Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FILSAFAT DAKWAH

“KAJIAN FILOSOFIS DENGAN MATERI DAKWAH”


DOSEN PENGAMPU : Dr. Efi Brata Madya, M.Si

SEMESTER 2

KELOMPOK 4
DISUSUN
O
L
E
H

1. Tata Arbiyana 0102201042


2. Yasmin Izzatunnisa 0102201015
3. Alifah Alwani Lubis 0102201015
4. Muhammad Fajaruddin 0102201067
5. Anjelly Puspa Sari 0102201008

Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam


Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sumatra Utara
2021M/1443H
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb,

Puji serta syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan ridha, rahmat,
taufiqserta bimbingan-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat dan
salamsemoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Nabi besar
yangdiutus sebagai rahwat bagi sekian alam, semoga pula shalawat dan salam-Nya terlimpah
ruahkan kepada segenap keluarga dan para sahabatnya serta seluruh umatnya yang
berketetapan mengikuti tuntutannya hingga akhir zaman.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas kelompok yang telah
diperintahkan. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kelemahan dan kekurangan serta jauh dari kesempurnaan disebabkan masih terbatasnya
kemampuan penalaran kami. Dengan bantuan dan dukungan dari anggota kelompok tugas ini
sulit diselesaikan dengan baik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Allah dan orang tua yang selalu membantu
dan memberi dukungan selama tugas ini kami dalam masa penyelesaian. Semoga Allah selalu
meridhai usaha kita untuk kesempurnaan tugas makalah kelompok ini. Aamiin Yaa
Rabbal‘Alamin.

WassalamualaikumWr.Wb.

Medan,05 Mei 2021

Kelompok IV

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat Dakwah ........................................................................................ 6
2.2 Obyek Kajian Filsafat Dakwah.................................................................................... 8
2.3 Manfaat dan Tujuan Filsafat Dakwah ......................................................................... 9
2.4 Materi Dakwah ..........................................................................................................11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................................14
3.2 Saran ..........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada dasarnya, dakwah dapat dipandang sebagai sebuah realitas, dakwah dapat dikaji
dan dijelaskan melalui berbagai perspektif, seperti sosiologi, antropologi, sejarah, politik, dan
tentu saja filsafat. Ketika dakwah didekati dari sudut filsafat dan kemudian disebut sebagai
filsafat dakwah, maka akan segera muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus
segera dijawab, karena ia mengkaji problem ontologis dengan sendirinya.
Filsafat dakwah akan berurusan dengan pertanyaan apa yang diketahui atau esensi
yang hendak dikaji atau suatu pengkajian teori-teori untuk mengetahui yang terdalam tentang
sesuatu atau apa kenyataan (realitas) dari sesuatu itu.
Selanjutnya cara menjawab dan menjelaskan hal tersebut haruslah mempertimbangkan
aspek rasionalitas, kritis, sistematis, dan universal, sebagai bagian dari nilai-nilai dalam kajian
filsafat.
Hal itu penting, mengingat manusia sebagai sasaran dakwah bukanlah makhluk yang
statis tapi makhlauk yang dinamis kreatif yang mampumengevaluasi tindakannya sendiri
maupun tindakan orang lain.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik.Pertama, dakwah sering disalah
artikan sebagai pesan yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi
kesalahlangkahan dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun
formulasi pesan dakwahnya.
Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan
pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait
dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit.
Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap
saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat
rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yangmenggambarkan seolah-olah
ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya
penuh dengan tipuan sponsor.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana memaknai pengertian filsafat dan dakwah secara rinci?
2. Apa saja objek kajian filsafat dakwah?
3. Apa manfaat dan tujuan mempelajari filsafat dakwah?
4. Apa itu materi dakwah?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dari filsafat dakwah.
2. Untuk mengetahui objek kajian filsafat dakwah.
3. Untuk mengetahui manfaat dan tujuan memperlajari filsafat dakwah.
4. Untuk mengetahui materi dakwah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Filsafat Dakwah


Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa
Arab “Falsafah”, yang juga diambil dari bahasa Yunani philosophia. Dalam bahasa ini, kata
ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dan
sebagainya) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harfiahnya adalah: “cinta
kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia.
Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang
mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan, 1 atau
orang (yang) bijak.
Indikator ‘Orang Bijak’, antara lain: Tidak Emosional. Orang bijak adalah orang yang
tidak temperamental, tidak mudah marah dan terampil mengendalikan diri. Tidak Egois.
Orang yang egois jelas tidak akan dapat menjadi bijak, karena (orang) bijak itu pada dasarnya
berkeinginan untuk mendapatkan kemaslahatan bersama; sedang orang yang egois biasanya
hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Memiliki Kasih Sayang Terhadap
Sesama. Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti
ketegasan. Diriwayatkan bahwa orang yang dinasihati oleh Rasulullah SAW secara bijak
berbalik menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Menurut istilah, filsafat adalah ilmu istimewa yang menjawab masalah-masalah yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah termaksud di luar
atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Dalam arti praktis filsafat mengandung arti
alam berpikir/alam pikiran, sedangkan berfilsafat ialah: berpikir secara mendalam atau radikal
atau dengan sungguh–sungguh sampai ke akar-akarnya terhadap suatu kebenaran, atau dengan
kata lain berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu. Filsafat dapat juga
dipahami sebagai kajian atau pembahasan yang sedalam-dalamnya tentang sesuatu, untuk
menemukan hakikat dari sesuatu itu.
Berbeda dengan kajian keilmuan, kajian filsafat setidak-tidaknya memiliki empat ciri
khas. Pertama, bersifat kritis. Artinya mengkaji dan memertanyakan sesuatu secara kritis, lalu
mencoba memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan itu secarakritis. Berpikir kritis adalah
sebuah proses yang tidak akan pernah selesai. Ketiga, universal. Dalam pengertian, bahwa

6
filsafat selalu menghendaki perenungan dan pemikiran terhadap sesuatu seara utuh dan tidak
memberi toleransi pada kajian yang parsialistik-atomistik, tetapi harus bersifat holistik-
universalistik dan komprehensif. Keempat, spekulatif. Dalam arti bergerak dan berputar pada
pemikiran semata-mata dan tidak menuntut bukti empirik. Sehingga setiap pemikiran
kefilsafatan selalu membutuhkan kekuatan nalar dan pemikiran cerdas dan cemerlang.
Kata dakwah adalah sebuah tata-nama (nomenklatur)15 dari kata yang berasal dari
bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’â yang berarti memanggil, mengundang atau
mengajak. Isim fa’il (pelaku)-nya adalah dâ’i yang berarti pendakwah, pelaku dakwah. Di
dalam kamus Al-Munjid fî al-Lughah wa al-A’lâmdisebutkan makna dâ’i sebagai orang yang
memanggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya. Berdasar definisi para
ahli , bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim
mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui
penyampaian ajaran Islam untuk dipraktikkan dalam kehidupan nyata, agar bisa hidup damai
di dunia dan bahagia di akhirat.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan
dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasif bukan represif, karena
sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman
Allah (lâ ikrâha fid dîn) bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
Adapun pengertian filsafat dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara
kritis dan mendalam tentang dakwah (tujuan dakwah, mengapa diperlukan proses komunikasi
dan transformasi ajaran dan nilai-nilai Islam dan untuk mengubah keyakinan, sikap dan
perilaku seseorang khas Islam) dan respon terhadap dakwah yang dilakukan oleh para dâ’i
dan mubaligh, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia-manusia yang baik
dalam arti beriman, berakhlak mulia seperti yang diajarkan oleh Islam.
Selanjutnya Filsafat Dakwah bisa dinyatakan sebagai sebuah kajian kefilsafatan
tentang dakwah, yang bisa dipahami dalam tiga tiga makna.Pertama, kajian tentang dasar-
dasar, prinsip-prinsip dan hal-hal yang dianggap paling penting mengenai dakwah. Kedua,
kajian rasional atau kefilsafatan tentang prinsip-prinsip dakwah yang digali dari sumber-
sunber otentik Islam (al-Quran dan as-Sunnah), serta pemikiran ulama, sebagai pegangan para
da’i dalam melaksanakan tugas dakwahnya untuk menggapai ridha Allah.Ketiga, kajian
mengenai dakwah yang memerlihatkan perbedaan-perbedaan paradigmatik (pola pemikiran)
tentang hal-hal pokok mengenai dakwah.
Adapun Tujuan filsafat dakwah, memberikan pemahaman yang bersifat universal
tentang suatu unit ajaran Islam secara mendalam, mendasar dan radikal sampai ke akar-
7
akarnya, sehingga akhirnya dapat membawa kepada kebenaran yang hakiki, kebenaran hakiki
tersebut terimplementasikan dalam sikap kesehariannya sebagai seorang Islam. Lebih jauh
bertujuan memberikan kepuasan kepada sebagian jiwa yang amat berharga, juga
mengantarkan seorang sampai kepada kepercayaan keagamaan yang benar yang kalau
sebelumnya hanya diterima secara dogmatis dan absolut, maka pada akhirnya bukan hanya
mitologis semata, tetapi juga diterima melaui kerangka pikir yang rasional juga akan
memberi, artinya penting dalam menyadari otoritas dirinya sebagai makhluk yang berdimensi
dalam memahami diri.

