkan pelepasan gas dari kantong ostomy melalui filter penghilang bau
yang tersedia dan dapat menurunkan bau (Gutman, 2011; Ignatavicius &
Workman, 2013).
rekomendasi diet individu dan pembatasan diet bagi pasien dengan ostomi
partisipan diantaranya adanya perasaan risih ketika berbaring, tidur tidak nyenyak
kalau lagi diare, takut kotoran merembes, tidur terganggu karena bolak-balik
ganti kantong, tidak bebas untuk miring. Hal ini sejalan dengan penelitian
137
Baldwin et al. (2009) yang menunjukkan bahwa masalah tidur dan istirahat
mencapai korelasi yang lebih tinggi dengan skor rata-rata dari domain fisik dan
menunjukkan bahwa adanya stoma bag menyebabkan gangguan tidur pada pasien
kanker kolorektal dan pada pasien dengan stoma yang secara signifikan
mengganggu kualitas hidup. Gangguan tidur ini terkait dengan kehadiran stoma,
terutama selama bulan-bulan pertama setelah operasi dan ketakutan tentang masa
depan.
one piece. Kekurangan kantong yang dirasakan partisipan terdiri dari beberapa
kategori yaitu kantong bocor, bau yang muncul dari kantong, kantong tidak kedap
bau, kantong mudah lepas. Hal ini tidak sejalan dengan asosiasi ostomi di
Amerika Serikat (UOAA) tahun 2011 yang menyatakan bahwa sistem pouching
yang baik harus aman dan tahan bocor yang berlangsung hingga 3 hari, tahan
bau, melindungi kulit di sekitar stoma, hampir tidak terlihat di bawah pakaian,
Masalah lain terkait kantong adalah bau yang muncul dari kantong. Salah
satu partisipan mengungkapkan bahwa kantong one piece yang digunakan tidak
kedap bau. Pengendalian gas dan bau dari kolostomi sering menjadi masalah
penting bagi pasien dengan ostomi baru. Kantong bocor atau tidak cukup tertutup
adalah penyebab bau pada umumnya, flatus juga dapat berkontribusi menjadi
iritasi kulit di sekitar stoma yang terdiri dari beberapa koding yaitu adanya
merah, gatal, pedih, sakit, lecet, bintik-bintik di sekitar kulit. Hal ini sejalan
dengan teori yang menyatakan bahwa masalah yang banyak terjadi pasca
pembuatan kolostomi adalah iritasi pada kulit di sekitar stoma. Iritasi pada area
kulit peristomal banyak terjadi terutama pada lansia, disebabkan oleh lapisan
epitel dan lemak subkutan yang semakin tipis karena proses penuaan sehingga
kulit menjadi semakin mudah mengalami iritasi (Smeltzer et al., 2010). Pada
dasarnya, bahan pada kantong kolostomi yang menempel pada permukaan kulit
sudah didesain agar tidak menyebabkan iritasi pada kulit (WOCN, 2008).
Ostomate (individu yang memiliki stoma) dengan kulit yang sensitif mungkin
membutuhkan tes skin patch jika mengeluhkan adanya beberapa reaksi terhadap
Candida albicans yang biasa dikenal sebagai infeksi jamur (Eucomed, 2012). Hal
pertumbuhan jamur. Kulit yang terkena infeksi ini akan berubah menjadi
Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area penempelan kantong
(WOCN, 2008). Hal terpenting dalam pencegahan infeksi pada kulit adalah
iritasi dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam bentuk salep ataupun bedak)
pada stoma. Masalah pada stoma ini terdiri berupa keluarnya cairan berbau,
komplikasi kolostomi, dan kendala dengan letak stoma. Stoma harus mulai
berfungsi dalam 2 sampai 4 hari pasca operasi. Ketika mulai berfungsi, kantong
dilakukan ketika feses sudah mencapai sepertiga hingga setengah pada kantung
kolostomi. Feses yang berbentuk cair keluar segera setelah operasi, tetapi menjadi
stoma masuk, stoma berwarna hitam sehingga harus menjalani dua kali operasi.
Masalah yang paling umum setelah operasi kolostomi adalah prolap stoma yang
biasanya karena obesitas, proses pembukaan dinding abdomen yang terlalu lebar,
fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun akibat
stoma, retraksi stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit (Smeltzer et al., 2010).
yang terjadi sebelum 1 bulan. Komplikasi ini terdiri dari nyeri pada area stoma,
complication berupa hernia, iritasi dermal dalam waktu yang lama, retraksi dan
stenosis.
