Anda di halaman 1dari 19

PERAWATAN KAKI DAN RISIKO ULKUS PADA PASIEN

DIABETES MELLITUS

Awan Dramawan1
1
Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI Jurusan keperawatan

Abstrak
Diabetes adalah penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya dimasa mendatang.
Peningkatan yang eksponesial ini diikuti oleh meningkatknya komplikasi kronik, salah
satunya ulkus kaki diabetes. Ulkus diabetik dapat dicegah dengan melakukan perawatan kaki.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus pada pasien
diabetes mellitus di RSUD Provinsi NTB. Metode: Penelitian dilaksanakan di poli penyakit
dalam RSUD Provinsi NTB, menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan
Cross-sectional, pengambilan sampel purposive sampling, jumlah sampel 50 responden.
Metode pengumpulan data meggunakan ceklist perawatan kaki dan lembar observasi inlow’s
60 second diabetic foot screen screening tool. Uji analisa menggunakan spearment rank
dengan taraf signifikansi 95% (α=0,05). Hasil: Sebanyak 50 responden di dapatkan
perawatan kaki baik dengan risiko ulkus rendah 8%, perawatan kaki cukup dengan risiko
ulkus rendah 50%, risiko ulkus sedang 2%, perawatan kaki kurang dengan risiko ulkus rendah
34% dan risiko sedang 6%. Hasil analisa uji spearment rank menunjukan p=0,139.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perawatan kaki dengan risiko ulkus
pada pasien diabetes mellitus di RSUD Provinsi NTB Tahun 2017 (p = 0,139 > α=0,05).
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pendidikan kesehatan perawatan kaki bagi pasien
diabetes mellitus.
Kata kunci: Perawatan kaki, risiko ulkus, diabetes mellitus

FOOT CARE AND ULCER RISK IN PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS

Abstract
Diabetes is one of non-infectious disease which increase in the future. The increation which is
exponential must be followed by the increasing of the possibility of chronic complication, one
of them is foot ulcer diabetic. Foot ulcer diabetic can be prevented by foot care. Purpose: To
know the relationship between foot care with risk ulcer in patients with diabetes mellitus at
RSUD PROVINSI NTB. Method: This research held in medic clinik of RSUD PROVINSI
NTB, using analytic correlation design with cross sectional approach, the sampling using
purposive sampling with a sample of 50 respondents. Methode of data collection using a
checklist about foot care and observation sheet inlow’s 60 second diabetic foot screening tool
about the risk of diabetic foot ulcer. Test data analysis using spearment rank test with
significant level 95% (α=0,05). Results: 50 respondents shows that good foot care with low
risk of ulcer is 8%, enough foot care with low risk of ulcer is 50%, with moderate of ulcer is
2%, and less foot care with low risk of ulcer is 34% and moderate risk of ulcer is 6%. The
result of spearment rank analysis show p= 0,139. Conclusion: There is no a relationship
between foot care and ulcer risk in patients with diabetes mellitus at RSUD PROVINSI NTB
(p= 0,139 > α=0,05). The hospital can provide health education about foot care for patients
with diabetes mellitus.

33
Keywords: Foot care, diabetes mellitus, ulcer risk .

Pendahuluan diperkirakan mengalami kenaikan menjadi


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit 4% seiring dengan pengendalian diabetes
metabolik yang ditandai dengan tingginya yang kurang optimal (Sudoyo, et al, 2006).
kadar gula darah (hyperglikemia) sebagai Prevalensi kaki diabetes berkisar antara
akibat dari kekurangan sekresi insulin, 1,0% dan 4,1% di Amerika serikat (AS),
gangguan aktivitas insulin atau keduanya 4,6% di Kenya dan 20,4% di Belanda.
Smeltzer, et al (2008) dalam Damayanti Studi rumah sakit, menunjukan bahwa
(2015). World Health Organization (WHO) prevalensi kaki diabetes antara 11,7% dan
memprediksi Indonesia akan mengalami 19,1% di antara penderita diabetes
kenaikan jumlah penyandang DM dari 8,4 Nigeria. Prevalensi kaki dibetes pasien
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 rawat inap dengan diabetes di Iran adalah
juta pada tahun 2030. International 20% (Desalu, et al., 2011). Dalam Profil
Diabetes Federation (IDF) juga Kesehatan Indonesia tahun 2011, diabetes
memprediksi akan ada kenaikan jumlah mellitus dengan komplikasi ulkus diabetik
penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun berada pada urutan ke enam dari sepuluh
2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 penyakit utama pada pasien rawat jalan
(Ernawati, 2013). Menurut diabetes care dan rawat inap di rumah sakit di Indonesia
(2004) dalam kemenkes RI (2011) dengan angka kematian akibat ulkus
Indonesia menduduki rangking ke 4 berkisar 17-23%, angka amputasi berkisar
(empat) dunia setelah Amerika serikat, 15-30% dan angka kematian 1 tahun post
Cina dan India dalam prevalensi diabetes. amputasi sebesar 14,8% (Departemen
Prevalensi penyakit Diabetes Mellitus Kesehatan RI, 2011). Sedangkan menurut
menurut Riset Kesehatan Dasar tahun data dari Perkumpulan Endokrin Indonesia
2013 diperoleh data penduduk yang (PERKENI) (2009), di Rumah Sakit Cipto
terdiagnosis penyakit Diabetes Mellitus di Mangunkusomu (RSCM), hampir 70% dari
Indonesia sebesar 1,5%. Prevalensi pasien DM dirawat dengan diagnosa ulkus
tertinggi di Yogyakarta sebesar 2,6%, kaki diabetes.
terendah di Lampung sebesar 0,7% dan di Berdasarkan data rekam medis
RSUD Provinsi NTB jumlah pasien
NTB sebesar 0,9%.
Berdasarkan data Riskesdas Provinsi diabetes mellitus rawat jalan pada tahun
Nusa Tenggara Barat Tahun 2013, 2014 sebanyak 1817 orang, tahun 2015
prevalensi diabetes yang terdiagnosis sebanyak 1362 orang, dan pada tahun 2016
dokter tertinggi terdapat di Kota Mataram sebanyak 1276 pasien. Jumlah pasien
1,7%, Kota Bima 1,4%, Lombok Timur diabetes mellitus tanpa ulkus pada tahun
1,1%, Lombok Barat dan Dompu masing- 2014 berjumlah 1445 orang, tahun 2015
masing 1,0% dan terendah Lombok berjumlah 1266 dan pada tahun 2016
Tengah 0,5%. Peningkatan insiden berjumlah 1196 orang. Sedangkan jumlah
diabetes mellitus yang eksponesial ini tentu pasien DM dengan komplikasi
akan diikuti oleh meningkatknya ulkus/ganggren tahun 2014 mencapai 84
kemungkinan terjadinya komplikasi kronik orang, tahun 2015 berjumlah 39 orang dan
diabetes mellitus. Ulkus diabetik pada tahun 2016 berjumlah 44 orang. Hal
merupakan salah satu komplikasi diabetes ini menunjukan bahwa diabetisi pada
mellitus yang kejadiannya mengalami umumnya baru mengunjungi pelayanan
peningkatan seiring dengan meningkatnya kesehatan jika sudah mengalami
kejadian DM. Insiden ulkus diabetikum komplikasi kaki yang sudah terdapat luka
setiap tahunnya adalah 2% diantara semua (Aryanti, 2012). Etiologi ulkus kaki
pasien dengan diabetes. Angka ini diabetik biasanya memiliki banyak
komponen meliputi neuropati sensori
34
perifer, trauma, deformitas, iskemia, penting sekali, guna mencegah terjadinya
pembentukan kalus, infeksi dan edema luka pada kaki (Tarwoto, dkk, 2012).
Oguejiofor, Oli, & Odenigbo, 2009; Komponen perawatan kaki yang
Benbow, 2009 dalam Tarwoto, dkk (2012). dianjurkan untuk pasien dengan diabetes
Faktor lain yang berkontribusi terhadap menurut Siebel (2009) dikutip oleh Aryanti
kejadian ulkus kaki adalah deformitas kaki (2012) meliputi mencuci dan
(yang dihubungkan dengan peningkatan mengeringkan kaki harian, memeriksa
tekanan pada plantar), gender laki-laki, kondisi kaki setiap hari, merawat kuku,
usia tua, kontrol gula darah yang buruk, berhati-hati saat olahraga, serta melindungi
hiperglikemi yang berkepanjangan dan kaki dengan sepatu dan kaos kaki. Tujuan
kurangnya perawatan kaki (Tarwoto, dkk, perawatan kaki diabetes untuk mengetahui
2012). ada kelainan sedini mungkin, menjaga
Pada hakekatnya ulkus kaki diabetik kebersihan kaki dan mencegah perlukaan
dapat dicegah dengan cara melakukan kaki yang dapat menimbulkan resiko
skrining dini serta edukasi penalaksanaan infeksi dan amputasi (Damayanti, 2015).
kaki diabetes pada individu berisiko tinggi
(Ariyanti, 2012). Ulkus diabetik Metode
merupakan komplikasi DM yang dapat Desain penelitian yang digunakan
dicegah atau diminimalkan kejadiannya. dalam penelitian ini adalah desain
Hal ini dapat dilakukan dengan penelitian korelasi (hubungan), dengan
pencegahan ulkus diabetik, seperti menggunakan pendekatan Cross-sectional.
perawatan kaki dan pemakaian alas kaki
yang tepat. Melakukan perawatan kaki
pada pasien diabetes mellitus sangat
Skema Penelitian :
Pengukuran
Variabel 1 Deskripsi
variable
Uji Interpretasi
Hubungan makna/hasil
Variabel 2 Deskripsi
variable