2.2. Obyek Kajian Filsafat Dakwah


Filsafat dakwah sebagai landasan pemikiran dari suatu ilmu dalam mencapai tujuan
ilmu, mempunyai obyek kajian yang berbeda dengan ilmu lainnya. Dalam ilmu dakwah,
tujuannya ialah mencapai kebahagiaan yang dirasakan di dunia sesuai dengan perintah Al-
Qur’an dan hadist Nabi. Membahas objek filsafat dakwah berarti membahas fokus yang akan
menjadi kajian dalam filsafat dakwah.
Secara objek material, filsafat dakwah mengkaji tentang Tuhan, manusia, lingkungan
dan ajaran islam. Tuhan yang menurunkan ajaran kepada Rasul merupakan sumber kebenaran
dan sumber tujuan yang akan diraih oleh manusia. Karenanya tuhan perlu dikenal, dihayati
dan dipahami sehingga manusia dapat mengabdi dan berterimakasih kepada-Nya. Untuk
tujuan tersebut, maka dalam aktivitas dakwah tidak terlepas dengan pembahasan tuhan dan
relasinya dengan manusia.
Kemudian dakwah tidak akan berhasil manakala tidak ada manusia. Untuk itulah
pembahsan tentang manusia menjadi objek materi dakwah. Siapa manusia, apa hakikat
manusia, apa tugas manusia, bagaimana manusia mengembangkan dirinya dan sebagainya.
Aktivitas dakwah juga perlu mempertimbangkan lingkungan sebagai temat berlangsungnya
dakwah. Kesuksesan dan kegagalan dakwah salah satunya ditentukan. oleh faktor lingkungan.
Jika masyarakat di lingkungan tertentu tidak mendukung aktivitas dakwah, maka dakwah
tidak bisa dilaksanakan dan akan mengalami kegagalan.
Begitu juga ajaran Islam sebagai pesan kebenaran yang akan disampaikan menjadi
bahasan dalam filsafat dakwah. Pesan kebenaran perlu disampaikan dengan menggunakan
strategi, metode dan media yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pengetahuan
masyarakat. Untuk membedakan filsafat dakwah dengan ilmu lainnya, maka perlu

