Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

Peran UN Women dalam Mengurangi Ketimpangan Gender di Korea

Selatan Dalam Sektor Ekonomi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Hubungan Internasional Unversitas Mataram

Nurlaili Husnul Khotimah

L1A016066

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS MATARAM

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Peneliti .............................................................................. 9
1.3 Tujuan Peneliti ..................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 11
2.2 Kerangka Teoritis ................................................................................ 17
2.2.1 Organisasi Internasional .......................................................... 17
2.2.2 Feminis Liberal ........................................................................ 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Pendekatan Penelitian .......................................................................... 27
3.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 28
3.3 Analisis Data......................................................................................... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum UN Women ............................................................ 32
4.1.1 Lahirnya UN Women .............................................................. 32
4.1.2 Organisasi/Konvensi yang membantu dan
mendukung UN Women .......................................................... 35
4.2 Diskriminasi Perempuan di Korea Selatan .......................................... 41
4.2.1 Diskriminasi Perempuan dalam Bidang Ekonomi.................... 42
4.2.2 Gerakan Kesetaraan Gender di Korea Selatan ......................... 49
4.3 UN Women di Korea Selatan .............................................................. 55
4.3.1 Masuknya UN Women ke Korea ............................................. 55
4.3.2 Kerjasama UN Women dan Pemerintah Korea Selatan ........... 60
4.3.3 Peran UN Women dalam Mengurangi ketidaksetaraan
gender dalam bidang ekonomi di Korea Selatan ...................... 73
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...........................................................................................
91
5.2 Masukan dan Saran.............................................................................. 92

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gender adalah definisi perempuan dan laki-laki yang dibangun secara

sosial.Gender mengacu pada peran, perilaku, aktivitas, atribut, dan peluang yang

dianggap sesuai oleh masyarakat mana pun untuk anak perempuan dan anak laki-

laki, serta perempuan dan laki-laki.1Kesetaraan gender berarti bahwa perempuan

dan laki-laki memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan hak asasi mereka

secara penuh dan untuk berkontribusi dan memperoleh manfaat dari,

pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan politik. Oleh karena itu, kesetaraan

gender adalah penilaian yang setara oleh masyarakat atas persamaan dan

perbedaan pria dan wanita, dan peran yang mereka mainkan.Ini didasarkan pada

wanita dan pria yang menjadi mitra penuh di rumah, komunitas, dan masyarakat.2

Ketidaksetaraan gender mengacu pada perlakuan atau persepsi yang tidak

setara dari individu berdasarkan gendernya. Ketidaksetaraan gender ini muncul

dari perbedaan dalam peran gender yang dibangun secara sosial diantara kaum

perempuan dengan laki-laki. Ketidaksetaraan gender berasal dari perbedaan, baik

yang didasarkan secara empiris atau dibangun secara sosial.3

1
World health organization, Gender, diakses dari <https://www.who.int/health-
topics/gender>, pada tanggal 20 Agustus 2020
2
UNESCO, UNESCO’s Gender Mainstreaming Implementation Framework, diakses
dari<http://www.unesco.org/new/fileadmin/MULTIMEDIA/HQ/BSP/GENDER/PDF/1.%20Baseli
ne%20Definitions%20of%20key%20gender-related%20concepts.pdf>, pada tanggal 20 Agustus
2020
3
Lumen, Gender Inequality, diakses dari
<https://courses.lumenlearning.com/culturalanthropology/chapter/gender-inequality/>, pada
tanggal 20 Agustus 2020
2

Ketidaksetaraan gender terhadap perempuan terjadi dalam berbagai aspek

kehidupan, salah satunya dalam bidang pekerjaan. Kesetaraan gender bukan hanya

hak asasi manusia, tetapi pencapaiannya memiliki konsekuensi sosial ekonomi

yang sangat besar. Memberdayakan wanita mendorong ekonomi yang

berkembang, memacu produktivitas dan pertumbuhan.Namun, ketidaksetaraan

gender tetap tertanam kuat di setiap masyarakat.Perempuan tidak memiliki akses

ke pekerjaan yang layak dan menghadapi segregasi pekerjaan dan kesenjangan

upah berdasarkan gender.

Selama beberapa dekade terakhir, perempuan secara masif memasuki

pasar tenaga kerja namun, kesenjangan gender yang luas masih banyak

terjadi.Tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan (Labor Force Participation

Rate/LFPR) tetap lebih rendah daripada partisipasi laki-laki, perempuan

bertanggung jawab atas sebagian besar pekerjaan yang tidak dibayar, dan ketika

perempuan dipekerjakan dalam pekerjaan berbayar, mereka berada di sektor

informal dan di antara kaum miskin. Mereka juga menghadapi perbedaan upah

yang signifikan dengan rekan kerja laki-laki mereka.Di banyak negara, distorsi

dan diskriminasi di pasar tenaga kerja membatasi pilihan perempuan untuk

pekerjaan.4

Pada tanggal 4 Oktober 2020 tercatat jumlah populasi perempuan hampir

menyamai populasi laki-laki yakni sebesar 3.883.425.221 atau sebesar 49,6% dari

total jumlah populasi manusia di dunia (still counting)5, tetapi kontribusi mereka
4
Katrin Elborgh, Women, Work, and the Economy: Macroeconomic Gains from Gender
Equity, IMF Staff Discussion Note, 2013, hal. 4
5
World population, diakses dari <https://countrymeters.info/en/World>, pada tanggal 4
Oktober 2020
3

untuk aktivitas ekonomi dan kesejahteraan berada jauh di bawah laki-laki.

Meskipun ada kemajuan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir, pasar

tenaga kerja di seluruh dunia tetap terbagi berdasarkan garis.

Ada banyak bukti bahwa ketika perempuan mampu mengembangkan

potensi pasar tenaga kerja mereka, akan ada keuntungan ekonomi makro yang

signifikan. Kerugian PDB per kapita yang disebabkan oleh kesenjangan gender di

pasar tenaga kerja diperkirakan mencapai 27 persen. Dalam ekonomi yang

berkembang pesat, FLFP yang lebih tinggi dapat mendorong pertumbuhan dengan

mengurangi dampak dari penyusutan tenaga kerja. Partisipasi tenaga kerja

perempuan yang lebih tinggi juga akan menghasilkan angkatan kerja yang lebih

terampil, mengingat tingkat pendidikan perempuanyang tinggi.

Melihat pentingnya pemberdayaan perempuan dan banyaknya angka

diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan, kemudian pada tanggal 2 juli 2010,

majelis umum PBB, yakni negara-negara anggota PBB sepakat untuk mendirikan

UN Women. Pembentukan UN Women muncul sebagai bagian dari agenda

reformasi PBB, menyatukan sumber daya dan mandat untuk dampak yang lebih

besar.UN Women adalah entitas PBB yang didedikasikan untuk kesetaraan gender

dan pemberdayaan perempuan.

UN Women mendukung negara anggota PBB saat mereka menetapkan

standar global untuk mencapai kesetaraan gender, dan bekerja dengan pemerintah

dan masyarakat sipil untuk merancang undang-undang, kebijakan, program, dan


4

layanan yang diperlukan untuk memastikan bahwa standar tersebut diterapkan

secara efektif dan benar-benar bermanfaat bagi perempuan di seluruh dunia.6

Semua masalah pembangunan manusia dan hak asasi manusia memiliki

dimensi gender. UN Women berfokus pada bidang prioritas yang fundamental

bagi kesetaraan wanita, dan yang dapat membuka kemajuan di semua bidang.

Salah satu bidang yang menjadi fokus UN Women adalah Pemberdayaan

Ekonomi Perempuan (Economic Empowerment Of Women). UN Women bekerja

dengan berbagai mitra untuk membantu program mempromosikan kemampuan

perempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, mengakumulasi aset, dan

memengaruhi lembaga dan kebijakan publik yang menentukan pertumbuhan dan

perkembangan.

Banyak riset yang menunjukkan bahwa keragaman gender dapat

membantu bisnis menjadi lebih baik. UN Women, UN Global Compact, badan

PBB terkemuka lainnya, Bank Dunia, dan Forum Ekonomi Dunia, memperkuat

temuan ini. Negara-negara anggota juga mengakui bahwa inklusi perempuan

mendorong pembangunan, dan mengakui bahwa untuk mencapai Sustainable

Development Goals dan National Economic and Development Plans

membutuhkan gerakan cepat menuju kesetaraan gender.

Dalam lingkungan politik, sosial dan ekonomi yang saling bergantung

secara global, kemitraan memainkan peran yang semakin penting untuk

menciptakan lingkungan bisnis yang dinamis dengan melibatkan berbagai macam

6
UN Women, About UN Women, diakses dari <https://www.unwomen.org/en/about-
us/about-un-women>, pada tanggal 20 Agustus 2020
5

pelaku, kolaborator, kontributor dan inovator untuk membuka peluang bagi

perempuan dan laki-laki. Hal ini juga memungkinkan partisipasi aktif dan

interaktif pemerintah, lembaga keuangan internasional, sektor swasta, investor,

organisasi nonpemerintah, akademisi dan organisasi profesi bekerja sama. Dalam

semangat kemitraan, UN Women dan UN Global Compact menawarkan Prinsip

Pemberdayaan Wanita dengan harapan Prinsip Pemberdayaan Wanita dapat

digunakan sebagai "lensa gender" yang ditargetkan dapat menginspirasi dan

mengintensifkan upaya untuk membawa perempuan di semua tingkatan.

Korea Selatan sebagai salah satu negara besar tidak terlepas dari masalah

ketimpangan gender dan mengalami banyak kesenjangan dalam berbagai aspek

kehidupan. Hal ini semakin dikuatkan dengan hasil survei yang menunjukkan

bahwa sembilan dari sepuluh wanita merasa jika kaumnya tidak diperlakukan

sama seperti pria di Korea Selatan dan sebagaian besar diskriminasi gender ini

terjadi di rumah. Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh kelompok hak asasi

wanita Womenlink terhadap 1257 wanita dari usia remaja hingga 70-an, sebanyak

93% menjawab “tidak” saat ditanya apakah Korea Selatan merupakan negara

yang memiliki kesetaraan gender. Hanya 2% yang mengatakan kalau wanita

diperlakukan sama sementara 5% tidak menanggapi survei. Mayoritas dari mereka

yang disurvei atau 23% mengatakan bahwa mereka pernah mengalami

diskriminasi seksual di rumah.Lalu sekitar 15% mengatakan bahwa mereka

merasa didiskriminasi saat mengemudi atau menggunakan kendaraan umum dan

14% mengalaminya di sekolah7.

7
Ock Hyun-ju, 9 in 10 women say Korea is sexist: survey, The Korea Herald,
<http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20170928000604&ACE_SEARCH=1>, 2017, pada
6

Masalah kesetaraan gender di Korea Selatan tetunya merambat ke pasar

kerja. Terlepas dari jumlah lulusan perempuan yang dipekerjakan melewati

lulusan laki-laki, menurut survei yang baru-baru ini diterbitkan oleh Departemen

Pendidikan di Korea Selatan, perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki

dalam tingkat pekerjaan 65,2% untuk wanita dibandingkan dengan 69% untuk

pria. Pada akhir 2015, ada 494.214 karyawan laki-laki dalam 10 chaebol terbesar

teratas, konglomerat bisnis keluarga seperti Samsung, Hyundai, LG dll.,

Sementara staf perempuan hanya sebanyak 130.930 pekerja. Pengusaha enggan

menerima pekerja perempuan sebagai pegawai mereka, dikarenakan mereka

sering dianggap tidak kompeten dan tidak efisien dibandingkan dengan laki-

laki.Dalam pernikahan, istri memikul lebih banyak tanggung jawab merawat

anak-anak daripada suami mereka, yang berarti bahwa mereka memiliki lebih

sedikit waktu untuk dihabiskan untuk beban kerja daripada laki-laki. 8 Akan tetapi,

banyaknya kesenjangan yang terjadi bukan hanya dalam masakah partisipasi

angkatan kerja perempuan, akan tetapi juga dalam hal gaji, dan perlakuan

terhadap pekerja perempuan.

Dalam kasus ini, pemisahan gender dalam angkatan kerja di Korea

Selatan juga dipicu oleh norma yang berkembang dalam masyarakatnya.

Ketidaksetaraan ini, seringkali dikaitkan dengan ajaran Konfusianisme di Korea

Selatan yang telah mengakar. Ajaran ini di Korea Selatan menekankan tentang

keluarga, perbaikan pribadi, dan penghormatan terhadap usia dan otoritas.

tanggal 1 Juli 2019.


8
Yutang Jin. 2016 The Issue of Gender Equality in Confucian Culture. Dikutip dari
<https://blogs.lse.ac.uk/gender/2016/01/18/the-issue-of-gender-equality-in-confucian-
culture/>pada tanggal 30 Juni 2019
7

Sejak era Dinasti Joseon (1392-1910) hingga sekarang, Konfusianisme

sangat mempegaruhi masyarakat Korea Selatan, baik itu dalam pendidikan,

filosofi, agama, sistem sosial, politik dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu tema khusus dalam ajaran ini di Korea Selatan adalah patriarki, di

mana setiap jenis kelamin memiliki perannya sendiri dalam keluarga. Dalam

Konfusianisme, laki-laki dipandang sebagai superior, dan otoritas mereka tidak

ditantang oleh siapa pun yang statusnya lebih rendah. Peran perempuan adalah

menaati laki-laki: "ayah mereka sebelum mereka menikah, dan suami mereka

setelah menikah.

Konfusianisme mengajarkan “perempuan harus memprioritaskan tanggung

jawab keluarga”.9 Perempuan tidak dapat bebas menyampaikan aspirasinya

dihadapan publik seperti laki-laki.Hal tersebut merupakan manifestasi perilaku

penyebab kesenjangan gender di Korea Selatan.Meskipun budaya patriarki telah

mengalami perubahan ketika Korea Selatan terus berkembang di dunia modern,

mentalitas peran spesifik gender tampaknya tetap kuat di masyarakat, secara

inheren melahirkan diskriminasi gender, khususnya dalam pekerjaan.10

1.2 Pertanyaan Peneliti

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian

yang diangkat dalam skripsi ini adalah:

9
Olivia Kim, South Korea Maternity Leave: How U.S. Law Could Be Less Burdensome To
Employers And Provide More Protection For Women In The Workplace, Southwestern Journal Of
International Lawvol. 24, 2018, hal.347
10
Yutang Jin
8

“BagaimanaPeran UN Women dalam Mengurangi Ketimpangan Gender

di Korea Selatan pada Sektor Perekonomian”

1.3 TujuanPeneliti

Tujuan penelitian pada umumnya untuk dapat mengetahui bagaimana

ketimpangan gender di Korea Selatan terutama dalam bidang ekonomi. Dan untuk

mengetahui kebijakan yang diambil oleh pemerintah Korea Selatan dalam

menangani ketimpangan gender dan melihat peran UN Women sebagai organisasi

internasional dapat membantu menangani ketimpangan gender di Korea Selatan.

1.4 ManfaatPenelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1.2.1Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan Ilmu

Hubungan Internasional, khususnya terkait ilmu-ilmu ekonomi

politik global yang ada sebagai salah satu konsentrasi pada Ilmu

Hubungan Internasional.

1.2.2Secara Praktis

Penulis ingin memperkenalkan kepada para pembaca tentang

kasus-kasus diskriminasi perempuan di KoreaSelatan terutama

masalah diskriminasi perempuan dalam bidang ekonomidan

bagaimana peran pemerintah dan UN Women sebagai salah satu


9

organisasi internasional untuk mengurangi masalah diskriminasi

tersebut.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang akan

membantu penulis terkait penelitian yang dibuat. Penelitian ini akan

menggunakanteoriorganisasi internasional dan teori feminis liberal untuk

membantu menjawab pertanyaan penelitian peneliti. Fokus penelitian yang

dilakukan peneliti ialah bagaimana peran UN Women dalam membantu

menangani masalah diskriminasi gender di Korea Selatan khusunya dalam

bidang ekonomi, yang belum dikaji secara mendalam pada penelitian-penelitian

terdahulu.Untuk membantu memberikan pemahaman terkait penelitian skripsi ini,

penulis menggunakan beberapa referensi untuk mendukung penulis dalam

mengembangkan alur berpikir terkait penelitian yang dibuat.

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa referensi karya tulis

dari penelitian terdahulu yang sekiranya dapat mendukung penelitian penulis,

diantaranya; 1) More Protection, Still Gendered: The Effects of Non-Standard

Employment Protection Acts on South Korean Women Workers oleh Johee Lee; 2)

Confucianism and the Korean Family oleh ParkInsook Han dan Lee JayCho; dan

yang terakhir; 3) Gender Wage Gap in Korea in Lifecycle Perspective oleh Choi

Selim.

Dalam penelitian yang ditulis oleh Joohee Lee dengan judul “More

Protection, Still Gendered: The Effects of Non-Standard Employment Protection


11

Acts on South Korean Women Workers” dalam Journal Of Contemporary Asia

Vol.47, No. 1, terlepas dari industrialisasi yang cepat, Korea masih

mempertahankan sikap patriarki terhadap perempuan. Di pasar tenaga kerja,

perbedaan asumsi antara laki-laki dan perempuan memperkuat model hubungan

kerja standar (SER) di mana laki-laki adalah pencari nafkah dan perempuan

bertanggung jawab untuk mengatur rumah-tangga. Oleh karena itu, tidak

mengherankan bahwa tingkat partisipasi pasar tenaga kerja wanita Korea hampir

tidak meningkat, yakni sebesar 48,6% pada tahun 1997; dan mencapai 48,8%

pada tahun 201311.

Norma kuat pencari nafkah laki-laki mengesampingkan perubahan

struktural yang memperluas pendidikan tinggi dan melegitimasi hak yang sama

bagi perempuan. Sementara krisis ekonomi Asia tahun 1997 dan reformasi pasar

tenaga kerja neo-liberal menyebabkan banyak perubahan bagi pekerja, sebagian

besar menghasilkan sejumlah besar pekerja non-standar dan merusak model SER

yang berpusat pada laki-laki, efek pada pekerja perempuan bahkan lebih buruk.

Para pengusaha biasanya menempatkan pekerja perempuan pada pekerjaan yang

tidak memiliki standar di industri jasa dan dipisahkan berdasarkan jenis

kelamin.Akibatnya, perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan sangat besar

dan menciptakan keterbelakangan kesetaraan perempuan yang bekerja.

Perbedaan penelitian ini dengan Johee Lee adalah penelitian ini lebih

berfokus bagaiamana PeranUN Women dalam membantu pemerintah Korea

11
Joohee Lee, More Protection, Still Gendered: The Effects of Non-Standard Employment
Protection Acts on South Korean Women Worker, JOURNAL OF CONTEMPORARY ASIA
VOL. 47, NO. 1, hal.46–65, 2017, diaksespadatanggal 5 Juli 2019
12

Selatan dalam masalah ketimpangan gender yang terjadi. Sedangkan Johee Lee

hanya membahasmengenai penyebab diskriminasi gender yang terjadi

berdasarkan culture Korea Selatan dalam sudut pandang para pemilik industri

jasa. Persamaandaripenelitianiniadalahsama-samamembahasmengenai

ketidaksetaraan gender di Korea Selatan, khususnya dalam bidang tenaga kerja

prempuan. Didalam penelitian yang dilakukan oleh Johee Lee

jugatidakmembahas mengenai bagaimanaperanpemerintah dan peran UN

Womendalammengatasipermasalahandiskriminasitersebut.

ParkInsook Han dan Lee JayCho dalam penelitian mereka yang berjudul

“Confucianism and the Korean Family”yang terdapat dalam Journal of

Comparative Family Studies, Vol. 26, No. 1menjelaskan bahwa bagaimana ajaran

Konfusianisme sangat berpengaruh dalam keluarga Korea sejak dulu dan

menyebabkan banyaknya diskriminasi terhadap perempuan hingga saat ini.

Dalam keluarga patriarkis Konfusianisme, keluarga sebagai entitas

diutamakan atas anggota individu dan kelompok keluarga tidak dapat dipisahkan

dengan identifikasi klan. Fungsi paling penting dari anggota keluarga adalah

untuk memelihara dan melestarikan rumah tangga dalam sistem tradisional.Oleh

karena itu, hubungan keluarga pusat bukanlah antara suami dan istri, melainkan

antara orangtua dan anak, terutama antara ayah dan anak.Terlebih lagi, hubungan

antara anggota keluarga tidak horizontal - yaitu, berdasarkan cinta dan kesetaraan

timbal balik - tetapi kesalehan berbakti vertikal yang ditandai dengan kebajikan,

otoritas, dan kepatuhan.Kewenangan ada pada kepala (laki-laki) rumah tangga,

dan perbedaan status ada di antara anggota keluarga lainnya.


