Anda di halaman 1dari 8

Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Iman
Pengertian Iman secara Etimologi yaitu, Iman berasal dari kata amana
-yu'minu - imanan yang artinya percaya. Sedangkan pengertian Iman secara
Terminologi, Iman adalah 'aqdun bil qalbi, waiqraarun billisaani, wa'amalun
bil arkaan yang artinya diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diwujudkan dengan amal perbuatan. Iman sering dikenal dengan istilah
akidah, dimana akidah artinya ikatan "ikatan hati", maksudnya seseorang yang
beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu kepercayaan yang
tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain.
Iman menurut Al Qur’an dan Assunnah sebagai berikut :
 Iman menurut Al Qur’an
 Al Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 62
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara
mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian
dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.
 Al Qur’an Surah Al An'am Ayat 82
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.
 Al Qur’an Surah An Nahl Ayat 97
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka
Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
 Iman menurut Assunnah
Rasulullah bersabda (ketika ditanya oleh Jibril tentang permasalahan
Iman) :
‫اإليمان أن تؤمن باهلل و مالئكته و كتبه و رسله و اليوم اآلخر و تؤمن باالقدر خيره و‬
‫شره… رواه مسلم‬
“Iman itu adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhir, dan beriman kepada
taqdir Allah yang baik maupun yang buruk.” [HR. Muslim]

B. Wujud Iman
Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau
amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung
pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang
dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh.
Apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak berarti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.

C. Proses Terbentuknya Iman


Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan
pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai
pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula
halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan
mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan
keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda
mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung,
baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman
seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang
buruk akan ditiru anak-anaknya. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap
anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak
tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan
proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal
ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah,
maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan
kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman.
Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu
diperhatikan. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak
setelah dewasa menjadi taat dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran
Allah.

D. Karakteristik Orang Beriman


Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu
Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat Al-
Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (QS. Al-
Anfal ayat 2).
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,
diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya.
Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera
shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (terdapat dalam QS. Al-Anfal ayat 3
dan al-Mukminun ayat 4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran
bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya
pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya
dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.
Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu
Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati janji (terdapat dalam QS. Al-Mukminun
ayat 6). Seorang mu’min tidak akan berkhianat dan dia akan selalu
memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong ( QS. Al-Anfal ayat 74).
Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan
ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan
nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (QS. An-Nur ayat
62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin,
yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.

E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan


Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah
tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan
berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau
konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan
yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi
sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan
dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid
teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih
menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah
ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain
Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya
tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian
beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat,
Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa
mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah
bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan
tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam
perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada
kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan
dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal,
konsep dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan
demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan
percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang
baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat
tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

F. Jawaban Imtaq terhadap Problematika, Tantangan dan Resiko dalam


Kehidupan Modern
Telah kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung
maupun melalui media cetak dan elektronik, mulai dari perilaku, gaya hidup,
norma pergaulan dan tata kehidupan yang dipraktikkan, dipertontonkan dan
dicontohkan oleh orang-orang Barat akhir-akhir ini semakin menjurus pada
kemaksiatan. Apa yang mereka suguhkan sangat berpengaruh terhadap pola
pikir umat Islam. Tak sedikit dari orang-orang Islam yang secara perlahan-
lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah,
berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya
kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia
khususnya umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah
sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah
SWT.
Moderrnisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun
ditolak, namun yang paling penting dari semua hal tersebut adalah seberapa
besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang
lebih maju dan beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi
dan globalisasi tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-
benar diterima secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia,
diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga,
bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai umat Islam
hendaknya nilai modern tidak hanya diukur dari modernnya pakaiannya,
perhiasan dan penampilan, namun modern bagi umat Islam adalah modern dari
segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah,
dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam
naungan ridha Allah SWT.
Ketika modernisasi secara umum yang dipersepsikan selama ini
mengembangkan aspek materialistik manusia, maka aspek non material seperti
spiritual akan mengikuti perkembangannya demi keseimbangan yang
semestinya. Sehingga gejala kembali pada Agama dan spiritual adalah arus
utama modernisasi yang mesti terjadi. Jika tidak modernisasi tak akan pernah
lengkap. Jadi kembali ke agama dengan menyemarakan kehidupan spritual
bukanlah gerakan tradisional, konservatif atau kontra modernisasi. Namun
sesungguhnya gejala itu adalah atribut modernisasi juga. Sehingga tak akan
lengkap kemodernan seseorang atau komunitas jika laju spiritualnya tak
berkembang menyeimbangi laju materialistik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Iman adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan


sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasul-Nya. Seseorang
dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu
sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya. Tanda-tanda orang yang beriman diantaranya
Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya, Senantiasa tawakal, tertib
dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga shalatnya, Menafkahkan rizki
yang diterimanya, Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga
kehormatan, Memelihara amanah dan menepati janji, Berjihad di jalan Allah,
serta suka menolong.

B. Saran
Masyarakat hendaknya benar-benar memahami arti dari keimanan dan
ketakwaan serta memupuk keimanan dan ketakwaan tersebut di dalam diri
mereka, sebab dua hal tersebut sangat berperan dan berpengaruh penting
terhadap diri manusia dalam menjalani kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Barata, Mappasessu. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar: TimDosen UNM

Anda mungkin juga menyukai