8
dirumuskan objek forma filsafat dakwah. Menurut Andy Dermawan, objek material filsafat
dakwah adalah manusia, Islam, Allah dan lingkungan dunia.
Dengan filsafat dakwah dijelaskan proses interaktif manusia yang menjadi subjek
(da’i) dan objek (mad’u) dalam proses dakwah, Islam sebagai pesan dakwah di lingkungan
dunia di mana manusia akan mengamalkan dan menerapkan ajaran dan nilai keislaman serta
Allah yang menurunkan Islam dan memberikan takdirnya yang menyebabkan terjadinya
perubahan tindakan, keyakinan dan sikap.
Menurut Dr. H. Nur Syam, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada atau
mungkin ada, maka objek formalnya adalah pemikiran atau keterangan sedalam-dalamnya
tentang objek material tersebut. Objek material filsafat dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
Hakikat Tuhan, hakikat manusia dan hakikat alam semesta.
Menurut syukriyanto, objek filsafat dakwah adalah mempelajari bagaimana hakikat
dakwah. Sedangkan Drs Suisyanto mengatakan bahwa objek forma filsafat dakwah adalah
usaha untuk mendapatkan pemahaman yang sedalam-dalamnya sesuai dengan akal budi
manusia tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyampaian ajaran Islam kepada
umat Islam dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya baik secara praktis
maupun teoritis.
Objek kajian dakwah adalah hubungan interaksional antara subjek dakwah dengan
Objek dakwah dengan menggunakan metode, materi, dan media dakwah tertentu untuk
mencapai tujuan dakwah. Sehingga secara proposional dapat dinyatakan dalam proposisi,
sebagai berikut:
a. Subjek dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
b. Media dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
c. Metode dakwah tertetnu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
d. Materi dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.