13

Selama dinasti Chosun(1392 - 1910) hubungan hierarkis antara suami dan

istri diamati secara ketat dalam keluarga KoreaSelatan. Hal ini disamakan dengan

hubungan antara raja dan rakyatnya dan antara ayah dan anak. Seorang istri akan

mengorbankan dirinya sepenuhnya untuk melayani suami dan keluarganya dengan

cara yang patut dicontoh. Dia diajari untuk tidak memaksakan pandangannya

tentang kehidupan keluarga pada suaminya; dengan demikian muncul pepatah

Korea, "Rumah binasa ketika ayam berkokok."

Hubungan yang tidak setara ini ditulis ke dalam hukum negara. Sesuai

dengan aturan ketaatan ketiga, seorang wanita diminta untuk mematuhi ayahnya,

suami, dan putranya, aturan keluarga untuk upacara usia, pernikahan, pemakaman

dan pemujaan leluhur yang disusun oleh Ku-zun (1420-95) selama Dinasti Ming

Cina (1368-1644), diperkenalkan ke Korea pada bagian terakhir Koryo (958-

1392). Aturan-aturan ini ditentukan dari bagian awal dinasti Chosun (1392-1650)

tetapi secara luas diamati sebagai aturan keluarga oleh masyarakat umum sejak

bagian terakhir dari periode Chosun (1 650-1910).Mereka juga disebut sebagai

aturan Keluarga Chu-Tzu (1130-1200) yang doktrinnya diadopsi.

Perempuan hidup dalam ketakutan yang konstan akan perceraian dan

desersi di bawah aturan yang menetapkan tujuh sifat buruk yang dianggap sebagai

alasan sah untuk perceraian oleh suami - tetapi tidak oleh istri. Kejahatan itu

adalah ketidaktaatan kepada orang tua suami, gagal melahirkan anak laki-laki,
14

perzinahan, kecemburuan, tertular penyakit berbahaya, gosip berbahaya, dan

pencurian.12

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

ParkInsook Handan Lee JayChoadalah penelitian ini lebih berfokus terhadap

masalah diskriminasi perempuan dan kebijakan pemerintah Korea Selatan Selatan

dalam mengurangi tingkat diskriminasi terhadap perempuan. Penelitian ini juga

menyebutkan adanya peran dari luar pemerintah Korea Selatan dalam

menyelesaikan masalah diskriminasi yang tejadi. Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh ParkInsook Han dan Lee JayCho hanya berfokus kepada sejarah

bagaimana konfusianisme pada zaman dahulu dan peran kuat konfusianisme

dalam keluarga Korea Selatan hingga saat ini. Persamaan penelitian ini adalah

sama-sama membahas mengenai ajaran konfusiaisme yang mempengaruhi

perspektif masyarakat sehingga kasus diskriminasi terhadap perempuan

meningkat di Korea Selatan.

Choi Selim dalam penelitiannya yang berjudul “Gender Wage Gap in

Korea in Lifecycle Perspective” terdapat dalam Japan Labor Issues , vol.3, no.17,

menjelaskan tingkat kesenjangan upah gender yang tinggi di Korea yang

disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor-faktor yang secara umum

dipertimbangkan, seperti pemilahan pekerjaan, kesenjangan pendidikan, jenjang

karier wanita selama kehamilan dan sebagainya. Selain itu, beberapa faktor dari

pasar tenaga kerja Korea Selatanberkaitan dengan kesenjangan upah gender di

12
ParkInsook Han&Lee JayCho,Confucianism and the Korean Family, Journal of
Comparative Family Studies, Vol. 26, No. 1, FAMILIES IN ASIA : BELIEFS AND REALITIES,
1995, hal.124-125
15

atas rata-rata negara lainnya. Pertama, pengusaha Korea Selatan, baik di sektor

swasta maupun publik, biasanya memberi penghargaan kepada orang-orang yang

menjalani tugas militer dengan gaji yang lebih tinggi dengan menerima masa

dinas militer (sekarang 18 bulan) sebagai masa jabatan di perusahaan. Faktor lain

dari pasar tenaga kerja Korea Selatan yang berkontribusi terhadap kesenjangan

upah gender adalah budaya jam kerja yang panjang dan penekanan pada dedikasi

kepada majikan.

Jam kerja yang panjang dapat berkontribusi pada kesenjangan upah gender

jika jam kerja berada di atas jam bekerja di pasar tenaga kerja dan di rumah bagi

perempuan (pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak). Jika jam kerja terlalu

tinggi, pasangan menikah dengan anak-anak akan dipaksa untuk memutuskanakan

bekerja seutuhnya atau fokus terhadap urusan rumah tangga. Dalam kasus Korea

Selatan, secara historis, laki-laki selalu mengkhususkan diri dalam bekerja dan

perempuan mengkhususkan diri pada pekerjaan rumah tangga.13

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Choi

Selim adalah penelitian yang dilakukan oleh Choi Selim lebih berfokus kepada

bagaimana dengan adanya diskriminasi jenis kelamin pasar kerja dan kesenjangan

upah gender dapat mendorong spesialisasi dalam keluarga yang tidak merata.

Sedangkan penelitian ini juga menyebutkan bagaimana pengaruh UN Women

sebagai pihak luar ikut membantu Korea Selatandalam mengurangi diskriminasi

terhadap perempuan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

13
Selim Choi, Gender Wage Gap in Korea in Lifecycle Perspective, Japan Labor Issues ,
vol.3, no.17, August-September 2019, hal. 20-21
16

oleh Choi Selim adalah sama-sama menjelaskan bagaimana diskriminasi dalam

pekerjaan dapat mempengaruhi faktor-faktor lain dalam kehidupan perempuan,

seperti bagaimana diskriminasi dalam bidang pekerjaan membuat angka kelahiran

di KoreaSelatan menjadi rendah.

2.2 Kerangka Teoritis

Dalam sebuah penelitian, sangat dibutuhkan suatu landasan berpikir untuk

bisa memecahkan permasalahan yang tengah di angkat. Maka dari itu dibutuhkan

penyusunan sebuah kerangka teori yang memuat gagasan yang dapat dijadikan

gambaran dari perspektif apa penelitian atau permasalahan yang sedang diangkat

dan yang akan disoroti. Untuk membantu menjelaskan fenomena yang peneliti

angkat, maka penggunaan teori dan konsep yang tepat sangat dibutuhkan.

Penggunaan teori dan konsep yang tepat akan sangat membantu

menerangkanfenomena yang menjadi fokus perhatian peneliti sekaligus

membantu penelitim dalam melakukan analisis terhadap fenomena yang diangkat

secara tajam dan mendalam.

2.2.1Organisasi Internasional

Para sarjana hukum internasional pada umumnya mendefinisikan

organisasi internasional dengan memberikan kriteria-kriteria, serta elemen-elemen

dasar atau syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama

organisasi internasional.Adapun pengertinan organisasi itenasional menurut

Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr. adalah “Pengaturan bentuk kerjasama

internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan


17

suatu persetujuan dasar untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberikan

manfaat timbal balik yang dilaksanakan melalui pertemuan-pertemuan serta

kegiatan-kegiatan staf secara berkala”.

Sebuah organisasi internasional setidaknya harus mempunyai karakteristik

seperti sebuah kerjasama antar lintas batas negara, yang mana kerjasama tersebut

juga memiliki tujuan yang telah disepakati bersama, baik antar pemerintah

maupun non-pemerintah.Selain itu, struktur organisasi maupun pelaksanaannya

harus jelas dan lengkap sesuai dengan fungsinya masing-masing. Adanya

keinginan untuk bekerja sama juga menjadi syarat berdirinya organisasi

internasional, begitu juga prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional

yaitu adanya keinginan untuk bekerja sama yang jelas-jelas kerjasama tersebut

akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak melanggar

kekuasaan dan kedaulatan negara anggota dalam suatu organisasi internasional.

Organisasi internasional berperan sebagai wadah dalam rangka kerjasama

menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta

memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang

timbul”.Menurut A. Leroy Bennet, untuk disebut sebagai sebuah organisasi

internasional, organisasi tersebut merupakan organisasi yang tetap untuk

melaksanakan fungsi yang berkelanjutan, keanggotaan yang bersifat sukarela dari

peserta yang memenuhi syarat, instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur

dan metode operasional, memiliki badan pertemuan perwakilan konsultatif yang


18

luas, dan sekretariat tetap untuk melanjutkan fungsi administrasi, penelitian dan

informasi secara berkelanjutan.14.

Menurut Clive Archer, Organisasi Internasional memiliki tiga peran,

yaitupertama sebagai Instrumen (alat/sarana), untuk mencapai kesepakatan,

menekan intensitas konflik (jika ada) dan menyelaraskan tindakan. Kedua,

Organisasi Internasional sebagai arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun

berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan secara bersama-sama atau

perumusan perjanjian-perjanjian internasional (convention, treaty, protocol,

agreementdan lain sebagainya).Dan peran Organisasi Internasional yang ketiga

adalah sebagai pelaku (aktor), bahwa organisasi interasional juga bisa merupakan

aktor yang autonomous dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai

organisasi internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan anggota-

anggotanya.15

Peranorganisasi internasional sebagai wadah atau forum untuk

menggalang kerjasama serta untuk mencengah atau mengurangi intensitas konflik

(sesama anggota). Organisasi internasional juga berperan sebagai sarana untuk

perundingan dan menghasilkan keputusan bersama yang saling mengungtungkan

dan ada kalanya bertindak sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan yang diperlukan (antara lain kegiatan sosial kemanusiaan,

14
Lisa Martin & Beth Simmons, International Organizations and Institutions, Handbook
Of International Relation, 2012, hal. 328
15
Teuku may rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung:Refika
Aditama,2005, hal. 29
19

bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, peace keeping operation dan lain-

lain).16

Organisasi internasional juga memiliki fungsi sebagai instrumen.Sebuah

organisasi internasional dapat dianggap sebagai instrumen ketika ada

pengimplementasian menuju suatu tujuan tertentu. Meskipun belum dapat

dipastikan bahwa sebuah organisasi internasional dapat mewujudkan semua

tujuan yang dimiliki negara ataupun bahwa semua negara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep organisasi internasional

karena penulis anggap tepat dalam menganalisis penelitian ini berdasarkan

pengertian dan ciri-ciri diatas, maka UN Women juga termasuk kedalam

organisasi internasional.UN Women merupakan organisasi internasional antar

pemerintah yang mempunyai tujuan khsusus pada suatu bidang tertentu dan

keanggotaannya terbuka untuk seluruh negara.Keanggotaan UN Women tidak

terbatas pada sekelompok negara tertentu sehingga seluruh negara dapat

bergabung dengan UN Women.

UN Women menjadi salah satu organisasi internasional dibawah naungan

PBB yang didekasikan khusus untuk mengatasi berbagai masalah gender yang

dialami oleh perempuan di dunia termasuk di Korea sebagai salah satu negara

anggota PBB.UN Women mengoordinasikan dan mempromosikan kerja sistem

PBB dalam memajukan kesetaraan gender, dan dalam semua musyawarah dan

kesepakatan yang terkait dengan Agenda 2030. UN Women bekerja untuk

Teuku may rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung:Refika


16

Aditama,2009, hal.27
20

memposisikan kesetaraan gender sebagai hal mendasar untuk Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), dan dunia yang lebih inklusif..

Dalam hal ini, UN Women juga menjadi forum bagi negara-negara

anggota PBB untuk merumuskan kebijakan yang tepat untuk memajukan

perempuan dan menghapus segala bentuk diskriminasi bagi perempuan dan anak-

anak perempuan.UN Women juga menjadi wadah untuk memantau bagaimana

dan sejauh mana kebijakan yang sudah diambil tersebut sudah dijalankan.UN

Women mendukung Negara Anggota PBB saat mereka menetapkan standar global

untuk mencapai kesetaraan gender.

UN Women bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk

merancang undang-undang, kebijakan, program dan layanan yang diperlukan

untuk memastikan bahwa standar tersebut diterapkan secara efektif dan benar-

benar bermanfaat bagi perempuan di seluruh dunia.Ini bekerja secara global untuk

membuat visi dari SDG’s menjadi kenyataan bagi perempuan dan anak-anak

perempuan dan mendukung partisipasi setara perempuan dalam semua aspek

kehidupan.

Korea Selatan menjadi salah satu negara yang bekerjasama dengan UN Women

untuk mengurangi diskriminasi atau ketimpangan yang terjadi dinegaranya

dikarenakan tingginya angka keimpangan yang terjadi di Korea Selatan. Korea

Selatan ikut membentuk UN Women dan bekerjasama dengan organisasi-

organisasi ataupun konvensi internasional lainnya untuk membantu menangani

ketimpangan yang terjadi. Dalam hal ini UN Women membantu dengan


21

memberikan keahlian dan dukungan keuangan untuk negara anggota dan menjalin

diskusi bersama terkait kebijakan yang akan digunakan untuk mengurangi atau

mengatasi diskriminasi yang terjadi. Dalam hal ini maka terjalin kerjsama antara

Korea Selatan dengan negara lain ataupun dengan pemerintah non negara yang

dimana merupakan salah satu syarat organisasi internasional yaitu adanya

kerjasama lintas negara.

2.2.2 Feminis Liberal

Teori Feminis Liberal dapat dijelaskan sebagai bentuk individualistik yang

berkonsentrasi pada perempuan yang memiliki kesetaraan melalui tanggung jawab

atas tindakan dan pilihan mereka.Dalam catatan serupa, Giddens mendefinisikan

teori feminis liberal sebagai “teori feminis yang percaya bahwa ketidaksetaraan

gender dihasilkan oleh berkurangnya akses perempuan dan anak perempuan

terhadap hak-hak sipil dan alokasi sumber daya sosial seperti pendidikan dan

pekerjaan”.Dari kedua definisi di atas dapat diketahui bahwa teori feminis liberal

mengakui adanya disparitas dalam masyarakat yang terkait gender, namun

tanggung jawab berada pada individu yang terkena dampak untuk memperbaiki

keadaannya.17

Feminis liberal juga peduli dengan persamaan hak dan kebebasan individu.

Jika akan ada reformasi, reformasi tersebut harus dilakukan secara bertahap tanpa

mengganggu status quo. Feminis Liberal memiliki tujuan moderat, pandangan

mereka tidak secara radikal menantang nilai-nilai yang ada dan oleh karena itu
17
Wellington Samkange, The Liberal Feminist Theory: Assessing Its Applicability To
Education In General And Early Childhood Development (E.C.D) In Particular Within The
Zimbabwean Context, Global journal of advanced research Vol-2, Issue-7, hal. 173
22

mereka bertujuan untuk perubahan bertahap dalam sistem politik, ekonomi dan

sosial.Oleh karena itu, disparitas gender dikaitkan dengan sejumlah faktor. Faktor-

faktor tersebut mencakup budaya dan cara pria dan wanita disosialisasikan dalam

budaya tersebut. Faktor lainnya berkaitan erat dengan sikap individu.Semua ini

bisa diubah melalui pemberdayaan dan pendidikan.18

Di antara tokoh penting dalam periode ini adalah Mary Wollstonecraft

(1759-1797), J.S.Mill (1806-1873), Harriet Taylor Mill (1807-1858), Elizabeth

Stanton (1815-1902) dan lainnya.Karya Mary Wollstonecraft tentang

peningkatkan hak-hak perempuan dihargai sebagai sebagai karya perdana yang

dipublikasikan aliran feminisme liberal.Inti dari karya tersebut adalah penolakan

terhadap karya Rousseau “Emile”, yang menyarankan pemisahan sistem

pendidikan diantara lelaki dan peremapuan. Dia meneriakkan kesempatan yang

sama bagi perempuan.19

Pendidikan formal dianggap sebagai wahana atau tangga yang

memungkinkan kaum perempuan bisa mengikuti arus modernisasi dan terlibat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi kaum perempuan

yang menghendaki adanya perubahan itu pun menyadari, bahwa upaya emansipasi

yang mereka tuntut tetap tidak akan meninggalkan berbagai tugas yang

diembannya di ranah domestik. Dengan kata lain, meskipun mereka ingin dan

dapat aktif di ranah publik, ranah domestik tetap akan menjadi tugas utama

mereka.

18
Ibid, hal.174
19
Saidul Amin, Pasang Surut Gerakan Feminism, Jurnal Marwah Vol. XII No. 2
Desember 2013 hal.147
23

Pada prinsipnya, gerakan feminsime liberal ini berargumentasi, bahwa

memang ada ketidakadilan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan, dalam

hubungan-hubungan itu laki-laki lebih diuntungkan. Karena itu, supaya

perempuan pun memperoleh keuntungan, ia musti terlibat dalam peluang dan

kesempatan kerja dan berusaha serta pendidikan yang tersedia di ranah publik.

Namun demikian, emansipasi yang dituju itu tidak sampai menolak kodratinya

yang memiliki sifat-sifat keibuan dan tidak meninggalkan fungsi sosial di ranah

domestik.Kalaupun perempuan bekerja di sektor publik, tidak sampai luar dari

sektor domestiknya.20Oleh karena itu pemerintah Korea meningkatkan pendidikan

bagi perempuan dengan memasukkan ketentuan untuk pendidikan anak

perempuan dalam Konstitusi Korea pada tahun 1948.

Menurut Statistik Gender di Korea, pada tahun 2009, 98 persen anak

perempuan terdaftar di sekolah dasar, 96 persen di sekolah menengah, dan 92,9

persen di sekolah menengah. Di pendidikan tinggi, 68,1 persen anak perempuan

juga terdaftar, dengan 82,4 persen perempuan muda di pendidikan menengah

melanjutkan ke universitas menunjukkan bagaimana pendidikan tinggi telah

menjadi norma. data ini menunjukkan peningkatan pesat dalam pendidikan bagi

perempuan dibandingkan pada tahun 1952, ketika pendidikan perempuan pertama

kali dijamin oleh undang-undang, pendaftaran anak perempuan dalam bentuk

pendidikan apa pun hanya sebesar 36,3 persen.21

20
Budi Rajab, Perempuan Dalam Modernisme Dan Postmodernisme, jurnal
Sosiohumaniora, Vol. 11, No. 3, November 2009, hal. 6
21
Ahn Jae Hee, Analysis of Changes in Female Education in Korea from an Education -
Labor Market Perspective, Asian Women Vol 27 no.2, 2011, hal. 114
24

Apabila Wollstonecraft lebih menekankan pemberdayaan perempuan di

bidang pendidikan, maka J.S. Mill dan Hariet Taylor melangkah lebih

jauh.Baginya pendidikan saja tidak cukup. Perempuan sebagai makhluk rasional

harus sadar akan hak-hak sipil mereka dalam semua aktifitas kehidupan baik

ekonomi, politik dan lainnya Oleh karena itu, selain dengan meningkatkan

partisipasi perempuan dalam pendidikan, pemerintah korea juga berupaya untuk

memberdayakan perempuan dalam bidang lainnya.

Kemudian Mill mempertanyakan kembali anggapan bahwa lelaki lebih

superior dibandingkan perempuan.Semua bentuk penindasan terhadap hak- hak

perempuan harus dihapuskan, sebab itu merupakan sisa-sia peninggalan zaman

kuno.22 Feminisme liberal memandang sosialisasi peran gender sebagai sumber

utama penindasan perempuan. Dengan kata lain, peran sosial laki-laki (misalnya,

kompetitif dan agresif) diberikan lebih banyak status sosial dan kekuasaan

daripada peran perempuan (misalnya, mengasuh dan pasif).23Intinya, feminisme

liberal adalah untuk reformasi bertahap melalui advokasi untuk persamaan hak

untuk semua, dan hukum dan kebijakan yang mempromosikan kesetaraan.

