Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kornea

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi terbesar yang
dalam pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar
tidak menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral
(daerah pupil).
Kornea juga merupakan jaringan yang memiliki serabut saraf sensorik terbanyak
(300-400 serabut saraf), yang berasal dari nervus trigeminus. Kornea merupakan jaringan
yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11- 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal,
serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan
43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Jika kornea oedem karena
suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihat halo. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai
tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu
organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah
100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Secara histologi, struktur kornea terdiri dari
lima lapisan yaitu epitel, membrana bowman, stroma, membrana descemet dan endotel.
Epitel kornea memiliki ketebalan 50-60 µm atau 5% dari total ketebalan kornea, dan terdiri
dari tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan sel superfisial, lapisan sel sayap, dan lapisan sel
basal. Membran Bowman merupakan lapisan aseluler yang dibentuk oleh serat kolagen dan
merupakan modifikasi dari bagian anterior stroma dengan ketebalan 8-14 µm. Lapisan ini
tidak dapat mengalami regenerasi dan akan digantikan oleh jaringan parut bila terjadi trauma.
Stroma kornea menyusun 90% dari seluruh ketebalan kornea. Stroma kornea tersusun atas
fibril kolagen dengan 8 ukuran yang seragam, meluas di seluruh permukaan kornea dan
membentuk kelompok yang disebut lamella; serta tersusun atas sel-sel kornea (keratosit) dan
matriks ekstraseluler yang terdiri dari glikoprotein dan glikosaminoglikan. Membran
Descemet merupakan lamina basalis sel-sel endotel kornea. Membran ini terutama tersusun
dari kolagen tipe IV dan memiliki ketebalan 10-12 µm. Endotel kornea merupakan lapisan

1
paling dalam dari kornea. Lapisan ini terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal yang
sel-selnya tidak dapat membelah. Endotel kornea mempunyai pengaruh yang besar dalam
mempertahankan transparansi kornea
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1) Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel epitel tak
bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.
2) Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3) Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas lamel yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.
4) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea.
5) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan tebalnya 20-40
µm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea.

Definisi

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan
tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun
endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat
dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis
dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis
dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada
di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis
dendritik, disciform, dan bentuk lainnya.
Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa kelilipan

2
Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada negara-
negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak.
Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari
kasus keratitis di New York untuk 35%. di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab
paling umum infeksi jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis
jamur), sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara.
secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.

Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:


1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke sumber
cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan
air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk
sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu

Patofisiologi

Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah mengalami
dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke
dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,
limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk
garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea
dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah, sehingga sel-sel proinflamasi tersebut
dapat merusak kornea.
3
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat
dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang
avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga
pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel. Sehingga kornea yang seharusnya avaskuler
menjadi tervaskularisasi dan menyebabkan kornea tidak jernih serta menggangu dalam
pembiasan cahaya.
Pada keratitis herpetika yang kronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan
timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.

Klasifikasi

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan yang terkena, yaitu:


1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
4. Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:


1. Keratitis Flikten
2. Keratitis Sika
3. Keratitis Neuroparalitik

4
4. Keratitis Numuralis

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:

A. Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak


halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik
pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai
fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah
membran Bowman.

B. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini.
Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien usia petengahan, dengan disertai
adanya blefarokonjungtivitis.

C. Keratitis Interstitial

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam
kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat
berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :

A. Keratitis Fungal/Jamur (Keratomikosis)

 Definisi

Keratitis infektif yang disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada
negara India3, 5, 13, sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang
merupakan flora normal eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus konjungtiva
pada 3-28% mata normal.14 Pada mata yang mengalami penyakit, angka isolasi jamur dapat
mencapai 17-37%.

5
 Etiologi

Jamur yang umumnya terdapat pada mata normal adalah Aspergillus spp.,
Rhodotorula spp., Candida spp., Penicillium spp., Cladosporium spp., dan Alternaria spp.
Insidensi keratomikosis di Amerika Serikat adalah 6-20% dan umumnya terjadi di daerah
pedesaan. Aspergillus spp. merupakan penyebab terbanyak keratitis yang timbul di seluruh
dunia.14 Candida spp. dan Aspergillus spp. adalah penyebab keratitis jamur terbanyak di
Amerika Serikat.14 Tanda dan gejala Fusarium spp. dilaporkan sebagai penyebab keratitis
jamur di Afrika, India, China dan Jepang. Isolat terbanyak di negara India adalah Aspergillus
spp., Penicillium spp., dan Fusarium spp. Identifikasi jamur yang akurat sangat penting untuk
pencegahan paparan di masa yang akan datang dan penentuan modalitas terapi terbaik
Gejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat
berupa rasa mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Tanda klinis yang paling
sering ditemukan pada pemeriksaan lampu celah juga umum ditemukan pada keratitis
mikrobial seperti supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel, infiltrasi stroma, reaksi radang di
bilik mata depan atau hipopion.6 Tanda klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis
keratitis jamur filamentosa adalah ulkus kornea yang bercabang dengan elevasi, batas luka
yang iregular dan seperti kapas, permukaan yang kering dan kasar, serta lesi satelit Tampilan
pigmentasi coklat dapat mengindikasikan infeksi oleh jamur dematiaceous Keratitis jamur
juga dapat memiliki tampilan epitel yang intak dengan infiltrat stroma yang dalam .
Walaupun terdapat tanda-tanda yang cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal
membuktikan bahwa pemeriksaan klinis cukup untuk membedakan keratitis jamur dan
bakterial.