2.3. Manfaat dan Tujuan Filsafat Dakwah


Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya terletak pada kemampuan berpikir yang
dimiliki oleh manusia. Manusia dengan akalnya mampu memikirkan berbagai hal yang terkait
dengan ciptaan Tuhan dan bahkan mengenal Tuhannya. Dengan akal juga, manusia dapat
mngembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memaksimalkan fungsi akal yang ada
pada diri manusia, maka perlu diupayakan pengembangannya melalui proses pembelajaran
filsafat.
9
Di dalam keilmuwan filsafat akan dijelaskan berbagai metode dalam berpikir, sejarah
pemikiran, hakikat pemikiran dan manfaat pemikiran. Mengingat filsafat merupakan
kebutuhan dasar bagi setiap individu, maka sudah seharusnya filsafat juga diajarkan kepada
para calon da’i atau para da’i agar mereka dapat memaksimalkan akalnya dalam
mengembangkan aktivitas dakwah Dari segi keahlian yang dimiliki, Toto Tasmara
menyebutkan dua macam da’i yaitu, secara umum adalah setiap muslim yang mukallaf (sudah
dewasa).
Kewajiban dakwah telah melekat tak terpisahkan pada mereka sesuai dengan
kemampuan masing-masing sebagai realisasi perintah Rasulullah untuk menyampaikan Islam
kepada semua orang walaupun hanya satu ayat. Secara khusus adalah muslim yang telah
mengambil spesialisasi (mutakhashish) di bidang agama Islam, yaitu ulama dan sebagainya.
Tantangan dakwah di masa depan semakin kompleks dan sophisticated.
Tidak elok dan bahkan merugikan umat manakala para da’i tidak melakukan
perubahan-perubahan dalam pengembangan dakwah. Padahal, masyarakat dari hari ke hari
senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan zaman. Da’i yang profesional, salah satunya diukur dari kemampuannya dalam
menyampaikan materi dakwah. Bagaimana da’i mengkemas materi dakwah yang sulit mudah
diterima, tidak membosankan, aktual dan sesuai dengan kebutuhan mad’u, bukanlah perkara
yang mudah. Da’i.
Disamping memiliki kemampuan dalam penguasaan bahasa dan komunikasi, juga
dituntut untuk memiliki alur berpikir yang logis dan sistematis. Pada konteks inilah, filsafat
memiliki peran untuk membantu da’i dalam mengatur alur berpikir yang sesuai dengan
kemampuan audiens. Bahkan, filsafat berperan dalam membantu para da’i dalam memahami
materi dakwah yang lebih mendalam dan komprehensif.
Begitu juga, ketika da’i dihadapkan pada berbagai persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat, tentunya da’i perlu terlibat dalam memecahkan problematika tersebut. Da’i
dituntut memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan. Oleh
karenanya, da’i perlu belajar bagaimana menginventarisir masalah;memilah-milah masalah ke
dalam klasifikasi masalah teknis, masalah biasa, atau masalah strategis; serta bagaimana
memecahkan masalah-masalah tersebut. Semua kemampuan tersebut bisa didapatkan apabila
da’i diberikan pengetahuan tentang filsafat.
Sebagai contoh, seorang da’i yang hidup disatu perkampungan kecil dan jauh dari
pusat pemerintahan. Da’i dihadapkan dengan problem ekonomi masyarakat yang amat
memprihatinkan. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari sebanyak tiga kali saja,
10
rakyat begitu berat. Apalagi dituntut untuk membantu mengembangkan sarana prasarana
keagamaan seperti pembangunan masjid dan pembangunan TPQ tentu masyarakat merasa
terbebani.
Dalam mengatasi problem masyarakat tersebut, seorang da’i tidak hanya memberikan
ceramah atau nasihat saja, melainkan perlu berpikir keras bagaimana mengatasi problem
ekonomi umat. Da’i perlu menganalisis kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut, terutama dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Jika sumber daya alam
yang dimiliki masyarakat memungkinkan untuk dikembangkan, maka da’i dapat
memanfaatkan sumber daya alam sebagai faktor penggerak kebangkitan ekonomi masyarakat.
Tetapi jika sumber daya alam tidak memungkinkan untuk digerakkan, maka mau tidak mau
harus memanfaatkan sumber daya manusia yang ada sebagai faktor penggerak ekonomi
masyarakat.
Pada konteks seperti itulah seorang da’i dituntut untuk terus memanfaatkan
kemampuan berpikirnya dalam mengembangkan peluang-peluang ekonomi rakyat yang ada
didesa terpencil tersebut.
Secara umum tujuan mempelajari filsafat dakwah adalah membekali mahasiswa atau
da’i untuk berpikir kritis, analitis dan sistematis dalam mengembangkan kegiatan dakwah dan
dalam menghadapi berbagai macam persoalan keumatan serta dapat memberikan solusi
alternatif dalam memecahkan persoalan tersebut. Kegiatan dakwah merupakan fenomena
sosial yang dapat diteliti dan dianalisis menjadi teori-teori dakwah yang dapat digunakan
dalam pengembangan keilmuan dakwah.
Untuk mendukung ketercapaian tujuan tersebut diperlukan landasan filsufi dan
kerangka berpikir yang sistematis dan sesuai dengan prosedur ilmiah. Untuk itulah filsafat
dakwah menjadi ilmu dasar yang mampu memberikan bekal bagi para peneliti dan ilmuan
yang memiliki concern dalam pengembangan keilmuan dakwah dan sekaligus sebagai bekal
dalam menggerakkan aktivitas dakwah di masyarakat.

2.4. Materi Dakwah dan Sistematikanya


Materi dakwah adalah isi pesan atau materi pesan yang disampaikan dâ’i kepada
mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah (materi) dakwahadalah ajaran
Islam itu sendiri.
Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok,
yaitu:

11
1. Masalah Akidah (Keimanan)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah Islamiyah. Aspek akidah
ini yang akan membentuk moral (akhlak) manusia. Aqidah dalam Islam adalah bersifat I’tiqad
batiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Di
bidang akidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada maslah-masalah yang wajib
diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai
lawannya, misalnya syirik, ingkar dengan adanya Allah SWT dan sebagainya. Oleh karena
itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah atau
keimanan. Akidah yang menjadi materi utama dakwah ini memunyai ciri-ciri yang
membedakannya dengan kepercayaan agama lain, yaitu:
A. Keterbukaan melalui persaksian (syahadat).
B. Cakrawala pandangan yang luas dengan memerkenalkan bahwa Allah adalah
tuhan semesta alam, bukan tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
C. Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dengan amal perbuatan.