Gambar 1. Skema penelitian deskriptif korelational


Sumber : Nursalam (2016)

Populasi, Sampel dan Sampling memeriksakan dirinya ke poli penyakit


Populasi dalam RSUD Provinsi NTB.
1. Populasi dalam penelitian ini adalah 3. Besar sampel :Sampel dalam penelitian
pasien dengan diagnosa medis diabetes ini adalah pasien dengan diagnos medis
mellitus tanpa ulkus pada tahun 2016 diabetes mellitus yang berkunjung atau
berjumlah 1196 orang di RSUD memeriksakan dirinya ke poli penyakit
Provinsi NTB dengan rata-rata dalam RSUD Provinsi NTB.
perbulannya sekitar 100 orang. Adapun besar sampel dalam penelitian ini
berjumlah 50 sampel yang diperoleh dari
2. Sampel : Sampel dalam penelitian ini
rumus Sugiyono (2012) :
adalah pasien dengan diagnos medis
diabetes mellitus yang berkunjung atau

35
λ . N. P. Q 1. Variabel bebas (independen) :
= perawatan kaki pada pasien diabetes
d (N − 1) + λ . P. Q
Keterangan: mellitus.
S = Jumlah Sampel 2. Variabel terikat (dependen) : risiko
λ² = Dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa ulkus (ulkus kaki diabetik) pada pasien
1%, 5%, 10% diabetes mellitus.
N = Perkiraan besar populasi (N perbulan Data yang dikumpulkan
tahun 2016 = 1196:12 = 99,67=100) Adapun data yang dikumpulkan dalam
P = Q = 0,5 penelitian ini adalah sebagai berikut:
d = 0,05 1. Data Primer
1 . 100(0,5) a. Data karakteristik responden meliputi
= umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
(0,05) (100 − 1) + 1 (0,5)
100 (0,25) pekerjaan.
= b. Data tentang perawatan kaki yang
0,0025(99) + 0,25
25 dilakukan oleh pasien DM.
=
0,2475 + 0,25 c. Data tentang risiko ulkus kaki diabetik
25 pasien DM.
=
0,4975 2. Data Sekunder
= 50,25 = 50 sampel Data sekunder dalam penelitian ini
berupa gambaran umum tempat
Teknik Pengambilan Sampel penelitian poli penyakit dalam RSUD
Dalam Penelitian ini digunakan teknik Provinsi NTB didapatkan melalui
purposive sampling. Purposive sampling penelusuran di bagian penelitian dan
adalah suatu teknik penetapan sampel pengembangan (LITBANG) RSUD
dengan cara memilih sampel dengan cara Provinsi NTB.
memilih sampel diantara populasi sesuai Cara Pengumpulan Data
dengan yang dikehendaki peneliti Data Primer
(tujuan/masalah penelitian), sehingga Data karakteristik responden meliputi
sampel tersebut dapat mewakili umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
karakteristik polulasi yang telah dikenal pekerjaan, yang diperoleh melalui
sebelumnya (Nursalam, 2016). wawancara dengan alat bantu kuisioner.
Kriteria sampel Data tentang perawatan kaki yang
1) Kriteria Inklusi dilakukan oleh pasien DM yang diperoleh
a. Pasien dengan diagnosa medis dengan membagikan lembar cheklist
penyakit Diabetes Mellitus tipe 1 perawatan kakiyang telah diisi oleh
atau tipe 2. responden terdiri dari jawaban “Ya”
b. Pasien yang tidak terdapat ulkus kaki apabila dilakukan dan “Tidak” apabila
c. Pasien yang dapat membaca dan tidak dilakukan.
menulis. Data tentang risiko ulkus kaki diabetik
d. Pasien yang bersedia menjadi pada pasien DM diperoleh dengan
responden. melakukan pemeriksaan/observasi pada
2) Kriteria Eksklusi kedua kaki responden berdasarkan lembar
a. Pasien yang mengalami penurunan observasi Inlow’s 60 second diabetic foot
kesadaran. screen screening tool yang terdiri dari 12
b. Pasien yang mengalami gangguan indikator dengan nilai terendah 0 dan nilai
pendengaran dan bicara tertinggi 25.
c. Pasien yang terdapat ulkus kaki Data Sekunder
Data sekunder berupa gambaran umum di
Variabel Penelitian ruang poli penyakit dalam RSUD Provinsi
36
NTB melalui studi dokumentasi bagian 3. Sekolah Menengah Kejuruan
rekam medis poli penyakit dalam RSUD (SMK)
Provinsi NTB. 4. Madrasah Aliyah Kejuruan
Cara Pengolahan Data (MAK), atau sederajat.
Adapun cara pengolahan data dalam c. Pendidikan Tinggi
penelitian ini adalah sebagai berikut : Pendidikan tinggi merupakan
1. Data primer jenjang pendidikan menengah
a. Data karakteristik responden meliputi yang mencakup program
umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendidikan diploma,sarjana,
pekerjaan, diperoleh dengan alat bantu master, spesialis, doktor yang
kuisioner kemudian diolah secara diselenggarakan oleh perguruan
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tinggi.Pendidikan tinggi dapat
tabel distribusi frekueni. berbentuk :
1) Dalam penyajian hasil penelitian ini, 1. Akademi
umur dikelompokkan menjadi 2. Politeknik
beberapa kelompok: 3. SekolahTinggi
a. Masa remaja akhir : 17-25 tahun 4. Institut
b. Masa dewasa awal : 26-35 tahun 5. Universitas
c. Masa dewasa akhir : 36-45 tahun 4) Dalam penyajian hasil penelitian
d. Masa lansia awal : 46-55 tahun ini,pekerjaan adalah sesuatu yang
e. Masa lansia akhir : 56-65 tahun dilakukan oleh manusia untuk tujuan
f. Masa manula : 65 tahun ke tertentu yang dilakukan dengan cara
atas (Depkes,2009). yang baik dan benar, manusia perlu
2) Dalam penyajian hasil penelitian ini, bekerja untuk mempertahankan
jenis kelamin di kelompokan menjadi hidupnya. Pekerjaan dikelompokkan
dua, yaitu laki-laki dan perempuan. menjadi 2, yaitu bekerja dan tidak
bekerja.
3) Dalam penyajian hasil penelitian ini,
b. Data tentang perawatan kaki yang
pendidikan akan dikelompokkan
dilakukan oleh pasien diperoleh melalui
menjadi 3 kelompok yaitu:
cheklist perawatan kaki (terlampir)
a. Pendidikan Dasar
yang diisi oleh responden. Setelah data
Pendidikan dasar merupakan
terkumpul kemudia di tabulasi. Untuk
jenjang pendidikan yang
mengetahui perawatan kaki yang
melandasi jenjang pendidikan
dilakukan oleh pasien DM di poli
menengah.Pendidikan dasar
penyakit dalam RSUD Provinsi NTB,
meliputi :
peneliti menggunakan kuesioner yang
1. Sekolah Dasar (SD) dan
diberi skor 0-1. Nilai 1 bila responden
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
menjawab “Ya” untuk perawatan kaki
sederajat.
yang dilakukan dan nilai 0 bila
2. Sekolah Menengah Pertama
responden menjawab “Tidak” untuk
(SMP) dan Madrasah
perawatan kaki yang tidak dilakukan.
Tsanawiyah (MTs) atau
Setelah data terkumpul, kemudia data
sederajat.
tersebut dikelompokkan dan diolah
b. Pendidikan Menengah
menggunakan rumus sebagai berikut
Pendidikan menengah merupakan
(Arikunto, 2006 dalam Wawan, A. dan
lanjutan dari pendidikan dasar.
Dewi, M., 2011) :
Pendidikan menengah meliputi:

1. Sekolah Menengah Atas = %
2. Madrasah Aliyah (MA)
Keterangan :
P = Presentase
37
∑F = Jumlah nilai responden dua variabel yang diduga berhubungan
N = Jumlah total nilai. atau berkorelasi.Analisa data dalam
Kemudian setelah diperoleh hasil, penelitian menggunakan uji statistik non
dimasukkan ke dalam kategori tindakan parametrik dengan uji spearman rank yaitu
perawatan kaki yaitu: menguji hubungan antara variabel
1. Baik : Hasil presentase 76%-100%. independen dan variabel dependen
2. Cukup : Hasil presentase 56%-75% berskala ordinal (Dharma, 2011). Analisa
3. Kurang : Hasil presentase < 56% data yang digunakan untuk melihat
c. Data tentang risiko ulkus kaki diabetik kemaknaan hubungan dari variabel
pada pasien DM diperoleh dengan independen dan variabel dependen dengan
melakukan pemeriksaan/observasi menggunakan uji statistik dengan taraf
berdasarkan lembar observasi Inlow’s signifikan 95% (α= 0,05), dimana akan
60 second diabetic foot screening tool dapat disimpulkan adanya hubungan dua
yang terdiri dari 12 indikator yaitu: variabel tersebut bermakna atau tidak
kondisi kulit, kondisi kuku,adanya bermakna.
deformitas, kelayakan alas kaki, suhu
kaki dingin, suhu kaki panas, rentang Hasil
gerak kaki, tes sensasi dengan Distribusi Responden Berdasarkan
monofilament 10 g, tes sensasi dengan 4 Kelompok Umur.
pertanyaan, denyut nadi pada kaki, ada Umur dikelompokkan menjadi beberapa
tidak adanya kemerahan sesaat pada kelompok sebagai berikut masa remaja
kaki dan ada tidaknya erytema. Setiap akhir 17-25 tahun, masa dewasa awal 26-
indikator pada instrument di observasi 35 tahun, masa dewasa akhir 36-45 tahun,
pada kedua kaki pasien dengan masa lansia awal 46-55 tahun, masa lansia
memberikan nilai pada masing-masing akhir 56-65 tahun dan masa manula 65
indikator dilembar observasi. Hasil tahun ke atas (Depkes, 2009).
observasi yang diinterpretasikan adalah
skor tetinggi dari kedua kaki.
Pembagian risiko ulkus kaki di
kategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu
diberi nilai 1 apabila ‘’risiko rendah = <
8’’, nilai 2 apabila “risiko sedang = 8-
16”, dan nilai 3 apabila “risiko tinggi =
>16”.
Penilaian kategori risiko ulkus kaki
diabetik menurut Lukita (2016) sebagai
berikut : Berdasarkan diagram 1 didapatkan jumlah
1. Risiko rendah = <8 responden terbanyak berdasarkan
2. Risiko sedang = 8-16 kelompok umur adalah umur 46-55 tahun
3. Risiko tinggi = >16 (lansia awal) dengan persentase 36%.
Data sekunder
Data sekunder berupa gambaran umum Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
tentang poli penyakit dalam RSUD Kelamin
Provinsi NTB dan disajikan secara
deskriptif/narasi.
Analisa Data
Pada penelitian ini, analisa data yang akan
digunakan adalah analisis statistik non
parametrik. Penelitian ini menggunakan
analisis bivariate yaitu dilakukan terhadap
38
Diagram 2 Distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin pada pasien
diabetes mellitus di poli penyakit dalam Berdasarkan diagram 4 didapatkan jumlah
RSUD Provinsi NTB bulan April tahun responden terbanyak adalah tidak bekerja
2017 (n=50) dengan persentase 58%.
Berdasarkan diagram 2 didapatkan Distribusi Responden Berdasarkan Lama
jumlah responden terbanyak berdasarkan Menderita
jenis kelamin adalah jenis kelamin DM
perempuan dengan persetase 60%.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan

Diagram .5 Distribusi responden


berdasarkan lama menderita DM pada
pasien diabetes mellitus di poli penyakit
Diagram 3 dalam RSUD Provinsi NTB bulan April
Distribusi responden berdasarkan tingkat tahun 2017 (n=50).
pendidikan pada pasien diabetes mellitus di
poli penyakit dalam RSUD Provinsi NTB Berdasarkan diagram 5 diatas didapatkan
bulan April tahun 2017 (n=50). jumlah responden terbanyak berdasarkan
Berdasarkan diagram 3 didapatkan lama menderita DM adalah yang menderita
jumlah responden terbanyak berdasarkan ≤5 tahun dengan persentase 56%.
tingkat pendidikan adalah tingkat
pendidikan dasar (SD/SMP), pendidikan Gambaran perawatan kaki pada pasien
menengah (SMA dan sederajat) dan tingkat Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam
pendidikan tinggi (PT/Akademi) dengan RSUD Provinsi NTB
persentase masing-masing 30%. Gambaran perawatan kaki pada pasien
diabetes mellitus di poli penyakit dalam
Distribusi Responden Berdasarkan RSUD Provinsi NTB dapat dilihat pada
Pekerjaan diagram.6 .

39
Gambaran risiko ulkus pada pasien
Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam
RSUD Provinsi NTB dapat dilihat pada
diagram 7.

Diagram 6 Distribusi responden


berdasarkan perawatan kakipada pasien Diagram 7 Distribusi responden
diabetes mellitus di poli penyakit dalam berdasarkan risiko ulkus pada pasien
RSUD Provinsi NTB bulan April tahun diabetes mellitus di poli penyakit dalam
2017 (n=50). RSUD Provinsi NTB bulan April tahun
2017 (n=50).
Berdasarkan diagram 6 didapatkan jumlah
responden terbanyak berdasarkan tindakan Berdasarkan diagram 7 didapatkan jumlah
perawatan kaki yang dilakukan oleh pasien responden terbanyak berdasarkan penilaian
diabetes mellitus yaitu kategori cukup risiko ulkus terbanyak yaitu kategori risiko
dengan persentase 52%. rendah dengan persentase 92%.

Gambaran risiko ulkus pada pasien Hubungan perawatan kaki dengan risiko
Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam ulkus pada pasien Diabetes Mellitus di
RSUD Provinsi NTB RSUD Provinsi NTB Tahun 2017

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan hubungan perawatan kaki dengan risiko ulkus pada
pasien diabetes mellitus di RSUD Provinsi NTB Tahun 2017

No Perawatan Kaki Risiko Ulkus Total

Rendah % Sedang % Tinggi % N %


1. Baik 4 8 0 0 0 0 4 8

2. Cukup 25 50 1 2 0 0 26 52

3. Kurang 17 34 3 6 0 0 20 40

Jumlah 46 92 4 8 0 0 50 100

Uji spearment rank ρ = 0,139

Setelah dilakukan uji statistik korelasi rank Pembahasan


spearman Rho di dapatkan nilai ρ = 0,139 Perawatan kaki padapasien diabetes
> α = 0,05, sehingga H0 diterima dan H1 mellitus di poli penyakit dalam RSUD
ditolak artinya tidak ada hubungan yang Provinsi NTB Tahun 2017
signifikan antara perawatan kaki dan risiko Berdasarkan penelitian yang telah
ulkus pada pasien diabetes mellitus di dilakukan, sebagian besar tindakan
RSUD Provinsi NTB Tahun 2017. perawatan kaki yang dilakukan oleh pasien
diabetes mellitus berada pada kategori