Teori feminis liberal dianggap tepat oleh penulis untuk menganalisis

penelitian ini, karena dilihat dari sudut pandang feminis liberal perlakuan yang

diterima oleh perempuan di Korea Selatan merupakan sebuah

ketimpangan/diskriminasi.Karena seperti yang kita tahu, feminis liberal

berpendapat bahwa ketimpangan yang terjadi disebakan oleh kurangnya akses

22
Saidul Amin, hal. 148
23
Amanda Burgess, Intersections of Race, Class, Gender, and Crime: Future Directions
for Feminist Criminology, Feminist Criminology Volume 1 Number 1 January 2006, hal. 29
25

perempuan terhadapterhadap hak-hak sipil dan alokasi sumber daya sosial seperti

pendidikan dan pekerjaan.Dalam hal ini, perempuan di Korea Selatan juga masih

banyak mengalami keterbatasan akses dalam pendidikan dan pekerjaan.

Feminis liberal juga berperdapat bahwa ketimpangan yang dialami oleh

perempuan dikarenakan oleh budaya dan cara pria dan wanita disosialisasikan

dalam budaya tersebut. Seperti yang kita tahu bahwa patriarki di Korea Selatan

masih sangat tinggi karena pengaruh konfusianisme yang telah lama mengakar.Di

bawah sistem diskriminasi yang parah ini, wanita dari dinasti Chosun dikurung di

rumah.Dalam keluarga yangbon (bangsawan), seorang wanita yang belum

menikah dilarang berbicara dengan pria manapun kecuali kerabat dekat pria, dan

setelah menikah dia dilarang keluar rumah tanpa izin dari suaminya.

Dalam keluarga patriarki tradisional pada dinasti terakhir di Korea Selatan

(1392 - 1910), pembagian kerja didasarkan pada jenis kelamin. Sang suami

membuat semua keputusan dan memiliki tanggung jawab utama untuk

kesejahteraan ekonomi keluarga, sementara sang istri menyibukkan diri secara

eksklusif dengan tugas mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga. Studi terbaru

menunjukkan bahwa keterlibatan istri dalam pengambilan keputusan keluarga

telah meningkat tetapi masih di bawah suami, terutama dalam masalah

keuangan.24

24
ParkInsook Han &Lee JayCho, hal. 132
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Di dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

Kualitatif.Definisi penelitian kualitatif dapat ditemukan pada banyak literatur.

Antara lain, Ali dan Yusof mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai: “Any

investigation which does not make use of statistical procedures is called

“qualitative” nowdays, as if this were a quality label in itself”.25Dari definisi

tersebut, ditekankan pada ketidakhadiran penggunaan alat-alat statistik dalam

penelitian kualitatif.

Sementara itu, metode kualitatif lebih menekankan pada pengamatan

fenomena dan lebih meneliti ke subtansi makna dari fenomena tersebut.Analisis

dan ketajaman penelitian kualitatif sangat terpengaruh pada kekuatan kata dan

kalimat yang digunakan.Perhatian penelitian kualitatif lebih tertuju pada elemen

manusia, objek, dan institusi, serta hubungan atau interaksi di antara elemen-

elemen tersebut, dalam upaya memahami suatu peristiwa, perilaku, atau

fenomena.26Penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, tetapi berdasarkan

data, analisis, kemudian diinterpretasikan.Biasanya berhubungan dengan masalah

25
Azham Md. Ali & Hamidah Yusof, Quality in Qualitative Studies: The Case of
Validity, Reliability and Generalizabilit, Issues in Social and Environmental Accounting Vol. 5,
No.1,2011, hal. 26
26
Yoni Ardianto, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Artikel Direktoral Jenderal
Kekayaan Negara, diakses dari
<https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-Penelitian-
Kualitatif.html>, pada tanggal 9 Agustus 2020
27

sosial dan manusia yang bersifat interdisipliner, fokus pada berbagai metode,

naturalistik dan interpretatif (dalam mempelajari data, paradigma, dan

interpretasi). Penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang menekankan

pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan

kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks, dan rinci. Penelitian

yang menggunakan pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan

konstruksi teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta penelitian yang

menggunakan paradigma kualitatif.27

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder.

Data primer diartikan sebagai pengumpulan data langsung dari pihak atau

lingkungan pertama dari permasalahan yang diteliti sedangkan data sekunder

merupakan proses pengumpulan data dari data yang sudah ada dari dokumen

tertentu sehingga pengumpulan data sekunder disebut sebagai dokumentasi.

Untuk meneliti karya tulis ini, penulis mengumpulkan data menggunakan

teknik pengumpulan data secara sekunder yaitu menggunakan literatur atau

dokumentasi yang tersedia. Adapun teknik pengumpulan data yaitu:

1. Studi Literatur (Library research)

Penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan menelaah sejumlah

27
A.Anggito,&J. Setiawan, Metodologi penelitian kualitatif , CV Jejak, Sukabumi,
2018, hal. 9
28

literatur yang tersedia sesuai dengan tema penelitian. Data tersebut

diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu, buku-buku/e-book, jurnal-

jurnal dengan tema yang relevan, makalah, dan artikel terkait.

2. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data dengan menelaah sejumlah dokumen-dokumen resmi.

Melalui portal dan berita Internasional, seperti Ministry of Foreign Affairs

Republic of Korea, Ministry of Gender Equality and Family, Korea.net,

UN Women.org, Journal Of Contemporary Asia, dan lain sebagainya.

3.3 Analisis Data

Dalam penelitian deskriptif data yang dikumpulkan bukan angka-angka,

akan tetapi berupa kata-kata atau gambaran yang berasal dari hasil observasi,

naskah, wawancara, catatan atau dokumen lapangan dan dokumen-dokumen

lainnya.Atas dasar itulah maka analisis data yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah analisis deskriptif. Artinya analisis data bukan dengan angka-angka

melainkan dalam bentuk kata-kata, kalimat atau paragraf yang dinyatakan dalam

bentuk deskriptif.

Adapun langkah-langkah peneliti dalam menganalisis data adalah sesuai

dengan yang dikatakan Sugiyono sebagai berikut:28

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dengan

28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,
2008, hal. 333.
29

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian

data.Dalam penelitian ini penyajian data sebagai bentuk uraian singkat,

tabel dan sejenisnya.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan.Kesimpulan yang dikemukan dalam penelitian kualitatif harus

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten sehingga kesimpulan

yang dikemukakan merupakan temuan baru yang bersifat kredibel dan

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pembahasan sebagai hasil

ataujawaban dari rumusan masalah yang telah disusun sebelumnya, yakni terkait

dengan bagaimana peran UN Women dalam mengurangi ketimpangan gender di

Korea Selatan pada sektor perekonomian.

Bab ke-4 dari penelitian ini terbagi menjadi beberapa sub bagian. Pada sub

bab pertama peneliti membahas mengenai gambaran umum UN Women. Dalam

pembahasan tersebut akan dijelaskan alasan munculnya UN Women. Kemudian

juga akandibahas mengenai konvensi dan organisasi yang membantu dan

mendukung UN Women dalam menajalankan tugasnya sebagai salah satu

organisasi internasional untuk kesetaraan gender. Dalam sub bab ini peneliti

hanya akan membahas konvensi CEDAW dan organisasi ILO sebagai salah satu

contoh organisasi dan konvensi yang membantu UN Women.

Pada sub bab kedua, peneliti fokuskan untuk membahas diskriminasi

perempuan dalam sektor ekonomi di Korea Selatan. Sebagaimana kita ketahui

bahwa ada banyak macam diskriminasi dalam sektor ekonomi, mulai dari jumlah

pekerja perempuan, gaji yang tidak merata dengan jenis pekerjaan yang sama,

hingga penempatan kerja untuk perempuan. Dalam sub bab ini juga akan

dipaparkan mengenai gerakan kesetaraan gender di Korea Selatan.


31

Pada sub bab ketiga, peneliti akan menjelaskan mengenai perkembangan

dan masuknya UN Women serta peran UN Women di Korea dan kebjakan yang

diambil oleh pemerintah Korea. Pemaparan dimulai dengan penjelasan masuknya

UN Women ke Korea Selatan yang kemudian akan dilanjutkan dengan kebijakan

apa yang diambil oleh UN Women dan pemerintah Korea untuk membantu

mengurangi diskriminasi yang terjadi. Kemudian diakhir akan dijelaskan

mengenai peran UN Women di Korea Selatan sesuai dengan peran Organisasi

Internasional.

4.1 Gambaran Umum UN Women

Selama bertahun-tahun, PBB menghadapi tantangan serius

dalam upayanya untuk mempromosikan kesetaraan gender secara global,

termasuk pendanaan yang tidak memadai dan tidak ada satu pun pendorong yang

diakui untuk mengarahkan kegiatan PBB tentang masalah kesetaraan gender.

4.1.1 Lahirnya UN Women

Pada Juli 2010, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk

UN Women, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan

Pemberdayaan Perempuan, untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Dengan melakukan itu, Negara Anggota PBB mengambil langkah bersejarah

dalam mempercepat tujuan organisasi tentang kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan.
32

UN Women adalah entitas PBB yang dibentuk untuk kesetaraan gender

dan pemberdayaan perempuan. Ketidaksetaraan gender tersebar luas, dengan

perempuan tidak memiliki akses ke pekerjaan yang layak dan menghadapi

kesenjangan upah gender. Di seluruh dunia, perempuan dan anak-anak perempuan

sering kali mengalami penolakan untuk akses ke pendidikan dan perawatan

kesehatan; mereka kurang terwakili dalam pengambilan keputusan ekonomi dan

politik serta mengalami kekerasan dan diskriminasi.UN Women didirikan untuk

mempercepat kemajuan dalam memenuhi kebutuhan perempuan dan anak-anak

perempuan di seluruh dunia.29

Setelah bertahun-tahun negosiasi antara Negara-negara angoota PBB,

kelompok-kelompok perempuan dan masyarakat sipil, pada 2 Juli 2010, Majelis

Umum PBB dengan suara nulat mengadopsi resolusi 64/2289 untuk pembentukan

UN Women.Pembentukan UN Women ini muncul sebagai bagian dari agenda

reformasi PBB.Pembentukan UN Women menggabungkan dan mengembangkan

empat bagian sistem PBB yang sebelumnya berbeda, yang berfokus secara

eksklusif pada kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Empat bagian

sistem PBB yang sebelumnya adalah, Divisi Kemajuan Wanita (Division for the

Advancement of Women/ DAW), Lembaga Penelitian dan Pelatihan Internasional

untuk Kemajuan Wanita (International Research and Training Institute for the

Advancement of Women/INSTRAW), Kantor Penasihat Khusus untuk Masalah

Gender dan Kemajuan Perempuan (Office of the Special Adviser on Gender Issues

29
UN Secretary-General’s envoy on youth, UN Women: The United Nations Entity for
Gender Equality and the Empowerment of Women, 2013, diakses dari
<https://www.un.org/youthenvoy/2013/07/un-women-the-united-nations-entity-for-gender-
equality-and-the-empowerment-of-women/>, pada tanggal 5 Januari 2021
33

and Advancement of Women/OSAGI), dan Dana Pembangunan Perserikatan

Bangsa-Bangsa untuk Wanita (United Nations Development Fund for

Women/UNIFEM).30

Pada tanggal 14 September 2010, mantan Presiden Chile Michelle

Bachelet diangkat sebagai pemimpin UN Women yang pertama. Dalam debat

umum pada pembukaan Majelis Umum ke-65 PBB para delegasi dari negara-

negara anggota yang mendukung pembentukan UN Women ikut mendukung

dinobatkannya Michelle Bachelet sebagai ketua. Adapun peran utama UN Women

adalah:

1. Untuk mendukung badan antar pemerintah, seperti Komisi Status

Perempuan, dalam merumuskan kebijakan, standar dan norma global.

2. Untuk membantu Negara Anggota untuk menerapkan standar ini, UN

Women siap memberikan dukungan teknis dan keuangan yang sesuai

kepada negara-negara yang memintanya, dan untuk menjalin kemitraan

yang efektif dengan masyarakat sipil.

3. Untuk meminta pertanggung jawaban sistem PBB atas komitmennya

sendiri pada kesetaraan gender, termasuk pemantauan rutin atas kemajuan

seluruh sistem.

Tujuan dibentuknya UN Women bukan hanya untuk melaksanakan

mandat yang sudah bentuk akan tetapi juga sebagai pemimpin yang

UN Women, About UN Women, diakses dari<https://www.unwomen.org/en/about-


30

us/about-un-women#:~:text=In%20July%202010%2C%20the%20United,and%20the
%20empowerment%20of%20women> pada tanggal 7 Januari 2021
34

mengordinasikan, dan mempromosikan akuntabilitas PBB dalam masalah

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Tujuan dibentuknya UN

Women adalah untuk meningkatkan upaya yang dilakukan sistem PBB lainnya,

seperti Development Programme (UNDP), United Nations International

Children's Emergency Fund (UNICEF), United Nations dan United Nations

Population Fund (UNFPA), yang semuanya bekerja secara bekelanjutan untuk

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, diarea keahlian masing-masing.

Tidak hanya untuk kesejahteraan perempuaan, UN Women juga

mengupayakan tindakan-tindakan kemanusiaan dan pemberdayaan untuk kaum-

kaum muda dalam mencapai kesetaraan gender. UN Women juga membantu

pemerintah dan perancanaan nasional termasuk menyusun rencana, kebijakan,

lembaga dan anggaran nasional sebagai komitmen kepada perempuan menuju

kesetaraan gender, dan realisasinya adalah Sustanaible Development Agenda yang

berfokus pada pengurangan kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan ketidaksetaraan

jender. UN Women mendukung langkah-langkah yang akan memungkinkan

akuntabilitas atas komitmen yang diperoleh dengan perempuan dan memainkan

peran penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang kondisi perempuan di

PBB.

4.1.2 Organisasi/Konvensi yang membantu dan mendukung UN Women


35

Banyak komitmen internasional mendukung pemberdayaan ekonomi

perempuan, termasuk Beijing Platform for Action, Convention on the Elimination

of All Forms of Discrimination (CEDAW), dan serangkaian konvensi Organisasi

Perburuhan Internasional (ILO) tentang kesetaraan gender. Sejalan dengan ini dan

dengan semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kesetaraan gender secara

signifikan berkontribusi untuk memajukan ekonomi dan pembangunan

berkelanjutan.31

1. Beijing Platform for Action, Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination (CEDAW)

Konvensi CEDAW yang diadopsi pada 1979 oleh Majelis

Umum PBB, sering digambarkan sebagai undang-undang hak asasi

perempuan internasional. Terdiri dari pembukaan dan 30 pasal yang

menjelaskan apa yang dimaksud dengan diskriminasi terhadap

perempuan dan menyusun agenda aksi nasional untuk mengakhiri

diskriminasi tersebut.32

Konvensi CEDAW mendefinisikan bahwa diskriminasi

terhadap perempuan adalah setiap pembedaan, pengecualian atau

pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis kelamin yang memiliki efek

atau tujuan merusak atau meniadakan pengakuan, keuntungan atau

pelaksanaan oleh perempuan, tanpa memandang status perkawinan

mereka, pada dasar kesetaraan pria dan wanita, hak asasi manusia dan
31
UN Women, Economic Empowerment Of Women, diakses dari
<https://www.unwomen.org/en/what-we-do/economic-empowerment>, pada tanggal 20 Agustus
2020
32
UN Women, CEDAW, diakses dari <https://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/>,
pada tanggal 19 April 2021
36

kebebasan fundamental di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,

sipil, atau bidang lainnya.

Konvensi CEDAW memberikan dasar untuk mewujudkan

kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dengan memastikan akses

yang setara bagi perempuan dan kesempatan yang sama dalam

kehidupan politik dan publik - termasuk hak untuk memilih dan

mencalonkan diri dalam pemilu - serta pendidikan, kesehatan dan

pekerjaan. Negara-negara pihak setuju untuk mengambil semua

langkah yang tepat, termasuk perundang-undangan dan tindakan

khusus sementara, sehingga perempuan dapat menikmati semua hak

asasi manusia dan kebebasan fundamental mereka.

Konvensi tersebut adalah satu-satunya perjanjian hak asasi

manusia yang menegaskan hak reproduksi perempuan dan

menargetkan budaya dan tradisi sebagai kekuatan berpengaruh yang

membentuk peran gender dan hubungan keluarga. Ini menegaskan hak

perempuan untuk memperoleh, mengubah atau mempertahankan

kewarganegaraan mereka dan kewarganegaraan anak-anak mereka.

Negara-negara pihak juga setuju untuk mengambil tindakan yang tepat

terhadap semua bentuk perdagangan perempuan dan eksploitasi

perempuan.33

Negara-negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi

Konvensi terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan-

ketentuannya. Mereka juga berkomitmen untuk menyerahkan laporan


33
Ibid
37

nasional, setidaknya setiap empat tahun, tentang tindakan yang telah

mereka ambil untuk mematuhi kewajiban perjanjian mereka.

2. International Labor Organization (ILO)

Konstitusi ILO dirancang pada awal 1919 oleh Komisi

Perburuhan, diketuai oleh Samuel Gompers, kepala Federasi

Perburuhan Amerika (AFL) di Amerika Serikat. Itu terdiri dari

perwakilan dari sembilan negara: Belgia, Kuba, Cekoslowakia,

Prancis, Italia, Jepang, Polandia, Inggris, dan Amerika Serikat. Proses

tersebut menghasilkan organisasi tripartit, satu-satunya organisasi

buruh yang mempertemukan perwakilan pemerintah, pengusaha, dan

pekerja di badan eksekutifnya.34

Faktor yang mendorong pembentukan ILO muncul dari

pertimbangan keamanan, kemanusiaan, politik dan ekonomi. Para

pendiri ILO menyadari pentingnya keadilan sosial dalam menjamin

perdamaian, dengan latar belakang eksploitasi pekerja di negara-

negara industri saat itu. Ada juga peningkatan pemahaman tentang

saling ketergantungan ekonomi dunia dan perlunya kerja sama untuk

mendapatkan kesamaan kondisi kerja di negara-negara yang bersaing

memperebutkan pasar.

Merefleksikan ide-ide ini, Pembukaan Konstitusi ILO

menyatakan bahwa perdamaian universal dan langgeng hanya bisa

terwujud jika dilandasi keadilan sosial; dan sementara kondisi kerja

34
ILO, History of the ILO, diakses dari <https://www.ilo.org/global/about-the-
ilo/history/lang--en/index.htm>, pada tanggal 19 April 2021
38

ada yang melibatkan ketidakadilan, kesulitan dan kekurangan bagi

sejumlah besar orang sehingga menghasilkan keresahan yang begitu

besar sehingga perdamaian dan harmoni dunia terancam; dan

perbaikan kondisi tersebut sangat dibutuhkan; kegagalan suatu bangsa

dalam mengadopsi kondisi kerja yang manusiawi menjadi kendala

bangsa lain yang ingin memperbaiki kondisi di negaranya sendiri.

Bidang perbaikan yang tercantum dalam Pembukaan Konstitusi

ILO tetap relevan saat ini, termasuk pengaturan waktu kerja dan

pasokan tenaga kerja, pencegahan pengangguran dan penyediaan upah

hidup yang layak, perlindungan sosial bagi pekerja, anak-anak, kaum

muda dan perempuan. Pembukaan juga mengakui sejumlah prinsip

utama, misalnya upah yang setara untuk pekerjaan yang memiliki nilai

yang sama dan kebebasan berserikat.35

Dalam Sidang Umum ke-65 tahun 2010, ILO menyatakan

kepada Komite Ketiga sidang umum tentang ILO menyambut baik

pembentukan UN-Women dan penunjukan Michelle Bachelet sebagai

ketua. Entitas gender baru akan memainkan peran kunci dalam

mengkoordinasikan upaya PBB ke arah ini dan ILO berharap dapat

bekerja sama dengan Ms. Bachelet dan tim UN Women. 36Di antara

banyak proyek, dalam kemitraan dengan Komisi Eropa dan UNIFEM,

sekarang bagian dari UN Women, ini memberikan kursus untuk

35
Ibid
36
ILO, ILO Statement to the Third Committee of the 65th General Assembly, diakses dari
https://www.ilo.org/newyork/at-the-un/general-assembly/general-assembly-third-
committee/advancement-of-women/WCMS_210224/lang--en/index.htm , pada tanggal 19, April
2021
39

mendukung upaya nasional dan internasional untuk

mengarusutamakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

dalam agenda pembangunan global.

