Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS

“PERUMUSAN MASALAH DALAM PTK”

Dosen Pengampu

Dra. Sorta Simanjuntak, M.Pd

Kelompok 3

Vania Valletta Priono (1193111025)


Josua Christian Manalu (1193111027)
Windi Afriani Pohan (1193111028)
Esra Pelita Situmorang (1193111045)
Angel Natasya Naibaho (1193111048)

Riswanda Hugo (1193111057)


PGSD Reguler E 2019

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perumusan Masalah Dalam PTK”.

Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Dra.Sorta Simanjuntak, M.Pd


selaku dosen yang memberikan materi, saran, dan kesempatan kepada penulis.

Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu kami minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.
Kami berharap semoga dengan makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi
para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah saya ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan
bagi pembaca.

Medan, September 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

2.1 Pendahuluan ............................................................................................. 3

2.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 3

2.3 Perumusan Masalah dan Analisis Penyebabnya ........................................ 7

2.4 Perumusan Hipotesis Tindakan ............................................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 18

3.2 Saran ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Rumusan masalah adalah bagian terpenting dalam sebuah penelitian.
Rumusan masalah merupakan kelanjutan dari latar belakang masalah dari sebuah
penelitian. Sukajati (2008) menegaskan rumusan masalah seharusnya
mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan.
Menurut Suyanto (1997) dan Sukarnyana (1997), dalam merumuskan masalah
PTK, ada beberapa petunjuk yang digunakan sebagai acuan, yaitu:

1. Masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai


makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya.
2. Rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan
dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain.
3. Rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan
rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab
pertanyaan tersebut.

Selain itu, wardhani, dkk (2007) mengingatkan bahwa rumusan masalah


harus dirumuskan secara operasional sehingga perbaikan pembelajaran saat PTK
dilaksanakan dapat terarah. Dalam menuliskan rumusan masalah PTK, rumusan
hasil yang diharapkan telah mengemukakan hasil yang diharapkan bagi siswa dan
praktisi yang dimuat dalam kalimat tanya. Kata tanya yang digunakan untuk
membuat rumusan masalah PTK adalah kata tanya “apakah” dan kata tanya
“bagaimana”. Beberapa narasumber dan pengalaman penulis dalam menyusun
PTK lebih menyarankan menggunakan kata tanya “bagaimana” untuk memulai
rumusan masalah dibandingkan dengan kata tanya “apakah”. Kata tanya “apakah”
mempunyai jawaban yang singkat yang cenderung merujuk pada jawaban ya atau
tidak dan lebih cocok digunakan untuk penelitian kuantitatif. Sementara kata
tanya “bagaimana” lebih merujuk pada jawaban yang bersifat open ended yang

1
menuntut jawaban yang lebih panjang sebagai bentuk penjelasan terhadap fokus
penelitian yang dilaksanakan. Rumusan masalah yang dituliskan harus
menunjukkan adanya tindakan yang dilakukan dan hubungannya dengan variabel
lain (yang menjadi sasaran perbaikan).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Apa itu PTK?


2. Apa itu rumusan masalah pada PTK?
3. Apa saja Acuan dalam merumuskan masalah PTK?
4. Bagaimana menuliskan rumusan masalah dalam PTK?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui PTK.


2. Untuk memahami rumusan masalah pada PTK.
3. Untuk mengetahui hal-hal dalam merumuskan masalah pada PTK.
4. Agar mengerti bagaimana menuliskan rumusan masalah pada PTK.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Apakah penelitian tindakan kelas itu? Pertanyaan ini tentu akan
menggelitik kita. Betapa tidak, bila kita bicara tentang penelitian, anggapan orang
mengatakan penelitian itu pekerjaan seorang ilmuwan. Kalau sudah bicara tentang
ilmuwan, maka gambaran yang terbersit dalam kacamata kita adalah pastilah
sukar, rumit alias susah binti sulit. Benarkah demikian? Mengapa sebagian guru
merasa penelitian itu sulit? Apakah penelitian itu memerlukan dana yang besar
sehingga harus menunggu bantuan?

Selama ini, menulis karya tulis ilmiah (KTI) merupakan momok bagi para
guru. Kurangnya budaya membaca menyebabkan guru kurang dapat menulis
dengan baik. Padahal, menulis itu dimulai dari banyak membaca. Kalau sudah
banyak membaca, tentunya guru akan tertarik untuk meneliti dari apa yang
dibacanya. Penelitian dimulai dari adanya masalah. Masalah dapat dipecahkan
bila kita melakukan penelitian. Penelitian dapat dilakukan bila adanya upaya dari
guru untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya di sekolah.

