Anda di halaman 1dari 54

KRITIKAL POINT

Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) Ruas Jalan Maruni- Batas Kota
Manokwari Sepanjang 17.17 Km Dan Ruas Jalan Drs. Essau Sesa (Manokwari)
Sepanjang 4.67 Km di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum dan Kebijakan Lingkungan yang dibina
oleh Bapak Dr. Ir. Jacob Manusawai, MH

disusun oleh:

PASCASARJANA
UNIVERSITAS PAPUA
PROGAM STUDI
OKTOBER
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan
anugrahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kritikal point ini dengan baik. Kritikal
point dari “Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) Ruas Jalan Maruni- Batas Kota
Manokwari Sepanjang 17.17 Km dan Ruas Jalan Drs. Essau Sesa (Manokwari) Sepanjang
4.67 Km di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat” ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hukum dan Kebijakan Lingkungan.
Penyusunan kritikal point ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Jacob Manusawai,
MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum dan Kebijakan Lingkungan. Penulis
menyadari bahwa kritikal point ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran
penulis diharapkan dari pembaca.

Manokwari, 19 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN COVER ..............................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii
BAB I TAHAP PERSIAPAN ...................................................................................1
BAB II USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG TELAH BERJALAN.............3
BAB III EVALUASI DAMPAK...............................................................................29
BAB IV RENCANA PENGELOLAAN DAN
PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP.................................................32
PERBEDAAN DOKUMEN EVALUASI LINGKUNGAN HIDUP
(DELH) DAN DOKUMEN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)...............................................................41
DAFTAR TABEL......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................v
LAMPIRAN...............................................................................................................44
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kelurahan/Kampung.......................................4


Tabel 2.2 Ketinggian wilayah yang dilintasi Jalan
Nasional Ruas Maruni – Batas Kota Manokwari (010)
dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K).........................................................4
Tabel 2.3 Koordinat Lokasi Pemantauan Kualitas Air Laut.................................5
Tabel 2.4 Hasil Pemantauan Kualitas Air Laut.....................................................6
Tabel 2.5 Hasil Pengukuran Kualitas Udara dan Ambien....................................8
Tabel 2.6 Hasil Pengukuran Kualitas Tanah.........................................................9
Tabel 2.7 Jenis Pekerjaan Responden di Sekitar Wilayah Studi...........................13
Tabel 2.8 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Lokasi Kegiatan....................................15
Tabel 2.9 Kemudahan Mencapai Saran Kesehatan
Terdekat Bagi Desa/Kelurahan.............................................................15
Tabel 2.10 Lokasi Rawan Kecelakaan berdasarkan Hasil Wawancara..................16
Tabel 2.11 Daftar Jembatan Eksisting Ruas Maruni - BATAS
Kota Manokwari (010) dan ruas Jln. Drs. Esau Sesa
(010 18K) Sepanjang 21,84 km di Kabupaten Manokwari..................18
Tabel 2.12 Perizinan yang Diperlukan untuk Kegiatan Pendukung.......................19
Tabel 2.13 Pengelompokan Jalan Menurut Kelas Jalan.........................................20
Tabel 2.14 Beberapa Kegiatan Pengoperasian
Yang Menjadi Sumber Dampak Dan Besaran
Dampak Yang Terjadi...........................................................................22
Tabel 2.15 Pengelolaan dan Pemantauan yang telah
Dilakukan di Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota
Manokwari dan jalan Drs. Esau Sesa sepanjang 21,84 km...................28
Tabel 3.1 Beberapa Kegiatan di Sekitar Ruas Jalan
Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari..........................................30
Tabel 3.2 Arahan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan...............................31
Tabel 4.1 Beberapa Contoh Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup................34
Tabel 4.2 Beberapa Contoh Rencana Pemantauan Lingkungan...........................39
Tabel 4.3 Jenis Izin Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)..............................................40
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi Kegiatan Ruas Jalan Nasional Maruni –


Batas Kota Manokwari (Ruas 010) dan Ruas Jalan Nasional
Drs. Esau Sesa (010 18K) ...............................................................3
Gambar 2.2 Bencana yang sering terjadi pada jalan nasional
Ruas Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan
Jl/ Drs. Esau Sesa (010 18K)............................................................11
Gambar 2.3 Kawasan Rawan Bencana Di Kabupaten Manokwari......................11
Gambar 2.4 Usaha Jasa di Wilayah Studi............................................................14
Gambar 2.5 Bagian-Bagian Jalan.........................................................................16
Gambar 2.6 Bagan Alir Dampak Eksisting..........................................................24
Gambar 4.1 ..........................................................................................................35
BAB I
TAHAP PERSIAPAN
1.1 Pokok Pikiran
Penyelenggaraan ruas jalan Nasional di Provinsi Papua Barat merupakan kewenangan
BPJN Papua Barat yang berlokasi di Manokwari dengan wilayah kerja Provinsi Papua Barat.
Ruas jalan nasional yang berada di Kabupaten Manokwari berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 248 Tahun 2015 tentang Penetapan Ruas
Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan
Kolektor – 1 (JKP – 1) yang menjadi lingkup kajian yaitu ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari (nomor ruas 010) sepanjang 17,17 km dan jalan Drs. Esau Sesa (nomor ruas 010
18K) sepanjang 4,67 km termasuk kategori Jalan Arteri Primer terindentifikasi sebagai jalan
nasional. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
08/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019 yang dapat dilihat pada Lampiran diketahui bahwa
ruas Maruni – Batas Kota Manokwari (nomor ruas 010) sepanjang 17,17 km merupakan Ruas
Jalan Nasional Trans Papua di Provinsi Papua Barat dan telah masuk dalam Rencana
Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019. Ruas
jalan Esau Sesa hingga Maruni sepanjang 21,84 Km merupakan jalan akses utama yang
menghubungkan Ibu kota Manokwari dengan kota –kota lain di Provinsi Papua Barat.
Kegiatan ruas jalan nasional Maruni – Batas Kota Manokwari (010) sepanjang 17,17
km dan jalan Drs. Esau Sesa (010 18K) sepanjang 4,67 km adalah ruas eksisting yang telah
beroperasi hingga saat ini. Kegiatan pengoperasian ruas jalan menimbulkan dampak yaitu
perubahan komponen lingkungan geo-fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan
kesehatan masyarakat. Dampak adanya perubahan komponen lingkungan hidup dapat
berdampak positif yang hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun
dampak negatif yang berakibat pada penurunan kualitas lingkungan hidup.
Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat telah mengeluarkan
surat arahan penyusunan dokumen lingkungan hidup dengan Nomor 14/KPA – PB/2020
tertanggal 2 Juli 2020, dalam surat tersebut disampaikan bahwa :
1. Kegiatan pembangunan dan/atau peningkatan jalan termasuk jenis kegiatan wajib
AMDAL namun mengingat kedua ruas jalan adalah ruas eksisting dan telah
operasional maka wajib menyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH)
dengan syarat telah memenuhi 4 (empat) kriteria sebagaimana tercantum dalam
1
Surat Edaran S.541/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2016 dan Peraturan Menteri
LIngkungan Hidup Nomor P.102/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2016; 2.
2. Kewenangan penilaian Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) berada di
Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.102/MENLHK/SETJEN/PLA.4/12/2016 Pasal 6 ayat 3;
3. Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Papua Barat diharapkan segera melakukan
penyusunan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup terlebih dahulu untuk ruas jalan
eksisting dan selanjutnya menyusun dokumen AMDAL untuk rencana kegiatan
pelebaran ruas jalan di kedua ruas tersebut.
Legalitas pelaksanaan kegiatan Ruas jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari
(010) sepanjang 17,17 km dan Ruas Jalan Nasional Drs Esau Sesa (010 18K) sepanjang 4,67
km antara lain:
1. Sertifikat Laik Fungsi Jalan No. HK.05.02-Db/390 Tertanggal 9 Juli 2013 dari
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
08/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Kementerian
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat;
4. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 248 Tahun 2015
tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya
Sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan Kolektor – 1 (JKP – 1);
5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
1080/KPTS/M/2020 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam
Jabatan Administrator di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