Dan pada Komisi ke-55 tentang Status Perempuan 2011, ILO

menyatakan tentang komitmen ILO pada tema sesi Komisi Status

Perempuan ini ada tiga. Pertama, pekerjaan layak di bidang iptek harus

melibatkan pekerjaan yang baik, dengan kondisi kerja yang setara

dengan kolega laki-laki dalam hal remunerasi yang setara untuk

pekerjaan yang bernilai setara, perlindungan sosial, dan perlindungan

maternitas sehingga perempuan dapat mengejar karir tanpa

diskriminasi berdasarkan tanggung jawab keluarga dan perawatan.37

Kedua, sains dan teknologi berubah dengan kecepatan yang

terus meningkat, yang menyulitkan para ilmuwan perempuan untuk

memasuki kembali bidang-bidang ini setelah meluangkan waktu untuk

keluarga mereka, karena pengetahuan mereka mungkin menjadi

ketinggalan zaman bahkan setelah beberapa saat tidak bekerja.Ketiga,

ILO yakin bahwa untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, status

guru, dan khususnya guru perempuan, harus mendapat perhatian lebih.

Tidak mungkin ada pendidikan yang berkualitas kecuali ada pekerjaan

yang layak dari guru perempuan dan laki-laki itu sendiri.

Namun beberapa pilihan kebijakan pascakrisis berisiko

mengurangi akses dan peluang bagi perempuan, membuat pencapaian


37
ILO, ILO Statement to the 55th Commission on the Status of Women, diakses dari
https://www.ilo.org/newyork/at-the-un/commission-on-the-status-of-
women/WCMS_209383/lang--en/index.htm , pada tanggal 19 April 2021
40

pekerjaan layak mereka semakin sulit.ILO siap membantu

konstituennya dalam hal ini, dan untuk bekerja sama sepenuhnya

dengan UN Women dan seluruh keluarga PBB sehingga perempuan

dan anak perempuan memiliki persamaan kesempatan yang sejati

untuk berkontribusi pada pembangunan nasional.38

4.2 Diskriminasi Perempuan di Korea Selatan

Nilai-nilai tradisional Asia memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam

budaya Korea. Hal ini hampir merupakan hal yang biasa dalam studi Asia Timur

bahwa Korea merupakan "masyarakat yang paling 'Konfusianisme' di Asia

Timur". Dinasti Joseon yang menjadi dinasti terakhir dan paling lama berdiri sejak

tahun 1392 sampai 1910 membanggakan diri atas kepatuhan pada norma-norma

Konfusianisme, yang mendikte kepatutan dan keterikatan yang harmonis dengan

diri sendiri dan orang lain dan memungkinkan perempuan Korea Selatan memiliki

status dan otoritas hanya di dalam arena domestik. Meskipun Korea Selatan

selama beberapa dekade terakhir mengalami “konflik antara nilai-nilai tradisional

dan warisan Konfusianisme di satu sisi dan pengaruh Barat melalui perubahan

ekonomi dan sosial di sisi lain, akan tetapi para sosiolog berpendapat bahwa nilai-

nilai Konfusianisme terus memberikan pengaruh yang lebih kuat pada budaya

Korea Selatan daripada budaya Asia Timur lainnya.39

Dengan kuatnya pengaruh Konfusianisme yang berkembang dengan

ajarannya yang lebih memfokuskan perempuan untuk berperan dalam ranah


38
Ibid
39
Soyeon Kim dan Fred B. Bryant, The influence of gender and cultural values on
savoring in Korean undergraduates , International Journal of Wellbeing, 2017, hal. 45
41

domestik sehingga sampai sekarang sebagian besar pola pikir masyarakat di

Korea masih menganggap bahwa perempuan lebih baik diam dan mengurus ranah

domestik. Hal ini juga berpengaruh ketika perempuan ingin ikut terlibat dalam

sektor ekonomi, sehingga ada banyak ketimpangan atau diskriminasi yang

diterima oleh perempuan dalam aspek ekonomi diantaranya seperti pemberian

gaji, jumlah angkatan pekerja perempuan yang lebih sedikit, dan penempatan

kerja untuk pekerja perempuan.

4.2.1 Diskriminasi Perempuan dalam Bidang Ekonomi

Perempuan Korea Selatan umumnya memiliki persepsi yang kuat bahwa

terdapat ketidaksetaraan gender di berbagai lapisan masyarakat. Menurut Survei

Sosial 2002 oleh Statistics Korea, 72,4% wanita memiliki persepsi itu. Temuan ini

juga didukung oleh Laporan Kesenjangan Gender Global dari World Economic

Forum, yang menempatkan Korea Selatan di peringkat 111 dalam kesetaraan

gender pada tahun 2013.40Pada tahun 2010, Korea National Statistical Office

menegeluarkan data tentang tingkat perbandingan pekerja laki-laki dan

perempuan dari tahun 1990-2010 di korea selatan. Sejak tahun 1990 sampai 2010

data jumlah pekerja perempuan tidak pernah menyentuh angka 50%.

Gambar 1. Tingkat Perbandingan Pekerja Laki-laki dan Perempuan dari

Tahun 1990-2010 di Korea Selatan

Impact Of Gender Inequality On The Republic Of Korea’s Long-Term Economic


40

Growth: An Application Of The Theoretical Model Of Gender Inequality And Economic Growt,
hal 1
42

Sumber: Korea National Statistical Office

Seperti yang ditunjukkan gambar 1, jumlah pekerja perempuan di pasar

tenaga kerja Korea Selatan jauh lebih rendah daripada pekerjaan laki-laki. Tingkat

pekerja dan tingkat partisipasi perempuan Korea Selatan dalam angkatan kerja

adalah salah satu yang terendah di antara negara-negara anggota OECD. Hal ini

sebagian besar karena sebagian besar perempuan menarik diri dari angkatan kerja

pada saat menikah atau melahirkan. Meningkatkan lapangan kerja perempuan

akan mengurangi dampak negatif dari penuaan populasi yang cepat pada pasokan

tenaga kerja, dan pemerintah Korea telah mencoba berbagai langkah. Ini termasuk

meringankan beban melahirkan dan mengasuh anak, menciptakan tempat kerja

yang lebih ramah keluarga, memperpanjang cuti orang tua, dan meningkatkan

ketersediaan penitipan anak.41

Angkatan kerja perempuan di Korea Selatan secara signifikan lebih rendah

daripada laki-laki, dan kesenjangannya lebih lebar daripada di sebagian besar


41
Hyun Hoon Lee, Growth Policy and Inequality in Developing Asia: Lesson from
Korea, ERIA Discussion Paper Series, 2012, hal. 21
43

negara OECD. Berdasarkan statistik OECD, pada tahun 2011, perbedaan LFPR

antara pria dan wanita adalah 23,4 poin persentase di Korea Selatan dibandingkan

11 poin persentase di Amerika Serikat, 12,5 poin persentase di Inggris, dan rata-

rata 17,5 poin persentase di semua negara-negara OECD. Pada tahun 2012, hanya

55% perempuan Korea dari usia 15 hingga 64 tahun yang masuk angkatan kerja

dibandingkan dengan 65% untuk negara-negara OECD. Tingkat partisipasi tenaga

kerja perempuan Korea secara substansial tertinggal dari laki-laki: perbedaan

LFPR antara laki-laki dan perempuan adalah 23,4 poin. Kesenjangan gender yang

luas dalam LFPR di Korea telah berlangsung sejak lama. 42 Kesenjangan gender

yang lebar dalam LFPR di Republik Korea terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Kesenjangan gender dalam LFPR bahkan lebih terlihat di antara mereka

yang berpendidikan tinggi. Pada tahun 2011, LFPR laki-laki dan perempuan

dengan gelar master atau lebih tinggi masing-masing adalah 80,6% dan 59,4%. Di

sisi lain, tingkat pekerjaan laki-laki dan perempuan dengan gelar sarjana masing-

masing adalah 58,7% dan 50%. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar setengah dari

lulusan perguruan tinggi perempuan yang dibekali dengan keterampilan yang

memadai untuk pasar tenaga kerja tidak berkontribusi pada

perekonomian.Diskriminasi dalam bidang ekonomi bukan hanya dari jumlah

angkatan kerja perempuan dan laki-laki akan tetapi juga terkait penempatan kerja

yang berbeda dikarenakan oleh gender.

42
Jinyoung Kim, Gender Inequality and Economic Growth in Korea, ADB Economics
Working Paper Series No. 475, 2016, diakses
dari,<https://digitalcommons.ilr.cornell.edu/cgi/viewcontent.cgi?
referer=http://www.freefullpdf.com/index.html&httpsredir=1&article=1497&context=intl> pada
tanggal 19 Februari 2020
44

Secara tradisional, perempuan yang bekerja di kantor Korea dikenal

sebagai 'yeo-sawon' (staf perempuan), dan sering disebut sebagai 'bunga kantor'

{samoosil-ui-kkoet). Sementara lyeo-sawon 'jelas membedakan staf perempuan

dari' sa-won 'laki-laki (staf / karyawan), kata bunga kantor merangkum peran staf

perempuan di perusahaan Korea. Sebagai 'bunga', mereka berfungsi untuk

mencerahkan suasana kantor yang kasar dan maskulin; untuk pekerjaan mereka

ditawari tugas yang terbatas dengan status rendah dan upah yang buruk. Peran

mereka di kantor mirip dengan 'perempuan kantoran' (pengarah opini) di Jepang,

di mana pengarah opini menunjukkan seorang perempuan yang bekerja secara

teratur di kantor yang terlibat dalam pekerjaan klerikal yang sederhana dan

berulang (seperti fotokopi, menjawab telepon, menyajikan teh, dan bertugas

sebagai seorang asisten.43

Di semua negara ekonomi G20 termasuk Korea, laki-laki cenderung

memiliki pekerjaan bergaji tinggi (seperti posisi manajerial) dan lebih mungkin

untuk memiliki pekerjaan tetap sedangkan perempuan lebih banyak mengisi

pekerjaan paruh waktu (yang memungkinkan lebih banyak fleksibilitas, tetapi

seringkali menawarkan keamanan pekerjaan yang rendah, bayaran yang rendah,

dan lebih sedikit kesempatan untuk mendapatkan pelatihan dan promosi. Pada

tahun 2018, misalnya, pangsa perempuan dalam posisi manajerial berkisar 15% di

Korea, sedangkan kesenjangan gender dalam pekerjaan paruh waktu adalah 20

persen atau lebih pada setidaknya setengah dari ekonomi G20.44

43
Park Matthews, Development, Culture and Gender in Korea: A Sociological Study of
Female Office Employees in Chaebol, Thesis, 2005, hal.2
44
Gender Equality Discussion within the G20
45

Di antara faktor-faktor lain, perbedaan upah yang tidak proporsional dan

sering terjadi antara pria dan perempuan di Korea dan menjadi salah satu contoh

ketidaksetaraan gender dalam bidang ekonomi yang meluas. Pada tahun 1980,

upah perempuan di bidang manufaktur rata-rata hanya 44,5 persen dari upah laki-

laki; kesenjangan upah 55,5 persen ini melampaui negara lain mana pun yang

datanya tersedia dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).45 Demikian pula

dalam penelitian Van der Meulen Rodgers (1998) mengungkapkan bahwa

meskipun pertumbuhan ekonomi pesat, kesenjangan upah berdasarkan gender di

Korea untuk semua kelompok pendidikan sebenarnya telah melebar selama tahun

1970-an dan awal 1980-an. Ini menunjukkan kemungkinan peningkatan tingkat

diskriminasi gender di Korea. Monk-Turner dan Turner (1994) mengungkapkan

bahwa selama pertengahan 1980-an, perempuan hanya memperoleh 44% dari apa

yang diperoleh pria.

Studi Monk dan Turner (2001) tentang perbedaan gender dalam

pendapatan di 88 kategori pekerjaan di Korea pada tahun 1988 mengungkapkan

bahwa laki-laki berpenghasilan dari 33,6% menjadi 46,9% lebih banyak daripada

perempuan dengan keterampilan yang sebanding, hal ini menunjukkan bahwa

perempuan di Korea menghadapi diskriminasi upah yang signifikan di pasar

tenaga kerja.46

Analisis Jung dan Choi (2004) dari data pendapatan tahun 1997 dan 2001

untuk pekerja penuh waktu sepanjang tahun yang dipekerjakan di industri

45
Park Matthews, hal.4
46
Fang Lee Cooke, Women’s participation in employment in Asia: a comparative analysis
of China, India, Japan and South Korea, hal. 2258
46

manufaktur dan jasa di Korea menegaskan adanya diskriminasi upah gender yang

substansial, terutama di industri non akademik dan pekerjaan intensif. Baru pada

akhir tahun 1980-an pemerintah Korea mengeluarkan peraturan yang bertujuan

untuk menghapus diskriminasi gender dalam pekerjaan, meskipun efektivitas

peraturan ini masih dipertanyakan. Upah perempuan masih hanya 63,3% dan

63,2% dari upah laki-laki masing-masing pada tahun 1999 dan 2002. Selain itu,

kesenjangan upah gender yang terus-menerus di berbagai status pekerjaan

membuatnya jauh lebih menguntungkan (hampir 60% pengurangan biaya upah)

bagi pengusaha untuk mempekerjakan pekerja tidak tetap perempuan daripada

pekerja tetap laki-laki.47

Pada tahun 2010, upah bulanan rata-rata (total gaji bulanan dan bagian

bulanan dari bonus tahunan) dilaporkan sebesar 2 juta won Korea untuk wanita

dibandingkan untuk pria sebesar 3,2 juta won (Survei Kondisi Tenaga Kerja

berdasarkan Jenis Ketenagakerjaan 2010, Kementerian Tenaga Kerja dan Tenaga

Kerja). Hal ini membuktikan bahwa wanita Korea rata-rata hanya berpenghasilan

64% dari penghasilan pria Korea.

Kesenjangan upah ini semakin mengecil sejak lepas landasnya ekonomi di

Korea, karena rasio upah perempuan-laki-laki hanya 0,47 pada tahun 1985 tetapi

meningkat menjadi 0,63 pada tahun 2000. Bagi perempuan dengan pendidikan

tinggi, kesenjangan gender dalam upah lebih sempit tetapi masih cukup besar.

Pada tahun 2010, wanita dengan gelar sarjana atau lebih tinggi memperoleh

47
Ibid
47

sekitar 66% dari apa yang diperoleh pria dengan kualifikasi akademis yang sama

pada tahun 2010.48

Baik dalam sektor swasta maupun publik, atasan di Korea umumnya

memberi penghargaan kepada pria yang bertugas militer dengan gaji lebih tinggi

dengan menerima masa dinas militer (sekarang 18 bulan) sebagai masa kerja di

perusahaan (perusahaan Korea biasanya memiliki sistem pembayaran berbasis

tenurial). Karena kenaikan tahunan (untuk menyesuaikan inflasi atau pertumbuhan

perusahaan) biasanya dihitung dengan mengambil proporsi persentase dari gaji

tahun sebelumnya, kesenjangan upah awal ini melebar seiring bertambahnya masa

kerja dengan kerja yang sama.49

Kesenjangan gaji yang diberikan kepada pekerja perempuan juga

menyebabkan tingkat kelahiran anak menurun. Tingkat kesuburan yang sangat

rendah juga dapat mencerminkan ketidaksetaraan gender. Selama 25 tahun

terakhir, di beberapa bagian Eropa dan Amerika Utara serta Asia Timur dan

Tenggara, transisi dari tingkat kesuburan yang sudah rendah ke tingkat yang lebih

rendah merupakan hasil dari pergeseran dalam proses sosial-budaya dan ekonomi.

Di beberapa negara ini, tingginya tingkat pendidikan perempuan dan partisipasi

angkatan kerja belum diimbangi dengan dukungan negara untuk pengasuhan anak;

akibatnya, perempuan memilih untuk memiliki lebih sedikit anak, atau tidak sama

sekali.

48
Jinyoung Kim, Jong-Wha Lee, and Kwanho Shin, Impact Of Gender Inequality On The
Republic Of Korea’s Long-Term Economic Growth: An Application Of The Theoretical Model
Of Gender Inequality And Economic Growt, ADB Economics Working Paper Series No. 473,
2016, hal 6
49
Selim Choi, hal 13
48

Hampir setengah dari populasi dunia (46 persen) tinggal di negara-negara

dengan tingkat kesuburan di bawah pengganti sebesar 2,1 kelahiran hidup.

Preferensi kesuburan perempuan muda (jumlah anak yang mereka inginkan)

berada di bawah tingkat penggantian. Terlepas dari kebijakan sosial yang

diberlakukan sejak 2005 oleh pemerintah Korea untuk mendukung keluarga

dengan anak, mahasiswa perempuan memilih untuk tidak memiliki anak sama

sekali atau paling banyak hanya satu anak. Kesuburan rendah ditopang oleh

kombinasi kondisi kerja yang tidak menguntungkan bagi perempuan dengan

keluarga, termasuk perwakilan dalam pekerjaan tidak tetap tanpa tunjangan

bersalin, orang tua atau pengangguran, sehubungan dengan rasa hormat dan

tanggung jawab perempuan terhadap keluarga, dan keengganan laki-laki untuk

mengambil bagian yang lebih besar dari perawatan tidak berbayar dan pekerjaan

rumah tangga.

4.2.2 Gerakan Kesetaraan Gender di Korea Selatan

Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan konsepfeminisme liberal

sebagai paradigma dalam melihat kasus diskriminasiperempuan dalam bidang

ekonomi di Korea Selatan. Feminisme liberal penelitianggap tepat dalam

menganalisis kasus tersebut karena dari data-data yangpeneliti temukan selama

peneliti melakukan penelitian.

Feminis liberal menerima secara luas gagasan liberal klasik bahwa

kewarganegaraan didasarkan pada partisipasi dalam lembaga publik, terutama

pasar (tenaga kerja). Lebih jauh, feminis liberal juga sebagian besar menerima
49

bahwa apa yang terjadi di rumah adalah masalah pribadi untuk dinegosiasikan

antara suami dan istri. Akibatnya, para ahli teori dari persuasi ini berpendapat

bahwa kunci subordinasi perempuan adalah pembatasan perempuan pada ranah

privat.

Dari perspektif feminisme liberal, hak hukum perempuan atas properti,

termasuk properti pada diri sendiri, merupakan langkah awal emansipasi

perempuan. Feminisme liberal secara luas menerima proposisi bahwa masyarakat

industri maju kontemporer adalah meritokratis50, dan perempuan sebagai suatu

kelompok tidak secara bawaan kurang berbakat atau kurang rajin dibandingkan

laki-laki tetapi tidak diberi kesempatan hanya karena jenis kelamin mereka.

Feminisme liberal memandang diskriminasi upah dan pemisahan jenis kelamin

dalam pekerjaan di pasar tenaga kerja sebagai mekanisme yang dirancang untuk

mengeluarkan perempuan dari pasar tenaga kerja. Doktrin feminis liberal terletak

di balik banyak undang-undang tentang antidiskriminasi dan persamaan

kesempatan. Feminisme liberal mengatakan bahwa diskriminasi terhadap

perempuanseringkali muncul dari ekspektasi stereotip.51

Stereotip dan prasangka gender ini sering dipelajari dalam keluarga.

Seperti teori fungsionalis struktural dalam sosiologi, feminisme liberal

memandang keluarga sebagai institusi yang berspesialisasi dalam sosialisasi.

Anak-anak mempelajari peran gender dalam keluarga, menggunakan model peran

yang tersedia bagi mereka yang 'diperkuat' oleh masyarakat yang lebih luas.
Meritokrasi adalah sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
50

memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan, senioritas, dan sebagainya.
51
M. Bittman, Family and Gender, International Encyclopedia of the Social & Behavioral
Sciences, 2001
50

Secara karakteristik, feminisme liberal menyiratkan bahwa pengaruh peran gender

yang tidak adil dapat dibalik hanya dengan memberikan model peran yang lebih

baik kepada anak perempuan, membangun kesempatan yang sama dalam

pendidikan, dan mendorong aspirasi berprestasi tinggi.

Menurut pakar ekonomi Gary Becker (1981), rumah tangga

mengalokasikan waktu dan uang secara rasional antara bidang pekerjaan berbayar,

pekerjaan tak berbayar, dan waktu luang. Becker mengklaim bahwa perbedaan

biologis kecil, seperti menyusui dan membesarkan anak untuk perempuan

membuat laki-laki menjadi lebih produktif dalam pekerjaan berbayar karena

spesialisasi gender mengarahkan laki-laki untuk berinvestasi dalam kapasitas

untuk menghasilkan (modal manusia), melalui pendidikan dan pengalaman kerja.