40
cukup, yaitu sebanyak 26 orang (52%), mempertahankan kelancaran aliran darah
sedangkan kategori kurang sebanyak 20 kaki. Pada komponen pertama, yaitu
orang (40%) dan kategori baik sebanyak 4 mencuci dan mengeringkan kaki harian
orang (8%). Perawatan kaki adalah hasil penelitian menunjukan hampir
aktivitas sehari-hari pasien diabetes seluruh responden melakukan tindakan
mellitus yang terdiri dari deteksi dini mencuci kedua kaki dengan menggunakan
kelainan kaki diabetes, perawatan kaki dan sabun baik pada saat mandi, maupun
kuku serta latihan kaki.Perawatan kaki dengan menggunakan air hangat.Namun,
dapat dilakukan oleh pasien dan keluarga pada tindakan mengeringkan kaki, terdapat
dengan diabetes mellitus untuk melakukan 21 orang responden menyatakan tidak
perawatan kaki secara mandiri (Windasari, mengeringkan kedua kakinya dengan
2014).Tujuan perawatan kaki diabetes menggunakan handuk sampai kesela jari
untuk mengetahui ada kelainan sedini kaki.Sebagian responden mengatakan
mungkin, menjaga kebersihan kaki dan mereka hanya mengeringkan kakinya
mencegah perlukaan kaki yang dapat dengan keset, dan sebagian lainnya
menimbulkan resiko infeksi dan amputasi mengatakan hanya mengeringkan kaki
(Damayanti, 2015). Beberapa komponen sampai mata kaki saja. Hal ini menujukan
perawatan kaki yang dianjurkan bagi sebagian besar responden masih belum
diabetisi menurut Siebel(2009) di kutip melakukan tindakan mengeringkan kaki
oleh Ariyanti (2012), Smeltzer et al., dengan baik. Tindakan mencuci dan
(2010) dan Damayanti (2015) terdiri dari mengeringkan kaki harian bertujuan agar
1) Mencuci dan mengeringkan kaki harian kondisi kaki tetap bersih. Pada pengunaan
dengan menggunakan sabun lembut dan air lotion/pelembab, didapatkan masih banyak
hangat; 2) Memeriksa konsidi kaki setiap responden yang tidak melakukannya yakni
hari dengan melihat adanya kering dan sekitar 41 orang.Hasil wawancara
pecah-pecah, lepuh, luka, kemerahan, menunjukan hanya 9 orang responden yang
teraba hangat dan bengkak saat diraba. menggunakan pelembab/lotion sesuai
Adanya bentuk kuku yang tumbuh ke arah anjuran yaitu hanya pada kaki bagian atas
dalam (ingrown toenails), kapalan dan dan bawah tetapi tidak di sela-sela jari
kalus; 3) Merawat kuku. Memotong kuku kaki.Sebagian besar responden
dianjurkan dilakukan setelah mandi, saat mengatakan tidak memakai pelembab/hand
kondisi kuku masih lembut. Kuku harus body pada daerah kakinya, terutama
dipotong menggunakan alat pemotong responden laki-laki yang mengatakan
kuku, dipotong secera mendatar, dan tidak malas untuk menggunakan pelembab atau
boleh memotong sudut-sudut pada kuku; lotion (hand body).Pemberian
4) Hati-hati saat berolahraga. Diabetisi lotion/pelembab bertujuan untuk mencegah
dianjurkan tidak berjalan telanjang kaki kulit kering dan pecah-pecah. Pemberian
dan memakai sepatu yang nyaman pelembab pada celah kaki tidak dilakukan
saatberolahraga; 5) Melindungi kaki karena akan berisiko meningkatkan
dengan sepatu dan kaos kaki; 6) terjadinya infeksi jamur. Pada komponen
Mempertahankan kelancaran aliran darah ke dua, yaitu memeriksa kondisi kaki
kekaki, meninggikan kaki ketika duduk, setiap hari, hasil penelitian menunjukan
gerakan jari dan sendi kaki atau dengan sebagian besar responden (32 orang)
melakukan senamkaki diabetes. Pada mengatakan sering memperhatikan kondisi
penelitian ini terdapat 20 tindakan kakinya. Beberapa responden mengatakan
perawatan kaki harian yang dibagi menjadi memeriksa kedua kakinya saat sedang
5 komponen, terdiri dari mencuci dan bersantai (duduk sambil memonton tv) dan
mengeringkan kaki harian, memeriksa lainnya pada saat mandi. Adapun hal-hal
kondisi kaki setiap hari, merawat kuku, yang sering diperhatikan/ditemukan
pencegahan/perlindungantrauma kaki dan responden pada bagian kakinya adalah
41
adanya luka, kulit kering/pecah-pecah dan mencegah terjadinya infeksi di kaki.
rasa nyeri pada kaki.Namun, hanya 14 Penelitian oleh Gondal, Bano, Moin,
orang responden yang segera melakukan Afridi, Masood, Ahmed (2007)
pemeriksaan ke petugas kesehatan apabila menemukan bahwa dari 100 pasien DM
terdapat luka atau bengkak yang tidak sebagian besar (52%) tidak mengetahui
sembuh.Hasil wawancara menunjukan cara memotong kuku yang tepat. Hal ini
sebagian besar responden mengatakan menunjukan bahwa cara memotong kuku
apabila terjadi luka mereka mengobatinya yang tepat memang sangat penting dalam
sendiri dengan betadin, atau obat mencegah terjadinya trauma, namun
tradisional.Hal tersebut menunjukan bahwa pengetahuan dan kebiasaan diabetetisi
sebagian besar responden memiliki dalam hal ini masih sangat kurang
kesadaran untuk memperhatikan kondisi (Ariyanti, 2012). Pada komponen ke
kakinya, namun kesadaran responden empat yaitu pencegahan /perlindungan dan
untuk segera memeriksakan kondisi trauma kaki, hasil penelitian menunjukan
kakinya segera ke petugas kesehatan masih seluruh responden menggunakan
sangat kurang.Menurut Smeltzer & Bare sepatu/sandal saat berpergian, meskipun
(2008), penderita diabetes dianjurkan sebagian besar responden mengatakan
untuk segera memeriksakan/memberi tahu lebih banyak menggunakan sandal saat
pelayanan kesehatan jika terjadi luka, lecet berpergian dan hanya dalam waktu tertentu
atau bengkak yang tidak kunjung sembuh saja menggunakan sepatu saat berpergian
selama 1 hari untuk mendapatkan seperti saat bekerja/kekantor atau saat
pengobatan yang tepat. Penderita diabetes menghadiri acara resmi. Hasil wawancara
juga tidak disarankan untuk melakukan dengan beberapa responden mengatakan
perawatan sendiri pada masalah kaki. Pada selain saat berpergian, saat didalam rumah
komponen ke tiga yaitu merawat kuku, pun beberapa responden menggunakan
didapatkan sebagian besar responden sandal di dalam rumah.Hal tersebut
melakukan pemotongan kuku setiap 1 kali dilakukan untuk melindungi kaki dari
seminggu, atau saat di perlukan dan trauma atau dari benda tajam kecil yang
sebagiannya lagi mengatakan memotong tidak disadari.Tetapi masih banyak
kuku ketika panjang. Hal ini sesuai dengan responden yang tidak mengenakan sandal
cara memotong kuku yang dianjurkan di dalam rumah.Dari hasil observasi
menurut Smeltzer et.,al (2010) dan peneliti terhadap alas kaki yang digunakan
Damayanti (2015), yaitu memotong kuku oleh responden sebagian besar responden
kaki setiap minggu atau ketika diperlukan. masih banyak yang menggunakan sandal
Tetapi, sebagian besar responden masih jepit saat berpergian, sebagian responden
melakukan pemotongan kuku sebelum menggunakan sepatu yang menutupi area
mandi.Selain itu, hampir seluruh jari kaki, namun area tumit masih terlihat
responden memotong kuku kaki mereka dan terdapat beberapa responden wanita
tidak secara mendatar atau mengikuti menggunakan hak tinggi saat
bentuk setengah lingkaran, sedangkan berpergian.Alasan beberapa responden
sebagian besar responden tidak yang mengenakan sandal jepit saat
menghaluskan/mengkikir kuku kakinya berpergian, karena merasa lebih nyaman
setelah di potong. Menurut Siebel(2009) di dengan menggunakan sandal jepit.Terkait
kutip oleh Ariyanti (2012) cara merawat dengan penggunaan sepatu saat
kuku yang diajurkan pada penderita berolahraga, sebagian besar responden
diabetes mellitus adalahmemotong kuku mengatakan menggunakan sepatu kets
kaki ketika masih basah/ dalam keadaan yang nyaman dan cocok saat berolahraga,
lembut, memotong kuku kaki secara serta tidak lupa memeriksa dan
mendatar, dan tidak memotong sudut-sudut membersihkan bagian dalam sepatu saat
pada kuku. Hal ini diharapkan mampu digunakan. Kaos kaki yang digunakan oleh
42
sebagian besar responden telah sesuai riwayat merokok merupakan salah satu
dengan yang disarankan yaitu terbuat dari faktor risiko penyebab terjadinya ulkus
bahan katun/woll. Dari hasil pengamatan kaki diabetes. Hal tersebut menunjukan
