Anda di halaman 1dari 3

“PATOFISIOLOGI TERJADINYA GAGAL NAFAS AKIBAT DARI FRAKTUR

SERVIKAL 3,4 DAN 4”

TUGAS

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas mata kuliah


keperawtan gawat darurat

OLEH:

ZULYANA PUTRI
181211468
III B

Dosen Pengampu :

Ns. YULDANITA, S.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MERCUBAKTIJAYA PADANG
2021
Patah tulang leher atau fraktur servikal adalah kondisi ketika satu dari tujuh tulang yang
berada di leher mengalami patah atau retak. Tujuh tulang leher itu sendiri merupakan bagian
teratas dari tulang belakang, yang berfungsi untuk menopang kepala dan menghubungkannya
dengan bahu dan tubuh. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
( Black dan Hawks, 2014).
Penyebab sering terjadinya cedera tulang belakang servical adalah kecelakaan mobil,
kecelakaan motor, jatuh, cedera olahraga , dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut
mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal terbagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi,
kompreksi aksial. Cidera servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis
occiput C2. Cidera tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas
tulang belakang C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.
Fraktur C3 jarang terjadi, barangkali disebabkan letaknya pada tulang servikal terletak
diantara daerah yang lebih rentan dan lebih mobile C5-C6 yang merupakan tempat fleksi dan
ekstensi terbesar pada leher.
Pada pasien dengan cedera ini biasanya didapatkan fraktur korpus vertebra dengan atau
tanpa subluksasi, subluksasi proses susartikularis(meliputi terkunvinya faset –locked facet-
unilateral atau bilateral), dan fraktur lamina, prosessusspinosus, pedikel, atau lateral mass.
Yang jarang terjadi juga adalah terjadinya ruptur ligamen tanpa disertai fraktur atau dislokasi
faset. Insidensi terjadinya gangguan neurologis meningkat secara dramatis dengan adanya
dislokasi faset. Dengan adanya dislokasi faset unilateral, 80% pasien mengalami gangguan
neurologis, kira-kira 30% hanya mengalami gangguan radikuler, 40% cedera medullaspinalis
inkomplit, dan 30% mengalami cedera medullaspinalis komplit. Pada dislokasi faset bilateral
morbiditas lebih buruk. Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan
sampai berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumotoraks,
hematotoraks dan kontusiopulmonum. Trauma yang lebih berat menyebakan robekan
pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung (Saaiqetal., 2010; Lugo, etal.,
2015 ).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat mengganggu
fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan sistem respirasi dan
kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal
respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik
alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal
jantung dan pembuluh darah (Saaiq, etal., 2010; Mattox, etal., 2013; Lugo,, etal., 2015).

Anda mungkin juga menyukai