 Faktor Resiko

Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular.15 Faktor risiko lain
untuk keratitis jamur adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi dan
meningkatkan virulensi jamur, baik melalui penggunaan sistemik maupun topikal. Faktor
risiko lainnya adalah konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif insisional, ulkus
kornea neurotrofik yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau herpes simpleks,
keratoplasti, dan transplantasi membran amnion. Faktor predisposisi keratitis jamur untuk
pasien keratoplasti adalah masalah jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik,
penggunaan lensa kontak, kegagalan graft, dan defek epitel persisten. Trauma umumnya
terjadi di lingkungan luar rumah dan melibatkan tumbuhan. Pada tahun 2009 terjadi

6
peningkatan insiden keratitis jamur yang disebabkan oleh Fusarium spp. pada pengguna lensa
kontak yang dikaitkan dengan larutan pembersih ReNu with MoistureLoc. Median usia
pasien adalah 41 tahun dan 94% menggunakan lensa kontak soft. Pada pemeriksaan pabrik,
gudang, filtrat larutan maupun botol Renu yang belum dibuka tidak ditemukan kontaminasi
oleh jamur. Penyebab yang paling mungkin adalah hilangnya aktivitas fungistatik akibat
peningkatan suhu yang berkepanjangan. Sejak ditarik dari peredaran pada tahun 2006, angka
keratitis jamur telah kembali menurun. Selain Fusarium, jamur lain yang juga dihubungkan
dengan penggunaan lensa kontak adalah Acremonium,Alternaria, Aspergillus, Candida,
Collectotrichum, and Curvularia. Jamur dapat tumbuh di dalam matriks lensa kontak soft.
Penyakit sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur,
terutama yang berkaitan dengan imunosupresi. Suatu penelitian mencatat angka insidensi
diabetes mellitus sebesar 12% pada sekelompok penderita keratitis jamur. Pasien yang
menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat inap intensif juga memiliki
predisposisi untuk terjadinya keratitis jamur, terutama Candida spp. Pada suatu penelitian di
Afrika ditemukan bahwa pasien yang positif-HIV memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk menderita keratitis jamur dibandingkan pasien yang HIv-negatif. Hal ini juga
ditemukan pada pasien penderita kusta. Keratitis jamur pada anak jarang dijumpai pada
penelitian di luar negeri. Biasanya penyakit ini ditemukan setelah terjadi trauma organik pada
mata. Pada suatu penelitian, keratitis jamur pada anak memiliki prevalensi 18% dari seluruh
keratitis anak yang dikultur. Anamnesis sulit digali pada sebagian besar kasus, oleh karena itu
seluruh kasus dengan kecurigaan keratitis harus menjalani pemeriksaan kultur jamur.

 Patologi

Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.Mungkin ada nekrosis
koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi
inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril
mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi
utama. Hifa berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera
okuli anterior.

 Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini

7
dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan
formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi
abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang
tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan
dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun
dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon
antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul.
Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan
diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
- Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama
- Lesi satelit
- Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
bawah endotel utuh
- Plak endotel
- Hypopyon, kadang-kadang rekuren
- Formasi cincin sekeliling ulku
- Lesi kornea yang indolen

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya


dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea
dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver.

 Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:


 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole, flukonazol,
itraconazole, econazole, dan clotrimazole.`

8
 Prognosis

Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta
organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik
terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera maupun
intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional prospektif
mengevaluasi terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis jamur. Pada penelitian
tersebut, 52 pasien mengalami keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang pulih walaupun
lambat, dan 36 mengalami kegagalan terapi. Analisis multivariat memperlihatkan bahwa
kegagalan terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari 14 mm 2 , adanya hipopion,
dan Aspergillus sebagai organisme penyebab. Jika penanganan medis gagal, dapat dilakukan
operasi.