PTK atau Classroom action research (CAR) adalah action research yang
dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Penelitian Tindakan pada hakikatnya
merupakan rangkaian riset tindakan, yang dilakukan secara siklus, dalam rangka
memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Sehingga dalam kajian
permasalahan PTK ada beberapa hal yang perlu kita pahami hingga masalah
tersebut dapat terpecahkan diantaranya adalah identifikasi, analisis dan rumusan
masalah.

2.2 Identifikasi Masalah


Dalam awal penelitian, peneliti perlu melakukan identifikasi masalah dan
merumuskan masalah penelitiannya. Pada tahap ini peneliti menguraikan

3
kesenjangan (masalah) penelitiannya secara jelas dan ringkas. Tanpa mewujudkan
adanya kesenjangan, maka penelitian tersebut belum layak diteliti, karena belum
menunjukkan alasan mengapa penelitian tersebut perlu dilakukan. Jika
kesenjangan tersebut sudah diuraikan (dijelaskan) dalam latar belakang penelitian,
maka peneliti menindaklanjutinya dengan merumuskan rumusan masalah
penelitiannya. Jika calon peneliti sudah menemukan masalah yang akan ditelitinya
maka calon peneliti dapat melanjutkan langkah-langkah penelitian berikutnya.

1. Pemahaman tentang Masalah Penelitian

Langkah paling awal dalam penelitian adalah mengidentifikasi masalah


penelitian. Ketika peneliti sudah mengidentifikasi (menemukan) masalah
penelitiannya maka sebenarnya peneliti sekaligus sudah menentukan topik
penelitiannya. Oleh karena itu, calon peneliti perlu memahami tentang masalah
dalam penelitian. Dalam kegiatan penelitian, masalah dipahami sebagai adanya
kesenjangan antara kondisi riel (nyata) yang ada dengan teoritis, atau apa yang
diharapkan ternyata berbeda dengan kenyataan yang ada. Masalah juga dapat
dipahami sebagai kesenjangan (adanya perbedaan) hasil temuan penelitian si A
dengan hasil temuan si B meskipun topik dan subjek yang diteliti sama.

Contoh pertama. Misalnya penelitian yang membahas motivasi belajar siswa.


Pada umumnya ada keterkaitan antara motivasi belajar dengan prestasi yang
dicapai siswa yakni jika motivasi belajar tinggi selalu diikuti oleh prestasi yang
tinggi pula; sebaliknya jika motivasi belajar rendah juga memiliki prestasi yang
rendah pula. Oleh karena itu, diharapkan siswa memiliki motivasi belajar tinggi
agar prestasinya juga tinggi. Namun, kenyataannya di sekolah ‟x‟ diketemukan
motivasi belajar siswa pada umumnya berkategori rendah, yang dibuktikan
dengan hasil penyebaran skala sikap tentang motivasi belajar. Kondisi tersebut
dapat berakibat pada pencapaian prestasi yang rendah pula. Dengan demikian,
yang menjadi permasalahan dalam penelitian tersebut adalah bagaimana
meningkatkan motivasi belajar siswa? Hal ini diawali dengan mengidentifikasi
mengapa motivasi belajar siswa tersebut rendah? Contoh pertama ini sangat sesuai
untuk penelitian tindakan maupun eksperimen yang berupaya untuk meningkatkan
(memperbaiki) kondisi subjek penelitian. Data konkret tentang kondisi