Masalah pada stoma yang lain yang diungkapkan oleh partisipan adalah
adanya kendala dengan letak stoma. Posisi stoma berada di bawah dekat dengan
tulang panggul. Kondisi ini mengganggu partisipan saat mengganti stoma bag
atau memakai celana. Berbagai masalah ini dapat dihindari jika area stoma
ditandai (stoma site marking) oleh perawat ostomi sebelum operasi. Lokasi yang
banyak disukai terletak di dalam otot rektus abdominis dekat garis tengah
muntah, nafsu makan berkurang, badan panas, lemas, diare, rambut rontok.
reseksi kolon, dan sebagai terapi paliatif untuk CRC yang tidak dapat direseksi
(Lewis et al., 2011). Kemoterapi adjuvan setelah operasi primer dianjurkan untuk
pasien dengan kanker kolorektal stadium II atau tahap III untuk mengganggu
141
Workman, 2013).
mucositis, mual dan muntah, diare, penipisan rambut dan neutropenia. Efek
samping tambahan yang khusus untuk obat tertentu misalnya sindrom tangan-
kaki dikaitkan dengan mati rasa atau kesemutan di tangan atau kaki (neuropati
(Taylor, 2012).
hasil yang lebih baik daripada penggunaan perawatan kemoterapi tunggal; yang
paling umum adalah oxaliplatin dan 5FU, oxaliplatin dan capecitabine, dan
irinotecan dan 5FU. Saat ini, pengobatan lini pertama untuk kanker kolorektal
respon yang lebih tinggi dengan terapi dan waktu perkembangan kanker yang
menjadi lebih lama. Efek toksisitas terapi ini termasuk penekanan sumsum
sariawan, dan perubahan kulit. Tergantung pada toksisitas dan bagaimana efek
tujuan yang telah ditetapkan. Harapan bisa berkisar dari menyembuhkan kanker
stadium III dan IV. Salah satu partisipan yang didiagnosis kanker kolorektal
dengan hasil MRI. Kanker kolorektal dapat menyebar melalui kelenjar limfe dan
pembuluh darah. Sel kanker dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain
umumnya lebih sering ke hati. Kanker menyebar ke vena melalui vena porta.
Metastase jauh dapat terjadi pada organ lain seperti tulang, paru, ginjal yang
Perubahan Emosi
Respon post kolostomi merupakan topik lain yang menarik yang telah
menerima adanya stoma. Ketika pertama kali melihat stoma pada dinding
emosi dan mental yang tidak stabil. Untuk membantu pasien melewati periode
keluarga untuk memahami status psikologis pasien dan sabar untuk memberikan
dukungan dan dorongan yang memadai. Di sisi lain, mendidik dan mendorong
pasien untuk melakukan perawatan stoma secara independen juga berguna untuk
perasaan cemas, malu, tidak percaya diri, sulit menerima keadaan, emosi tidak
stabil, kecewa, putus asa, bahkan ada yang berniat bunuh diri. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Shaffy et al., (2014) yang menunjukkan bahwa pasien
martabat, serta kekhawatiran akan adanya penolakan dan ejekan. Temuan serupa
merasa sebagai manusia cacat, sedih dengan tampilan diri. Citra tubuh dapat
terbentuk secara bertahap, yang dapat terganggu dengan mudah, khususnya pada
144
ostomate. Evakuasi yang tidak terkendali, kegiatan rekreasi yang terbatas, flatus
yang tidak terkontrol, takut akan penampilan diri yang tidak bersih, malu, takut
bau, masalah yang berkaitan privasi, gangguan citra tubuh dan aktivitas seksual
yang terbatas telah didokumentasikan dalam sebuah studi oleh Swan (2010).
Dalam studi lain ditemukan bahwa pasien dengan stoma mengalami depresi,
kesendirian, dan kesedihan yang berasal akibat rendah diri dan perubahan yang
tidak diinginkan dalam body image yang lebih sering terlihat pada pasien muda
merasakan harga diri menurun. Beberapa partisipan merasa sedih karena merasa
bahwa harga diri pasien ostomi yang kelompok kontrol lebih rendah dari
partisipan. Beberapa partisipan menghindari pakaian yang ketat karena takut akan
melukai stoma atau adanya ketakutan stoma bag akan terlihat di balik pakaian
sehingga partisipan memilih pakaian yang besar dan longgar. Partisipan juga
mengeluh tidak bisa memakai semua jenis celana sehingga hanya memakai
dan preferensi. Kantong kolostomi yang relatif datar dan sulit untuk terlihat di
145
balik pakaian. Tekanan dari pakaian elastis tidak akan membahayakan stoma atau
menghambat fungsi usus, namun pita pinggang ketat yang langsung pada stoma
nafsu makan telah kembali dan dapat menambah berat badan. Hal ini dapat
sendiri. Pakaian nyaman seperti celana bahan katun, t-shirt, atau kamisol dapat
kenyamanan dengan menyerap keringat tubuh dan juga menjaga kantong plastik
dari tidak langsung melekat pada kulit. Pria dapat memakai celana boxer atau
Baru
beban finansial.