2
BAB II
USAHA DAN ATAU KEGIATAN YANG TELAH BERJALAN
2.1 Pokok Pikiran
2.1.1 Kegiatan Yang Telah/Sedang Berjalan dan Lokasi Kegiatan
Penyelenggaraan ruas jalan nasional di Provinsi Papua Barat merupakan kewenangan
BPJN Papua Barat yang berlokasi di Manokwari dengan wilayah kerja Provinsi Papua Barat.
Ruas jalan nasional yang berada di Kabupaten Manokwari berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 248 Tahun 2015 tentang Penetapan Ruas
Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan
Kolektor – 1 (JKP – 1) yang menjadi lingkup kajian yaitu ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari (nomor ruas 010) sepanjang 17,17 km dan jalan Drs. Esau Sesa (nomor ruas 010
18K) sepanjang 4,67 km termasuk kategori Jalan Arteri Primer terindentifikasi sebagai jalan
nasional.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Kegiatan Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari
(Ruas 010) sepanjang 17,17 Km dan Ruas Jalan Nasional Drs. Esau Sesa (010 18K)
sepanjang 4,67 km)
2.1.2 Peruntukan Lahan Berdasarkan Tata Ruang
1. Telaah Lokasi Kegiatan Terhadap Telaah Tata Ruang
2. Telaah Lokasi Kegiatan terhadap PIPPIB (Peta Indikatif Penghentian Pemberian
Izin Baru)
3. Telaah Lokasi Kegiatan terhadap Kawasan Hutan

3
2.2 Rona Lingkungan Hidup Awal
Komponen lingkungan hidup di lokasi kegiatan mencakup beberapa komponen
lingkungan hidup yang berpotensi terkena dampak akibat operasional Ruas Jalan Nasional
Maruni – Batas Kota Manokwari dan Ruas Jalan Drs. Esau Sesa sepanjang 21,84 km di
Kabupaten Manokwari yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut :
2.2.1 Komponen Geo-Fisik-Kimia
A. Geografis
Kondisi geografis Jalan Nasional Ruas Maruni - Batas Kota Manokwari sepanjang
17,17 Km dan ruas Jln. Drs. Esau Sesa (Manokwari) sepanjang 4,67 Km berada di
2 distrik yaitu distrik Manokwari Selatan dan distrik Manokwari Barat.
Adapun kelurahan/kampung yang dilintasi jalan nasional ruasn Maruni – Batas
Kota Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18K) dapat dilihat pada tabel
2.1.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kelurahan/Kampung


B. Topografi
Distrik Manokwari Selatan dan Distrik Manokwari Barat sebagian besar
kelurahan/kampung merupakan wilayah dengan topografi dataran. Adapun
ketinggian dan topografi kelurahan/kampung yang dilintasi Jalan Nasional Ruas
Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K) secara
rinci dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketinggian wilayah yang dilintasi Jalan Nasional Ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K)

4
C. Geologi
Kondisi geologi di Kabupaten Manokwari dibentuk oleh campuran sedimen batu
kapur (yang mendominasi dataran tinggi) dan batu sedimen lumpur organik yang
terbentuk pada periode Miosen dan Holosen. Formasi batuan yang dilintasi jalan
nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari sepanjang 17,17 km dan Jl. Drs.
Esau Sesa spanjang 4,67 km adalah Formasi Manokwari, terdiri dari bantu
gamping terumbu, sedikit biomokrit, kalsidunt dan kalkarinet, mengandung
ganggang dan foraminifera.
D. Iklim
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 482,4 mm dan
terendah terjadi pada bulan September yaitu 42 mm. Hari hujan tertinggi terjadi
pada bulan Januari yaitu sebesar 26 mm dan terendah pada bulan September 9
mm. Rata-rata suhu tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 28,9oC dan terendah
pada bulan Februari yaitu 27,0oC. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan
Mei yaitu 86% dan terendah pada bulan September yaitu 77%.
E. Kualitas Air Laut
Kondisi rona kualitas air laut di sekitar lokasi ruas jalan nasional perlu diketahui
dan telah dilakukan pengambilan data primer yaitu dengan melakukan pengukuran
di lapangan yang bekerjasama dengan laboratorium lingkungan yang sudah
terakreditasi KAN. Lokasi pengambilan sampling kualitas air laut dapat dilihat
pada tabel 2.3. Hasil analisis laboratorium terhadap 3 (tiga) lokasi air laut
disajikan pada tabel 2.4