peneliti, beberapa responden wanita bahwa sebagian besar responden telah
mengenakan kaos kaki saat berpergian. Hal melakukan tindakan yang tepat untuk
tersebut sangat baik untuk menjaga area menjaga kelancaran aliran darah
kaki dari trauma. Menurut Siebel (2009) khususnya pada area kaki.
yang dikutip oleh Aryanti, pemakaian alas Selain itu, praktik perawatan kaki oleh
kaki yang dianjurkan adalahyang tidak pasien diabetes mellitus dapat di pengaruhi
menampakkan jari dan tumit, dan sepatu oleh beberapa faktor lain yang meliputi
yang dianjurkan adalah sepatu tanpa “hak” usia tua, lama menderita DM, dan
tinggi, Hasil penelitian Aryanti (2012) penyuluhan tentang perawatan kaki. Usia
menunjukan tidak ada hubungan antara mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
perlindungan dan pertolongan pertama pola pikir seseorang. Semakin
pada trauma kaki dengan risiko ulkus kaki bertambahnya usia akan semakin
diabetes (p=0,065). Walaupun tidak bertambah pula daya tangkap dan pola
berhubungan secara signifikan, namun pikirnya, sehingga pengetahuan dan
diabetisi yang melakukan perlindungan praktek yang diperolehnya semakin
dan pertolongan pertama pada trauma kaki membaik (Diani, 2013). Penelitian Desalu
dengan baik berpeluang mencegah risiko et al (2010) mengatakan usia diatas 50
ulkus diabetes sebanyak 7,7 kali tahun, pengetahuan dan perawatan kaki
dibandingkan dengan yang buruk. masih kurang meskipun hubungan ini tidak
Diabetisi dengan pemilihan alas kaki yang signifikan. Penelitian Diani (2013)
baik berpeluang untuk mencegah risiko menunjukan terdapat hubungan yang
ulkus kaki diababetes sebanyak 0,2 kali bermakna antara usia dengan praktik
dibandingkan dengan pemilihan dan perawatan kaki pada klien diabetes
pemakaian alas kaki yang buruk (Aryanti, mellitus tipe 2. Hasil penelitian
2012).Artinya sebagian besar responden menunjukan sebagain besar responden
telah melakukan tindakan yang melakukan tindakan perawatan kaki
pencegah/perlindungan trauma dengan kategori cukup dan kategori kurang
baik, namun masih terdapat beberapa memiliki kisaran umur 50 tahun ke
tindakan yang tidak sesuai dengan yang atas.Hasil ini sesuai dengan penelitian
dianjurkan. Pada komponen ke 5, yaitu Desalu et al (2010). Lama menderita
mempertahankan kelancaran aliran darah diabetes merupakan salah satu faktor
kaki dengan cara meninggikan kaki ketika lainnya yang dapat mempengaruhi
duduk, menggerakkan jari-jari kaki atau seseorang dalam melakukan perawatan
sendi kaki menunjukan sebagian besar kaki.Klien yang mengalami diabetes
responden melakukan hal tersebut dan mellitus lebih lama, memiliki perawatan
sebagiannya lagi mengatakan melakukan kesehatan lebih tinggi di bandingkan
pemijatan pada daerah kaki saat terasa dengan klien yang memiliki lama diabetes
pegal, dan 31 orang responden mengatakan mellitus lebih pendek (Bai, Chiou & Chang
tidak menyilangkan kaki dalam waktu (2009) dalam Diani (2013).Klien yang
lama. Beberapa responden lainnya mengalami diabetes lebih lama dapat
mengatakan melakukan olahraga kecil mempelajari perilaku berdasarkan
sepeti jalan santai saat waktu pengalaman yang diperolehnya selama
luang.Sebagian besar responden pada menjani penyakit tersebut sehingga klien
penelitian ini tidak memiliki riwayat dapat memahami tentang hal-hal terbaik
merokok dan hanya 5 orang responden yang harus dilakukan tentang perawatan
yang masih merokok/memiliki riwayat kaki dalam kehidupannya sehari-hari dan
merokok.Menurut Norwood (2011) melakukan kegiatan tersebut secara
43
konsisten dan penuh rasa bertanggung penanganan awal di harapkan mampu
jawab (Diani, 2013). Berdasarkan hasil mencegah infeksi kaki. Perawatan kaki
penelitian karakteristik responden yang efektif mampu memutus risiko ulkus
berdasarkan lama menderita DM menjadi amputasi. Lebih lanjut Black dan
menunjukan bahwa sebanyak 28 responden Hawks menjelaskan bahwa perawat
menderita DM ≤ 5 tahun, yaitu berkisar bertanggung jawab dalam pengelolaan
antara 1 bulan, 2 bulan, 7 bulan, 1 tahun, 3 diabetisi, meliputi pengkajian diabetes,
tahun dan 4 tahun.Artinya sebagian besar pendidikan dan perawatan langsung.
responden belum memiliki cukup Penelitian Ekore et al (2010) menunjukan
pengalaman tentang perawatan kaki yang bahwa kesadaran untuk melakukan
harus dilakukan pada pasien diabetes perawatan kaki pada klien diabetes
mellitus. Hal ini sesuai dengan teori dari mellitus sangat kurang dan kurangnya
Bai, Chiou & Chang (2009) dalam Diani pendidikan atau penyuluhan dari penyedia
(2013) yang menyatakan bahwa klien yang layanan kesehatan.Di samping itu dalam
mengalami diabetes mellitus lebih lama, penelitian ini sebagian responden yang
memiliki perawatan kesehatan lebih tinggi memiliki perawatan kaki baik dikarenakan
dibandingkan dengan klien yang memiliki responden tersebut memiliki sanak saudara
lama diabetes mellitus lebih pendek. yang bekerja sebagai tenaga kesehatan
Faktor lain yang mempengaruhi tindakan (perawat), sehingga mereka mendapatkan
perawatan kaki menurut Diani (2013) informasi tentang perawatan diabetes yang
adalah penyuluhan tentang perawatan kaki. tepat. Menurut Diani (2013), tidak adanya
Penyuluhan diperlukan bagi klien diabetes penyuluhan tentang perawatan kaki
mellitus tipe 2 karena penyakit diabetes membuat klien tidak mengetahui bahwa
mellitus tipe 2 berhubungan dengan perawatan kaki sangat penting untuk
perilaku seseorang untuk berubah. mencegah terjadinya komplikasi.
Penyuluhan tentang perawatan kaki DM Risiko Ulkus pada pasien diabetes mellitus
bertujuan untuk meningkatkan di poli penyakit dalam RSUD Provinsi
pengetahuan dan pemahaman klien tentang NTB Tahun 2017.
pentingnya perawatan kaki pada pasien Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
DM (Diani, 2013). Penyuluhan yang bahwa risiko ulkus kaki pada pasien
diberikan kepada klien adalah program diabetes mellitus di poli penyakit dalam
edukasi diabetes mellitus tentang RSUD Provinsi NTB tahun 2017 di
perawatan kaki yang merupakan ketahui paling banyak responden risiko
pendidikan dan pelatihan tentang ulkus rendah berjumlah 46 orang (92%)
pengetahuan dan praktik bagi klien dan risiko ulkus sedang berjumlah 4 orang
diabetes.Pasien DM tipe 2 yang memiliki (8%). Penelitian risiko ulkus menggunakan
pengetahuan baik memiliki peluang praktik lembar observasiinlow’s 60 second
perawatan kaki yang baik di bandingkan diabetic foot screening tool dimana terdiri
dengan klien DM tipe 2 yang memiliki dari 12 indikator penilaian.Hasil penelitian
pengetahuan kurang (Wibowo et al., 2015). indikator 1 dengan melihat kondisi kulit
Dari hasil wawancara dengan 50 menunjukan sebagian besar responden
responden, sebagian besar responden memiliki kondisi kulit kering dengan
mengatakan belum pernah mendapatkan fungus atau kalus yang ringan, dan hanya 1
penyuluhan/edukasi tentang bagaimana orang responden saja yang memiliki
cara melakukan perawatan kaki yang tepat riwayat ulkus sebelumnya.Riwayat ulkus
pada penderita diabetes, baik yang dan amputasi di masa lalu merupakan
bersumber dari media cetak/elektronik atau faktor yang sangat signifikan dalam
dari pelayanan kesehatan. Black dan pembentukan ulkus selanjutnya. Hal ini
Hawks (2009) menjelaskan, edukasi yang sebagai representasi adanya proses
tepat mengenai perawatan kaki dan penyakit pada ekstremitas bawah (May,
44
2008).Gangguan otonom menyebabkan seperti sandal jepit yang menampakkan
bagian kaki mengalami penurunan eksresi jari-jari dan tumit, serta beberapa
keringat sehingga kaki menjadi kering dan responden wanita menggunakan sepatu
mudah retak.Saat terjadi mikro trauma yang memiliki hak.Pemilihan dan
keadaan kaki yang mudah retak penggunaan alas kaki yang tidak tepat
meningkatkan risiko ulkus diabetikum dapat menyebabkan trauma pada daerah