4
permasalahan diri subjek perlu disertakan dalam latar belakang penelitian. Contoh
kedua. Dalam upaya melakukan kegiatan parenting tentang pendidikan seks anak
usia dini, dibutuhkan suatu model yang tepat agar orangtua dapat memahami
secara tepat bagaimana menerapkan pendidikan seks kepada anak usia dini.
Namun, sejauh ini belum ada model dan media yang tersedia untuk melakukan
kegiatan parenting tentang pendidikan seks anak usia dini. Permasalahan yang
diketemukan dalam contoh ini adalah belum tersedianya model yang tepat untuk
kegiatan parenting tentang pendidikan seks anak usia dini sehingga perlu disusun
dan dikembangkan model yang tepat untuk kegiatan parenting tersebut.
Permasalahan yang diungkapkan pada contoh kedua ini lebih tepat untuk jenis
penelitian pengembangan, khususnya pengembangan model parenting. Contoh
ketiga. Pada hasil penelitian tentang Hubungan antara Konsep Diri dengan
Kedisiplinan Belajar Mahasiswa Progdi PAUD di UNNES, yang diteliti oleh
Rahman (2011) menemukan ada hubungan yang signifikan antara Konsep Diri
dengan Kedisiplinan Belajar dengan skore sig sebesar 0,008, dan tingkat korelasi
sebesar 0,645. Hal ini didukung hasil penelitian Yenni (2012) yang menemukan
adanya korelasi yang signifikan antara Konsep Diri dengan Kedisiplinan Belajar
Mahasiswa Progdi PAUD di UMS, dengan skore sig sebesar 0,011, dan taraf
korelasi sebesar 0,345. Sebaliknya, hasil penelitian One (2014) tentang Hubungan
antara Konsep Diri dengan Kedispilinan Belajar Mahasiswa Progdi PAUD di
UKSW, menemukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara Konsep Diri
dengan Kedispilinan Belajar Mahasiswa. Pada contoh ketiga, bagian latar
belakang penilitian memberi gambaran mengenai hasil dari beberapa penelitian
dengan topik (variabel) yang sama, tetapi kenyataannya hasilnya berbeda atau
bahkan bertolak belakang. Keberagaman (kesenjangan) dari beberapa hasil
penelitian tersebut sering disebut sebagai isyu research, yang dapat digunakan
sebagai landasan adanya masalah penelitian. Melalui adanya isyu research
tersebut, maka calon peneliti dapat menguji rumusan hipotesisnya, dengan
melakukan penelitian pada lokasi yang berbeda, tetapi menggunakan alat ukur dan
variabel yang sama. Pengungkapkan masalah pada contoh ketiga ini lebih tepat
digunakan sebagai penguraian masalah untuk jenis penelitian inferensial yakni
penelitian yang harus menguji suatu hipotesis.

5
2. Cara Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah penelitian pada umumnya terwujud saat peneliti


menguraikan masalah penelitiannya. Identifikasi masalah tersebut merupakan
wujud penguraian dan penegasan batas-batas temuan permasalahan penelitian,
sehingga cakupan penelitian terfokus pada hal-hal tertentu saja. Dalam identifikasi
permasalahan penelitian terdiri atas dua langkah pokok, yaitu (a) penguraian latar
belakang permasalahan dan (b) perumusan permasalahan.

a) Penguraian Latar Belakang Masalah Penelitian

Penguraian latar belakang permasalahan penelitian dimaksudkan untuk


mengantarkan dan menjelaskan mengenai fenomena apakah yang tampak di mata
peneliti atau yang terjadi di lapangan sehingga memerlukan penelitian.
Permasalahan penelitian juga mengungkapkan mengapa hal-hal (fenomena-
fenomena atau variabel-variabel) tertentu yang diteliti dan dianggap penting,
Selain itu, peneliti juga perlu mengungkap alasan mengapa subjek tersebut yang
dipilih. Dalam penguraian masalah, peneliti selalu membatasi pada masalah
tertentu saja. Akibat keterbatasan kemampuan (dana, tenaga dan pikiran) maka
peneliti tidak mungkin mampu meneliti banyak problematika yang ada melainkan
hanya dapat meneliti sebagian kecil, bahkan pada bidang tertentu saja yang
memang benar-benar dikuasainya. Selain itu, dengan adanya penentuan masalah
tertentu saja maka peneliti dapat terfokus dan dapat mengulas secara mendalam
hasil penelitiannya.

b) Perumusan Masalah Penelitian

Sebelum menyusun rumusan masalah, sering dijumpai pula peneliti –


terutama pada penelitian tindakan – yang melakukan identifikasi masalah
penelitiannya, dan menempatkan bagian tersebut pada sub bab Identifikasi
Masalah. Pada bagian ini berisikan rincian masalah yang diketemukan peneliti
beserta keterkaitan penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Penyusunan
identifikasi masalah pada umumnya dilakukan saat pra-penelitian yakni melalui
kegiatan wawancara, pengamatan maupun mengkaji data dokumenter yang
tersedia. Dengan adanya identifikasi masalah, akan memudahkan peneliti dalam