perubahan peran dalam keluarga baik sebagi istri dan suami. Hal ini sesuai
kolostomi permanen.
yang diidentifikasi dalam penelitian ini. Subtema ini terdiri dari beberapa
lain dan menutup diri. Masalah ini diutarakan mayoritas partisipan khususnya
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Karadag et al., (2003) yang
melaporkan bahwa pasien dengan stoma khawatir tentang kebocoran dan bau dari
menimbulkan rasa tidak aman ini dalam situasi sosial dan kurangnya kepercayaan
untuk operasi dan koping selanjutnya, juga adanya stoma bag merupakan hal
ketidaknyamanan sosial, rasa malu dan bahkan jijik (Swan, 2010). Studi lain
menunjukkan bahwa pasien dengan stoma memiliki tingkat depresi lebih tinggi
dan keterlibatan yang kurang dalam kegiatan sosial dibandingkan dengan mereka
147
yang menjalani reseksi usus untuk diagnosis yang sama (Camilleri & Steele,
2001).
Meskipun pada umumnya tidak ada hambatan bagi pasien dengan stoma
perjalanan jauh, kendala lain merasa repot apabila bepergian, bahkan kalau keluar
dari rumah dalam waktu yang relatif cepat. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pembatasan bepergian bagi pasien dengan ostomi sebagai salah satu masalah
mayoritas partisipan sudah menikah (91,7%), dan sebagian besar dari partisipan
periode setelah operasi. Beberapa dari mereka memiliki kehidupan seksual yang
normal karena merasa hal tersebut sebagai kewajiban tetapi sebagian besar
partisipan melaporkan bahwa ada perubahan luar biasa dalam kehidupan seksual.
Perasaan tidak percaya diri dengan adanya stoma, merasa tidak kuat melakukan
seksual bahkan ada yang tidak aktif berhubungan seksual setelah menggunakan
stoma bag. Temuan ini konsisten dalam tiga studi yang menyatakan kehidupan
khawatir tentang masalah seksual, terutama pada periode awal setelah operasi
dan pembentukan stoma yang menyebabkan penurunan lebih lanjut dari kualitas
hidup. Dalam sebuah studi oleh Junkin & Beitz (2005), menunjukkan bahwa
hampir setengah dari pasien yang aktif secara seksual sebelum operasi ostomi
menjadi tidak aktif setelah prosedur dilakukan. Oleh karena itu, rujukan untuk
konseling dan evaluasi kesehatan seksual perlu dilakukan. Symms et al., (2008)
dalam studi mereka menemukan bahwa veteran laki-laki dengan ostomi usus
al., 2010).
tubuh, perasaan, dan hubungan interpersonal. Seksualitas terkait erat dengan citra
tubuh. Banyak pasien dengan stoma memiliki kekhawatiran bahwa daya tarik
ketidakpastian tentang daya tarik seksual dan mengatasi kesulitan ini dengan cara
yang berbeda. Beberapa ingin menunjukkan diri mereka sendiri dan melihat
bagaimana respon pasangan. Jika pasangan tidak melihat stoma sebagai masalah,
mereka bisa lebih mudah menerima stoma sebagai bagian dari diri mereka
agar tidak terlihat oleh pasangan karena anggapan tidak sempurna. Beberapa
takut membahas seks dengan pasangan, khawatir dengan reaksi pasangan. Citra
tubuh dan seksualitas adalah faktor utama dalam menentukan efek stoma pada
diidentifikasi dalam penelitian ini. Subtema ini terdiri dari kategori beban
beban untuk membeli kantong. Hasil penelitian Coons et al. (2007) menunjukkan
masalah ekonomi terkait biaya kolostomi juga merupakan aspek penting dalam
kualitas hidup yang perlu dipertimbangkan. Aspek financial dan ekonomi ini
pasien dapat kehilangan pekerjaan sebagai salah satu konsekuensi dari stoma
mayoritas partisipan berada pada usia 26-45 tahun (58,3%) dan pekerjaan
wiraswasta (33,3%). Usia produktif dengan rentang usia 18-45 tahun, merupakan
usia dimana manusia sudah matang secara fisik dan biologis. Menurut Hurlock
tanggung jawab yang harus diemban pada usia produktif sangat membutuhkan
kondisi yang sehat jasmani dan rohani, agar supaya tugas dan tanggungjawab
dapat terlaksana dengan baik. Usia produktif juga disebut dengan “masa krisis’
150
sikap, nilai dan peran. Keadaan ini sangat terasa bagi partisipan karena dengan
Aspek citra tubuh dan penampilan, harga diri, perasaan negatif, dan
secara statistik. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahwa pasien kanker dengan
yang lebih baik, yang dapat menyebabkan isolasi psikologis dan sosial, dan
terlebih lagi menyebabkan perubahan citra tubuh dan harga diri yang rendah,
5.1.6 Mendapat Dukungan dan Perhatian dari Orang yang Berarti dalam
diidentifikasi dalam hasil penelitian ini. Dukungan dan perhatian yang diperoleh
fisik.