(Roza, 2015). Artinya sebagian besar kaki dan terjadinya deformitas kaki.Rogers
responden memiliki peluang terjadinya (2008) menambahkan bahwa selain
ulkus yang diakibatkan karena kondisi neuropati dan deformitas, trauma kecil
kulit yang kering serta adanya infeksi pada yang berulang juga menjadi penyebab
kaki. Hasil penelitian indikator 2, yaitu ulkus.Trauma tersebut bisa di dapat dari
dengan melihat kondisi kuku sebagain pemilihan dan penggunaan alas kaki yang
besar responden memiliki kuku yang tidak tidak tepat.Hal tersebut sesuai dengan hasil
terawat dan hanya 6 orang responden saja penelitian Aryanti (2012) dimana terdapat
yang memiliki kondisi kuku tebal rusak , hubungan yang signifikan antara pemilihan
berwarna kehitaman dan beberapa terjadi dan penggunaan alas kaki dengan risiko
infeksi (jamur). Kondisi kuku dan cara ulkus diabetik. Hasil penelitian indikator 5,
memotong kuku harus mendapat perhatian yaitu dengan mengobservasi suhu kaki
dari diabetisi. Hal ini diharapkan mampu dingin, menunjukan sebagian besar
mencegah terjadinya infeksi di kaki. responden memiliki suhu kaki yang hangat
Sejalan dengan pendapat yang saat di raba. Namun, terdapat 7 orang
dikemukakan oleh Aryanti (2012) bahwa responden yang memiliki suhu kaki yang
cara memotong kuku yang tepat memang dingin saat diraba.Suhu kaki yang teraba
sangat penting dalam mencegah terjadinya lebih dingin dari suhu kaki satunya atau
trauma. Hasil penelitian indikator 3, yaitu suhu lingkungan mengindikasikan adanya
dengan melihat adanya deformitas pada penyakit arteri perifer.Hasil Penelitian
kaki menunjukan sabagian besar responden Roza (2015) dkk menunjukan bahwa
tidak terdapat deformitas pada kedua terdapat hubungan antara PAD dengan
kakinya, namun masih cukup banyak kejadian ulkus diabetikum.Iskemia yang
responden yang mengalami deformitas terjadi menyebabkan kaki merah dan
ringan pada bagian kakinya yaitu sekitar kering sering bersamaan dengan neuropati,
16 orang mengalami bunion(penonjolan di sehingga menyebabkan peningkatan risiko
daerah ibu jari kaki). Deformitas kaki di terjadinya ulkus diabetikum. Walaupun
sebabkan meningkatkanya tekanan pada sebagian besar responden memiliki suhu
kaki, jika ini di kombinasikan dengan kaki yang hangat/sesuai suhu ruangan saat
adanya neuropati, akan meningkatkan diraba, namun masih terdapat beberapa
risiko komplikasi pada kaki berupa ulkus responden yang memiliki suhu kaki dingin
diabetik (May, 2008).Hal tersebut saat di raba. Hasil penelitian indikator 6,
menunjukan bahwa sebagian responden yaitu dengan mengobservasi suhu kaki
memiliki risiko untuk terjadinya ulkus panas, menunjukan bahwa sebagian besar
yang disebabkan karena adanya deformitas responden memiliki suhu kaki yang teraba
pada kaki, sehingga perlu di waspadai dan hangat atau sesuai dengan suhu ruangan.
dilakukan perawatan.Boulton (2004) Namun, terdapat 6 responde yang suhu
menegaskan bahwa 3 faktor utama kakinya teraba panas/lebih dari suhu
penyebab ulkus kaki diabetes adalah ruangan. Suhu kaki yang teraba hangat
neuropati, deformitas dan trauma. Hasil mengindikasikan adanya infeksi pada kaki.
penelitian indikator 4, yaitu dengan Sehingga perlu untuk di waspadai dan
melihat kelayakan alas kaki menunjukan segera dilakukan pemeriksaan. Hasil
bahwa sebagian besar responden penelitian indikator 7, yaitu dengan
menggunakan alas kaki yang tidak layak, menilai rentang gerak kaki, menunjukan
45
bahwa sebagian besar responden perifer yang menyebabkan iskemia
memiliki rentang gerak kaki yang baik, sehingga dapat memperlambat
yaitu dapat menggerakan jempok kaki penyembuhan jika terjadi luka yang lama-
keaarah telapak kaki dan keluar telapak kelamaan akan mengalami ulkus kaki
kaki. Namun, masih terdapat 7 orang diabetes. Artinya sebagian besar responden
responden memiliki rentang gerak hallux tidak memiliki indikasi adanya penyakit
limitus/rentang gerak kaki terbatas. Hasil arteri perifer. Hasil penelitian indikator 11,
penelitian indikator ke 8, yaitu dengan yaitu dengan melihat adanya kemerahan
melakukan tes sensasi monofilament sesaat pada daerah kaki menunjukan
menunjukan bahwa sebagian besar sebagian besar responden tidak terdapat
responden masih dapat merasakan sensasi kemerahan sesaat pada daerah kaki dan 3
pada 10 titik di masing-masing kedua kaki, orang responden terdapat kemerahan sesaat
5 orang merasakan sensasi pada 7-9 titik di pada daerah kaki. Sedangkan hasil
kedua kaki, dan 1 orang merasakan sensasi penelitian indikator 12, yaitu dengan
pada 6 titik saja di kakinya.Sedangkan melihat ada tidaknya erithema menunjukan
hasil penelitian indikator ke 9, yaitu bahwa sebagian besar responden tidak
dengan melakukan tes sensasi dengan 4 terdapat erithema pada daerah kaki dan 2
pertanyaan, menunjukan sebagian besar orang responden terdapat erithema pada
responden memiliki sebagian besar daerah kaki. Artinya sebagaian besar
responden menjawab ya pada lebih dari responden tidak mengalami penyakit arteri
satu pertanyaan yang diajukan. Sebagian perifer.
besar responden menyatakan bahwa Hubungan Perawatan Kaki dengan Risiko
mereka merasakan kesemutan, panas dan Ulkus pada Pasien Diaabetes Mellitu di
tebal pada daerah kakinya, dan beberapa RSUD Provinsi NTB Tahun 2017
responden merasakan mati rasa/ neuropati Berdasarkan uji statistik Spearman Rank di
pada daerah kakinya. Neuropati dapatkan hasil signifikanilai ρ = 0,139 > α
menyebabkan gangguan saraf motorik, = 0,05, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak
sensorik dan otonom. Gangguan motorik artinya tidak ada hubungan yang signifikan
menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, antara perawatan kaki dan risiko ulkus
perubahan biomekanika kaki dan distribusi pada pasien diabetes mellitus di RSUD
tekanan kaki. Gangguan sensorik disadari Provinsi NTB Tahun 2017. Hasil
saat pasien mengeluhkan kaki kehilangan penelitian ini sejalan dengan penelitian
sensasi atau merasa kebas. Rasa kebas yang dilakukan oleh Roza (2015)
menyebabkan trauma yang terjadi pada mengenai Faktor Risiko Terjadinya Ulkus
pasien DM sering kali tidak diketahui Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus
sehingga meningkatkan risiko terjadinya Yang Dirawat Jalan Dan Inap Di RSUD
ulkus diabetikum (Roza, 2015).Artinya Dr. M. Djamil Dan RSI Ibnu Sina Padang,
sebagian besar responden masih memiliki dimana hasil analisis bivarat menunjukan
saraf kaki yang baik, sehingga mampu hubungan yang tidak bermakna antara
untuk merasakan adanya sentuhan, goresan perawatan kaki dengan kejadian ulkus
atau rasa sakit saat terkena benda tajam diabetikum (p= 0,241).Namun, nilai OR> 1
dan dapat segera menyadarinya. Hasil menunjukan perawatan kaki merupakan
penelitian indikator 10, yaitu dengan faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum.
mengobservasi denyut nadi kaki, Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh
menunjukan sebagian besar responden Aryanti (2012) menunjukkan ada
teraba denyut nadi bagian kakinya saat di hubungan perawatan kaki dengan risiko
raba, dan 3 orang responden tidak teraba ulkus kaki diabetes di RS PKU
denyut nandinya saat di raba. Tidak adanya Muhammadiyah Yogjakarta. Tidak adanya
denyut arteri kaki saat di palpasi hubungan antara perawatan kaki dengan
mengindikasikan adanya penyakit vaskular risiko ulkus pada penelitian ini disebabkan
46
karena beberapa hal, diantaranya pada yang bersumber dari media
pembahasan mengenai perawatan kaki cetak/elektronik atau dari pelayanan
yang terdiri dari 5 komponen, terdapat kesehatan. Penyuluhan tentang perawatan
beberapa komponen yang masih belum kaki DM bertujuan untuk meningkatkan
dilakukan dengan baik oleh responden, pengetahuan dan pemahaman klien tentang
diantaranya terdapat 21 orang responden pentingnya perawatan kaki pada pasien
yang menyatakan tidak mengeringkan DM (Diani, 2013). Menurut Diani (2013),