6
menyusun rancangan tindakan dalam upaya mengatasi masalah konkret yang
diketemukan peneliti. Adapun ciri-ciri rumusan masalah pada umumnya sebagai
berikut:

a. Disusun dalam bentuk kalimat tanya,


b. Menanyakan mengenai hubungan atau mengaitkan keberadaan antar
variabel, minimal pada dua variabel.
c. Harus dapat diuji melalui metode empirik, yakni melalui analisis dari data
yang dikumpulkan sesuai variabel penelitian.
c) Tujuan Penelitian
Setelah menyusun rumusan masalah penelitiannya, selanjutnya peneliti
merumuskan tujuan penelitian. Rumusan tujuan penelitian berisikan kalimat
pernyataan yang menjelaskan secara lugas tujuan yang ingin dan akan dicapai
oleh peneliti dalam penelitiannya. Isi rumusan tujuan penelitian harus memiliki
„benang merah‟ (keterkaitan) dengan isi rumusan masalah.Contoh rumusan
masalah, rumusan tujuan pada penelitian tindakan. Rumusan masalah
penelitian Agatha (2016) dari penelitiannya yang berjudul Peningkatan
Kemandirian Anak Usia 4-5 Tahun melalui Penerapan Teknik Scaffolding di
TK Sang Timur Salatiga, yaitu: Apakah melalui penerapan teknik scaffolding
dapat meningkatkan kemandirian anak usia 4-5 tahun di TK Sang Timur Kota
Salatiga? Adapun rumusan tujuan penelitian Agatha di atas adalah untuk
meningkatkan kemandirian anak usia 4-5 tahun melalui penerapan teknik
scaffolding di TK Sang Timur Salatiga.

2.3 Perumusan Masalah dan Analisis Penyebabnya


A. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas, merupakan titik tolak


dari hasil penelitian nantinya dan atau judul penelitian. Maka setelah
mengidentifikasi dan memilih masalah, langkah berikutnya adalah merumuskan
masalah. Kesalahan fatal seorang guru yang akan melakukan penelitian tindakan

7
kelas adalah, berusaha membuat judul tanpa merumuskan masalah terlebih
dahulu.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa yang


menjadi masalah penelitian adalah kesenjangan antara apa yang seharusnya.
Situasi yang mencerminkan adanya kesenjangan itu disebut dengan situasi yang
problematik. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengenali situasi tersebut adalah
dengan mengenali terlebih dahulu berbagai fakta yang ada, terutama yang terkait
dengan munculnya situasi yang problematik itu. Dengan berpijak pada fakta yang
ada di kelas, selanjutnya dipikirkan bagaimana seharusnya situasi itu, dengan cara
mencari penjelasan berdasarkan suatu teori ilmiah tertentu, asumsi-asumsi yang
ditemukan dari suatu teori, atau konsep-konsep yang diperoleh dari berbagai
literatur yang terkait seperti buku-buku, majalah, jurnal dan laporan penelitian,
dan fakta di kelas lain. Dengan pengenalan terhadap situasi problematik dan
gambaran yang diperoleh mengenai rumusan masalah, mencerminkan pula
variabel-variabel penelitian. Setelah jelas posisi masing-masing variabel (apakah
terikat atau bebas), maka dirumuskan definisi operasional yaitu batasan tentang
keberadaan variabel secara operasional, bagaimana pengukurannya serta
instrumen apa yang digunakan untuk mengukurnya.

Dalam membuat rumusan masalah, terdapat beberapa patokan yang perlu


dipedomani antara lain :

a. Masalah hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.


b. Rumusan itu hendaklah khusus, padat dan jelas, dan tidak terlalu umum.
Contoh: apakah karakter menteri kabinet tahun 1985-1990 mampu
meningatkan motivasi belajar siswa di kelas….. Topik ini jelas sangat luas
karena meliputi wilayah yang sangat luas dan heterogen dari sosial, budaya,
dan sebagainya. Karena itu topik perlu dibatasi. Misalnya “apakah metode
cerita mampu meningkatkan motivasi Belajar Siswa ….”.
c. Rumusan itu hendaklah memberi petunjuk tentang kemungkinan
mengumpulkan data dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terkandung dalam rumusan-rumusan itu.

8
d. Menghindari rumusan masalah yang terlalu umum, dan terlalu argumentatif,
mengandung emosi, prasangka atau unsur-unsur yang tidak ilmiah, Misalnya :
Berbulan Madu di Pulau Sembilan.

Agar mudah dimengerti, rumusan masalah tersebut perlu memberikan


informasi tentang:

a. Apa yang dipermasalahkan (what)


b. Siapa yang terlibat dalam objek masalah (who)
c. Dimana terjadinya masalah (where)
d. Kapan terjadinya masalah (when)
e. Bagaimana penyimpangan dan berapa besar penyimpangannya (how/how
much).

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, disimpulkan bahwa rumusan masalah


merupakan bagian yang sangat menentukan dalam penelitian tindakan kelas,
karena itu perumusannya dilakuakan secara cermat dengan memperhitungkan
berbagai hal yang memungkinkan bagi terwujudnya suatu rumusan yang baik,
sehingga dapat memberikan arah yang jelas bagi peneliti dalam kegiatan atau
langkah-langkah selanjutnya dalam suatu penelitian tindakan kelas.