Tabel 2.3 Koordinat Lokasi Pemantauan Kualitas Air Laut

5
Tabel 2.4 Hasil Pemantauan Kualitas Air Laut
Hasil analisis air laut pada Tabel 2.5 di atas diketahui pada lokasi AL1, AL 2, dan
AL 3 terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/2004 Lampiran I (perairan untuk pelabuhan)
yaitu kecerahan dan sampah. Hal ini disebabkan banyaknya permukiman
masyarakat yang berada di pesisir, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menjaga lingkungan dan adanya aktivitas pelabuhan.
F. Kualitas Air Permukaan
Titik pengambilan kualitas air permukaan ditetapkan berdasarkan SNI 03-7016-
2004 Tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam Rangka Pemanatauan

6
Kualitas Air pada Suatu Daerah Pengaliran Sungai, pemilihan lokasi dengan
memperhatikan, yaitu:
 Kualitas air sebelum adanya pengaruh kegiatan manusia
 Pengaruh kegiatan manuasi terhadap kualitas air dan pengaruhnya untuk
pemanfaatan tertentu.
 Sumber-sumber pencemaran yang mengandung zat-zat yang berbahaya.
Penetuan lokasi pengambilan contoh air, yaitu :
 Kualitas air alamiah diukur pada lokasi di hulu sungai yang belum
mengalami perubahan oleh kegiatan manusia
 Perubahan kualitas air dapat diketahui di hilir sungai setelah melalu
pemakai sumber air, diperlukan pula lokasi pengukuran pada setiap
pemanfaatan sumber air antara lain sumber air minum, industri, perikanan,
rekreasi, dan lain-lain
 Di daerah muara sungai diperlukan untuk mengetahui pengaruh intrusi air
laut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi pengambilan contoh air, yaitu :
 Perubahan kualitas air
 Waktu pengambilan contoh Debit air
Hasil pengukuran kualitas air permukaan menggunakan baku mutu berdasarakan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Kelas II antara
lain : • Air permukaan jembatan wosi diketahui kualitas air permukaan di bawah
jembatan wosi menunjukan parameter TDS, BOD5 dan E. Coli yang nilainya
melebihi baku mutu. • Air permukaan jembatan maruni Hasil pemantauan pada
jembatan Maruni, parameter BOD5, COD, dan E. Coli melebihi batas baku mutu
• Air permukaan jembatan andai pada Jembatan Andai terdapat 1 parameter yang
nilainya melebihi baku mutu yaitu BOD5. Tingginya parameter TDS diduga
dipengaruhi aktivitas pembukaan lahan dan pembangunan kawasan perumahan.
Sementara untuk parameter E. Coli yang melebihi baku mutu pada sungai
disebabkan oleh tercemarnya air sungai oleh aktivitas MCK warga sekitar.
G. Kualitas udara dan Kebisingan
Kondisi kualitas udara dan kebisingan diketahui melalui pengambilan data primer,
yaitu pengambilan sampel udara pada tiga titik di sepanjang jalan nasional ruas
Maruni – Batas Kota Manokwari dan Jl. Drs. Esau Sesa yang kemudian dianalisis

7
bekerjasama dengan laboratorium lingkungan terakreditasi. Penentuan lokasi
pengambilan sampel mengacu pada SNI 19-7119.6-2005. Hal yang perlu
diperhatikan adalah data yang diperoleh harus dapat mewakili daerah yang sedang
dipantau dan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Titik pemantauan
kualitas udara ambien ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Faktor Meteorologi (Arah dan Kecepatan Angin);
b. Faktor Geografi Seperti Topografi; dan
c. Tata Guna Lahan.
Kriteria yang dipakai dalam penentuan lokasi sampling kualitas udara ambien:
 Area dengan konsentrasi pencemar tinggi.
 Area dengan kepadatan penduduk tinggi.
 Mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah
studi harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau
(dievaluasi).

Tabel 2.5 Hasil Pengukuran Kualitas Udara dan Ambien


Hasil analisis kualitas udara ambien di 3 (tiga) titik di sepanjang jalan nasional
ruas Jl. Drs. Esau Sesa (010 18K) dan Maruni – Batas Kota Manokwari (010)

8
tidak ada parameter yang melebihi baku mutu. Sementara itu untuk hasil analisis
tingkat kebisingan pada titik Jl. Drs. Esau Sesa menunjukan hasil yang melebihi
baku mutu yaitu sebesar 72 dBA kebisingan yang terjadi di sepanjang ruas jalan
Drs. Esau Sesa dikarenakan padatnya mobilitas kendaraan yang melintasi ruas
jalan tersebut
H. Getaran
Pengambilan data primer terkait tingkat getaran yang dilakukan di sekitar lokasi
kegiatan adalah jenis getaran kejut pada bangunan. Pemantauan dilakukan pada
tanggal 07 – 08 September 2020. Sumber getaran yang diukur berasal dari
aktivitas kendaraan sepanjang jalan nasional ruas Jl. Drs. Esau Sesa (010 18K)
dan Maruni – Batas Kota Manokwari (010). Hasil pengukuran tingkat getaran di 3
(tiga) titik menunjukan hasil berada dibawah baku mutu getaran sesuai dengan
peraturan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP49/MENLHK/11/1996
Lampiran IV dengan jenis bangunan untuk kondisi teknis yang baik, ada
kerusakan-kerusakan kecil seperti plesteran yang retak.
I. Kualitas Tanah
Pengambilan data primer kualitas tanah dilakukan pada tanggal 07 – 08
September 2020.

9
Tabel 2.6 Hasil Pengukuran Kualitas Tanah
Dari tabel diatas diketau kondisi tanah pada tiga titik lokasi pengambilan sampling
antara lain :
 Titik 1 (Jl. Drs. Esau Sesa) : 62, 64% di dominasi tanah dengan tekstur
debu, 16,65% tekstur liat dan 20,71% tekstur pasir
 Titik 2 (Jl. Manokwari - Maruni) : 5,47% di dominasi tanah dengan tekstur
debu, 8,35% tekstur liat dan 86,18% tekstur pasir
 Titik 3 (Maruni) : 9,62% di dominasi tanah dengan tekstur debu, 0,17%
tekstur liat dan 90,21% tekstur pasir
J. Kawasan Rawan Abrasi
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulanggan Bencana,
menjelaskan bahwa abrasi adalah proses pengikisan pesisir pantai yang
diakibatkan oleh gelombang dan arus laut yang merusak, dimana pemicunya
adalah keseimbangan alam yang terganggu di daerah tersebut. Faktor alam yang
dapat menyebabkan terjadinya abrasi antara lain seperti pasang surut air laut,
angin di atas lautan, gelombang laut serta arus laut yang sifatnya merusak.
K. Rawan Genangan
Genangan pada ruas Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Ruas Drs. Esau
Sesa (010 18K) disebabkan karena belum tersedianya saluran drainase pada
beberapa titik.
L. Bencana Alam
Bencana yang terjadi berdasarkan peta kebencanaan Kabupaten Manokwari pada
jalan nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Ruas Drs. Esau
Sesa (010 18K) yaitu rawan tsunami yang meliputi wilayah pesisir bagian timur
dan selatan, yaitu; Pada Kawasan yang terletak atau berdekatan dengan pantai
seperti di pantai Wosi. Selain itu berdasarkan hasi survey sosial yang dilakukan
didapatkan hasil terkait bencana yang sering terjadi pada jalan nasional ruas
Maruni – Batas Kota Manokwari (010 18 K) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010). Peta
overlay lokasi kegiatan terhadap peta rawan bencana dapat dilihat pada gambar
2.2