kedua kakinya dengan menggunakan tidak adanya penyuluhan tentang
handuk sampai kesela jari kaki. Sebagian perawatan kaki membuat klien tidak
responden mengatakan mereka hanya mengetahui bahwa perawatan kaki sangat
mengeringkan kakinya dengan keset, dan penting untuk mencegah terjadinya
sebagian lainnya mengatakan hanya komplikasi. Di samping itu dalam
mengeringkan kaki sampai mata kaki saja. penelitian ini sebagian responden yang
Tindakan mencuci dan mengeringkan kaki memiliki perawatan kaki baik di karenakan
harian bertujuan agar kondisi kaki tetap responden tersebut memiliki sanak saudara
bersih, apabila tidak dilakukan sesuai yang bekerja sebagai tenaga kesehatan
anjuran/prosedur yang tepat akan (perawat), sehingga mereka mendapatkan
menyebabkan kondisi kaki menjadi lembab informasi tentang perawatan diabetes yang
terutama pada daerah sela-sela jari kaki. tepat. Menurut Oguejiofor, Oli, dan
Kondisi kaki yang terlalu lembab tersebut, Odenigbo (2009) dalam Tarwoto, dkk
justru akan menjadi sarang jamur berupa (2012), Hastuti (2008) dan Roza (2015)
kutu air yang akan berlanjut menjadi ulkus faktor risiko ulkus lainnya dapat
kaki (Dewi, 2007). Pada komponen ke tiga disebabkan oleh neuropati perifer
yaitu merawat kuku, hampir seluruh (sensorik, motorik, otonomik), penyakit
responden memotong kuku kaki mereka pembuluh darah perifer (makro dan mikro
tidak secara mendatar atau mengikuti angiopati), faktor lain yang berkontribusi
bentuk setengah lingkaran, sedangkan terhadap kejadian ulkus kaki adalah
sebagian besar responden tidak deformitas kaki (yang dihubungkan dengan
menghaluskan/mengkikir kuku kakinya peningkatan tekanan pada plantar), usia
setelah di potong.Cara merawat kuku tua, lama menderita DM, dan kontrol gula
menurut Siebel(2009) di kutip oleh darah yang buruk. Berdasarkan hasil
Ariyanti (2012) yang diajurkan pada obversasi 12 indikator risiko ulkus, hanya
penderita diabetes mellitus adalah terdapat beberapa indikator saja yang
memotong kuku kaki ketika masih basah/ dialami oleh sebagian responden. Hasil
dalam keadaan lembut, memotong kuku penelitian indikator 8 risiko ulkus, yaitu
kaki secara mendatar, dan tidak memotong dengan melakukan pemeriksaan sensorik
sudut-sudut pada kuku. Namun masih menggunakan monofilament menunjukan
banyak responden yang belum mengetahui bahwa sebagian besar responden masih
tentang cara memotong kuku yang benar. dapat merasakan sensasi pada 10 titik di
Disamping itu, kurangnya informasi dan masing-masinh kedua kaki, 5 orang
penyuluhan pada pasien diabetes mellitus merasakan sensasi pada 7-9 titik di kedua
di poli penyaki dalam RSUD provinsi NTB kaki, dan 1 orang merasakan sensasi pada
tentang perawatan kaki juga merupaka 6 titik saja di kakinya. Tujuan
salah faktor yang berperan penting dalam dilakukannya pemeriksaan sensorik pada
melakukan tindakan perawatan kaki. Dari kaki adalah untuk mengetahui berkurang
hasil wawancara dengan 50 responden, atau tidaknya sensasi kaki sebagai tanda
sebagian besar responden belum pernah yang berpegaruh timbulnya gejala
mendapatkan penyuluhan/edukasi tentang neuropati (Sihombing, 2012). Menurut
bagaimana cara melakukan perawatan kaki Smeltzer and Bare (2002), hilangnya
yang tepat pada penderita diabetes, baik sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan
47
salah satu faktor utama risiko terjadinya resistensi insulin sehingga kemampuan
ulkus. Hasil penelitian menunjukan bahwa fungsi tubuh terhadap pengendalian
sebagian besar responden memiliki sensasi glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
saraf kaki yang masih baik sehingga Pada usia tua beberapa komplikasi DM
apabila terkena benda tajam atau tertusuk sering terjadi seperti makroangiopati yang
maka dapat langsung mengetahuinya dan menyebabkan penurunan sirkulasi darah,
segera melakukan pengobatan. Faktor lain salah satunya adalah pembuluh darah besar
yang berkontribusi terhadap kejadian ulkus atau sedang di ekstremitas yang
kaki adalah deformitas kaki (yang memudahkan terjadinya ulkus. Menurut
dihubungkan dengan peningkatan tekanan Notoatmodjo (2007), dikutip oleh Yoyoh
pada plantar) (Tarwoto, 2012). Hasil dkk (2016) faktor pendidikan merupakan
penelitian indikator 3, yaitu dengan salah satu yang mempengaruhi tingkat
melihat adanya deformitas pada kaki risiko ulkus kaki diabetes. Hasil penelitian
menunjukan sabagian besar responden menunjukan tingkat pendidikan responden
tidak terdapat deformitas di kedua kakinya, memiliki distribusi merata yaitu
namun masih cukup banyak juga pendidikan dasar, pendidikan menengah
responden yang mengalami deformitas dan pendidikan tinggi masing-masing
ringan pada bagian kakinya yaitu sekitar memiliki 30% dan terdapat 5 orang
16 orang. Kategori deformitas ringan responden yang tidak sekolah. Hal tersebut
tersebut dikarenakan responden mengalami karena pendidikan merupakan pengalaman
bunion di daerah ibu jari kaki. Deformitas yang berfungsi mengembangkan
kaki disebabkan dari meningkatknya kemampuan dan kualitas pribadi
tekanan kaki, dan jika dikombinasikan seseorang, dimana semakin tinggi tingkat
dengan adanya neuropati, akan pendidikan akan semakin besar
meningkatkan risiko komplikasi pada kaki. kemampuannya untuk memanfaatkan
Boulton (2004), menegaskan bahwa tiga pengetahuannya tentang faktor-faktor
faktor utama penyebab ulkus kaki diabetic risiko ulkus (Yoyoh dkk, 2016). Lama
adalah neuropati, deformitas dan trauma. diabetes merupakan salah satu faktor risiko
Hasil penelitian indikator 10, 11 dan 12 terjadinya ulkus diabetik.Menurut Roza
dimana berkaitan dengan tanda-tanda (2015) lama durasi DM menyebabkan
terjadinya penyakit arteri perifer keadaan hiperglikemi yang
menunjukan bahwa sebagian besar pasien berkepanjangan.Semakin lama seseorang
diabetes mellitus tidak mengalami penyakit mengalami DM maka risiko terjadi
arteri perifer. PAD merupakan salah satu hiperglikemia juga semakin meningkat.
faktor utama yang menyebabkan risiko Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
ulkus diabetikum (Roza, 2015). Usia tua komplikasi makroangiopati dan
merupakan salah satu faktor risiko ulkus mikroangiopati yang mengakibatkan
diabetic. Menurut Riyanto (2007) bahwa neuropati dan vaskulopati yang akan
penderita ulkus diabetic 6% terjadi pada menurunkan sirkulasi darah (Hastuti,
usia<55 tahun dan 74% pada usia ≥60 2008). Hasil penelitian menunjukan bahwa
tahun. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 28 responden menderita DM ≤ 5
terhadap 50 orang responden menunjukan tahun, yaitu berkisar antara 1 bulan, 2
bahwa kelompok usia terbanyak yaitu usia bulan, 7 bulan, 1 tahun, 3 tahun dan 4
45-56 tahun (lansia awal) dengan tahun. Artinya berdasarkan lama menderita
persentase 36%. Menurut Hastuti (2008), DM sebagian besar responden dalam
usia lebih dari 60 tahun berhubungan penelitian ini memiliki peluang risiko
dengan terjadinya ulkus diabetic karena ulkus yang rendah. Opini tersebut
pada umumnya usia tua fungsi secara didukung oleh pendapat Hastuti (2008)
fisiologis menurun akibat proses aging dimana ulkus diabetik terutama terjadi
yang menyebabkan penurunan sekresi atau pada pasien DM yang telah mengalami
48
DM selama 5 tahun atau lebih. Penelitian orang (92%). H0 diterima dan H1 ditolak,
yang dilakukan oleh Boyko juga tidak ada hubungan yang signifikan antara
menunjukan bahwa pasien ulkus rata-rata perawatan kaki dengan risiko ulkus pada
mengalami DM selama 11,4 tahun. Hal pasien diabetes mellitus di poli penyakit
tersebut di karenakan semakin lama dalam RSUD Provinsi NTB tahun 2017 (ρ
menderita DM maka kemungkinan = 0,139).
terjadinya hiperglikemia kronik semakin
besar. Faktor lainnya yang juga Saran
merupakan faktor risiko ulkus adalah kadar Disarankan bagi institusi pendidikan agar
glukosa darah yang tidak terkontrol. menyediakan referensi/literatur tambahan