B. Analisis Penyebabnya

Menganalisis masalah merupakan langkah yang harus dilakukan guru


setelah melakukan identifikasi. Jika melalui identifikasi anda dapat menemukan
beberapa masalah yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di kelas, maka
analisis bertujuan agar masalah tersebut menjadi lebih jelas dan dapat menduga
faktor-faktor penyebabnya. Guru sebagai peneliti selanjutnya perlu melakukan
analisis.Melalui Brainstorming (secara kolaboratif), analisis penyebab munculnya
masalah dapat dijabarkan dengan mudah. Dengan memahami berbagai
kemungkinan penyebab masalah tersebut, suatu tindakan dapat dikembangkan.
Untuk memastikan akar penyebab masalah tersebut, beberapa teknik

9
pengumpulan data dapat diterapkan. Misalnya (a) mengembangkan angket, (b)
mewawancarai siswa, dan (c) melakukan observasi langsung dalam kelas.

Dari berbagai kemungkinan penyebab masalah yang dapat ditemukan


untuk memastikan penyebab yang paling mungkin, siswa diminta pendapatnya
atau diwawancarai,apa yang sesungguhnya menjadi penyebab hasil belajar siswa
di kelas X masih rendah. Data dicoba diidentifikasi dan dianalisis untuk
menentukan penyebab yang paling mungkin dan data-data dikumpulkan melalui
(a) angket, (b) wawancara, (c) observasi kelas. Data tersebut kemudian dianalisis
secara (kolaboratif) dan disimpulkan.

Ternyata melalui hasil kolaboratif dan analisis data, penyebab


sesungguhnya adalah metode yang digunakan guru tidak kondusif
(mendukung/mendorong) siswa untuk memahami pelajaran matematika
khususnya materi sistem persamaan linear sehingga tidak mampu mencapai hasil
belajar yang maksimal. Umumnya, siswa menganggap bahwa akar penyebab
masalah kualitas belajar mengajar antara lain sebagai berikut:

a. Proses belajar mengajar yang satu arah


b. Metode mengajar guru yang membosankan, kurang menarik

Akar penyebab masalah tersebut perlu dianalisis sehingga bentuk


intervensi (action/soluting) dalam penelitian tindakan kelas dapat dikembangkan
secara lebih tepat.

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat


menentukan masalah penelitian tindakan kelas:

a. Banyaknya masalah yang dihadapi guru

Seriap hari, guru banyak mengadapi masalah seakan-akan masalah


tersebut tidak ada putusnya. Oleh karena itu, guru yang tidak dapat menemukan
masalah untuk PRK sungguh ironis. Merenunglah sejenak, atau berbicaralah
dengan teman sejawat, guru akan segera menemukan kembali seribu satu masalah
yang telah merepotkannya selama ini.

10
b. Tiga kelompok masalah pembelajaran

Masalah pembelajaran dapat digolongkan menjadi tiga aspek, yaitu (a)


pengorganisasian materi pelajaran; (b) penyampaian materi pelajaran; dan (c)
pengelolaan kelas. Jika berpikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah
dan geografis secara bersama-sama akan lebih bermaknabagi siswa dari pada
pembahasan secara sendiri-sendiri, guru sedang berhadapan dengan masalah
penyampaian materi, jika suka dengan masalah metode dan media, guru sedang
berhadapan masalah dengan penyampaian materi. Apabila menginginkan kerja
kelompok antara siswa berjalan lebih efektif, guru berhadapan dengan masalah
pengelolaan kelas, jangan terikat dengan hanya satu kategori sebab kategori lain
mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.

c. Masalah yang berada di bawah kendali guru

Jika yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar


membaca kembali materi pelajaran dan mengerjakan Pr di ruma, guru tidak perlu
melakukan PTK. Untuk meningkatkan belajar siswa, di ruma. Dengan
memberikan buku, masalah tersebut akan terpecahkan, hal tersebut diluar
kemampuan guru. Dengan kata lain, yakinkan bahwa masalah yang akan
dipecahkan cukup layak (feasible) berada didalam wilayah pembelajaran, yang
dikuasai. Contoh masalah lain yang berada diluar kemampuan guru adalah
kebiasaan kelas karena sekolah berada didekat jalan raya.

d. Masalah yang terlalu besar

Nilai UN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang
terlalu besar untuk dipecahkan melalui PTK.Apabila untuk PTK individual yang
cakupannya hanya kelas. Faktor yang memengaruhi nilai UN sangat kompleks
mencangkup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekirannya mampu
untuk dipecahkan.