10
Gambar 2.2 Bencana yang sering terjadi pada jalan nasional Ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari (010) dan Jl/ Drs. Esau Sesa (010 18K)

Gambar 2.3 Kawasan Rawan Bencana Di Kabupaten Manokwari


2.2.2 Komponen Biologi
1. Flora
Berbagai jenis flora/tumbuhan telah membentuk suatu komunitas yang khas
dengan kondisi ekosistem yang berbeda satu sama lain. Flora atau jenis tanaman
yang ditemukan diketahui dengan melakukan pengamatan secara langsung dengan
menggunakan metode inventarisasi tanaman.
Jenis flora yang ditemukan sejumlah 27 family 53 spesies meliputi sebagian besar
berupa habitus pohon dari family Anacardiaceae, Fabaceae, Lamiaceae, Moraceae

11
dan lainnya. Jenis flora yang ditemukan di sepanjang jalan nasional secara umum
berupa habitus pohon seperti Mangga (Mangifera indica), Ketapang (Terminalia
catappa), Johar (Cassia siamea) dan lainlain. Selain ditemukan pohon. Ditemukan
pula habitus berupa perdu seperti Kamboja (Adenium sp.), Biduri (Calotropis
gigantea), Bandotan (Ageratum conyzoides), dan lain-lain. Selain kedua habitus
tersebut ditemukan jenis habitus semak dan herba contohnya seperti Alang-alang
(Imperata cylendrica) dan Jagung (Zea mays). Jenis flora yang ditemukan
merupakan tanaman berfungsi sebagai tanaman peneduh, tanaman hias, dan
tanaman budidaya, Selain itu ditemukan mangrove jua di jalan nasional dekat
dengan area pesisir laut yaitu antara lain jenis Rhizopora mucronate dan
Avicennia officinalis. Flora yang ditemukan dan diamati tidak ada yang dilindungi
menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
No P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018
2. Fauna
Jenis fauna yang ditemukan sepanjang jalan nasional ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari (010 18K) dan Jl. Drs. Esau Sesa berupa hewan peliharaan milik
masyarakat sekitar jalan nasional contohnya sapi, kambing, anjing, kucing dan
babi. Hewan peliharaan tersebut sebagian besar ditemukan dipekarangan warga
atau di lahan kosong. Sesekali ditemukan di tepi jalan atau sedang melintasi jalan
nasional. Ditemukan beberapa fauna berupa insecta dan avifauna. Jenis insecta
yang ditemukan berupa kupukupu, capung, dan juga lebah.
3. Biota Air Laut
Kualitas suatu perairan dapat diketahui dengan melakukan pengambilan sampel
biota laut dari fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos.
2.2.3 Komponen Sosial, Ekonomi, dan Budaya
A. Demografi
Jalan Nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari Sepanjang 17,17 km dan
Ruas Jalan Drs. Esau Sesa (Manokwari) Sepanjang 4,67 km , secara adminstratif
terletak di 2 (dua) distrik Yakni Distrik Manokwari Barat (Ruas Jalan Drs. Esau
Sesa) dan Distrik Manokwari Selatan (Ruas Jalan Ruas Maruni – Batas Kota
Manokwari. Jumlah dan kepadatan penduduk di beberapa wilayah yang terkena
dampak secara langsung dari kegiatan operasional ruas Jalan Drs. Esau Sesa-
Maruni sepanjang 21,84 km.
B. Pendidikan
12
Fasilitas Pendidikan di Distrik Manokwari Selatan dan Manokwari Barat dapat
dikategorikan lengkap. Hal ini ditunjukan dengan tersedianya seluruh tempat
Pendidikan dari jenjang TK hingga SMA. Kelurahan Anday memiliki fasilitas
Pendidikan yaitu 2 TK, 4 SD, 2 SMP, dan 1 SMA. Kelurahan Sowi tersedia 4 TK,
2 SD, dan 1 SMP. Kelurahan Wosi tersedia 9 TK, 2 SD, 2 SMP, dan 1 SMA.
C. Tempat Ibadah
Tempat ibadah yang tersedia di lokasi kegiatan terdiri dari masjid, gereja Kristen,
dan gereja katolik. Total terdapat 18 tempat ibadah di Kelurahan Anday dan 25 di
Kelurahan Sowi. Kelurahan Wosi memiliki 20 tempat ibadah.
2.2.4 Hasil Survey Sosial
A. Aktifitas Ekonomi di Wilayah Studi
Hasil survey sosial menujukan jenis pekerjaan masyarakat di sepanjang ruas jalan
nasional Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km dan Batas Kota Manokwari – Ruas
Maruni sepanjang 17,17 km cukup beragam. Jenis pekerjaannya yaitu petani,
pegawai negeri sipil, perdagangan dan swasta, buruh, nelayan dan lainnya.