151
sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah
laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada
kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya stress.
keluarga terutama dari suami dan anak-anak. Dukungan lain juga berasal dari
tetangga dan teman dekat. Dukungan emosional yang paling besar dapat berasal
dari keluarga terutama suami dan anak. Dukungan emosional dapat berupa
perhatian, motivasi, kasih sayang, pengertian, doa. Lukbin & Larsen (2006)
dukungan fisik pada penelitian ini adalah suami yang sampai rela tidak bekerja
152
menjalani kehidupan.
dan keluarga dianggap sebagai aspek penting untuk penerimaan positif dari
proses adaptasi yang lebih sulit. Studi menunjukkan bahwa pemahaman, bantuan
Dukungan sosial menjadi menjadi hal yang penting dan esensial bagi
individu dengan ostomi. Dukungan tersebut harus terdiri dari bagian kehidupan
yang berarti bagi pasien dengan ostomi, sehingga mencapai hubungan pribadi
dan adanya isu-isu religus terkait adanya stoma. Temuan penting lain dalam
partisipan yang beragama Islam tidak lagi aktif melakukan sholat atau mengikuti
kegiatan perwiritan, karena adanya isu-isu religius seperti najis, kurang bersih,
studi lain yang menunjukkan pelepasan diri dari ritual keagamaan karena adanya
isi stoma bag (Baldwin et al., 2008). Studi lain yang dilakukan dengan
memberikan instrumen kualitas hidup divalidasi untuk 257 orang yang hidup
presponden merasa terdorong untuk berhenti berdoa dan berpuasa (Holzer et al,
2005).
pada pasien kanker dan stoma (Li et al., 2012). Temuan dalam penelitian
lebih mudah untuk menerima keberdaan stoma sehingga merasa lebih mudah
untuk mengatasi dan tetap melanjutkan hidup dengan gaya hidup sehari-hari.
Hal ini didukung oleh penelitian tentang kualitas hidup yang dilakukan di
Mesir pada 28 pasien dengan stoma, mengungkapkan bahwa 61% pasien merasa
tidak layak melakukan shalat berjamaah karena merasa najis (Black, 2009).
Sejalan dengan penelitian tersebut, Kuzu et al. (2002) menjelaskan bahwa ritual
keagamaan terganggu yang dikaitkan dengan berbagai alasan seperti pasien tidak
untuk melakukan doa sesuai dengan aturan agama dan perasaan tidak layak.
Dalam agama Islam sangat penting harus bersih dan bebas dari feces, terutama
ketika berdoa sehingga perawat perlu memperhatikan dimensi spiritual dan ritual
syukur dan dukungan keluarga sebagai alasan untuk hidup setelah memiliki
ostomi menjadi harapan pasien ostomi (Grant et al., 2011). Seperti kebanyakan
agama lainnya, penting dalam Islam harus bersih dan bebas dari feces, terutama
Pasien harus menerima kondisi kehidupan yang baru karena adanya stoma.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan upaya ostomate yang baru menjalani
kolostomi menerima kehidupan baru. Tema ini terdiri dari beberapa kategori
mengganti stoma bag yang dilakukan partisipan bervariasi mulai dari 1 sampai 5
kali sehari dengan waktu mengganti stoma mulai dari terisi sedikit, terisi ½, terisi
sedikit, terasa berat, atau karena bau muncul partisipan mengganti stoma bag
yang baru. Kolostomi harus mulai berfungsi dalam 2 sampai 4 hari pasca operasi.
gas berlebih. Pengosongan dilakukan ketika feses sudah mencapai 1/3 hingga 1/2
pada kantung kolostomi. Feses yang berbentuk cair keluar segera setelah operasi,
tetapi menjadi lebih solid, tergantung lokasi stoma (Ignatavicius & Workman,
2013).