Hal ini mengarah pada situasi di mana upah laki-laki pada umumnya lebih tinggi

daripada perempuan, dan alokasi tambahan waktu laki-laki untuk pekerjaan rumah

akan mengharuskan mereka untuk melepaskan pendapatan yang lebih besar.

Sebaliknya, 'harga bayangan' atau biaya peluang waktu perempuan yang

dihabiskan dalam pekerjaan tak berbayar di rumah lebih rendah, karena biaya

pendapatan yang hilang lebih kecil. Pemikiran ini mengarah pada klaim bahwa

pria memiliki 'keunggulan komparatif' dalam pekerjaan berbayar, sementara

wanita memiliki 'keunggulan komparatif' dalam pekerjaan tidak berbayar.52

Feminis Liberal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa

yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari

teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh

52
Ibid
51

kaum pria, yang terefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”,

tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh

kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan

dari kelompok kepentingan yang memang memiliki kendali atas negara tersebut.53

Untuk kebanyakan kaum Feminis Liberal, perempuan cendrung berada “di

dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat

kebijakan.Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik

atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum

Feminis Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya

tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk

melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.

Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai “Feminisme Kekuatan” yang

merupakan solusi.Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi

pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan

haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada

lelaki.Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka

adalah golongan tertindas.Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik

dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan wanita pada

posisi subordinat.

53
Siti Dana Panti Retnani, Feminisme Dalam Perkembangan Aliran Pemikiran Dan
Hukum Di Indonesia, E-journal Universitas Kristen Satya Wacana, hal. 99, diakses dari
<https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.uksw.edu/alethea/article/download/2518/1176/&ve
d=2ahUKEwiMup3KjY_xAhXTZCsKHTVtCFkQFjADegQICRAC&usg=AOvVaw0fpw8zfPCeL
IKmUL2sN-dn>, pada tanggal 11 Juni 2021
52

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas.

Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki,

sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya

terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada

abad 18 sering muncul tuntutan agar perempuan mendapat pendidikan yang sama,

di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi

bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk

untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun

personal.54

Gerakan Feminisme masuk ke Korea Selatan jauh sebelum masa

kemerdekaan. Hingga saat ini masih terdapat kelompok hak-hak perempuan di

Korea Selatan yang didirikan sebelum Perang Dunia II dan pasca 1945, sebagian

besar kelompok ini tidak hanya berfokus pada hak-hak perempuan sampai

pertengahan 1980-an. Gerakan feminis kontemporer di Korea Selatan dapat

ditelusuri kembali ke minjung undong atau gerakan massa rakyat Korea Selatan.

Seiring dengan berkembangnya gerakan minjung, begitu pula fokus pada hak-hak

perempuan. Eksploitasi buruh perempuan di pabrik sejak tahun 1960an atau

sering disebut sebagai sebagai “keajaiban ekonomi di Sungai Han”.55 Dengan

adanya masalah terkait ekspoitasi buruh yang terjadi, gerakan minjung menjadi

lebih berfokus terhadap masalah buruh ataupun pekerja perempuan, dimana baik

itu perempuan pedesaan maupun kota yang miskin.

Ibid, hal. 100


54

55
Ririn Darini, Park Chung-Hee Dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan, MOZAIK,
Volume V Nomor 1, Januari 2010, hal 22
53

Gerakan minjung undong dimulai sebagai tanggapan terhadap

kolonialisme Jepang di Korea Selatan dan berlanjut hingga tahun 1961 sampai

tahun 1992. Gerakan ini memperjuangkan kebebasan angkatan kerja yang

tertindas di Korea Selatan dan diperjuangkan oleh organisasi mahasiswa, buruh,

anti-otoriter, dan agraria.56 Bersamaan dengan itu, feminisme minjung tumbuh

dari gerakan ini. Selama tahun 1961–1979 atau rezim Jenderal Park Chung Hee,

pekerja pabrik wanita di Korea Selatan (yo 'kong 57). Mereka menderita kondisi

kerja yang buruk, seperti tinggal di asrama dimana kasur dibagi antara dua shift

pekerja dan bekerja di pabrik dimana satu lantai dibagi menjadi dua. Mereka juga

dibayar dengan upah rendah dan dilecehkan secara seksual.

Laju industrialisasi yang pesat pada tahun 1960-an, 1970-an, dan 1980-an

menciptakan pekerja berupah begitu cepat. Proporsi upah dan gaji pekerja dalam

angkatan kerja meningkat dari 31,5 persen pada tahun 1963 menjadi 54,2 persen

pada tahun 1985. Tenaga kerja industri sendiri meningkat dari 10 persen

angkatan kerja pada tahun 1965 menjadi 23 persen pada tahun 1983. Tenaga kerja

ini dimulai untuk membangun gerakan buruh baru di awal tahun 1970-an.

Gejolak pertama dimulai pada apa yang kemudian menjadi 'ujung tombak'

industrialisasi Korea Selatan, yaitu para pedagang tekstil dan garmen di Kompleks

Pasar Perdamaian Seoul.Gerakan ini menjadi terkenal pada tahun 1970, setelah

aktivis pekerja di sana mengajukan banding ke Kantor Urusan Ketenagakerjaan

56
Nicola Anne Jones, Gender and the Political Opportunities of Democratization in South
Korea, Palgrave Macmillan, New York, 2006, hal 46
57
Yo 'kong adalah gadis-gadis dari pedesaan yang bekerja di pabrik elektronik, tekstil,
garmen, plastik, dan pengolahan makanan.
54

untuk penegakan standar minimum kondisi kerja yang sah. Ketika permohonan

mereka diabaikan, mereka berdemonstrasi di luar Pasar Perdamaian.58

Serikat buruh kain Cheonggyeatau Persatuan Cheonggye Pibok adalah

sebuah gerakan serikat demokratis yang dikembangkan oleh Serikat Pekerja

Garmen Chonggye (CGWU).yang dibentuk pada 27 November tahun

197059.Persatuan Cheonggye Pibok mewakili 20.000 wanita yang bekerja di Pasar

Perdamaian Seoul sampai ditutup pada bulan Januari tahun 1991 oleh Jenderal

Chun Doo Hwan.

Pada pertengahan 1980-an, gerakan perempuan mengalami peningkatan

dikarenakan adanya keterlibatan perempuan dalam gerakan buruh dan mahasiswa.

Institut Penelitian Wanita yang didirikan di Universitas Ewha merupakan

universitas wanita pertama di Korea Selatan. Pada tahun 1985, muncul aksi

perempuan nasional yang bertema “Gerakan Perempuan Bersatu dengan Gerakan

Nasional Demokratik Minjung”. Gerakan Minjung adalah gagasan lama tentang

demokrasi kerakyatan dan egalitarianisme nasionalis, yang diringkas dengan kata

minjung, memainkan peran penting dalam gerakan buruh di tahun 1970-an dan

1980-an. Minjung secara harfiah berarti 'orang', tetapi memiliki konotasi

keinginan rakyat dan komunitas yang tertindas.60

Kemudian pada tahun 1987 perempuan berkumpul membentuk The

Korean Women's Associations United (KWAU). KWAU adalah organisasi


58
John Minns , The Labour Movement in South Korea, hal 182
59
National Institute of Korean History, 청계피복노조노동교실사수투쟁 (Cheonggye
Cloth Workers' Labor Class Guard Struggle), diakses dari
http://thesaurus.history.go.kr/eng/index.html , pada tanggal 20 April 2021
60
John Minns, hal 185
55

payung yang berafiliasi dengan 7 cabang dan 30 organisasi anggota yang berjuang

untuk mencapai kesetaraan gender, demokrasi, dan reunifikasi damai di

semenanjung Korea Selatan dengan memfasilitasi solidaritas dan aksi kolektif di

antara kelompok perempuan. Pencapaian pertama dari KWAU terjadi pada tahun

1983 ketika berbagai kelompok perempuan bersatu untuk mencabut kasus

mengenai operator telepon perempuan yang harus pensiun pada usia 25 tahun.61

Asosiasi Pekerja Wanita di tingkat daerah (The Korean Women Workers

Association/KWWA) dibentuk pada Maret 1987 sebagai tanggapan atas

diskriminasi gender di dunia kerja dan memperjuangkan kesetaraan gender di

Korea Selatan. Pembentukan KWWA merupakan tindak lanjut dalam melanjutkan

perjuangan untuk hak-hak perempuan setelah reformasi demokrasi dan politik di

Korea Selatan. Asosiasi Pekerja Wanita di tingkat daerah telah bekerja sama sejak

tahun 1989. Kemudian Persatuan Pekerja Wanita Korea (Korean Women Workers

Association United/KWWAU) didirikan di tingkat pusat pada 11 Juli

1992.KWWAU didirikan di tingkat pusat untuk melaksanakan proyek-proyek

dengan kelompok-kelompok regional ini secara lebih efektif dan untuk

mengembangkan kemampuan dan kekuasaan pembuatan kebijakan bagi pekerja

perempuan.62

Hingga sekarang, KWWAU memperjuangkan 8 jam kerja perhari, upah

yang lebih tinggi, perlindungan maternitas, dihapuskan diskriminasi seksual di

tempat kerja, dan penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan di Korea


61
Korea Women's Associations United, About Korea Women's Associations United,
diakses dari http://women21.or.kr/kwau/6858?ckattempt=1 pada tanggal 21 April 2021
62
Korean Women Workers Associations United, Introduces of KWWAU, diakses dari
http://women.nodong.net/eng/attn/ekwwa.htm , pada tanggal 21 April 2021
56

Selatan. Menanggapi diskriminasi di tempat kerja, Asosiasi Perempuan Korea

untuk Demokrasi dan Persaudaraan didirikan oleh pekerja perempuan kantoran.

Para pekerja perempuan ini berjuang melawan kesenjangan gaji dan tugas-tugas

seksis (seperti membawa kopi dan membeli rokok untuk rekan kerja dan atasan

laki-laki).

4.3 UN Women di Korea Selatan

Dalam menangani kasus diskriminasi perempuan di negaranya, Korea

Selatan melakukan banyak cara termasuk dengan cara ikut serta membentuk dan

menjadi anggota UN Women. Korea Selatan berharap dengan ikut memebentuk

dan menjadi anggota UN Women dapat membantu mengurangi ataupun

menghapuskan masalah terkait diskrimnasi terhadap perempuan di Korea Selatan.

4.3.1. Masuknya UN Women ke Korea

Tinginya angka ketidaksetaraan dalam bidang ekonomi untuk

perempuan di Korea membuktikan bahwa belum adanya kebijakan yang

benar-benar diaplikasikan oleh pemerintah dan masayarakat ataupun hal

ini dikarenakan kebijakan yang diterapkan belum men-cover semua

permasalahan terkait gender yang ada. Maka dari itu diperlukan bantuan

dari luar untuk membantu pemerintah menangani masalah ini.Organisasi

internasional sebagai salah satu aktor luar turut hadir dalam membantu
57

pemerintah dalam mengatasi diskriminasi gender ini. Sebagai salah satu

organisasi internasional yang menangani kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan, dalam hal ini UN Women turut lahir di Korea

dalam menangani permasalahan terkait ketimpangan atau diskriminasi

yang diterima oleh perempuan di Korea melalui berbagai macam program

dan proyek yang dirancang oleh UN Women.

Kehadiran UN Women di Korea turut berperan dalam membantu

pemerintah Korea mengatasi permasalahan mengenai diskriminasi gender

yang ada. Sejak dibentuk tahun 2010, UN Women mulai beroperasi di

Korea pada tahun 2011 melalui UN Women Strategic Plan 2011-2013,

2014-2017, dan 2018-2021. Dalam isi dari Report Executive Board of the

Unite Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of

Women di Annual session 2011, UN Women strategic plan 2011-2013

fokus dalam enam prioritas atau fokus utama yang diantaranya: (1)

Perluas kepemimpinan dan partisipasi perempuan; (2) Mengakhiri

kekerasan terhadap perempuan; (3) Memperkuat implementasi Agenda

Perempuan, Perdamaian dan Keamanan; (4) Meningkatkan pemberdayaan

ekonomi perempuan; (5) Menjadikan prioritas kesetaraan gender sebagai

pusat perencanaan dan penganggaran nasional di semua tingkatan; dan (6)

Memastikan bahwa pengambilan keputusan antar pemerintah PBB

berkontribusi untuk memperkuat kerangka kerja normatif dan kebijakan

untuk kesetaraan gender di tingkat negara.


58

Kemudian UN Women Strategic Plan 2014-2017 terus mendorong

hasil pengembangan rencana strategis dari UN Women Strategic Plan

tahun 2011-2013. Prioritas program dalam UN Women Strategic Plan

2014-2017 adalah: (1) Wanita memimpin dan berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan di semua tingkatan; (2) Perempuan, terutama

yang termiskin dan paling tersisih, diberdayakan secara ekonomi dan

mendapat manfaat dari pembangunan; (3) Wanita dan anak perempuan

menjalani kehidupan yang bebas dari kekerasan; (4) Perdamaian dan

keamanan dan aksi kemanusiaan dibentuk oleh kepemimpinan dan

partisipasi perempuan; (5) Tata kelola dan perencanaan nasional

sepenuhnya mencerminkan akuntabilitas untuk komitmen dan prioritas

kesetaraan gender; dan (6) Seperangkat norma, kebijakan, dan standar

global yang komprehensif dan dinamis tentang kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan tersedia dan diterapkan melalui tindakan oleh

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya di semua tingkatan.63

Fokus untuk UN Women Strategic Plan 2018-2021 adalah

menguraikan arah, tujuan, dan pendekatan strategis UN Women untuk

mendukung upaya mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan

semua wanita dan anak perempuan. Ini mendukung implementasi

Deklarasi Beijing dan Platform Aksi dan berkontribusi pada implementasi

Agenda 2030 untuk Pembangunan berkelanjutan yang responsif gender.

63
United Nations, United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of
Women strategic plan, 2014-2017 “Making this the century for women and gender equality” ,
Executive Board of the United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of
Women, 2013, hal 8
59

Dengan penekanan lintas sektoral pada menanggapi permintaan

negara dan tidak meninggalkan perempuan atau perempuan, menguraikan

lima prioritas strategis dalam UN Women Strategic Plan 2018-2021: (1)

Memperkuat dan menerapkan seperangkat norma, kebijakan, dan standar

global yang komprehensif dan dinamis tentang kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan; (2) Wanita memimpin, berpartisipasi, dan

mendapatkan keuntungan yang sama dari sistem pemerintahan; (3) Wanita

memiliki jaminan pendapatan, pekerjaan layak, dan otonomi ekonomi; (4)

Semua perempuan dan anak perempuan menjalani kehidupan yang bebas

dari segala bentuk kekerasan; dan (5) Perempuan dan anak perempuan

berkontribusi dan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam membangun

perdamaian dan ketahanan yang berkelanjutan, dan mendapatkan manfaat

yang sama dari pencegahan bencana alam dan konflik serta aksi

kemanusiaan.64

Selain dari the UN Women Strategic Plan , UN Women juga

bekerjasama dengan pemerintah Korea Selatan dan mengusulkan

menerapkan beberapaprojek seperti kerjasama antara UN Women dengan

Korean Women’s Development Institute (KWDI). Adapula usulan

mengenai program Childcare untuk membantu agar perempuan-

perempuan yang akan hamil ataupun sudah memiliki anak agar dapat

kembali bekerja dan membantu perencanaan kehamilan dan persalinan

64
UN Women, UN Women Strategic Plan 2018–2021, 2017 diakses dari ,
https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2017/8/un-women-strategic-plan-2018-
2021 , 2017, 3 maret 2021
60

pada perempuan di Korea. Kemudian program mengenai perawatan

Elderly yang kebanyakan saat ini perawatan lansia lebih banyak

dibebankan kepada anak perempuan dan para istri.

4.3.2 Kerjasama Un Women dan Korea Selatan

 Kerjasama Un women dengan KWDI

Pada tanggal 15 November 2016, dengan penandatanganan

Memorandum of Understanding (MOU) pada “Asia-Pacific Discourse for

the Publication of Sustainable Development Goals (SDGs) Baseline

Data,” KWDI dan UN Women mencapai kesepakatan kerjasama di

Kawasan Asia - Pasifik. Kerjasama ini untuk mengumpulkan, meneliti,

menganalisis, dan menerbitkan data bersama untuk berbagi tindakan dan

program kebijakan antara KWDI dan UN Women.65

Konsultasi Regional sangat penting bagi KWDI untuk

mengembangkan indikator untuk memantau kemajuan penerapan tujuan

SDGs terkait gender di Korea Selatan, tugas yang menjadi komitmen kuat

KWDI. Pentingnya kesetaraan gender dalam konteks SDGs telah disorot

dengan mengakui kesetaraan gender sebagai tujuan yang berdiri sendiri

dan sebagai isu lintas sektor dalam SDGs. Dari sini, dapat dikatakan

bahwa, tanpa mencapai kesetaraan gender, realisasi semua tujuan SDGs

akan menjadi tantangan. Sebagai lembaga pemikir kebijakan terkemuka

tentang kebijakan perempuan, kesetaraan gender dan pemberdayaan anak


65
Korean Women’s Development Institute, MOU Agreement UN Women, diakses dari
<https://eng.kwdi.re.kr/about/mou.do?s=searchAll&w=UN+Women>, pada tanggal 20 April 2021
61

perempuan dan perempuan di Korea Selatan, KWDI akan menerapkan

temuan dari Konsultasi Regional dalam studinya tentang isu-isu

perempuan di Korea Selatan dan dalam penelitian bersama UN Women

dengan lembaga mitra di Korea Selatan.KWDI juga secara internal

mendiskusikan cara terbaik untuk mendukung temuan dari Konsultasi

Regional di tingkat institut.

KWDI dan UN Women telah menjalin hubungan baik selama

beberapa tahun terakhir dalam memajukan kesetaraan gender di kawasan

Asia-Pasifik.Baik KWDI dan UN Women memiliki tujuan yang sama

untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di

kawasan Asia-Pasifik. Sebagai lembaga penelitian perempuan terkemuka

di Korea, sejak berdiri 33 tahun yang lalu, KWDI telah melakukan

penelitian yang komprehensif tentang perempuan dan gender dari

perspektif pembangunan serta kebijakan perempuan domestik,

memberikan informasi tentang pengembangan kompetensi perempuan dan

penelitian perempuan. Berdasarkan penandatanganan MOU ini, KWDI

akan memajukan pencapaian tujuan kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan dari perspektif yang lebih komprehensif dan praktis dengan

lebih memperdalam kerjasama bersama di bidang khusus UN Women,

seperti pengembangan sistem evaluasi dan bidang berbasis penelitian.66

66
UN Women ASIA and The Pacific, Korea Women’s Development Institute (KWDI)
says ‘No’ to Violence against Women: Interview with Dr. Myung-Sun Lee, President of KWDI,
diakses dari <https://asiapacific.unwomen.org/en/news-and-events/stories/2016/12/interview-with-
dr-myung-sun-lee>, pada tanggal 27 Juni 2021
62

Dengan dukungan besar dari KWDI UN Women berhasil

meluncurkan laporan penting berbasis bukti 'Born to be Free' pada

September tahun 2016. Apalagi, dua artikel yang ditulis oleh UN Women

tentang acara peluncuran tersebut mendapat perhatian besar dari publik di

media sosial, mencapai lebih dari 50.000.