Keyakinan demikian yang oleh al-Qur’an disebut dengan iman. Iman merupakan
esensi dalam ajaran Islam. Iman juga erat kaitannya antara akal dan wahyu. Orang yang
memiliki iman yang benar itu akan cenderung untuk berbuat baik, karena ia mengetahui
bahwa perbuatannya itu adalah baik dan akan menjauhi perbuatan jahat, karena dia tahu
perbuatan jahat itu akan berkonsekuensi pada hal-hal yang buruk.

2. Masalah Syari’ah
Hukum atau syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian
bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam
hukum-hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang melahirkan peradaban
Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah dalam Islam adalah
berhubungan erat dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua perbuatan atau hukum
Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan
hidup antara sesama manusia.
Materi dakwah yang bersifat syari’ah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam.
Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam di berbagai penjuru
dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan dari materi syari’ah
Islam antara lain, adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Syari’ah ini
bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non-muslim, bahkan hak
12
seluruh umat manusia. Dengan adanya materi syari’ah ini, maka tatanan sistem dunia akan
teratur dan sempurna.
Materi dakwah yang menyajikan unsur syari’at harus dapat menggambarkan atau
memberikan informasi yang jelas di bidang hukum dalam bentuk status hukum yang bersifat
wajib, mubbah, dianjurkan, makruh, dan haram.

3. Masalah Mu’amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mua’malah lebih besar porsinya
daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memerhatikan aspek kehidupan sosial daripada
aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat
mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam mua’malah di sini diartikan sebagai ibadah yang
mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Cakupan
aspek mua’malah jauh lebih luas daripada ibadah. Statemen ini dapat dipahami dengan alasan:
a. Dalam al-Qur’an dan al-Hadis mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang
berkaitan dengan urusan mua’malah.
b. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kafaratnya adalah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mua’malah. Sebaliknya, jika orang
tidsk baik dalam urusan mua’malah, maka urusan ibadah tidak dapat menutupinya.
c. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih
besar daripada ibadah sunnah.

4. Masalah Akhlak
Secara etomologis, kata akhlâq berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang
berarti budi pekerti, perangai dan tingkah laku atau tabiat. Kalimat-kalimat tersebut memiliki
segi-segi persamaan dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya
dengan khaliq yang berarti pencipta, dan makhluk yang berarti yang diciptakannya.
Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan dengan masalah tabiat
atau kondisi temperatur batin yang memengaruhi perilaku manusia. Ilmu akhlak bagi al-
Farabi, tidak lain dari bahasan tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan
manusia kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu kebahagiaan, dan tentang berbagai
kejahatan atau kekurangan yang dapat merintangi usaha pencapaian tujuan tersebut.

13
Maka ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia
yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam Islam bukanlah norma
ideal yang tidak dapat diimplementasikan, dan bukan pula sekumpulan etika yang terlepas
dari kebaikan norma sejati. Dengan demikian, yang menjadi akhlak dalam Islam adalah
mengenai sifat dan criteria perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang harus
dipenuhinya. Materi akhlak ini diorientasikan untuk dapat menentukan baik dan buruk, akal,
dan kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena
ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Pemakaian akal dan pembinaan
akhlak mulia merupakan ajaran Islam.
Ibadah dalam al-Qur’an selalu dikaitkan dengan takwa, berarti pelaksanaan perintah
Allah SWT. Dan menjauhi larangan-Nya. Perintah Allah SWT. Selalu berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan baik sedangkan larangan-Nya senantiasa berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan yang tidak baik.
Secara garis besar, syari’at Islam terpusat pada tiga kemaslahatan, yaitu :
1. Menolak kerusakan demi memelihara agama jiwa, akal, keturunan, kehormatan
diri dan harta.
2. Mendatangkan berbagai kemaslahatan. Al-Qur’an adalah pembawa kemaslahatan
dan penangkal kerusakan.
3. Menerapkan akhlak mulia dan mentradisikan kebaikan. al-Qur’an menawarkan
pemecahan segala problema yang tidak mampu di atasi manusia.