Menurut Hastuti (2008) kadar glukosa mengenai asuhan keperawatan pada pasien
darah yang tidak terkontrol akan diabetes mellitus khususnya yang
menimbulkan komplikasi kronik dalam membahas tentang perawatan kaki dan
jangka panjang baik makrovaskuler risiko ulkus. Disarankan agar institusi
maupun mikrovaskuler, salah satunya yaitu rumah sakit khususnya RSUD Provinsi
ulkus kaki diabetik. Hasil wawancara NTB dapat meningkatkan pelayanan
dengan 50 responden mengatakan selain kesehatan dengan memberikan motivasi
datang untuk berobat (mengambil obat), kepada pasien DM untuk rutin melakukan
rata-rata setiap 3 bulan sekali/sesuai jadwal pengontrolan/pemeriksaan kesehatan serta
sebagian besar responden rutin melakukan mengadakan penyuluhan kesehatan tentang
pemeriksaan gula darah.Selain itu, perawatan kaki yang tepat bagi penderita
sebagian besar responden mengatakan diabetes mellitus yang telah menderita DM
mengkonsumsinya obat diabetesnya sesuai >5 tahun. Disarankan agar profesi
teratur. Peneliti berasumsi bahwa konsumsi keperawatan dapat mengadakan
yang rutin serta pemeriksaan kadar gula pelatihan/seminar tentang penatalaksanaan
darah yang terjadwaldapat menurunkan keperawatan DM khususnya yang
risiko ulkus. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan perawatan kaki pada
apabila terjadi kenaikan kadar gula darah pasien diabetes mellitus.
maka responden dapat langsung
mengetahuinya dan segera mendapatkan Daftar Pustaka
pengobatan untuk menstabilkan gula darah,
sehingga tidak terjadi hiperglikemi yang Aryanti. 2012. Hubungan Perawatan Kaki
berkepanjangan. Asumsi tersebut di Dengan Risiko Ulkus Diabetes Di RS
dukung oleh hasil penelitian di Amerika PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Serikat yang dikutip oleh Misnadiarly Jakarta: Tesis Program Magister Ilmu
didapatkan bahwa pengobatan intensif Keperawatan Universitas Indonesia.
akan dapat mencegah dan menghambat Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset
timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus Kesehatan Dasar 2013; RISKESDAS.
diabetik (Hastuti, 2008). Jakarta: Balibang Kemenkes RI.
Black, H.M & Hawks, J.H. (2009).
Kesimpulan Medical-Surgical Nursing: Clinical
Management For Positive Outcome
Perawatan kaki yang dilakukan pasien (8th ed.) St. Louis, Missouri: Saunders
diabetes mellitus di poli penyakit dalam Elsevier.
RSUD Provinsi NTB tahun 2017 sebagian Canadian Association of Wound Care.
besar berada pada kategori cukup sebanyak 2004. 60 Second Diabetic Foot Screen
26 orang (52%). Risiko ulkus pada pasien Screening Tool.
diabetes mellitus di poli penyakit dalam Damayanti, Santi. 2015. Diabetes Mellitus
RSUD Provinsi NTB tahun 2017 sebagian & Penatalaksaan Keperawatan.
besar adalah risiko ringan sebanyak 46 Yogyakarta: Nuha Medika.
49
Depkes RI. 2011. Perawatan Penyakit Epidemiologi: Universitas
Dalam Dan Bedah. Jakarta: Depkes Diponegoro.
Desalu, O.O., Salawu, F.K, Jimoh, A.K., International Diabetes Federation. 2009.
Adekoya, A.O., Busari, A.O., & International Consesus on the
Olokaba, A.B. (2011). Diabetec Foot Management and the Prevention of the
Care : Self Reported Knowledge dan Diabetic Foot, (Online),
Practice among Patients Attending (http://www.diabetic-foot-
Three Tertiari Hospital in Nigeria. consensus.com. Diakses 22 Desember
Ghana Medical Jurnal, 45 (2), 60-66. 2016 pukul 20.00 WITA.
Dewi, A. 2007. Hubungan Aspek–Aspek Kemekes RI. 2011. World Diabetes Day
Perawatan Kaki Diabetes Dengan 14 November
Kejadian Ulkus Kaki Diabetes Pada 2011.http//ppp/.depkes.go.id/index.ph
Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal p
Mutiara Medika. Vol. 7 No. 1:13-12. Lukita, Intan Y. 2016. Pengaruh Latihan
Dharma, Kelana K. 2011. Metodologi Range Of Motion Kaki (ROM) Aktif
Penelitian Keperawatan. Jakarta: Kaki Terhadap Risiko Terjadinya
Trans Info Media. Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien
Diani, Noor. 2013. Pengetahuan dan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Desa
Praktik Perawatan Kaki Pada Pasien Kaliwining Kecamatan Rambipuji
Diabetes Mellits Tipe 2 Di Kalimantan Kabupaten Jember. Skripsi Program
Selatan. Jakarta: Tesis Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Magister Ilmu Keperawatan Jember.
Universitas Indonesia. May, K. 2008. Preventing Foot Ulcer.
Ekore, R.I, Ajayi, I.O., Arije, A., & Ekore, Aust Prescr, 31:94-6
J.O. 2010. Attitude; Diabetic Foot Nico, A. 2008. Perawatan Kaki
Care Knowledge; Type 2 Diabetes Diabetes,(Online),(http://www.Perawa
Mellitus. African Journal of Primary tan-kaki=DM-tanyajawab smallCrab
Health Care & Family Medicine, 2(1), online.mht. Diakses 22 Desember
1-3. 2016 pukul 19.45 WITA.
Ernawati. 2013. Penatalaksaan Nursalam, 2016. Metodelogi Penelitian
Keperawatan Diabetes Mellitus Ilmu Keperawatan Pendekatan
Terpadu. Jakarta: Mitra Wacana Praktis. Edisi 4. Jakarta: Salemba
Media. Medika.
Frykberb Robert G. 2002. Diabetic Foot Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan.
Ulcer : Pathogenesis and Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Management of Diabetic Foot Ulcers, Roza, R. dkk. Faktor Risiko Terjadinya
Des Moines University, Iowa. Ulkus Diabetikum pada Pasien
Harmaya. 2014. Pengaruh Masase Kaki Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan
Terhadap sensasi Proteksi Pada Kaki dan Rawat Inap di RSUP Dr. M.
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang.
Dengan Diabetic Peripheral Diakses tanggal 30 Desember 2016
Neuropathy. Diakses tanggal 1 Januari pukul 21.15 WITA melalui
2017 dari www.unud.ac.id. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/j
Hartanto, H, dkk. 2006. Kamus Kedokteran ka/article/view/229
Dorland. Jakarta: EGC. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset
Hastuti, Tri R. 2008. Faktor-faktor Resiko Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Terjadinya Ulkus Kaki Pada Ilmu.
Penderita Diabetes Mellitus. Tesis. Sihombing, D., Nursiswati., Prawesti, A.
Semarang: Program Pasca Sarjana 2012. Gambaran Perawatan Kaki Dan
Sensasi Sensori Kaki Pada Pasien
50
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Poliklinik Universitas Muhammadiyah
DM RSUD. Bandung: Fakultas Ilmu Yogyakarta.
Keperawatan Universitas Padjadjaran. Yoyoh, I., Mutaqqijn, I., Nurjanah. 2016.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, JL., & Hubungan Perawatan Kaki Dengan
Cheever, K.H (2010). Brunner & Risiko Ulkus Kaki Diabetes Di Ruang
Suddarth’s: Textbook of Medical- Rawat Inap RSU Kabupaten
Surgical Nursing (12th ed.). Tanggerang. JKTF. Edisi No. 2.
Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Soegodo, Sidartawan, dkk. 2005.
Penatalaksanaa Diabetes Mellitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sudoyo. A. W. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 3. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabet.
Sugiyono. 2015. Statistik Non Parametris
Untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.
Sularsito SA. 2007. Ulkus Kruris. Dalam:
Djuanda Adi, ed. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi VII. Jakarta: FKUI
press.
Syarifudin, B. 2010. Panduan TA
Keperawatan dan Kebidanan Dengan
SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera
Media.
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Trans Info Media.
Tyo, A. 16 April 2009. Senam Kaki
Diabetes. (Online),
(http://akhtyo.blogspot.com/2008/04/s
enam-kaki-diabetes.html, diakses 22
Desember 2016 pukul 20.14 WITA.
Wawan, A. dan Dewi, M, 2011. Teori &
Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta : Mutia
Medika.

Windasari, Nur. N. 2014. Pendidikan


Kesehatan Dalam Meningkatkan
Kepatuhan Merawat Kaki Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Tesis
Program Studi Magister Keperawatan
51

Anda mungkin juga menyukai