Sehubung dengan inisiatif global UN Women tentang Safe Cities

and Safe Public Spaces for Women and Girls, ada dua inisiatif yang saat

ini dilakukan di Korea Selatan. Salah satunya adalah Proyek Kota Aman

yang dilaksanakan oleh Pemerintah Metropolitan Seoul yang dikutip

sebagai studi kasus dalam laporan 'Born to be Free'. Inisiatif lainnya

adalah Kota Ramah Perempuan. Kota Ramah Wanita adalah inisiatif yang

mempromosikan kota untuk memastikan partisipasi yang setara gender

oleh penghuninya, melalui peningkatan program dan fasilitas pengasuhan

anak, pencegahan kejahatan dan bencana, dan membangun program sosial

dan budaya untuk mendukung perempuan dan kelompok rentan sosial

lainnya. Saat ini, terdapat 66 Kota Ramah Wanita di Korea Selatan. Di

KWDI, ada pakar kebijakan dan peneliti yang ikut serta dalam membentuk

kebijakan Kota Ramah Perempuan sejak awal.67

 Pendirian UN Women Centre of Excellencefor Gender Equality

UN Women Centre of Excellencefor Gender Equalitymerupakan

pusat pelatihan UN Women yang pertama kali dibangun di Korea Selatan

ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan kesetaraan gender,


67
Ibid
63

memberikan pendidikan dan pelatihan, serta menjalin hubungan kerjasama

internasional di kawasan Asia-Pasifik. Keinginan kuat pemerintah

KoreaSelatan untuk mewujudkan kesetaraan gender diharapkan dapat

diekspresikan dengan jelas melalui pembentukan pusat ini, yang pada saat

yang sama dapat berkontribusi untuk mengamankan kepemimpinan

global.68

Sebagai organisasi penelitian dan pendidikan internasional di

bawah UN Women, UN Women CGE bertujuan untuk melaksanakan

R&D pendidikan & pelatihan serta membangun hubungan kerjasama dan

pertukaran untuk mengembangkan kebijakan dan sistem kesetaraan gender

dan memperkuat kemampuan perempuan di wilayah Asia-Pasifik.Selain

itu, ini akan menjadi platform di mana UN Women dan pemerintah Korea

dapat berbagi kebijakan,pengalaman, melakukan pendidikan tentang

kepemimpinan dan peningkatan kemampuan untuk mengembangkan dan

memperluas agenda umum terkait perempuan di Korea Selatan dan

kawasan Asia-Pasifik.

Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga (Menteri Chung

Young-ai) menandatangani MOU (Memorandum Of Understanding)

dengan UN Women untuk mendirikan UN Women Centre of Excellence

for Gender Equality (UN Women CGE) pada tanggal 23 Juni (Rabu), 2021

(waktu Korea).MOU tersebut mencakup kesepakatan bersama tentang

68
Ministry of Gender Equality And Family (MOGEF) News, UN Women Centre of
Excellence for Gender Equality to be established in Korea, diakses dari
<http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001>, pada tanggal 30 Juni 2021
64

pembentukan CGE UN Women di Korea dan negosiasi yang diperlukan

untuk kesepakatan lokasi.

Dalam MOU yang ditandatangi antara Kementerian Kesetaraan

Gender dan Keluarga dan UN Women meliputi beberapa poin

kesepakatan. Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga dan UN

Women setuju untuk membentuk UN Women CGE secara resmi di Korea

untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan kesetaraan gender

termasuk perlindungan hak asasi perempuan dan penguatan kemampuan

perempuan, menentukan fungsi pusat (mengembangkan dan mempelajari

kebijakan kesetaraan gender di kawasan Asia-Pasifik, Memberikan

pendidikan dan pelatihan bagi para ahli gender, Membangun dan

mengoperasikan hubungan kerjasama dan pertukaran, Melakukan kegiatan

yang relevan sesuai dengan kesepakatan bersama) dan seterusnya. Masa

kerja sama berlaku selama lima tahun sejak tanggal penandatanganan oleh

kedua belah pihak.69

Pembahasan tentang pembentukan UN Women CGE dimulai pada

November 2019 dalam rangka memperingati 25 tahun diadopsinya Beijing

Platform for Action dan 20 tahun diadopsinya Resolusi Dewan Keamanan

PBB No. 1325 tahun 2020, UN Women mengusulkan agar Kementerian

Kesetaraan Gender dan Keluarga membangunnya di Korea.Pembahasan

ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender di

masyarakat internasional dan untuk memperkuat hubungan kerjasama

timbal balik yang telah berlangsung selama sepuluh tahun sejak berdirinya
69
Ibid
65

UN Women pada tahun 2011. Kemudian, kedua belah pihak melakukan

diskusi rinci tentang fungsi dan prosedur pembentukan UN Women CGE

melalui konsultasi tingkat kerja dan menandatangani MOU. Mereka akan

terus mengimplementasikan kesimpulan perjanjian dan prosedur tindak

lanjut sesegera mungkin.Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga Chung

Young-ai mengharapkan pembentukan UN Women CGE di Korea untuk

mengaktifkan pertukaran kebijakan terkait perempuan di Korea Selatan

dan antara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik.

 Kebijakan The Equal Pay International Coalition (EPIC)

ILO, UN Women dan OECD meluncurkan Koalisi Internasional

untuk meningkatkan upah yang setara bagi perempuan di tempat kerja di

Asia dan Pasifik. Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan

Internasional (ILO), UN Women dan OECD, beragam aktor bergabung di

seluruh Asia dan Pasifik di tingkat regional dan nasional untuk

mendukung pemerintah, pengusaha dan pekerja serta organisasi mereka,

dan pemangku kepentingan lainnya, untuk membuat upah yang sama

antara perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan dengan nilai yang sama

menjadi kenyataan.

EPIC diluncurkan di markas besar PBB di New York September

2017. EPIC adalah langkah langsung untuk mencapai Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan (SDG) PBB, khususnya Target 8.5 yang

menyerukan pembayaran yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang

sama pada tahun 2030. Pertukaran kebijakan antar negara anggota, berbagi
66

pengetahuan, penilaian terhadap negara anggota melalui data dan statistik

yang kuat akan menjadi area prioritas seiring dengan kemajuan koalisi.

Pengusaha dan serikat pekerja, serta pemangku kepentingan utama

lainnya, akan memiliki peran penting dalam penerapan dan meluncurkan

kebijakan dan solusi pembayaran yang setara untuk menutup kesenjangan

ini.70

Prinsip upah yang sama untuk pekerjaan dengan nilai yang sama

dicantumkan dalam Konstitusi ILO tahun 1919. Menurut Tomoko

Nishimoto, Asisten Direktur Jenderal ILO, Direktur Regional untuk Asia

dan Pasifik, kesenjangan upah berdasarkan gender adalah kenyataan yang

masih menjadi masalah utama di Asia- Pasifik, rata-rata hampir 20 persen

di seluruh sektor. Di setiap indikator pasar tenaga kerja pekerja perempuan

lebih sering berada dalam pekerjaan rentan dan informal daripada pekerja

laki-laki dan lebih seringkali kurang memiliki bahkan tidak memiliki akses

terhadap tunjangan perlindungan sosial. Sementara kebijakan kesetaraan

gender secara keseluruhan ditetapkan penting untuk mempromosikan upah

yang setara, kesetaraan gender tidak dapat dicapai tanpa upah yang sama

untuk pekerjaan yang memiliki nilai yang sama.71

Miwa Kato, Direktur Regional Wanita PBB untuk Asia dan

Pasifik, mengatakan bahwa meskipun untuk kawasan Asia-Pasifik telah


70
UN Women Asia and the Pacific, ILO, UN Women and the OECD launch International
Coalition to boost equal pay for women at work in Asia and the Pacific, diakses dari
<https://asiapacific.unwomen.org/en/news-and-events/stories/2018/01/ilo-un-women-and-the-
oecdlaunch
-international-coalition-to-boost-equal-pay> pada tanggal 4 April 2021
71
Ibid
67

membuat kemajuan yang signifikan sehubungan dengan kesetaraan gender

dalam pendidikan, hal ini belum diterapkan ke dalam perempuan yang

menikmati peluang ekonomi yang setara. Perempuan dalam pekerjaan

formal hanya memperoleh setengah dari jumlah yang didapat oleh laki-

laki.Bahkan setelah memperhitungkan perbedaan seperti pengalaman,

pelatihan, kesehatan dan pendidikan antara laki-laki dan perempuan, jenis

industri, pekerjaan dan lokasi, kesenjangan upah gender ini tetap 'tidak

dapat dijelaskan'.Perbedaan yang tidak diketahui ini sering kali

mencerminkan norma-norma sosial yang melekat seperti praktik stereotip

gender, dan diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja. Mengatasi

kesetaraan upah untuk pekerjaan dengan nilai yang sama juga

membutuhkan pemberdayaan perempuan untuk mengatur dan mengangkat

suara mereka dalam konteks sosial yang lebih luas.

Korea Selatan telah menjadi anggota The Equal Pay International

Coalition (EPIC) sejak pertama kali diluncurkan di Sidang Umum PBB

pada September 2017.Pada 2018, pemerintah Korea merevisi Undang-

Undang Kesempatan Kerja yang Setara untuk diterapkan di semua tempat

kerja. Saat ini, tempat kerja dengan kurang dari lima pekerja penuh waktu

telah dibebaskan dari ketentuan. Pada tahun yang sama (2018), tempat

kerja dengan kinerja buruk dalam tindakan afirmatif diwajibkan untuk

menyerahkan status kesenjangan upah gender dan berencana untuk


68

memperbaikinya. Untuk memastikan bahwa prinsip upah yang sama untuk

pekerjaan dengan nilai yang sama berakar di tempat kerja.72

Pemerintah Korea juga memperluas perusahaan sasaran

Affirmative Action.Pada tahun 2018, AA diterapkan sepenuhnya di seluruh

sektor publik untuk menciptakan pekerjaan yang layak bagi perempuan

dan meningkatkan porsi manajer perempuan. Ini bertujuan untuk lebih

memperluas target untuk memasukkan bisnis swasta dengan 300 karyawan

dan lebih banyak pada tahun 2022. Pemerintah telah memperkuat

penilaian gender tentang efek ketenagakerjaan, seperti jenis pekerjaan dan

tingkat upah berdasarkan gender, saat melakukan penilaian dampak

ketenagakerjaan dari kebijakan utama.

 Childcare Policy

Orang tua (terutama ibu) perlu mencurahkan banyak waktu untuk

pendidikan anak-anak mereka, membawa mereka ke pelajaran privat,

mengawasi pekerjaan rumah mereka, dll.Untuk membantu anak-anak

sukses di kemudian hari. Ini tidak mudah digabungkan dengan karier

penuh waktu, yang melibatkan jam kerja yang panjang dan / atau

partisipasi dalam sosialisasi setelah bekerja. Dengan demikian, ada

tekanan tinggi bagi perempuan untuk meninggalkan pasar kerja setelah

72
Equal Pay International Coalition, The Republic of Korea, diakses darri
<https://www.equalpayinternationalcoalition.org/members/the-republic-of-korea/#:~:text=The
%20Republic%20of%20Korea,relevance%20to%20the%20country%20below. > pada tanggal 4
April 2021
69

mereka memiliki anak, tidak hanya untuk memberikan perawatan pribadi,

tetapi juga untuk membimbing anak-anak melalui sistem pendidikan.

UN Women di bawah Sistem Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,

berkomitmen pada kebijakan yang responsif gender dan ramah keluarga

untuk semua staf Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini termasuk, namun tidak

terbatas pada, cuti orang tua berbayar untuk semua orang tua tanpa

memandang jenis kelamin, termasuk orang tua yang mengadopsi,

mengasuh, atau memiliki anak melalui ibu pengganti atau teknologi

reproduksi bantuan; pengaturan kerja yang fleksibel untuk orang tua;

kamar istirahat pribadi yang sesuai untuk menyusui dan pemompaan;

pengasuhan anak yang berkualitas dan terjangkau; dan hibah anak untuk

semua staf.73

Kebijakan yang ramah keluarga mendukung masyarakat untuk

menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga sehingga yang

satu tidak perlu dipilih di atas yang lain. Kebijakan yang ramah keluarga

membantu mengurangi stres dan konflik yang dapat muncul di antara

keluarga yang berjuang untuk mengelola kewajiban kerja yang bersaing

dengan tuntutan keluarga.Perusahaan seperti Google, Accenture, dan

Aetna telah melaporkan penurunan yang signifikan dalam tingkat

pengurangan pekerjaan di antara karyawan wanita ketika kebijakan ramah

keluarga yang efektif diberlakukan.

73
UN Women, Joint statement: One UN for family leave and childcare, diakses dari
<https://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/5/statement-joint-one-un-for-family-leave-and-
childcare> pada tanggal 4 April 2021
70

Bukti menunjukkan bahwa ketika kebijakan seperti itu mendukung

keterlibatan ayah yang lebih besar dalam pengasuhan anak, hal ini

bermanfaat bagi pertumbuhan sosial, emosional, dan kognitif anak, dan

mengurangi stereotip gender. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa

“hukuman ibu (motherhood penalty)” - diskriminasi terhadap ibu dalam

bentuk kemungkinan perekrutan atau promosi yang lebih rendah, gaji yang

lebih rendah, dan kompetensi dan komitmen yang dirasakan lebih rendah -

berkurang dalam hal lintasan karier dalam organisasi di mana kedua orang

tua menerima cuti yang setara.

UN Women berkomitmen untuk meninjau kebijakan yang

dikeluarkan oleh negara anggota untuk memastikan kebijakan tersebut

mencerminkan praktik dengan fokus pada: Dua puluh empat minggu cuti

orang tua berbayar untuk kedua orang tua; Ruang perawatan dan

pemompaan yang ditunjuk resmi dan istirahat rutin; Pengasuhan anak

yang berkualitas dan terjangkau, serta hibah tunjangan anak, termasuk

selama 1000 hari pertama; dan Perlakuan dan penghormatan yang sama

untuk semua orang tua.74

Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga mengumumkan

bahwa mereka akan memberlakukan 'Undang-Undang Dukungan

Pengasuhan Anak' dan undang-undang bawahannya untuk penegakan pada

2 Agustus 2012 untuk secara efektif mempromosikan layanan dukungan

74
Ibid
71

pengasuhan anak di rumah. 'Undang-Undang Dukungan Pengasuhan

Anak' telah sahkan untuk mempersiapkan landasan hukum agar dapat

memenuhi beragam tuntutan orang tua yang berkaitan dengan pengasuhan

anak dan mendukung layanan pengasuhan bayi di rumah dan

meningkatkan kualitas layanan pengasuhan bayi termasuk kontrol atas

kualifikasi bayi- pengasuh.

Undang-undang tersebut terutama menetapkan hal-hal tentang

kualifikasi dan tugas pengasuh bayi termasuk diskualifikasi,

ketidakmampuan dan pembatalan pengasuh bayi, lembaga yang

membudidayakan dan melatih pengasuh bayi serta penunjukan dan

pengoperasian penyedia layanan pengasuhan bayi.Diskualifikasi pengasuh

bayi telah ditetapkan (Pasal 6); pengasuh bayi didiskualifikasi jika terjadi

kekerasan terhadap dan melukai anak-anak atau mengabaikan perawatan

dasar dalam menyediakan pakaian, makanan, dan tempat berteduh. Untuk

meningkatkan kualitas layanan pengasuhan bayi, pengasuh bayi

diwajibkan untuk menyelesaikan pelatihan budidaya dan pemeliharaan dan

pusat pelatihan profesional akan ditunjuk di setiap kota dan provinsi.

Untuk memfasilitasi layanan pengasuhan bayi di masyarakat lokal,

standar fasilitas dan tenaga penyedia layanan harus diputuskan dan

pemerintah daerah harus menunjuk, mengontrol, dan mengevaluasi

penyedia layanan di wilayah mereka.Selain itu, landasan hukum disiapkan

untuk membuat pemerintah negara bagian dan lokal membantu sebagian

atau seluruh biaya layanan pengasuhan bayi sehingga beban pengasuhan


72

anak orang tua dapat dikurangi. Dengan menetapkan tanggung jawab

negara untuk mendukung pengasuhan anak di rumah, penegakan 'Undang-

Undang Dukungan Pengasuhan Anak' ini diharapkan berkontribusi besar

pada kemajuan dan aktivasi berkelanjutan kebijakan yang mendukung

pengasuhan anak di rumah seperti 'Bisnis Penunjang Pengasuhan Bayi' dan

' Bisnis Pengasuhan Anak Bersama. 75

Kemudian pada tahun 2013 pemerintah Korea Selatan memberikan

dukungan bagi pekerjaan perempuan yang karirnya terputus dikarenakan

cuti melahirkan dengan menambah jumlah “Pusat Pekerjaan Baru untuk

Perempuan” akan ditingkatkan dari 100 menjadi 120 pusat dan jumlah

program pelatihan kejuruan akan ditingkatkan dari 432 menjadi 551

program. Pusat Pekerjaan Baru untuk Wanita adalah institusi untuk

memberikan layanan dukungan ketenagakerjaan yang komprehensif

termasuk konseling kejuruan, pelatihan dan pendidikan kejuruan,

penempatan kerja, layanan tindak lanjut setelah bekerja bagi para wanita

yang karirnya terputus karena kehamilan, persalinan, pengasuhan anak

atau pekerjaan rumah tangga. Anggaran untuk dukungan pekerjaan bagi

perempuan yang putus karirnya sebesar 28,3 miliar won pada 2012

menjadi 34,6 miliar won pada 2013.

Pada tahun 2013 layanan pengasuhan anak di rumah dan dukungan

untuk keluarga orang tua tunggal berpenghasilan rendah akan

75
Ministry of Gender Equality & Family, Press & Public Affairs, diakses dari
<http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001> pada tanggal 6 April 2021
73

ditingkatkan. Mulai pada bulan Maret 2013, dukungan pengasuhan anak

setelah sekolah untuk anak-anak sekolah dasar akan ditingkatkan dari 480

jam (2 jam / hari) menjadi 720 jam (3 jam / hari), dan jumlah keluarga

yang akan mendapat manfaat dari layanan pengasuhan anak paruh waktu

akan ditingkatkan dari 30.000 keluarga menjadi 47.000 keluarga.

Pemerintah Korea Selatan mengeluarkan anggaran untuk mendukung

keluarga pasangan yang bekerja sebesar 43,5 miliar won pada 2012

menjadi 66,6 miliar pada 2013.76

Mulai Januari 2013, tunjangan pengasuhan anak untuk anak di

bawah 12 tahun dari keluarga orang tua tunggal berpenghasilan rendah

sesuai dengan "Undang-Undang Dukungan Keluarga Orang Tua Tunggal"

akan meningkat dari 50.000 won / bulan menjadi 70.000 won / bulan.

Anggaran untuk mendukung keluarga orang tua tunggal sebesar 33,2

miliar won pada tahun 2012 ditingkatkan menjadi 48,7 miliar pada tahun

2013.

Tahun 2019 cuti perawatan anak dan pengurangan jam kerja

diberlakukan unruk mendukung pegawai perempuan yang memiliki anak.

Sebelum amandemen cuti penitipan anak, yang mulai berlaku 1 Oktober,

seorang karyawan dengan anak yang berusia delapan tahun atau lebih

muda, atau yang duduk di kelas dua atau lebih rendah di sekolah dasar,

berhak atas satu tahun cuti penitipan anak dan pengurangan jam kerja,

76
Ministry of Gender Equality & Family, Press & Public Affairs, diakses dari
http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001 pada tanggal 6 April 2021
74

digabungkan, yang dapat digunakan sekaligus atau dibagi antara dua

periode terpisah. Akibatnya, seorang karyawan yang menggunakan satu

tahun cuti penitipan anak tidak berhak atas pengurangan jam kerja lebih

lanjut untuk penitipan anak yang sama.

Amandemen baru menciptakan hak terpisah untuk satu tahun

pengurangan jam kerja untuk penitipan anak. Jadi, karyawan yang

memenuhi syarat dapat mengambil satu tahun cuti untuk penitipan anak

per anak yang memenuhi syarat dan satu tahun lagi pengurangan jam kerja

untuk penitipan anak untuk anak yang sama. Selain itu, periode cuti

penitipan anak yang tidak terpakai dapat digunakan sebagai periode

pengurangan jam.

Selain itu, amandemen ini memberikan lebih banyak opsi kepada

karyawan, karena mereka mungkin menuntut pengurangan satu hingga

lima jam per hari daripada dua hingga lima jam per hari yang diizinkan

sebelum amandemen. Sebelum amandemen karyawan menerima upah

-subsidi penggantian selama masa cuti penitipan anak, hingga maksimum

80 persen dari gaji biasa mereka, dibatasi pada 1.500.000 won Korea per

bulan. Pemerintah berencana untuk meningkatkan jumlah subsidi ini

menjadi 100 persen dari gaji biasa karyawan untuk lima jam pengurangan

pertama setiap minggu, dibatasi pada 2.000.000 won Korea per bulan.