Tabel 2.7 Jenis Pekerjaan Responden di Sekitar Wilayah Studi


B. Jenis Usaha di Wilayah Studi
Evaluasi terhadap kondisi lingkungan sosial ekonomi secara khusus tentang
perkembangan usaha perdagangan menunjukkan bahwa, operasional ruas jalan
nasional Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km dan Batas Kota Manokwari – Ruas
Maruni sepanjang 17,17 km merupakan faktor terciptanya kesempatan usaha bagi
masyarakat di sekitar ruas jalan khususnya Kampung Anday, Wosi, dan Sowi.
Kemajuan suatu wilayah dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur yang
memadai salah satunya adalah ketersediaan jalan dengan kondisi yang layak.
Aktivitas sosial ekonomi ini dilihat sebagai kesempatan ekonomi bagi penduduk
baik lokal maun non lokal. Jumlah unit usaha perdagangan dan jasa telah

13
mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hasil tabulasi dari pencacahan unit unit
usaha perdagangan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Usaha Jasa di Wilayah Studi


C. Pendapatan Masyarakat
Hasil survey sosial menunjukan pendapatan masyarakat cenderung beragam
bergantung pada jenis usaha/mata pencaharian. Hasil analisis tingkat pendapatan
responden di wilayah studi dikemas dalam 3 kelompok, yakni penduduk yang
memiliki pendapatan antara Rp 1.000.000,- s/d Rp 3.000.000,- penduduk dengan
pedapatan Rp 3.100.000,- s/d Rp 5.000.000-, dan penduduk yang memiliki
pendapatan > Rp 5.000.000,-. Berdasarkan analisis terhadap 262 responden,
ditemukan bahwa 39.69% responden memiliki pendapatan maksimal Rp
3.000.000,-. Dari kelompok ini, 86% merupakan kelompok petani, peternak dan
nelayan termasuk di dalamnya adalah buruh. Lebih dari 54% sampel memiliki
pendapatan antara Rp 3.100.000,- s/d Rp 5.000.000-, dimana mereka yang
menerima pendapatan sebesar ini adalah pengusaha kios, warung makan, dan
usaha jasa lainya, sedangkan sampel studi yang memiliki pendapatan lebih besar
dari Rp 5.000.000,- ditemukan sebanyak 5.34% yang merupakan kelompok usaha
jasa Ruko, meubel, dan bengkel. Hal menarik dari temuan analisis ini adalah
hampir 20% dari kegiatan usaha jasa yang berada di ruas jalan Maruni – Batas
Kota Manokwar dan Jl. Drs. Esau Sesa dilakukan dengan cara menyewa
bangunan/gedung atau menyewa tanah.
D. Persepsi Masyarakat tentang Operasional Ruas Jalan Drs. Esau Sesa-Maruni
Hasil survey menunjukan sebanyak 92 responden dari 262 responden memiliki
persepsi positif atas kegiatan operasional ruas jalan nasional. Masyarakat
merasakan dampak positif seperti kemudahan dalam akses menuju tempat

14
kerja/usaha. Persepsi positif lainnya yang dirasakan masyarakat adalah
meningkatkan usaha perdagangan (28 responden). Hal ini juga memunculkan
persepsi positif lainnya yaitu peningkatan pendapatan penduduk (17 responden).
Hasil survey menyebutkan bahwa terdapat 62,60% responden yang memiliki
persepsi negatif serta beranggapan bahwa penyebab kemacetan lalu lintas
dikarenakan kondisi jalan yang sempit (6 meter) sementara volume kendaraan
yang melintas tinggi. Tingginya volume kendaraan yang tidak diimbangi dengan
lebar jalan berdampak pada dibutuhkannya waktu tempuh yang lebih lama.
2.2.5 Komponen Kesehatan Masyarakat
Data fasilitas kesehatan di wilayah kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.8 dan tingat
kemudahan masyarakat dalam mengakses fasilitas tersaji pada tabel 2.9

Tabel 2.8 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Lokasi Kegiatan

Tabel 2.9 Kemudahan Mencapai Saran Kesehatan Terdekat Bagi Desa/Kelurahan


2.2.6 Komponen Transportasi
Hasil wawancara dengan masyarakat di sepanjang ruas jalan Maruni – Batas Kota
Manokwari sepanjang 17,17 km dan Jln. Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km mengenai
frekuensi kemacetan 47% responden menjawan kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore
dikarenakan jam kantor, selain itu 44% responden menyatakan frekuensi kemacetan sering
sekali. Hasil survey lapangan mengenai kejadian kecelakaan yang terjadi pada ruas jalan
nasional Maruni – Batas Kota Manokwari sepanjang 17,17 km dan Jl, Drs. Esau Sesa
sepanjang 4,67 km. Jenis kecelakaan yang terjadi 43% responden menjawab kecelakan yang
terjadi karena hewan peliharaan yang melintas secara tiba – tiba, selain itu 35% responden
menjawab jenis kecelakaan yang sering terjadi antara sepeda motor dengan mobil pribadi.

15
Selain itu penyebab terjadinya kecelakaan disebabkan karena cara berkendara dari pengemudi
yang tidak sesuai aturan.

Tabel 2.10 Lokasi Rawan Kecelakaan berdasarkan Hasil Wawancara


2.3 Uraian Kegiatan Yang Telah/Sedang Berjalan
Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan menyatakan bahwa jalan nasional
termasuk dalam kelompok jalan umum yang terdiri atas:
1. Jalan arteri primer adalah jalan menghubungkan secara berdaya guna antarpusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah.
2. Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal

Gambar 2.5 Bagian-Bagian Jalan


2.3.1. Kegiatan Utama
Data teknis Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokrawi Sepanjang
17,17 km dan Jln. Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km berdasarkan Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 248/KPTS/M/2015
mengenai Penentapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut
Fungsinya Sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan Kolektor-1 (JKP1) sebagai
berikut:
a. Ruas Jalan

16
 Jenis perkerasan : Aspal
 Status jalan : nasional
 System jaringan jalan : primer
 Kelas fungsi jalan : arteri
 Kelas penggunaan jalan : III
 Lebar jalan : 6 meter
 Lebar bahu jalan : 2 meter
 Lajur lalu lintas : 2 lajur
 Kecepatan rencana : 40 – 60 Km/jam

b. Jembatan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:
41/PRT/M/2015 tentang Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan
Terowongan Jalan menyebutkan bahwa jembatan adalah jalan yang terletak
di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah. Pada Ruas Maruni -
Batas Kota Manokwari (010) dan ruas Jln. Drs. Esau Sesa (010 18K)
sepanjang 21,84 Km terdapat 8 jembatan eksisting. Kondisi jembatan
eksisting sebagian besar dalam kondisi baik dan dapat dilihat pada Tabel
2.11

17
18
Tabel 2.11 Daftar Jembatan Eksisting Ruas Maruni - BATAS Kota Manokwari (010) dan
ruas Jln. Drs. Esau Sesa (010 18K) Sepanjang 21,84 km di Kabupaten Manokwari
2.3.2. Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung jalan nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari dan
Jalan Drs. Esau Sesa sepanjang 21,84 km terdiri dari:
1. AMP Asphalt Mixing Plant/AMP (unit produksi campuran beraspal) adalah
seperangkat peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan,
dikeringkan dan dicampur dengan aspal untuk menghasilkan campuran
beraspal panas yang memenuhi persyaratan tertentu. Asphalt Mixing Plant
terletak di Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari
koordinat lokasi AMP S 010 00’03.40”, E 1340 01’56.80”. Berdasarkan
jenis cara memproduksi campuran beraspal dan kelengkapannya antara lain:
a) Asphalt Mixing Plant jenis takaran (batch plant), b) Asphalt Mixing Plant
jenis drum pencampur (drum mix), c) Asphalt Mixing Plant jenis menerus
(continuous plant).