e. Masalah yang terlalu kecil

Masalah yang terlalu kecil, baik dari segi pengaruhnya terhadap


pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya

11
dipertimbangkan kembali, terutama jika penilaian dibiayai oleh pihak lain. Sangat
lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran, misal termasuk masalah
kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa, sementara masih banyak
masalah lain yang mennyangkut kepentiangan sebagai besar siswa.

f. . Masalah yang cukup besar dan setrategis

Kesulitan siswa memahami bacaan cecara cepat merupakan contoh yang


cukup besar dan setrategis karena diperluakn untuk sebagai besar mata pelajaran.
Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses
belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkosentrasi dan mengikuti pelajaran,
dan ketidaktahuhan siiswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar)
merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan setrategis. Dengan
demikian, pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas.

g. Masalah yang disenangi

Guru harus merasa memiliki dan senag terhadap masalah yang diteliti. Hal
tersebut diindikasikan dengan rasa penasarannya terhadap masalah tersebut dan
keinginan segera tahu hasil-hasil perlakuan yang diberikan

h. Masalah yang real dan problematik

Jangan mencari masalah karena hanyak karena ingin mempunyai masalah


yang berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang real, ada dalam pekerjaan
sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda
dapat negatifnya cukup besar.

Dalam PTK analisis masalah harus dilakukan secara hati-hati dan dan
cermat. Sebab, keberhasilan analisis masalah akan menentukan keberhasilan
keseluruhan profesi PTK. Jika PTK berhasil dilakukan dan bermanfaat bagi guru
dan sekolah, keberhasilan ini akan menjadi motivasi guru kelas untuk meneruskan
dan temuan-temuan PTK-nya akan menarik bagi guru lain.

12
2.4 Perumusan Hipotesis Tindakan
Hipotesis pada umumnya diartikan sebagai jawaban (dugaan) sementara
dari masalah suatu penelitian. Hipotesis hanya disusun pada jenis penelitian
inferensial, yakni jenis penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan
untuk menguji. Pengujian suatu hipotesis selalu melalui teknik analisis statistik
inferensial. Sedangkan penelitian deskriptif tidak memerlukan secara eksplisit
rumusan hipotesis. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hipotesis dapat disusun
oleh peneliti berdasarkan landasan teori yang kuat dan didukung hasil-hasil
penelitian yang relevan. Peneliti harus memahami tentang isi dan bagaimana
langkah-langkah dalam merumuskan suatu hipotesis penelitian. Rumusan
hipotesis memiliki persyaratan atau ciri-ciri yang harus dipenuhi oleh peneliti.
Adapun beberapa ciri-ciri rumusan hipotesis, menurut Soesilo (2015)
sebagai berikut:

e. Hipotesis dinyatakan dalam kalimat pernyataan (declarative statement), bukan


kalimat tanya. Statement tersebut sebagai pandangan peneliti berdasar hasil
kajian teori yang digunakan.
f. Peneliti harus konsisten (tidak berubah-ubah) mengenai isi hipotesisnya. Oleh
karena itu, peneliti perlumelakukan kajian yang mendalam tentang teori yang
digunakan dalam menyusun hipotesisnya.
g. Dalam penelitian eksperimen hipotesis berisi pernyataan mengenai efektivitas,
perbedaan atau pengaruh dari suatu variabel ke variabel yang lain. Dalam
hipotesis sedikitnya ada dua variabel yang diteliti.
h. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Selain menjelaskan tentang cara (teknik)
pengukuran masing-masing variabel yang akan diteliti, dalam bagian
metodologi penelitian juga harus menjelaskan teknik analisis yang digunakan
untuk mengujia hiptesis penelitian.

A. Macam Hipotesis
Dalam penelitian inferensial, khususnya pada penelitian korelasi dan
komparatif, hipotesis digolongkan menjadi 2 yakni 1) Hipotesis tanpa arah yang