Jumlah subsidi untuk pengurangan jam yang melebihi lima jam pertama
75

tetap sama (yaitu, maksimum 80 persen dari gaji biasa, dibatasi pada

1.500.000 won Korea per bulan).77

Tahun 2019 pemerintah Korea Selatan juga memperluas hak cuti

ayah dan cuti perawatan anak dan memberi karyawan hak untuk cuti

dengan alasan yang lebih luas. Sebelum amandemen cuti ayah, yang mulai

berlaku 1 Oktober 2019, pemberi kerja diharuskan memberikan tiga

hingga lima hari cuti ayah, dengan hanya tiga hari pertama sebagai cuti

berbayar. Amandemen tersebut mengharuskan pemberi kerja untuk

menjamin 10 hari cuti ayah yang dibayar.

Selain itu, untuk meringankan beban keuangan yang meningkat

pada perusahaan kecil, pemerintah akan memberikan subsidi kepada bisnis

yang memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan preferensial selama

lima hari cuti ayah. Sebelumnya tidak ada subsidi yang tersedia untuk cuti

ayah dan akibatnya majikan menanggung beban penuh dari tiga hari

pembayaran yang dijamin.

 Perawatan jangka panjang (Long-term care /LTC)

Perawatan jangka panjang (LTC) mengacu pada pengasuhan untuk

orang tua selama periode waktu yang berkelanjutan. Ini mungkin termasuk

bantuan materi, bantuan dengan kegiatan sehari-hari dan dukungan

emosional. Kesenjangan gender dalam pekerjaan berbayar diartikan ke


77
SHRM, South Korea: New Leave Entitlements Granted,diakses dari
<https://www.shrm.org/ResourcesAndTools/legal-and-compliance/employment-law/Pages/global-
South-Korea-new-leave-entitlements.aspx#:~:text=Currently%2C%20an%20employee%20on
%20family,amendment%20will%2C%20as%20of%20Jan>pada tanggal 6 April 2021
76

dalam kesenjangan gender yang substansial dalam pekerjaan yang tidak

dibayar. Waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah tangga yang tidak

dibayar, termasuk pekerjaan merawat lansia (lanjut usia), telah

diidentifikasi sebagai salah satu kontributor utama untuk perbedaan gender

dan menjadi kewajian atau tanggung jawab sebagian besar perempuan

daripada laki-laki untuk terlibat dalam pekerjaan yang tidak dibayar. Di

antara negara-negara yang datanya tersedia dalam OECD, Korea menjadi

salah satu negara dengan kesenjangan gender terbesar setelah Italia,

Jepang, Meksiko, Turki, dan India, di mana perempuan melakukan lebih

dari tiga perempat dari semua pekerjaan yang tidak dibayar.78

Di seluruh dunia, sebagian besar perawatan untuk lansia dilakukan

oleh anggota keluarga tanpa dibayar. Mayoritas pengasuh ini adalah

wanita: pasangan, putri atau menantu perempuan, yang membentuk tulang

punggung tak terlihat dari semua sistem LTC. Dalam kasus pria yang lebih

tua di Republik Korea, pasangan (istri) yang mengerjakan sebagian besar

pekerjaan perawatan tidak berbayar (76 persen), sementara kerabat wanita

(7 persen), kerabat pria (3 persen) dan non- kerabat (14 persen)

memberikan dukungan tambahan. Namun, dalam kasus wanita yang lebih

tua, sebagian besar perawatan tidak berbayar disediakan oleh kerabat

wanita (43 persen), mungkin anak perempuan dan menantu perempuan,

sementara non-kerabat (28 persen), pasangan (18 persen) dan kerabat laki-

laki (12 persen) menyediakan sisanya.79


78
OECD Development Center, 2014, hal 38
79
Ibid, hal. 168
77

Program Kesejahteraan Komprehensif: Pada tahun 2012, Korea

Selatan memulai Program Kesejahteraan Komprehensif untuk memberi

manfaat bagi populasi lansia yang miskin. Lansia yang secara fisik

terganggu diberi bantuan dalam rutinitas sehari-hari, seperti pekerjaan

rumah atau binatu. Makanan disediakan di ruang makan warga senior dan

bahkan dikirim untuk mereka yang tidak dapat datang ke lokasi layanan

makan. Program layanan dan kegiatan sosial juga dilaksanakan, yang

membantu meningkatkan suasana hati para lansia yang tidak akan

mendapatkan bentuk hiburan di tempat lain.80

Pada tahun 2017 UN Women mengeluarkan rekomendasi

kebijakan terkait LTC, diantaranya: Mengembangkan kampanye

komunikasi publik yang terfokus untuk menyoroti perlunya keterlibatan

masyarakat dengan perawatan jangka panjang sebagai prioritas hak asasi

manusia dan kesetaraan gender; Mendukung dan mempromosikan upaya

oleh pengasuh yang dibayar dan tidak dibayar; Memastikan bahwa

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan status dan mengurangi

eksploitasi pekerja rumah tangga mencerminkan keterlibatan mereka yang

semakin meningkat dalam pengasuhan lansia; Mempromosikan intervensi

berdasarkan intervensi yang telah berhasil dilaksanakan, terutama di

negara berpenghasilan tinggi, untuk mengurangi beban dan stres yang

dialami oleh pengasuh yang tidak dibayar.

80
Borgenproject, Elderly Poverty In South Korea, diakses dari <Elderly Poverty In South
Korea, https://borgenproject.org/elderly-poverty-in-south-korea/> , diakses pada tanggal 7 April
2021
78

Menanggapi kebutuhan tersebut, pemerintah berencana untuk

mensubsidi biaya perumahan bagi lansia yang tidak mampu dengan

menawarkan sekitar 40.000 unit perumahan umum untuk tahun 2022. Di

antara mereka, 5.000 "rumah perak publik"81 akan dicadangkan sebagai

masalah. prioritas untuk lansia berpenghasilan rendah yang tinggal sendiri.

Rumah-rumah tersebut akan berlokasi di dekat tempat perawatan

kesehatan umum dan dilengkapi dengan perangkat keselamatan seperti

pemutusan aliran gas otomatis.82

Kemudian pada tahun 2019 pemerintah Korea Selatan

mengeluarkan Program Peduli Komunitas (Community Care Program).

Korea Selatan mengumumkan Program Peduli Komunitas untuk

membantu warga lanjut usia serta kelompok rentan lainnya. Program ini

tersebar di seluruh Korea Selatan, dengan stan lamaran di banyak area

lokal. Mirip dengan Program Kesejahteraan Komprehensif, Program

Peduli Komunitas juga menyediakan layanan perawatan di rumah untuk

manula yang mengalami gangguan fisik, serta pengiriman makanan.

Program ini juga menyediakan perumahan umum dan tempat penitipan

lansia bagi mereka yang membutuhkan bantuan dan perawatan khusus.

Selain itu, 12 juta won (hampir $ 12.000) akan diberikan sebagai subsidi

untuk warga lanjut usia yang terus tinggal di Program Peduli Komunitas.83

81
Rumah perak adalah istilah yang hanya digunakan di Korea dan mengacu pada unit
apartemen bertingkat tinggi dengan kepadatan tinggi untuk lansia.
82
Silvereco, S. Korea Is Taking Steps To Improve Care And Support For Seniors Living
At Home, 2018 diakses dari <http://www.silvereco.org/en/s-korea-is-taking-steps-to-improve-care-
and-support-for-seniors-living-at-home/>, pada tanggal 7 April 2021
83
Borgenproject
79

Pada 2 Agustus 2019, Majelis Nasional Korea mengesahkan

amandemen signifikan terhadap Equal Employment Opportunity dan

Work-Family Balance Assistance Act (EEA). Perubahan utama pada EEA

meliputi: Lebih banyak cuti berbayar untuk ayah; Lebih banyak pilihan

untuk alokasi cuti penitipan anak; Cuti perawatan keluarga yang lebih

fleksibel dan; Karyawan juga berhak mengambil cuti karena berbagai

alasan seperti untuk mengurus naggota keluarga yang lansia.84

Seorang karyawan yang sedang cuti untuk mengurus keluarga

harus menggunakan setidaknya 30 hari dari waktu 90 hari yang diizinkan

per tahun. Artinya, karyawan dapat menggunakan cuti perawatan keluarga

hingga tiga kali dalam setahun. Dari hak cuti perawatan keluarga selama

90 hari, amandemen baru akan, mulai 1 Januari 2020, mengizinkan

karyawan untuk menggunakan hingga 10 hari setiap tahun dalam basis

satu hari (yaitu, satu hari pada satu waktu. dari 30 hari yang berdekatan).

Amandemen ini juga akan memperluas cakupan penggunaan yang

diizinkan dari cuti perawatan keluarga, untuk mencakup "keluarga"

sehingga karyawan dapat menggunakan cuti perawatan keluarga untuk

merawat kakek atau cucu; saat ini, hanya orang tua, mertua, pasangan dan

anak-anak yang ditanggung.

Tanggal efektif untuk tindakan ini dilakukan secara bertahap

berdasarkan jumlah tenaga kerja. 1 Januari 2020, untuk pemberi kerja

dengan 300 karyawan atau lebih dan sebagian besar pemberi kerja yang

84
SHRM, South Korea: New Leave Entitlements Granted
80

diinvestasikan oleh pemerintah atau dikendalikan oleh pemerintah. 1

Januari 2021, untuk pemberi kerja dengan 30-299 karyawan. 1 Januari

2022, untuk pemberi kerja dengan kurang dari 30 karyawan. Amandemen

baru akan memperkenalkan hak pengurangan jam kerja untuk perawatan

keluarga, sakit atau cedera karyawan, persiapan pensiun (untuk mereka

yang berusia 55 atau lebih) dan untuk studi akademis. Ini akan menjadi

pertama kalinya undang-undang Korea memberi hak cuti kepada karyawan

karena sakit dan cedera yang tidak terkait dengan pekerjaan

4.3.3. Peran UN Women Mengurangi Ketidaksetaraan Gender dalam

Bidang Ekonomi Di Korea Selatan

1. UN Women sebagai Instrumen

Peran instrumental dimainkan oleh Organisasi internasional dalam

hal terkait dengan penyesuaian dalam pemikiran strategis di antara para

pembuat kebijakan luar negeri.Organisasi internasional tidak lain adalah

alat untuk kebijakan pemerintah individu, sarana untuk diplomasi

sejumlah negara nasional yang berbeda dan berdaulat. Ketika sebuah

organisasi antar pemerintah didirikan, ini hal ini menandakan bahwa di

antara negara-negara telah dicapai kesepakatan terbatas atas bentuk

kelembagaan untuk melakukan kegiatan negara multilateral di bidang

tertentu. Organisasi menjadi penting untuk mengejar kebijakan nasional

sejauh koordinasi multilareral seperti itu menjadi tujuan nyata dan

berkelanjutan dari pemerintah nasional. Dapat dikatakan bahwa organisasi


81

internasional dalam instrumen ini berfungsi sebagai mekanisme yang sah

secara internasional yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.85

Sebagai negara yang memiliki masalah terkait diskrimininasi

terhadap perempuan, Korea Selatan perlu memanfaatkan fungsi dari UN

Women sebagai instrumen. Dalam teori organisasi internasional,

instrumen dapat berlaku sebagai alat yang efektif untuk memberikan hasil

yang tepat untuk masalah yang sedang dihadapi oleh negara. Korea

Selatan mengguanakan UN Women dalam rangka menjalankan tujuan

politik luar negerinya sesuai dengan konstitusi di negaranya. Dengan

menggunakan UN Women sebagai instrumen, Korea Selatan menjalankan

tujuan politik luar negerinya yaitu mendukung program-program

kesetaraan gender khususnya mengurangi diskriminasi terhadap

perempuan dalam bidang ekonomi di Korea Selatan.

Jika Korea Selatan menjalankan tujuan politk luar negerinya terkait

diskriminasi gender maka Korea Selatan dapat menunjukkan kepada dunia

internasional bahwa negaranya ikut mendukung kesetaraan terhadap

gender dan memberantas diskrimansi terhadap perempuan sehingga semua

negara ikut mendukung penghapusan diskrimasi terhadap perempuan

terutama di Korea Selatan.

Penggunaan UN Women sebagai instrument dianggap oleh Korea

Selatan sebagai bentuk pemenuhan kepentingan negaranya terhadap isu

85
Clive Archer, International Organization 3rd Edition, Routeledge; Londonand
Newyork, 2001, hal 69
82

diskriminasi gender sendiri seperti menurut Archer (2001), jika negara

percaya bahwa kerja sama dapat menghasilkan manfaat baru dan bahwa

anggota dapat mengambil keuntungan maka logis untuk memberikan

lembaga ruang lingkup organisasi untuk bertindak. Korea Selatan

memberikan ruang bagi UN Women untuk bertindak dalam isu ini karena

dianggap berkompeten dalam mencapai tujuan dari Korea Selatan sendiri

yaitu pemberantasan diskriminasi terhada perempuan melalui program-

program maupun rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan UN Women.

Akan tetapi, karena peran UN Women terbatas sebagai organisasi

internasional, sebagai instrumen segala kebijakan ditentukan oleh negara-

negara anggotanya, dan kembali pada kebijakan negara sebagai aktor

utama dalam setiap pengambilan keputusan dan penerapan kebijakan.

2. UN Women sebagai Arena atau Wadah

Fungsi sebuah organisasi internasional yang kedua adalah sebagai

arena/wadah tempat pengambilan kebijakan. Dalam hal ini, organisasi

menyediakan tempat pertemuan bagi anggota untuk berkumpul untuk

berdiskusi, berdebat, ataupun bekerjasama. Arena itu sendiri netral. 86

Sebuah organisasi internasional harus memiliki sifat netral untuk

menunjukkan bahwa sebuah organisasi internasional yang berfungsi

sebagai arena atau wadah tidak memiliki kebijakan independen dalam

menghadapi isu-isu dalam agendanya.

86
Clive Archer, International Organization, hal 73
83

Organisasi internasional bertujuan untuk memfasilitasi dan

membuka kesempatan bagi negara-negara anggota, baik melalui argumen

ataupu kesepakatan. Fungsi organisasi internasional sebagai arena juga

memberikan koordinasi program dalam sebuah forum seperti upayanya

untuk menyinkronkan tindakan negara saat mereka memecahkan masalah

bersama. Secara moral, organisasi-organisasi internasional telah memberi

para anggotanya peluang untuk mengembangkan sudut pandang masing-

masing dan kebebasan di forum publik yang lebih terbuka daripada yang

diberikan oleh diplomasi bilateral.

UN Women sebagai organisasi internasional dalam hal ini

berfungsi sebagai forum yang tepat sebagai arena dan kerja sama antara

negara untuk membahas mengenai diskriminasi terhadap perempuan. UN

Women sebagai wadah meningkatkan komunikasi antara negara-negara

anggota serta mengurangi ketegangan pada negara bersangkutan. UN

Women menggunakan peran Organisasi Internasional sebagai arena dalam

mempromosikan aksi internasional.UN Women sebagai Organisasi

Internasional memiliki kemampuan untuk mengumpulkan waki-wakil

negara anggotanya dan memberikan mandat untuk menjalankan dan

mempromosikan aksi tersebut. UN Women sebagai arena memiliki peran

sebagai forum international bagi negara-negara yang mengalami

permasalahan atau isu yang sama di bidang gender, khususnya

diskriminasi dalam ekonomi bagi perempuan.


84

Selain sebagai instrumen, UN Women juga berperan sebagai arena

yang menjelaskan bahwa UN Women digunakan oleh Korea Selatan

sebagai wadah dalam menyampaikan permasalahan dan mencari dukungan

di forum-forum internasional. Hal ini bertujuan agar komunitas

internasional dapat membantu permasalahan-permasalahan yang dihadapi

oleh Korea Selatan dalam mendukung penurunan diskriminasi di

negaranya. Didalam ranah internasional, dukungan tersebut berupa

kebijakan dan komitmen dari komunitas internasional dalam mendukung

hak-hak perempuan di Korea Selatan.

3. UN Women sebagai Aktor Independen

Hubungan internasional lahir dengan adanya intervensi dalam

hubungan internasional. Dalam hubungan internasional, aktor yang ada

tidak hanya sebatas negara, namun juga terdapat aktor-aktor non-negara

yang turut ikut serta dalam dinamika hubungan internasional. Dalam hal

ini, Organisasi Internasional memiliki dampak yang besar bagi percaturan

hubungan internasional. Seperti UN, khususnya UN Women yang dapat

mempengaruhi isu-isu terkait gender.

Peran ketiga dari organisasi internasional dalam sistem

internasional adalah sebagai aktor independen. Mendefinisikan kata

independen sendiri berarti bahwa organisasi internasional - atau setidaknya

beberapa dari mereka - dapat bertindak di arena internasional tanpa

terpengaruh secara signifikan oleh kekuatan luar. 87 Konseptualisasi Archer


87
Clive Archer, International Organization, hal 79
85

tentang Organisasi Internasional sebagai aktor memiliki peran yang lebih

luas dan proaktif dalam bertindak secara global. Organisasi internasional

memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif dan tidak harus berada di

bawah kendali aktor lain.

Sebagai salah satu aktor internasional yang sah, organisasi

internasional dapat membuat kebiajakan yang dapat mempengaruhi

negara. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan oleh PBB

kepada negara-negara anggotanya. Organisasi Internasional yang memiliki

karakter sebagai aktor tidak meniadakan masuknya pengaruh eksternal

yang mempengaruhi tindakan mereka. Kinerja mereka dalam operasi

pemeliharaan perdamaian, tergantung pada situasi di negara bagian. Maka

dari itu, agar sebuah organisasi internasional dapat dianggap sebagai aktor,

harus ada perbedaan antara keadaan sebelum dimasukkannya tindakan

independen dari Organisasi Internasional dan setelah intervensi dari

Organisasi Internasional tersebut.

Adanya perbedaan kondisi masalah yang terjadi dalam negara

sebelum dan sesudah masuknya Organisasi Internasional tersebut

menggambarkan efek dari tindakan Organisasi Internasional itu sendiri.

Meskipun hal ini tidak dapat digunakan untuk mengukur

keberhasilansuatu organisasi internasional, namun visibilitas kehadiran

organisasi internasional di panggung global membuktikan keberadaannya

di panggung internasional. Sedikit apapunpengaruh atau perubahan


86

kondisi yang terjadi dalam suatu negara, tidak menangkal perannya sebuah

aktor internasional sebagai aktor.88

Peran UN Women berdasarkan aktor independen di Korea Selatan

dalam mendukung penurunan angka diskriminasi perempuan dalam

bidang ekonomi, termasuk melalui peningkatan partisipasi pekerja

perempuan dan kesetaraan dalam pemberian gaji. Dalam menunjukkan

keindependenannya tersebut, UN Women memiliki pilar dan programnya

sendiri dalam mendukung kesetaraan dan pemberdayaan perempuan di

Korea Selatan. UN Women juga memiliki landasan hukumnya sendiri

dalam melaksanakan kinerjanya untuk mendukung hak perempuan di

Korea Selatan dalam menjalankan perannya sebagai aktor independen

tanpa dipengaruhi dari luar organisasi.

Sehubung dengan peran UN Women sebagai alat untuk

menjalankan perannya di ranah internasional, lalu sebagai arena untuk

para anggotanya menjalankan kerjasama, serta sebagai aktor dalam

perpolitikan dunia, UN Women memiliki dampak yang signifikan dalam

menjalankan perannya sebagai organisasi internasional dalam menyoal isu

gender. Signifikansi UN Women sebagai aktor internasional dapat dilihat

dari sejauh mana ia mampu bertindak secara nyata bagi permasalahan

yang ditangani. Bagian ini akan secara khusus membahas mengenai

dampak dari peran yang dimainkan oleh UN Women terhadap

pengurangan diskriminasi dalam bidang ekonomi di Korea Selatan.

88
Ibid
87

Menurut Archer, dampak dari peran organisasi internasional dapat dilihat

dari perbedaan kondisi sebelum dan setelah kehadiran Organisasi

Internasional tersebut di tengah isu yang ada.

Sebelum kehadiran UN Women, Korea Selatan dikenal sebagai negara

yang memiliki tingkat diskriminasi yang lumayan tinggi. Tingginya angka

diskriminasi ini utamanya disebabkan oleh budaya patriarki yang tumbuh di

masyarakat terhadap perempuan. Dominasi gender laki-laki juga menjadi

penyebab kurangnya keterwakilan perempuan di ranah ekonomi.