B. Keratitis Bakteri

 Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah potensi
penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri
diantaranya:
 Penggunaan lensa kontak
 Trauma
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

 Etiologi

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri

 Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan
bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi
kornea

9
 Etiologi

 Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan
bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi
kornea

 Terapi

Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri.
Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:

10
C. Keratitis Virus

 Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada
kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit
intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan
mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga
hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

 Patofisiologi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :


- Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan
kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.
- Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi
antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan
bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

 Manifestasi Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata
berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.Infeksi
primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai
blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan
penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada
dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana
daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

 Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,
yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuclear inklusi

 Terapi

 Debridement

11
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus
berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada
stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah
dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik
seperti atropine 1% atau homatropin 5%
diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya
dalam 72 jam.
 Terapi Obat
- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap
jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi
yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
 Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan
setelah penyakit herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi

 Etiologi

Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita sering
menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

 Manifestasi Klinis

- Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi sekret mukoid.
- Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
- Gatal
- Fotofobia
- Sensasi benda asing
- Mata berair dan blefarospasme

12
 Terapi

- Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati


- Steroid topikal dan sistemik
- Kompres dingin
- Obat vasokonstriktor
- Cromolyn sodium topikal
- Koagulasi cryo CO2
- Pembedahan kecil (eksisi)
- Antihistamin umumnya tidak efektif
- Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:

A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada lapisan


superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus. Ulkus ini dapat

13
sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari pinggir ke
tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang
disebut wander phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi
kemudian kambuh lagi di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan
kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai
‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika

Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan kornea


dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan kornea, yaitu:
- Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis
- Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat diuretik,
atropin atau dijumapai pada usia tua.
- Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A, penyakit-penyakit
yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma kimia, Sindrom Steven Johnson,
trakoma.
- Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir, lagoftalmus, keratitis
neuroparalitika.
- Adanya sikatrik pada kornea.
Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti ada
pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan sekret mukus dengan tanda-tanda konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva,
sehingga konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat, warnanya
mengkilat. Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes fluoresen (+). Terdapat juga
benang-benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut juga
keratitis filamentosa.

C. Keratitis Numularis

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat bulat-
bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo (diduga terjadi
karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes fluoresen (-). Keratitis ini kalau
sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.

14
 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan
(kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
- Gangguan refraksi
- Jaringan parut permanent
- Ulkus kornea
- Perforasi kornea
- Glaukoma sekunder

 Prognosis

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan
hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
- Virulensi organisme
- Luas dan lokasi keratitis
- Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen
- Penyulit/penyakit lain yang alami pasien
- Kepatuhan pasien dalam pengobatan

D. Keratitis Legoftalmos

Keratitis yang terjadi akibat adanya legoftalmos dimana kelopak tidak dapat menutup
dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmos akan mengakibatkan
mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtivadan kornea menjadi kering dan terjadi
infeksi. Infksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis.
Lagoftalmos dapat disbabkan tarikan jaringan parut pada tepi klopak, eksoftalmos,
paralise saraf facial, dan atoni orbiukularis okuli.
Lagoftalmos partial pada waktu tidur dapat ditmukanpada pasien histeria, lelah dan
anak sehat.
Pengobatan keratitis lagoftalmos ialah dengan mengatasi kausa dan air mata buatan.
Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan salep mata.

15
E. Keratitis Neuroparalitik

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga


terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan
persarafan ke lima dapat terjadi akibat hrps zoster, tumor fosa posterior kranium, dan keadaan
lain sehingga kornea menjadi anstetis.
Pada kornea ini akan mudah terjadi infeksi sehinggaakan mngakibatkan terbentuknya
tukak kornea. Pada keadaan anastesis dan tanpa persarafan, kornea kehingan daya
pertahananya terhadap iritasi dari luar. Pada keadaan ini diduga terjadi kemunduran
metabolism kornea yang memudahkan terjadinya peradangan kornea.
Pasienakan mengeluhkan tajam pnglihatan menurun, silau dan tidak nyeri. Mata akan
meemberiksan gejala jarang berkeedip karena hilangnya refleks mngedip, injeksi siliar,
permukaan kornea keruh, infiltrat danvesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya
deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang dimulaipada bagian tengah dan
meninggalkan sedikit lapisan pitel kornea yang sehat di dekat limbus.
Pada keadaan ini pengobatan diberikan untuk mencegah infeksi sekundenya, berupa
peengobatan keratitis, tersorafi, dan menutup pungtum lakrima.

16
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco
2008-2009. p. 179-90
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–116
Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.
2009. p. 125-49.
Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association.
1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/
dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: Maret 2017)

17

Anda mungkin juga menyukai