19
2. Quarry, adalah sistem tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang
endapanendapan bahan galian industri atau mineral industri, antara lain:
penambangan batu gamping, marmer, granit, andesit dan sebagainya.
Quarry adalah lokasi material yang digunakan untuk bahan baku pembuatan
aspalt. Terdapat 1 lokasi Quarry, yaitu Quarry Sirtu/Batu yang berlokasi di
Maruni Distrik Manokwari Selatan dengan koordinat lokasi

Tabel 2.12 Perizinan yang Diperlukan untuk Kegiatan Pendukung


Pada kegiatan jalan nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari
sepanjang 17,17 km dan Jl. Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km, yang terdiri
dari pengoperasian jalan, pemeliharaan rutin, rehabilitasi jalan, dan
pengoperasian dan pemeliharaan jembatan membutuhkan stok material, alat
berat maupun kendaraan dan sarana penunjang dalam kegiatan di ruas jalan.
2.4 Kegiatan Operasi Yang Menjadi Sumber Dampak yang sedang/ telah Terjadi
2.4.1 Tahap Operasi Komponen
Kegiatan dari Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari dan Ruas
Jalan Drs. Esau Sesa Sepanjang 21,84 km pada tahap operasi, terdiri dari:
1. Pengoperasian jalan, Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dalam pasal 30 ayat 1 point a dijelaskan
bahwa pengoperasian jalan nasional dilakukan setelah dinyatakan memenuhi
persyaratan laik fungsi secara teknis dan administratif. Laik Fungsi Jalan
adalah kondisi suatu ruas jalan yang memenuhi persyaratan teknis kelaikan

20
untuk memberikan keselamatan bagi penggunanya, dan persyaratan
administratif yang memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara jalan
dan pengguna jalan, sehingga jalan tersebut dapat dioperasikan untuk umum.

Tabel 2.13 Pengelompokan Jalan Menurut Kelas Jalan


2. Pemeliharaan rutin, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2011 pasal 15 ayat 1 menyatakan kegiatan pemeliharaan
rutin jalan dilakukan pada ruas jalan/bagian ruas jalan dan bangunan
pelengkap dengan kriteria sebagai berikut:
 Ruas jalan dengan kondisi baik dan sedang atau disebut jalan mantap
 Bangunan pelengkap jalan yang mempunyai kondisi baik sekali dan
baik.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2011 pasal 18 ayat 2 menyatakan pemeliharaan rutin meliputi kegiatan:
 Pemeliharaan/pembersihan bahu jalan,
 Pemeliharaan sistem drainase dengan tujuan untuk memelihara fungsi
dan untuk memperkecil kerusakan pada struktur,
 Permukaan jalan dan harus dibersihkan terus menerus dari lumpur,
tumpukan kotoran, dan sampah.
 Pemeliharaan/ pembersihan rumaja.
 Pemeliharaan pemotongan tumbuhan/tanaman liar (rumput-
rumputan,semak belukar, dan pepohonan) di dalam rumija.
 Pengisian celah/ retak permukaan (sealing).
 Laburan aspal.
 Penambalan lubang

21
 Pemeliharaan bangunan pelengkap adalah bangunan yang menjadi
bagian dari jalan yang dibangun sesuai persayaratan antara lain
jembatan, tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan dan saluran
tepi jalan.
 Pemeliharaan perlengkapan jalan bertujuan untuk melancarkan lalu
lintas dan mencegah kecelakaan lalu lintas.
 Grading operation/ Reshaping atau pembentukan kembali permukaan
untuk perkerasan jalan tanpa penutup dan jalan tanpa perkerasan.
3. Rehabilitasi jalan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2011 pasal 15 ayat 3 menyatakan rehabilitasi jalan
dilakukan pada ruas jalan/ bagian ruas jalan dan bangunan pelengkap dengan
kriteria:
 Ruas jalan yang semula ditangani melalui program pemeliharaan rutin
namun karena suatu sebab mengalami kerusakan yang tidak
diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi
kemantapan pada bagian/ tempat tertentu dari suatu ruas dengan
kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi kemantapan sesuai
dengan rencana;
 Bangunan pelengkap yang sudah mempunyai umur pelayanan paling
sedikit 8 tahun;
 Bangunan pelengkap yang sudah mempunyai umur pelayanan 3 tahun
sampai dengan 5 tahun yang memerlukan penanganan rehabilitasi dan
perbaikan besar pada elemen strukturnya;
 Bangunan pelengkap yang mempunyai kondisi rusak ringan;
 Bangunan pelengkap yang memerlukan perbaikan darurat atau
penanganan sementara;
 Bangunan pelengkap jalan berupa jembatan, terowongan, ponton,
lintas atas, lintas bawah, tembok penahan, gorong-gorong dengan
kemampuan memikul beban yang sudah tidak memenuhi standar
sehingga perlu dilakukan perkuatan atau penggantian.
4. Pengoperasian dan pemeliharaan jembatan. Dalam penyusunan DELH,
untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan yang telah berjalan
ditinjau dalam batasan kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dan rencana

22
kegiatan di masa yang akan datang. Peninjauan batasan waktu 3 (tiga) tahun
terakhir dengan pertimbangan ketersediaan, pengkinian data dari Balai Jalan
Nasional XVII Manokwari atau instansi lain di daerah sesuai dengan
kewenangan tugas fungsi yang melakukan pengkinian data kondisi jalan dan
lain-lain.
2.5 Kegiatan operasional yang menjadi sumber dampak dan besaran dampak
lingkungan yang telah terjadi
Kegiatan pengoperasian jalan nasional ruas Maruni – Batas Kota Manokwari sepanjang
17,17 km dan Jl. Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km di Kabupaten Manokwari menimbulkan
dampak dan besaran dampak lingkungan. Berikut akan dibahas mengenai keterkaitan
komponen kegiatan/sumber dampak, beberapa jenis dampak dan besaran dampak terhadap
kegiatan yang dapat dilihat pada tabel 2.14