Gambar 2. Tingkat perbandingan angkatan kerja perempuan tahun 2010-2019

Sumber: Statista, https://www.statista.com/statistics/641654/south-korea-female-


labor-force-participation-rate/

Dampak peran UN Women terhadap penurunan diskriminasi perempuan

dalam bidang ekonomi di Korea Selatan sendiri dapat kita lihat dari gambar 2
88

bahwa sebelum hadirnya UN Women ke Korea Selatan, yakni pada tahun 2011

melalui UN Women strategic plan, jumlah angkatan kerja perempuan tidak

sampai menyentuh angka 50 persen. Seiring dengan bertambahnya tahun

penerapan program-program UN Women jumlah angakatan pekerja perempuan di

Korea Selatan meningkat. Pada 2019, tingkat partisipasi angkatan kerja

perempuan di Korea Selatan adalah 53,5 persen. Meskipun persentase ini lebih

rendah dari rata-rata partisipasi angkatan kerja perempuan di negara-negara

OECD. Akan tetapi hal ini tetap menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah

angkatan kerja perempuan.89

Gambar 3. Jumlah Perbandingan Gaji Pekerja Perempuan Pada Tahun 2010-2019

Sumber: Statista, https://www.statista.com/statistics/641812/south-korea-gender-pay-


gap/
89
Female Labor Force Participation Rate in South Korea 2010-2019,Statista.com, diakses
dari <https://www.statista.com/statistics/641654/south-korea-female-labor-force-participation-
rate/> pada tanggal 7 April 2021
89

Dilihat dari gambar data diatas, seiring dengan meningkatnya jumlah

angkatan kerja perempuan, gaji yang diterimapun semakin meningkat. Sehingga

pada tahun 2019, rasio perbandingan gaji pekerja perempuan dengan pekerja laki-

laki adalah sebesar 67,8 persen. Perempuan semakin banyak yang bekerja di

Korea Selatan dan menerima gaji yang lebih dalam beberapa tahun terakhir,

meskipun untuk jam kerja mereka lebih sedikit ketimbang laki-laki. Statistik

masih menunjukkan bahwa rata-rata pekerja perempuan mencatat jam kerja lebih

sedikit dibandingkan pekerja laki-laki di Korea Selatan.90

Gambar 4. Pekerja Perempuan yang Kembali Bekerja Setelah Cuti

Sumber: Korea Joongang daily,https://koreajoongangdaily.com


90
Statista, Female to Male Earnings Ratio South Korea 2010-2019, diakses dari
<https://www.statista.com/statistics/641812/south-korea-gender-pay-gap/> pada tanggal 7 April
2021
90

Menurut data diatas, partisipan angkatan pekerja perempuan yang kembali

bekerja setelah cuti meningkat pada tahun 2019. Kembalinya para pekerja

perempuan setelah cuti diabantu oleh adanya kebijakan yang diterapkan oleh

pemerintah Korea Selatan terkait peningkatan layanan untuk childcare dan

elderlycareyang direkomendasikan oleh UN Women.

Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun terakhir, wanita yang

mempersingkat karier mereka untuk mengurus keluarga telah menjadi masalah

sosial di Korea Selatan. Alasan utama pekerja perempuan berenti dari pekejaan

utama mereka adalah untuk mengurus anak ataupun karena menikah. Pada saat

masa pemerintahan presiden Moon Jae-in wanita yang sudah menikah didorong

untuk kembali bekerja melalui kebijakan resmi, termasuk subsidi pemerintah

untuk perawatan anak dan perluasan cuti berbayar untuk suami. Pada bulan Juli

2019, Kementerian Keuangan mengusulkan RUU reformasi pajak yang

menawarkan pengurangan pajak 70 persen bagi perempuan yang mendapatkan

pekerjaan setelah istirahat tiga tahun atau lebih, sementara perusahaan yang

mempekerjakan kembali perempuan ini akan mendapatkan kredit pajak sebesar 30

persen atas biaya tenaga kerja untuk dua orang.91

91
Korean JoongAng Daily, More women go back to work after marriage, diakses
dari<https://koreajoongangdaily.joins.com/2019/11/26/economy/More-women-go-back-to-work-
after-marriage/3070774.html >pada tanggal 6 April 2021
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Gender ditentukan oleh konsepsi tugas, fungsi dan peran yang dikaitkan

dengan perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dan dalam kehidupan publik

dan pribadi. Dengan adanya konsep gender, maka lahirlah ketidaksetaraan gender.

Ketidaksetaraan gender mengacu pada perbedaan perlakuan atau persepsi yang

diterima oleh individu berdasarkan gendernya. Ketidaksetaraan gender terhadap

perempuan terjadi dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang pekerjaan.

Perempuan tidak memiliki akses ke pekerjaan yang layak dan menghadapi

segregasi pekerjaan dan kesenjangan upah berdasarkan gender. Budaya patriarki

yang ada dalam masyarakat menjadi salah satu pemicu diskriminasi ini, dan Korea

Selatan merupakan salah satu negara dengan budaya patriarki tertinggi di Asia

Timur.

Dalam kasus diskriminasi di Korea Selatan hal ini juga dipicu oleh norma

yang berkembang dimasyarakatnya. Hal ini, seringkali dikaitkan dengan ajaran

Konfusianisme yang berkembang di Korea Selatan. Konfusianisme di Korea

Selatan menekankan tentang keluarga, perbaikan pribadi, dan penghormatan

terhadap usia dan otoritas. Konfusianisme sudah ada di Korea Selatan sejak

zaman kekerajaan (1392-1910) hingga sekarang, Konfusianisme sangat

mempegaruhi masyarakat Korea Selatan, baik itu dalam pendidikan, filosofi,

agama, sistem sosial, politik dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Salah
92

satu tema khusus dalam ajaran ini di Korea Selatan adalah patriarki, di mana

setiap jenis kelamin memiliki perannya sendiri dalam keluarga. Dalam

Konfusianisme, laki-laki dipandang sebagai superior, dan otoritas mereka tidak

ditantang oleh siapa pun yang statusnya lebih rendah. Peran perempuan adalah

menaati laki-laki: "ayah mereka sebelum mereka menikah, dan suami mereka

setelah menikah.

Diskriminasi yang timbul bukan hanya ada dalam ruang lingkup

kehidupan rumah tangga. Akan tetapi, hal ini juga merambat ke berbagai aspek

kehidupan perempuan. Salah satunya yaitu dalam aspek ekonomi dan ruang

lingkup kerja perempuan. Ada berbagai macam diskriminasi dalam sektor

ekonomi yang diterima oleh perempuan-perempuan Korea Selatan, seperti

penempatan kerja yang tidak rata, jumlah gaji yang diterima, cuti tidak berbayar,

dan lainnya. Untuk membantu mengatasi permasalah diskriminasi gender yang

terjadi, Pemerintah Korea Selatan menerapkan beberapa peraturan untuk

membantu mengatasi pemasalahan gender yang terjadi. Selain dari kebijakan-

kebiajakan yang dibuat, pemerintah Korea Selatan juga menjalin kerjasama

dengan pihak luar. Dalam penelitian ini, Korea Selatan bekerjasama dengan UN

Women. Un Women merupakan salah satu entitas PBB yang dikhususkan untuk

membantu permasalahan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak perempuan

di dunia.

UN Women bererjasama dengan organisasi maupun entitas gender

lainnya untuk masalah kesetaraan gender bagi seluruh perempuan dan anak-anak

perempuan di dunia. UN Women menyusun dan mengusulkan kebijakan bagi


93

negara-negara anggotanya. Kerjasama UN Women dan Korea terlihat dalam

beberapa bidang seperti dalam pemberdayaan perempuan, kebijakan untuk anak-

anak, dan juga kebijakan untuk elderly. Adapun kerjasama yang terjalin anatara

UN Women dan pemerintah Korea Selatan memang belum terlihat begitu

berpengaruh dalam waktu dekat, akan tetapi dampaknya akan lebih terlihat dalam

waktu panjang.

5.1 Saran

5.2.1 Bagi Pembaca

Penulis dalam hal ini mengharapkan, bagi pembaca agar

senantiasa mengikuti perkembangan kerjasama antara UN Women dan

Korea Selatan, ataupun UN Women dengan negara-negara lainnya

terkait gender. Memperbanyak referensi tentang masalah gender dan

ketidaksetaraan gender yang banyak terjadi diberbagai sektor.

5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dalam penelitian selanjutnya, peneliti berharap dapat diteruskan

dilakukan Analisa yang lebih mendalam terkait peran kerjasama antara

UN Women dan Korea Selatan, dan juga sejauh mana peran UN

Women dalam membantu permasalahan gender di Korea Selatan.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Anggito, Albi dan Johan Setiawan. (2018). Metodologi penelitian kualitatif.


Sukabumi : CV Jejak.
Clive, Archer. (2001). International Organization 3rd Edition.  London and
Newyork: Routeledge
Rudy, Teuku May. (2005). Administrasi dan Organisasi Internasional,
Bandung:Refika Aditama.
Rudy, Teuku May. (2009). Administrasi dan Organisasi Internasional,
Bandung:Refika Aditama.
Simmons, b., dan Martin, l. (2002). International organizations and institutions.
In W. CarlsnaesT. Risse, & B. A. Simmons Handbook of international
relations (hal. 192-211). SAGE Publications Ltd
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Jones N.A. (2006). The Korean Women’s Movement: From Minjung Feminism to
Gender Mainstreaming. In: Gender and the Political Opportunities of
Democratization in South Korea. New York: Palgrave Macmillan.

Jurnal

Amanda B. (2006). Intersections of Race, Class, Gender, and Crime: Future


Directions for Feminist Criminology. Journal Feminist Criminology
Volume 1 Number 1

Azham Md. Ali dan Yusof Hamidah. (2011). Quality in Qualitative Studies: The
Case of Validity, Reliability and Generalizabilit. Journal of Issues in
Social and Environmental Accounting Vol. 5, No.1

Ahn Jae H. (2011). Analysis of Changes in Female Education in Korea from an


Education - Labor Market Perspective. Asian Women Journal Vol 27
no.2

Amin, S. (2013). Pasang Surut Gerakan Feminism, Jurnal Marwah Vol. XII No. 2

Bittman M. (2011). Family and Gender. International Encyclopedia of the Social


& Behavioral Sciences.

Claude, L. dan Oscar, C. (2020). Gender Equality Discussion within the G20.
SSRN Electronic Journal
Cooke,F.L.(2010). Women’s participation in employment in Asia: a comparative
analysis of China, India, Japan and South Korea, The International
Journal of Human Resource Management

Elborgh,K. (2013). Women, Work, and the Economy: Macroeconomic Gains


from Gender Equity, IMF Staff Discussion Note

Insook, Han.P dan Jay Cho Lee. (1995). Confucianism and the Korean Family,
Journal of Comparative Family Studies, Vol. 26, No. 1, Families In Asia :
Beliefs And Realities

Joohee Lee. (2017). More Protection, Still Gendered: The Effects of Non-
Standard Employment Protection Acts on South Korean Women Worker,
Journal Of Contemporary Asia VOL. 47, NO. 1 hal. 46–65

Kim Jinyoung dan Lee Jonghwa dan Shin Kwanho.(2016). Impact Of Gender
Inequality On The Republic Of Korea’s Long-Term Economic Growth:
An Application Of The Theoretical Model Of Gender Inequality And
Economic Growt. ADB Economics Working Papers Series.

Lee, Hyun.H. (2012). Growth Policy and Inequality in Developing Asia: Lesson
from Korea, ERIA Discussion Paper Series

Minns, J. (2001). The Labour Movement in South Korea. Labour History No 81,


hal. 175-195.

Olivia Kim. (2018). South Korea Maternity Leave: How U.S. Law Could Be Less
Burdensome To Employers And Provide More Protection For Women In
The Workplace. Southwestern Journal Of International Law vol. 24.

Rajab, B. (2009). Perempuan Dalam Modernisme Dan Postmodernisme, jurnal


Sosiohumaniora, Vol. 11, No. 3

Ririn D. (2010).Park Chung-Hee Dan Keajaiban Ekonomi Korea Selatan.


MOZAIK Volume V Nomor 1.

Selim ,C. (2019). Gender Wage Gap in Korea in Lifecycle Perspective, Japan
Labor Issues , vol.3, no.17.

Siti Dana P.R. Feminisme Dalam Perkembangan Aliran Pemikiran Dan Hukum
Di Indonesia, E-journal Universitas Kristen Satya Wacana, Hal.95-109

Soyeon, K. dan Fred B. Bryant. (2017). The influence of gender and cultural
values on savoring in Korean undergraduates. International Journal of
Wellbeing.

United Nations. (2013). United Nations Entity for Gender Equality and the
Empowerment of Women strategic plan, 2014-2017 “Making this the
century for women and gender equality” , Executive Board of the United
Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women.

Wellington, S.(2015). The Liberal Feminist Theory: Assessing Its Applicability To


Education In General And Early Childhood Development (E.C.D) In
Particular Within The Zimbabwean Context, Global journal of advanced
research Vol-2, Issue-7.

Laman Web dan Artikel dari Internet

Borgenproject, Elderly Poverty In South Korea, diakses dari <Elderly Poverty In


South Korea, https://borgenproject.org/elderly-poverty-in-south-korea/> ,
diakses pada tanggal 7 April 2021

Equal Pay International Coalition, The Republic of Korea, diakses darri


<https://www.equalpayinternationalcoalition.org/members/the-republic-of-
korea/#:~:text=The%20Republic%20of%20Korea,relevance%20to%20the
%20country%20below. > pada tanggal 4 April 2021

ILO, History of the ILO, diakses dari <https://www.ilo.org/global/about-the-


ilo/history/lang--en/index.htm>, pada tanggal 19 April 2021

ILO, ILO Statement to the Third Committee of the 65th General Assembly, diakses
dari https://www.ilo.org/newyork/at-the-un/general-assembly/general-
assembly-third-committee/advancement-of-women/WCMS_210224/lang--
en/index.htm , pada tanggal 19, April 2021

ILO, ILO Statement to the 55th Commission on the Status of Women, diakses dari
https://www.ilo.org/newyork/at-the-un/commission-on-the-status-of-
women/WCMS_209383/lang--en/index.htm , pada tanggal 19 April 2021

Korea Women's Associations United, About Korea Women's Associations United,


diakses dari http://women21.or.kr/kwau/6858?ckattempt=1 pada tanggal
21 April 2021

Korean Women Workers Associations United, Introduces of KWWAU, diakses


dari http://women.nodong.net/eng/attn/ekwwa.htm , pada tanggal 21 April
2021

Korean Women’s Development Institute, MOU Agreement UN Women, diakses


dari <https://eng.kwdi.re.kr/about/mou.do?s=searchAll&w=UN+Women>,
pada tanggal 20 April 2021

Korean JoongAng Daily, More women go back to work after marriage, diakses
dari <https://koreajoongangdaily.joins.com/2019/11/26/economy/More-
women-go-back-to-work-after-marriage/3070774.html > pada tanggal 6
April 2021
Lumen, Gender Inequality, diakses dari
<https://courses.lumenlearning.com/culturalanthropology/chapter/gender
inequality/>, pada tanggal 20 Agustus 2020

Ministry of Gender Equality And Family (MOGEF) News, UN Women Centre of


Excellence for Gender Equality to be established in Korea, diakses dari
<http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001>, pada
tanggal 30 Juni 2021

Ministry of Gender Equality & Family, Press & Public Affairs, diakses dari
http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001 pada
tanggal 6 April 2021

Ministry of Gender Equality & Family, Press & Public Affairs, diakses dari
<http://www.mogef.go.kr/eng/pr/eng_pr_s101d.do?mid=eng001> pada
tanggal 6 April 2021

National Institute of Korean History, 청 계 피 복 노 조 노 동 교 실 사 수 투 쟁


(Cheonggye Cloth Workers' Labor Class Guard Struggle), diakses dari
http://thesaurus.history.go.kr/eng/index.html , pada tanggal 20 April 2021

Ock Hyun-ju, 9 in 10 women say Korea is sexist: survey, The Korea Herald,
<http://www.koreaherald.com/view.php?
ud=20170928000604&ACE_SEARCH=1>, 2017, pada tanggal 1 Juli
2019

SHRM, South Korea: New Leave Entitlements Granted,diakses dari


<https://www.shrm.org/ResourcesAndTools/legal-and-
compliance/employment-law/Pages/global-South-Korea-new-leave-
entitlements.aspx#:~:text=Currently%2C%20an%20employee%20on
%20family,amendment%20will%2C%20as%20of%20Jan>pada tanggal 6
April 2021

Silvereco, S. Korea Is Taking Steps To Improve Care And Support For Seniors
Living At Home, 2018 diakses dari <http://www.silvereco.org/en/s-korea-
is-taking-steps-to-improve-care-and-support-for-seniors-living-at-home/>,
pada tanggal 7 April 2021

Statista, Female Labor Force Participation Rate in South Korea 2010-2019,


diakses dari <https://www.statista.com/statistics/641654/south-korea-
female-labor-force-participation-rate/> pada tanggal 7 April 2021

Statista, Female to Male Earnings Ratio South Korea 2010-2019, diakses dari
<https://www.statista.com/statistics/641812/south-korea-gender-pay-gap/>
pada tanggal 7 April 2021

UNESCO, UNESCO’s Gender Mainstreaming Implementation Framework,


diakses
dari<http://www.unesco.org/new/fileadmin/MULTIMEDIA/HQ/BSP/GE
NDER/PDF/1.%20Baseline%20Definitions%20of%20key%20gender-
related%20concepts.pdf>, pada tanggal 20 Agustus 2020

UN Secretary-General’s envoy on youth, UN Women: The United Nations Entity


for Gender Equality and the Empowerment of Women, 2013, diakses dari
<https://www.un.org/youthenvoy/2013/07/un-women-the-united-nations-
entity-for-gender-equality-and-the-empowerment-of-women/>, pada
tanggal 5 Januari 2021

UN Women, About UN Women, diakses dari


<https://www.unwomen.org/en/about-us/about-un-women>, pada tanggal
20 Agustus 2020

UN Women, UN Women Strategic Plan 2018–2021, 2017 diakses dari ,


https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2017/8/un-
women-strategic-plan-2018-2021 , 2017, 3 maret 2021

UN Women ASIA and The Pacific, Korea Women’s Development Institute


(KWDI) says ‘No’ to Violence against Women: Interview with Dr. Myung-
Sun Lee, President of KWDI, diakses dari
<https://asiapacific.unwomen.org/en/news-and-
events/stories/2016/12/interview-with-dr-myung-sun-lee >, pada tanggal
27 Juni 2021

UN Women Asia and the Pacific, ILO, UN Women and the OECD launch
International Coalition to boost equal pay for women at work in Asia and
the Pacific, diakses dari <https://asiapacific.unwomen.org/en/news-and-
events/stories/2018/01/ilo-un-women-and-the-oecd-launch-international-
coalition-to-boost-equal-pay> pada tanggal 4 April 2021

UN Women, Joint statement: One UN for family leave and childcare, diakses dari
<https://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/5/statement-joint-one-
un-for-family-leave-and-childcare> pada tanggal 4 April 2021

UN Women, Economic Empowerment Of Women, diakses dari


<https://www.unwomen.org/en/what-we-do/economic-empowerment>,
pada tanggal 20 Agustus 2020

UN Women, CEDAW, diakses dari


<https://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/>, pada tanggal 19 April
2021

World health organization, Gender, diakses dari <https://www.who.int/health-


topics/gender>, pada tanggal 20 Agustus 2020

World population, diakses dari <https://countrymeters.info/en/World>, pada


tanggal 4 Oktober 2020
Yoni Ardianto, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Artikel Direktoral
Jenderal Kekayaan Negara, diakses dari
<https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-
Metode-Penelitian-Kualitatif.html>, pada tanggal 9 Agustus 2020

Yutang Jin. 2016 The Issue of Gender Equality in Confucian Culture. Dikutip dari
<https://blogs.lse.ac.uk/gender/2016/01/18/the-issue-of-gender-equality-
in-confucian-culture/>pada tanggal 30 Juni 2019

Tesis
Park Matthews, Nan-Yeong (2005) “Development, culture and gender in Korea:
A sociological study of female office employees in chaebol”. PhD thesis,
London School of Economics and Political Science (United Kingdom).

Anda mungkin juga menyukai