Jenis kantong yang digunakan partisipan pada umumnnya jenis one piece
sendiri tersebut dibuat dari bahan kantong plastic ukuran ½ atau ¼ kg dengan
156
double tip atau hipavix. Salah seorang partisipan juga membuat kreativitas
partisipan temasuk risih, kantong panas, kulit bergaris dibuat kantong, tidak
menyetel sendiri hal-hal yang kurang dengan kantongnya dan merasa stoma bag
buatan sendiri lebih nyaman di perut. Partisipan lain juga mengungkapkan hal
yang sama bahwa dengan pemakaian kantong buatan sendiri yang terbuat dari
batok kelapa lebih nyaman karena batok kelapa tersebut dapat menyerap keringat
kontur dan bentuk abdomen, lokasi stoma, bekas luka dan lipatan di dekat stoma,
dan tinggi dan berat badan semua harus dipertimbangkan. Sistem pouching yang
baik harus aman dan tahan bocor yang berlangsung hingga 3 hari, tahan bau,
melindungi kulit di sekitar stoma, hampir tidak terlihat di bawah pakaian, mudah
sistem kantong yang diganti setiap hari, setiap 3 hari atau lebih, dan ada yang
157
kembali. Tergantung pada jenis kantong yang digunakan. Dalam banyak kasus,
pagi hari sebelum makan atau minum adalah waktu terbaik untuk mengosongkan
mencegah jangan sampai kotoran mengenai kulit, menggunakan alat dan bahan
untuk merawat stoma termasuk penggunaan Nacl, betadin, tisu basah untuk
pada stoma. Mengganti sistem pouching secara teratur perlu untuk menghindari
kebocoran dan iritasi kulit. Gatal dan terbakar adalah tanda-tanda bahwa kulit
perlu dibersihkan dan sistem pouching harus diganti. Jangan merobek sistem
pouching dari kulit atau mengganti lebih dari sekali sehari kecuali ada masalah.
Melepaskan barier kulit dengan lembut dan mendorong kulit jauh dari perekat
barier daripada menarik barier dari kulit, membersihkan kulit sekitar stoma
stoma dengan sabun lembut dan air sebelum memasang sebuah alat. Pasien juga
menjalani hidup dengan tabah dan sabar, tidak mau terlalu memikirkan penyakit,
terhadap lingkungan atau suatu keadaan. Hal ini melibatkan banyak lapisan
fungsi yang mencakup tingkat fisik, kognitif dan emosional. Adaptasi mengacu
eliminasi bowel dan dan citra tubuh. Proses transformatif ini membutuhkan aspek
termasuk self care, citra tubuh dan kualitas hidup. Individu akan menggunakan
berbagai sumber daya untuk merespon tantangan hidup dengan stoma. Proses ini
termasuk menggunakan sumber daya dalam diri mereka sendiri, penerimaan dan
dukungan dari orang lain yang signifikan dalam hidup pasien (Strode, 2012).
keterampilan koping kognitif dan perilaku yang dapat menjadi contoh kepada
penderita yang lain. Strategi adaptasi ini berguna bagi mereka yang baru
159
1457 responden kanker kolorektal dan 599 diantaranya hidup dengan kolostomi,
semangat, takut ditinggalkan keluarga, sedih. Hal ini lebih banyak terlihat pada
ungkapan partisipan yang baru menjalani kolostomi kurang dari 1 bulan (16,7%)
dibandingkan dengan partisipan yang telah menjalani kolostomi selama 1-3 bulan
tidak mau mengganti kantong karena merasa jijik, tidak mau perduli cara
mengganti kantong.
penyesuaian dengan kondisi hidup yang baru dan pasien ostomi kadang-kadang
oleh pasien dengan ostomi tersebut adalah terkait dengan disposisi internal,
al., 2012). Pasien dengan ostomi perlu untuk menyesuaikan diri dan sampai
mereka dapat percaya bahwa hidup seoptimal mungkin dapat dicapai, kemudian
perlu memobilisasi diri untuk melakukan perawatan diri dan termotivasi untuk
kehidupan mereka dengan kondisi baru. Rasa kesulitan atau gangguan yang
dialami harus diganti dengan rasa kemungkinan dan keyakinan. Dalam hal ini,
dengan end stoma yang diperoleh dari data rekam medik RSUP HAM hanya
sekitar 20 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Propinsi Sumatera Utara.
waktu dengan partisipan karena mayoritas partisipan yang telah dihubungi dan
kondusif membuat peneliti tidak cukup sekali datang saja, tapi bisa 2 kali untuk
BAB 6
6.1 Kesimpulan
kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan end stoma. Tema
Dukungan dan Perhatian dari Orang yang Berarti dalam Menghadapi Situasi Baru
penurunan aspek kualitas hidup yang mencakup domain fisik, psikologis, sosial
adalah masalah yang berkaitan dengan domain fisik yang bersumber dari
6.2 Saran
beradaptasi dengan fase baru setelah menjalani kolostomi melalui edukasi pre
operasi, stoma site marking, dan edukasi pasca operasi. Jika ostomate menerima
perawatan yang tepat, mereka dapat mengatasi adanya stoma dan dapat
pendidikan berkelanjutan tentag perawatan stoma selama transisi dari rumah sakit
termotivasi dan memiliki rasa percaya diri dan mampu mengelola adanya stoma
tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dan ostomate serta support system harus
kebutuhan kebutuhan emosional, spiritual dan psikologis dan aspek lain yang
diharapkan tenaga kesehatan baik dokter dan perawat bekerja sama memberikan
letak stoma yang tepat, 3) Memiliki stoma yang bentuknya baik, 4) Perawatan
Mendapatkan tindak lanjut dan supervisi sepanjang hidup, 10) Pelayanan dari tim
perlunya aplikasi stoma site marking yang harus dilakukan oleh perawat spesialis
perawatan stoma (Stoma Care Nurse Specialist [CNS]) atau Stomal Therapy
Nurse (STN). Masalah besar dapat timbul jika pasien tidak dapat melakukan
perawatan diri karena stoma sulit dilihat atau jika iritasi kulit terjadi karena
produk tidak dapat ditempatkan dengan benar pada abdomen. Penempatan yang
dimulainya kembali aktivitas normal. Dengan demikian, pihak rumah sakit perlu
tersertifikasi dalam melakukan perawatan pada pasien ostomi yang pada akhirnya
sakit sebaiknya menggunakan sistem pouching atau stoma bag yang standar.