23
Tabel 2.14 Beberapa Kegiatan Pengoperasian Yang Menjadi Sumber Dampak Dan Besaran
Dampak Yang Terjadi
2.6 Identifikasi Dampak yang Telah/ Sedang Terjadi

24
Identifikasi dampak adalah dampak yang terjadi akibat adanya kegiatan, dari langkah
ini akan mengidentifikasi interaksi antara komponen kegiatan dengan komponen lingkungan
di lokasi kegiatan. Pada tahapan ini hanya diinventarisasi dampak yang timbul tanpa
memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Proses identifikasi

dampak dilakukan dengan menggunakan metode bagan alir, berikut dapat dilihat pada
Gambar 2.6

25
Gambar 2.6 Bagan Alir Dampak Eksisting
2.7 Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan yang Telah Dilakukan
Inventarisasi kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang telah dilakukan
disepanjang Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari dan jalan Drs. Esau Sesa
sepanjang 21,84 km, kegiatan inventarisasi dilakukan dengan cara :
1. Inventarisasi data primer melalui audit lingkungan menggunakan metode
wawancara kepada instansi yang melakukan pengelolaan;
2. Inventarisasi terhadap pengelolaan yang dilakukan juga melalui penyebaran
kuisioner dan wawancara kepada masyarakat;
3. Inventarisasi data sekunder melalui kajian terhadap hasil pemantauan kualitas
udara, air, pemasangan rambu, pelaksanaan rekayasa lalu lintas, penanggulangan
banjir yang pernah dilakukan.
4. Audit lingkungan menggunakan metode wawancara kuisioner terhadap pihak
pelaksana terkait kegiatan
5. Inventarisasi data sekunder (pemantauan kualitas udara, pemantauan kualitas air,
pemasangan rambu dan sebagainya).
Beberapa hasil inventarisasi pengelolaan dan dan pemantauan lingkungan yang pernah
dilakukan untuk setiap kegiatan pada ruas jalan di dalam lingkup DELH dapat dilihat pada
Tabel 2.15

26
27
28
29
Tabel 2.15 Pengelolaan dan Pemantauan yang telah Dilakukan di Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari dan jalan Drs. Esau
Sesa sepanjang 21,84 km

30
BAB III
EVALUASI DAMPAK
3.1. Keterkaitan Antara Komponen Kegiatan, Dampak, Rona, Peraturan, dan
Efektifitasnya
Evaluasi dampak merupakan analisis keterkaitan hasil upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang sudah dilakukan dengan hasil kondisi rona awal terhadap baku
mutu lingkungan yang berlaku. Berikut salah satu contoh yang dibahas mengenai keterkaitan
antara komponen kegiatan yang menjadi sumber dampak terhadap kegiatan.
1. Komponen Kegiatan/ Sumber Dampak
Pengoperasian dan pemeliharaan jembatan
2. Jenis Dampak : Kebisingan
3. Besaran Dampak (Kuantitas, sifat dan frekwensi terjadinya dampak)
 Sifat negatif
 Frekwensi: jumlah kendaraan yang melintas dan alat berat yang digunakan untuk
pemeliharaa
4. Evaluasi Perubahan dampak terhadap LH (Kualitas lingkungan)
Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jembatan yang menggunakan alat berat
sangat berpotensi menimbulkan dampak kebisingan selama alat berat digunakan. Hal
ini dapat mengganggu masyarakat jika kegiatan pemeliharaan jembatan berdekatan
dengan pemukiman/ sekolah/ tempat ibadah/ kantor pemerintahan dan perdagangan
jasa
5. Peraturan Perundangan Sebagai Tolak Ukur
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 dengan peruntukan: 1)
Perumahan dan Pemukiman 55 dBA, 2) Perdagangan dan jasa 70 dBA, 3)
Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60 dBA, 4) Sekolah 55 dBA, 5) Tempat ibadah 55
dBA
6. Bentuk Pengelolaan Yang Telah Dilakukan
Tidak melakukan kegiatan pada malam hari
7. Evaluasi Efektifitas Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan yang telah dilakukan kurang optimal, khususnya jika dilaksanakan siang
hari. Akumulasi kebisingan akibat alat berat dan suara kendaraan yang melintasi jalan
nasional sangat berpotensi menambah kebisingan Diperlukan bentuk pengelolaan
lingkungan hidup untuk meminimalkan tingkat kebisingan antara lain: 1) Penggunaan

31
peralatan yang memenuhi spesifikasi kelayakan administrasi 2) Pengaturan jadwal
kegiatan, yaitu pada pukul 08.00 – 17.00 WIB, 3) Penerapan pedoman spesifikasi
umum 2018 revisi I dari Dirjen. Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, 4) Penggunaan APD bagi pekerja
3.2 Informasi Kegiatan dan Kondisi Lingkungan Sekitar
Kegiatan lingkungan di sekitar Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari
Sepanjang 17,17 km dan Ruas Jalan Nasional Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 Km di
Kabupaten Manokwari dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Beberapa Kegiatan di Sekitar Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota
Manokwari
3.3 Arahan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup meliputi arahan atas tindakan
perbaikan dan penanggulangan yang paling tepat atas dampak yang telah terjadi terhadap
lingkungan dan pemantauan hasilnya serta bentuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan

32
bagi aspek lingkungan lainnya. Contoh arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dapat
dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Arahan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

33
BAB IV
RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
4.1 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), akan diuraikan dalam bentuk matrik
atau tabel yang berisikan pengelolaan terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan, dengan
menyampaikan elemen-elemen sebagai berikut :
a) Dampak lingkungan yang dikelola,
b) Sumber dampak,
c) Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup (untuk mengukur komponen
yang terkena dampak berdasarkan baku mutu/standar),
d) Bentuk pengelolaan lingkungan hidup,
e) Lokasi pengelolaan lingkungan hidup,
f) Periode pengelolaan lingkungan hidup,
g) Institusi pengelola lingkungan hidup (PLH), yang memuat:
 Pelaksana yang bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan lingkungan;
 Pengawas pengelolaan lingkungan; dan
 Pelaporan pengelolaan lingkungan hidup.
Hal-hal tersebut diinformasikan secara ringkas dalam Tabel 4.1