Materi dakwah merupakan komponen dakwah sekaligus satu di antara jari cahaya
hikmah. Da’i dituntut untuk memilah dan memilih materi secara hikmah agar dakwahnya
berhasil dengan baik. Pemilahan materi yang hikmah akan enak didengar, mudah dimengerti
dan dipatuhi oleh objek. Persoalannya sekarang adalah apa dan bagaimana materi dakwah,
secara filosofis ada tiga kelompok besar materi dakwah dengan urutan sebagai berikut:
1. Persoalan manusia
2. Persoalan ad-dinul Islam
3. Persoalan ibadah

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kajian filsafat dakwah pada dasarnya membicarakan empat aspek pokok yaitu:
Pertama, tentang apa yang harus diyakini umat Islam dalam kehidupannya. Kajian ini
berkembang menjadi filsafat ketuhanan. Kedua, tentang siapa yang meyakini Tuhan tersebut.
Kajian ini kemudian berkembang menjadi filsafat manusia. Ketiga, dimana manusia itu
berada. Kajian ini berkembang menjadi filsafat alam. Kempat, bagaimana sikap dan tindak-
tanduk manusia baik terhadap Tuhan, alam, dan manusia itu sendiri.
Sedangkan dakwah sebagai proses penyampaian dan pengaplikasian nilai-nilai Islam
dalam kehidupan, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Sehingga ajaran Islam dapat diketahui, dipahami selanjutnya dapat diaplikasikan dalam
bentuk yanglebihkonkret dalam kehidupan bermasyarakat.
Proses kegiatan dakwah juga tidak terlepas dari prinsip dasar penting, karena dalam
proses penyampaian dan pengamalan dakwah antara dai dan mad‘u hendaklah terjadi secara
manusiawi, rasional dan tanpa paksaan, dengan tujuan selalu diarahkan untuk mempengaruhi
tiga aspek perubahan diri objeknya, yakni perubahan pada aspek pengetahuannya
(Knowledge), aspek sikapnya (attitude) dan aspek perilakunya (behavioral).

3.2. Saran
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari filsafat
dengan berbagai macam cabang ilmunya, terutama dalam kajian-kajian filsafat dakwah.
Mengeni materi dakwah, proses kegiatan dakwah juga tidak terlepas dari prinsip dasar
penting, karena dalam proses penyampaian dan pengamalan dakwah antara dai dan mad‘u
hendaklah terjadi secara manusiawi, rasional dan tanpa paksaan, dengan tujuan selalu
diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek perubahan diri objeknya, yakni perubahan pada
aspek pengetahuannya (Knowledge), aspek sikapnya (attitude) dan aspek perilakunya
(behavioral).

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghani Abdul Maqsud, Agama dan Filsafat,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Amir, Mafri, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999.
Al-Fairuzzabadi, Majd al-Din Muhammad bin Ya’qub, al Qamus al-Muhith, Beirut: Dar al-
Fikr, 1983.
Aboebakar Atjeh, 1971, Beberapa Tjatatan Mengenai Da'wah Islam Untuk Perguruan Tinggi
Islam (Semarang: Ramadhani), hal. 6.
Endang Saifuddin Anshari, 1979, Ilmu, Filsafat, dan Agama (Bandung: PT Bina Ilmu) hal.
80.
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi. 2006. Psikologi Dakwah.
Jakarta: Prenada Media.
Gaston Bouthoul, Teori-Teori Filsafat Sosial Ibn Khaldun, Yogya: Titian Ilahi Press, 1998,
cet. I.
Hafidhuddin, Didin. 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: PT Gema Insani Press
Ki Musa A. Machfoeld, 2004, Filsafat Dakwah (Jakarta: PT Bulan Bintang), hal. xv.
Syukriadi Sambas, Sembilan Pasal Pokok-Pokok Filsafat Dakwah (Bandung: KP HADID),
hal. 5.
Syukriadi Sambas, Sembilan Pasal Pokok-Pokok Filsafat Dakwah (Bandung: KP HADID),
hal. 55.

16

Anda mungkin juga menyukai