kantong stoma yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien agar rasa percaya
diri pasien meningkat, jenis one piece drainable, memiliki filter atau stoma bag
dengan sistem two piece pouches. Pasien yang baru menjalani kolostomi perlu
memperoleh informasi bahwa sistem pouching yang baik harus aman dan tahan
bocor yang berlangsung hingga 3 hari, tahan bau, melindungi kulit di sekitar
stoma, hampir tidak terlihat di bawah pakaian, mudah untuk dipakai dan dilepas.
plastik gula yang ditempel menggunakan double tape atau plastik tersebut hanya
dilubangi sesuai lebarnya diameter stoma pada bagian tengah atas, kemudian
bagian sisi kiri dan kanannya diberi tali untuk ikat pinggang. Tetapi aspek yang
kolorektal yang baru menjalani kolostomi baik yang masih berada di rumah sakit
hidup pasien dengan kanker kolorektal yang baru menjalani kolostomi dengan
end stoma dengan merekrut lebih banyak partisipan atau menggunakan berbagai
lainnya yang belum didapatkan dalam penelitian ini dan diperoleh perbandingan
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2014). Cancer facts and figure 2014. Atlanta:
American Cancer Society Incorporation. Diunduh dari
http://www.cancer.org/acs/groups/content/acspc-042151.pdf.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theorist and their work. Six
Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Baldwin, C. M., Grant ,M., Wendel, C., Hornbrook. M.C., Herrinton, L.J.,
McMullen, C., Krouse, R.S. (2009). Gender differences in dleep
disruption and fatigue on quality of life among persons with ostomies.
Journal of Clinical Sleep Medicine, 5(4), 335– 343
Black, P.K. (2004). Psychological, sexual, and cultural issues for patients with
the stoma. Journal Nursing, 13 (1), 692–695
Black, P. 2009. Cultural and religious beliefs in stoma care nursing. British
Journal of Nursing, 18(13): 790-793.
Brown, H., & Randle, J. (2005). Living with a stoma: A review of the literature.
Journal of Clinical Nursing, 14, 74-81.
Brown, J. R., & DuBois, R. N. (2005). A molecular target for colorectal cancer
prevention. J. Clin. Oncol, 23(12), 2840-2855.
Baldwin, C. M., Grant, M, Wendel, C,, Rawl, S., Schmidt, C,M., Ko, C.( 2008).
Influence of intestinal stoma on spiritual quality of life of U.S. veterans.
Journal Holistic Nursing, 26, 185‑94.
Coons, S. J., Chongpison, Y., Wendel, C. S., Grant, M., Krouse, R. S. (2007).
Overall quality of life and difficulty paying for ostomy supplies in the
Veterans Affairs ostomy health-related quality of life study: an exploratory
analysis. Med Care, 45(9), 891-895.
Camilleri, B., J., Steele, R. J. C. (2001). Prospective analysis of quality of life and
survival following mesorectal excision for rectal cancer. Br J Surg, 88,
1617–1622.
Cresswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry research design: choosing among five
approaches. (2nd ed). London: Sage Publications.
Dabirian, A., Yaghmaei, F., Rassouli, M., Tafreshi, M. Z. (2011). Quality of life
in ostomy patients: a qualitative study. Journal of Patient Prefer
Adherence. 21(5), 1-5. doi: 10.2147/PPA.S14508.
Fallowfield, L. (2002). Quality of life: a new perspective for cancer patients. Nat
Rev Cancer, 2, 873–879.
Felce, D., & Perry, J. (1995). Quality of life: its definition and measurement. Res
Dev Disabil, 16 (1), 51-74.
Felder, B.E. (2004). Hope & coping in patients with cancer diagnosis. Journal of
Cancer Nursing, 27(4), 320-324
169
Flanagan, J., & Holmes, S. (2000). Social perception of cancer and their impact:
implications for nursing practice arising from the literature. Journal of
Advanced Nursing, 32(3), 740-749.