34
35
Tabel 4.1 Beberapa Contoh Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

36
Gambar 4.1
4.2 Rencana Pemantauan Lingkungan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) akan diuraikan dalam bentuk matrik
atau tabel yang berisikan pemantauan terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan, dengan
menyampaikan elemen-elemen sebagai berikut:
1. Dampak yang dipantau, yang terdiri dari:
 Jenis dampak yang terjadi;
 Komponen lingkungan yang terkena dampak;
 Indikator/parameter yang dipantau; dan
 Sumber dampak.
2. Bentuk pemantauan lingkungan hidup yang terdiri dari:
 Metode pengumpulan dan analisis data;
 Lokasi pemantauan;
 Waktu dan frekuensi pemantauan.
3. Institusi pemantauan lingkungan hidup, yang terdiri dari:
 Pelaksana pemantauan;
 Pengawas pemantauan dan penerima laporan pemantauan.
Hal-hal tersebut diinformasikan secara ringkas dalam Tabel 4.2

37
38
39
40
Tabel 4.2 Beberapa Contoh Rencana Pemantauan Lingkungan

41
4.3 Jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam hal usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Jenis-jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan yang diperlukan oleh Kegiatan Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas
Kota Manokwari sepanjang 17,17 km dan Jalan Nasional Drs. Esau Sesa sepanjang 4,67 km
dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

42
PERBEDAAN DOKUMEN EVALUASI LINGKUNGAN HIDUP (DELH) DAN
DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, instrumen lingkungan hidup yang dimaksud ialah instrumen
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang berbentuk Dokumen Lingkungan
Hidup. 
Terkait dengan Dokumen Lingkungan Hidup, dokumen ini terdiri dari beberapa bentuk
dan peruntukkannya, yakni 1) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), 2) Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan
3) Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH). Dokumen lingkungan hidup
merupakan salah satu prasyarat penting bagi pengusaha agar kegiatan atau usahanya dapat
berlangsung. Dengan demikian, dokumen ini (AMDAL, UKL-UPL, dan SPPLH) harus
disusun oleh pemrakarsa sebelum kegiatan atau usahanya berlangsung. Meskipun demikian,
berhubung terdapat beberapa perusahaan yang telah beroperasi sebelum Undang-Undang
Perlindungan Lingkungan Hidup dibentuk sehingga perusahaan terkait belum memiliki
Perangkat atau Dokumen Lingkungan Hidup maka dengan demikian Pemerintah telah
membentuk kebijakan untuk kasus terkait. Dalam hal ini, kebijakan terkait dibentuk bertujuan
agar perusahaan yang belum memiliki Dokumen Lingkungan Hidup dapat melakukan
pemenuhan peraturan perlindungan lingkungan hidup dengan mudah. Disamping itu,
kebijakan terkait diperuntukan bagi perusahaan yang telah beroperasi, memiliki Izin Usaha,
dan usahanya berlokasi diarea sesuai peruntukkannya. Lebih lanjut, kebijakan yang dimaksud
telah tertuang didalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016.
Terkait dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bila perusahaan
belum memiliki Dokumen Lingkungan Hidup seperti AMDAL atau UKL-UPL namun
kegiatan perusahaan sudah berjalan maka perusahaan terkait diwajibkan untuk menyusun
Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) atau Dokumen Pengelolaan Lingkungan
Hidup (DPLH).
Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat DELH, adalah
dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang merupakan
bagian dari proses audit lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang
sudah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen AMDAL.
Sedangkan, Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat DPLH,
43
adalah dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang
dikenakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang sudah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan
tetapi belum memiliki UKL-UPL.
Menurut Pasal 2 Permenlh DELH dan DPLH 2010, menetapkan:
(1) DELH atau DPLH wajib disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria:
1. Telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan sebelum diundangkannya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
2. Telah melakukan kegiatan tahap konstruksi sebelum diundangkannya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana tata ruang kawasan; dan
4. Tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup
tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2) DELH atau DPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun paling lama
tanggal 3 Oktober 2011.
Pasal 18 Permenlh DELH dan DPLH 2010, menetapkan “Penyusunan DELH atau
DPLH tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sanksi hukum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kemudian, menurut Pasal 73 PP Izin
Lingkungan Tahun 2012, “Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini (23 Februari 2012), dinyatakan tetap berlaku dan
dipersamakan sebagai Izin Lingkungan”.
Secara komprehensif, maka pada prinsipnya upaya penyusunan dokumen DELH dan
DPLH oleh pemrakarsa bertujuan untuk memperoleh Izin Lingkungan, sehingga pemrakarsa
dapat terbebas dari ancaman pidana yang ditetapkan dalam Pasal 109 UUPPLH 2009. Pasal
109 UUPPLH mengatur sanksi, yaitu “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
Sementara itu, untuk menentukan kategori wajib DELH atau wajib DPLH, besaran
dampak negatif terhadap lingkungan atau dampak penting merupakan acuan penting untuk
44
menentukan perusahaan terkait wajib DELH atau wajib DPLH. Dalam hal ini, bila
perusahaan memiliki kriteria wajib AMDAL maka perusahaan terkait diwajibkan untuk
menyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Sementara itu, bila perusahaan
terkait tidak memiliki kriteria wajib AMDAL maka perusahaan tersebut diwajibkan untuk
menyusun Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH). Disamping itu, bila
perusahaan terkait memiliki kriteria wajib AMDAL namun lokasinya berada di kawasan zona
ekonomi khusus maka perusahaan terkait diwajibkan untuk menyusun DPLH. Terkait
kerangka tubuh dokumen, Dokumen DELH dan DPLH memiliki perbedaan dengan AMDAL
dan UKL-UPL khususnya pada muatan atau isi dokumen namun secara garis memiliki ruang
lingkup yang sama.

45
LAMPIRAN
Lampiran 1 Identitas Pemrakarsa dan Penyusun

46
Lampiran 2 Peta Overlay Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K) dengan struktur ruang

47
Lampiran 3 Peta overlay Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K) dengan PIPPIB

48
Lampiran 4 Peta overlay Ruas Jalan Nasional Maruni – Batas Kota Manokwari (010) dan Jl. Drs. Esau Sesa (010 18 K) dengan Kawasan

49

Anda mungkin juga menyukai