13
disebut juga hipotesis dua arah, dan 2) hipotesis searah, seperti yang dijelaskan di
bawah ini.
1. Hipotesis Tanpa Arah (Dua Arah)
Hipotesis tanpa arah merupakan rumusan (kalimat) hipotesis yang berisi
pernyataan hanya mengenai adanya hubunganatau hanya ada perbedaan, tanpa
menjelaskan arah hubungan di antara variabel yang diteliti, misalnya berarah
positif (+) atau berarah negatif (-). Sebagai misal, hipotesis tanpa arah “Ada
hubungan yang signifikan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar
Siswa”. Dalam contoh tersebut tidak dijelaskan arah hubungan (apakah berarah
hubungan positif atau negatif) di antara variabel motivasi belajar dengan
prestasi belajar siswa.
2. Hipotesis Searah
Hipotesis searah pada umumnya disusun sebagai pernyataan yang
menunjukkan arah hubungan atau perbedaan dari dua variabel yang diteliti;
arah mencerminkan hubungan positif atau sebaliknya negatif. Sebagai misal
hipotesis penelitian “Semakin tinggi motivasi belajar siswa maka diikuti
semakin tinggi prestasi siswa”; menunjukkan arah hubungan yang positif.
Contoh lain “Semakin tinggi konsep diri maka diikuti semakin rendah
agresivitas siswa”; yang menggambarkan ada hubungan yang bersifat negatif.

B. Cara Menyusun Hipotesis

Perlu dipahami bahwa rumusan hipotesis penelitian tidak „jatuh dari


langit‟ atau muncul secara tiba-tiba tanpa dilandasi suatu teori atau kajian ilmiah.
Hipotesis penelitian tidak dirumuskan hanya sekedar mengikuti dugaan atau
asumsi peneliti sajameskipun dugaan peneliti dapat menjadi titik tolak dalam
telaah teori dan prediksi hasil penelitiannya kelak. Jadi, hipotesis dirumuskan tida
sekedar mengikuti dugaan atau asumsi peneliti, tetapi berasal dari penguraian
landasan teori yang disusun sebelumnya. Teori tersebut mengkaitkan keberadaan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Oleh karena itu, telaah teoritik dan
temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskanpermasalahan dan
menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Seperti yang

14
dinyatakan oleh Azwar (1999), bahwa dalam merumuskan suatu hipotesis,
terdapat dua cara.

Cara pertama, adalah dengan membaca dan menelaah ulang (mereviu)


teori atau konsep-konsep yang membahas mengenai variabel-variabel penelitian
beserta hubungan dari variabel-variabel tersebut. Cara ini sering disebut sebagai
proses berpikir deduktif. Cara kedua, adalah dengan membaca dan mereviu hasil
atau temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan
penelitian. Hal ini yang disebut sebagai proses berpikir induktif. Setelah menelaah
teori-teori maupun temuan-temuan hasil penelitian, peneliti dapat merumuskan
hipotesis penelitiannya. Hasil kajian teori maupun temuan hasil penelitian tersebut
merupakan bekal (landasan) penting bagi peneliti dalam menyusun hipotesisnya.

Oleh karena itu, pada umumnya hipotesis diletakkan setelah peneliti


menelaah teori, konsep maupun temuan hasil penelitian, yakni pada bagian akhir
bab II dari suatu laporan penelitian. Hipotesis harus diuji kebenarannya melalui
uji statistik dengan menggunakan teknik analisis yang tepat. Hipotesis yang telah
disusun perlu dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan teknik analisis
statistik lanjut. Pemilihan teknik analisis statistik tersebut tergantung dari
beberapa hal, yakni jenis penelitian, tujuan penelitian dan jenis skala data pada
masing-masing variabel.C.Pembuktian Hipotesis Dalam penelitian inferensial
yang harus menguji suatu hipotesis, termasuk penelitian eksperimen, pembuktian
suatu hipotesis selalu terkait dengan istilah signifikansi. Pemahaman mengenai
taraf signifikansi sangat penting dalam penggunaan metode statistika guna
menguji hipotesis. Hal ini disebabkan bahwakesimpulan penelitian inferensial
selalu disandarkan pada keputusan statistik, yang tidak dapat ditopang oleh taraf
kepercayaan mutlak seratus persen. Dalam penelitian inferensial, peneliti selalu
menggunakan probabilitas (peluang) yakni adanya peluang kesalahan dalam
menolak atau menerima hipotesis. Dalam analisis yang menggunakan statistik,

dinyatakan dalam proporsi atau persentase, yang berarti besarnya peluang


kesalahan. Menurut kesepakatan para ahli statistik, peluang kesalahan tertinggi
yang masih dapat diterima adalah sebesar 0,05 atau 5%; berarti peluang kesalahan