Gao, F., Cheng, K., Zhao, F., Chen, Y., Li, L.H., Dong, H. (2001). Prevalence
and characteristics of anemia in patients with solid cancers at diagnosis in
Southwest China. Asian Pacific J Cancer , 12, 2825-2828.
Grant, M., Ferrel, B., Dean, G., Uman, G., Chu, D., Krouse, R. (2004). Revision
and psychometric testing of the city of hope quality of life–ostomy
questionnaire. Kluwer Academic Publishers, 13, 1445–1457.
Goz, F., Karaoz, S., Ekis, S., Cetin, I. (2007), Effect of the diabetic patient’s
perceived social support on their quality of life. Journal of Clinical
Nursing, 16, 1353-1360.
Gottlieb, B.H. 1983. Social Support Strategies Guidelines for Mental Health
Practices. London: Sage Publications
Hornbrook, M.C., McMillan, C., Grant, M., et al. (2008). The greatest challenges
reported by long-term colorectal cancer survivors with stomas. Journal of
Supportive Oncology, 6, 175-82.
Junkin, J., & Beitz, J. (2005). Sexuality and the person with a stoma. Journal of
Wound, Ostomy and Continence Nursing, 32(2), 121-28.
Kirkevold, M., & Bergland, A. (2007). The quality of qualitative data: Issues to
consider when interviewing participants who have difficulty providing
detailed accounts of their experiences. International Journal of
Qualitative Studies on Health and Wellbeing, 2, 68–75.
Krouse, R., Grant, M., & Ferrell, B. (2007). Quality of life outcomes in 599
cancer and non-cancer patients with colostomies. J Surg Res, 138, 79–87.
Krouse R. S., Herrinton, L. J., & Grant, M. (2009). Health-related quality of life
among long-term rectal cancer survivors with an ostomy: manifestations
by sex. JClin Oncology, 27(28), 4664–70.
Krouse R. S., Grant M., & Rawl S. M. (2009) Coping and acceptance: The
greatest challenge for veterans with intestinal stomas. Journal of
Psychosomatic Research, 66, 227-232.
Karadag, A., Mentes, B., Uner, A., Irkorucu, O., Ayaz, S., & Ozdan, S. (2003).
Impact of stomatherapy on quality of life in patients with permanent
colostomies or ileostomies. International Journal of Colorectal Disease,
18, 234-238.
Kuzu, M.A., Topcu, O., Ucar, K., Ulukent, S., Unal, E., Erverdi, N., & Demirci,
S. (2002). Effect of sphinctersacrificing surgery for rectal carcinoma on
quality of life in Muslim patients. Diseases of the Colon &Rectum,
45(10): 1359–1366.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Buher, L., Camera, I. M. (2011).
Medical-Surgical Nursing. (8th ed.). Missouri: Mosby Elsevier.
Lubkin, M., I., & Larsen, D. P. (2006). Chronic Illness Impact and Intervention,
6th ed, Massachusetts: Jones and Barlett Publisher
Maydick, D.R. (2014). Individuals with ostomy: quality of life and out of pocket
financial cost for ostomy management. Nursing economy journal, 32 (4),
1-8.
Mariotto, A.B., Yabroff, K.R., Feuer, E.J., De Angelis, R., & Brown, M. (2006).
Projecting the number of patients with colorectal carcinoma by phases of
care in the US: 2000–2020. Cancer Causes and Control, 17, 1215–1226.
doi:10.1007/s10552-006-0072-0.
Mattioli. (2008). The meaning of hope and social support in patients receiving
chemotherapy, Oncology Nursing Forum, 35(5), 822-829.
Martinsson, E.S., & Josefsson, M. (1991) Working capacity and quality of life
after undergoing an ileostomy. Journal of Advance Nursing, 16, 1035-41.
Melville, D., & Baker, C. (2011). Ileostomies and colostomies. Intestinal Surgery
I, 29 (1), 39–43. doi: 10.1016/j.mpsur.2010.10.001.
Mahjoubi, B., Moghimi, A., Mirzael, R., & Bijari, A. (2005). Evaluation of the
end colostomy complications and the risk factors influencing them in
Iranian patients, Colorectal Disease,7, 582-587
National Institute for Health and Clinical Excellence. (2005). Referral Guidelines
for Suspected Lower Gastrointestinal Cancer. NICE: London
Pittman, J., Rawl, S., Schmidt, C. M. (2008). Demographic and clinical factors
related to ostomy complications and quality of life in veterans with an
ostomy. Journal Wound Ostomy Continence Nurs, 35(5), 493-503.
Pittman, J., Kozell, K., & Gray, M. (2009) Should WOC nurses measure health-
related quality of life in patients undergoing intestinal ostomy surgery?