15
sebesar 5 % artinya kesalahan sebanyak 5 dari 100 kejadian. Sebaliknya, hal
tersebut juga berarti bahwa taraf kepercayaannya sebesar 100-5 = 95% atau 0,95.
Dalam penelitian sosial, khususnya dalam bidang pendidikan, taraf signifikansi
pada umumnya diukur dari p sebesar 1%, atau 5%.Saat melakukan analisa
penelitiannya, peneliti terutama perlu membaca (menginterpretasi) hasil Sig (p),
dan diikuti dengan membaca nilai (skore) r (koefisien korelasi). Sedangkan pada
penelitian uji beda, setelah peneliti membaca hasil sig, diikuti dengan skore t
(hasil uji-t), atau F (hasil Anova), dan skore r square (r2). Perlu ditekankan
kembali bahwa signifikansi hasil penelitian (peluang kesalahan) dirujuk dari taraf
signifikansi (p atau sig) yang diketemukannya. Dalam analisis penelitian, sebaran
hasil peluang kesalahan (sig) dibagi dalam tiga kelompok yaitu: 1. p < 0,01, maka
korelasi atau perbedaannya dinyatakan sangat signifikan.

Dengan demikian hipotesis diterima!2. p < 0,050 (antara 0,011 – 0,050),


maka korelasi atau perbedaannya dinyatakan signifikan. Dengan demikian
hipotesis diterima!3. P > 0,05, maka korelasi atau perbedaannya dinyatakan
nirsignifikan (tidak signifikan). Dengan demikian hipotesis ditolak! Sebagai
contoh, penelitian eksperimen tentang Pengaruh Model Pembelajaran Penugasan
terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa, yang menghasilkan sig=0,089, dan
besarnya r square 0,061. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian tersebut tidak ada
pengaruhi yang signifikan model pembelajaran penugasan terhadap motivasi
belajar mahasiswa. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ” Model
Pembelajaran Penugasan berpengaruh terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa”
ditolak. Sumbangan efektif dari model pembelajaran penugasan terhadap
keberadaan motivasi belajar mahasiswa nampak rendah, yakni hanya sebesar
6,1%.

Ada perbedaan dalam pembuktian (pengujian) hipotesis pada penelitian


inferensial (termasuk penelitian eksprimen) dengan penelitian tindakan.
Pembuktian hipotesis pada penelitian inferensial selalu menggunakan uji statistik,
seperti yang dijelaskan di atas. Diterima atau ditolaknya suatu hipotesis dikaji dari
hasil skor signifikansinya. Jika skor signifikansi yang diperoleh lebih dari 0,050
maka hipotesis peneltian teresebut tidak signifikan alias ditolak. Sedangkan pada

16
penelitian tindakan, pengujian hipotesis dikaji dari hasil setiap tindakan yang
dibandingkan dengan rumusan indikator ketercapaian penelitian tersebut. Dengan
demikian, dalam penelitian tindakan peneliti perlu merumuskan indikator
ketercapaiannya. Jika hasil tindakan sudah melampaui indikator ketercapaian
tersebut maka penelitian tersebut terbukti sudah berhasil mencapai tujuannya.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rumusan masalah adalah bagian terpenting dalam sebuahpenelitian.
Rumusan masalah merupakan kelanjutan dari latarbelakang masalah dari sebuah
penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas, merupakan titik
tolak dari hasil penelitian nantinya dan atau judul penelitian. Maka setelah
mengidentifikasi dan memilih masalah, langkah berikutnya adalah merumuskan
masalah. Kesalahan fatal seorang guru yang akan melakukan penelitian tindakan
kelas adalah, berusaha membuat judul tanpa merumuskan masalah terlebih
dahulu.

Rumusan masalah merupakan bagian yang sangat menentukan dalam


penelitian tindakan kelas, karena itu perumusannya dilakuakan secara cermat
dengan memperhitungkan berbagai hal yang memungkinkan bagi terwujudnya
suatu rumusan yang baik, sehingga dapat memberikan arah yang jelas bagi
peneliti dalam kegiatan atau langkah-langkah selanjutnya dalam suatu penelitian
tindakan kelas.

Menganalisis masalah merupakan langkah yang harus dilakukan guru


setelah melakukan identifikasi. Jika melalui identifikasi anda dapat menemukan
beberapa masalah yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di kelas, maka
analisis bertujuan agar masalah tersebut menjadi lebih jelas dan dapat menduga
faktor-faktor penyebabnya.

3.2 Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini yang berjudul “Perumusan Masalah
Dalam PTK” semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya untuk
penyusun dan bisa menjadi salahsatu referensi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Soesilo, Tritjahjo Danny. 2019. RAGAM DAN PROSEDUR PENELITIAN


TINDAKAN. Salatiga: Satya Wacana University Press.
Ani, W. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jurnal Pendidikan Akiuntansi
Indonesia, 6(1), 87 - 93.

19

Anda mungkin juga menyukai