Journal Wound Ostomy Continence Nurs, 36(3), 254–65.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing research : generating and assessing
evidence for nursing practice. (9th ed.). Newyork: Lippincott Williams &
Wilkins
Persson, E., & Hellstrom, A.L. (2002). Experiences of Swedish men and women
6 to 12 weeks after ostomy surgery. Journal of Wound, Ostomy, and
Continence Nursing, 29 (2), 103-108.
Rai, S., & Kelly, M.J. (2007). Prioritization of colorectal referrals: a review of the
2-week wait referral system. Colorectal Disease, 9 (3), 195-202.
Ruddon, R., W. (2007). Cancer biology. (4th ed.). New York: Oxford Iniversity
Press, Inc.
Syamsuhidajat, R, Jong, W. D, (eds). 2004. Buku ajar Ilmu Bedah (2nd ed).
Jakarta. EGC
Sands, L. & Marchetti, F. (2011). Intestinal stomas. The Ascrs textbook of colon
and rectal surgery. (2nd ed.) Eds. Beck, D., Roberts, P. & Saclarides.
Siassi, M., Hohenberger, W., Losel, F., Weiss, M. (2008). Quality of life and
patient’s expectations after closure of a temporary stoma. International
Journal Colorectal Disease, 23, 7‑12.
Swan, E. (2010). Colostomy, management and quality of life for the patient.
British Journal of Nursing, 19, 1346-1350.
Symms, M. R., Rawl, S. M., Grant, M., Wendel, C. S., Coons, S. J., Hickey, S.
(2008). Sexual health and quality of life among male veterans with
intestinal ostomies. Clinical Nurse Specialist, 22(1), 30-40.
Shaffy, Kaur, S., Das, K., Gupta, R. (2012). Physical, nutritional and sexual
problems experienced by the patients with colostomy/ileostomy: A
qualitative study. Nursing and Midwifery Research Journal, 8(3), 1-13.
Shaffy, Kaur, S., Das, K., Gupta, R. (2014). Psychosocial experiences of the
patients with colostomy/ileostomy : A qualitative study. Indian Journal of
Social Psychiatry, 30 (1), 28-34.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Medical
surgical nursing. (12th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Smith, D. M., Loewenstein, G., Rozin, P., Sherriff, R. L., Ubel, P. A. (2007).
Sensitivity to disgust, stigma, and adjustment to life with a colostomy. J
Res Pers, 41, 787–803.
Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2011). Qualitatif research in nursing:
Advancing the humanistic imperative. Philadelphia: J.B. Lippincott
Company.
Strode, J.D. (2012). How do people adjust to living with a stoma? A nurse's
search of the literature. The Waikato Institute of Technology School of
Health. Diunduh dari http://researcharchive.wintec.ac.nz
Yayasan kanker Indonesia (YKI). (2012). Bidang kegiatan YKI. Diunduh dari
http://yayasankankerindonesia.org/tentang-ykia01/.
.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
176
177
PENJELASAN PENELITIAN
NIM : 137046019)
Kolostomi
dampak/resiko ataupun pengaruh yang merugikan. Untuk itu apabila timbul hal–
kerahasiaan informasi dan identitas yang diberikan dan digunakan hanya untuk
kepentingan penelitian.
bantu penelitian berupa catatan dan alat perekam suara untuk membantu
keabsahannya.
pengumpulan data atau transkrip wawancara. Bila ada yang kurang berkenan atau
untuk kelengkapan penelitian ini. Melalui penjelasan yang singkat ini, saya
Medan,…………………2015
Peneliti
(………………………….)
179
penelitian ini, maka saya memahami bahwa tujuan penelitian ini sangat
tinggi hak-hak saya sebagai partisipan. Dengan ini, saya menyatakan kesediaan
diri kapan saja apabila suatu saat ada hal-hal yang membuat saya keberatan dan
menandatangani surat persetujuan ini, berarti saya telah menyatakan bersedia ikut
Medan,…………………2015
Partisipan
(………………………….)
180
Petunjuk Pengisian
Isilah data dibawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda√)( pada
pilihan jawaban yang telah disediakan. Isilah titik-titik jika ada pertanyaan yang
harus dijawab.
Data Demografi
1. Inisial :…………………
2. Jenis Kelamin :
Laki-laki Perempuan
3. Umur : …………… Tahun
4. Pendidikan Terakhir :
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Diploma/Perguruan Tinggi
5. Suku :
6. Agama :
7. Status :
8. Pekerjaaan :
9. Lama menjalani kolostomi
:……….Bulan/Tahun
181
PANDUAN WAWANCARA
No. Partisipan :
Tanggal :
Lokasi :
Pertanyaan Penelitian :
1. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu terkait perawatan, pengobatan dan
kolostomi?
3. Apakah hal-hal yang tidak Bapak/Ibu ketahui tentang perawatan stoma dan
b. Non Verbal :
LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT
184
BIODATA EXPERT
LAMPIRAN 3