Anda di halaman 1dari 44

“KEPERAWATAN BENCANA”

OLEH

Kelompok 5 :

1. Tsamara Adzra Sepira (C1118042)


2. Ni Putu Leni Anggraeni (C1118048)
3. Putu Ayu Melani (C1118053)
4. Ayu Nanda Rosma Dewi (C1118058)
5. A.A Made Agus Dwi Suprastha (C1118067)
6. Pande Kadek Anis Dwi Pratiwi putri (C1318106)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Kami menyadari bahwa tidak mungkin tugas ini dapat selesai bila
dilakukan tanpa bantuan, bimbingan, dorongan dan nasihat dari berbagai pihak
yang telah membatu kami. Karena itu kami ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang bersangkutan dalam pembuatan
tugas ini .

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan kami sehingga tugas ini tidak
sesempurna yang dikira karena masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Terlepas dari itu, kami berharap agar tugas ini dapat
bermanfaat dikemudian hari untuk segala pihak yang membutuhkan.

Badung, 28 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.

Seringkali risiko tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya

tidak dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan terkadang, dan mungkin

juga sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga. Dampak paling awal

dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, alah kondisi darurat,

dimana terjadi dimana terjadi penurunan-penurunan drastis drastis dalam

kualitas kualitas hidup komunitas komunitas korban yang menyebabkan

menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa direspons

secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas

korban sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa

membaik.

Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat

itu direspons. Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka

bencana sebagai sebuah akibat pasti punya pasti punya sebab a sebab dan

dampakny dan dampaknya, agar a, agar penanganan b penanganan

bencana tidak encana tidak terbatas pada terbatas pada simpton simpton

simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar masalahnya.

Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah satu fase

dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri. Penanganan kondisi darurat


pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan penanganan

terhadap terhadap keseluruhan keseluruhan siklus bencana. bencana.

Setelah Setelah kondisi kondisi darurat, darurat, biasanya biasanya diikuti

dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama

menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur y perbaikan-perbaikan

infrastruktur yang penting ang penting bagi keberlangsungan bagi

keberlangsungan hidup komun hidup komunitas), sampai pada proses

kesiapan terhadap bencana, dalam hal ini proses preventif.

Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat

dengan kerja penguatan kapasitas masyarakat seca penguatan kapasitas

masyarakat secara umum. Dalam ra umum. Dalam kondisi darurat, waktu

kerusakan kondisi darurat, waktu kerusakan terjadi secara sangat cepat dan

skala kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya sangat besar. besar. Hal

ini menyebabkan menyebabkan perbedaan perbedaan dalam karakteristik

karakteristik respon kondisi kondisi darurat. darurat. Komitmen, kecekatan

dan pemahaman situasi dan kondisi bencana (termasuk konflik) dalam

rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun mental

komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat dibutuhkan.

Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi kerja

pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa

sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk

memenuhi seluruh kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain,

sekecil apapun sumber daya yang kita miliki akan memberikan arti bila
didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang

tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak. Bencana,

apapun sebabnya, merupakan hal yang menganggu tatanan masyarakat

dalam segala aspeknya, baik psikologis, ekonomi, sosial budaya maupun

material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang memiliki hak

untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana

berhak atas bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum

B. Tujuan

Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang

berhubungan dengan bencana.

Tujuan Khusus :

a. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang defenisi bencana,

klompok rentan bencana

b. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang peran perawat

dalam manajemen kejadian bencana

c. Mahasiswa mengetahui dan memahami permasalahan klompok

rentan bencana

d. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan di area bencana

e. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada area

bencana
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bencana

Bencana adalah suatu fenomena alam yang terjadi yang

menyebabkan kerugian baik materiil dan spiritual pada pemerintah dan

masyarakat (Urata, 2008). Fenomena atau kondisi yang menjadi penyebab

bencana disebut hazard ( Urata, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia bencana

adalah peristiwa pada suatu wilayah yang mengakibatkan kerusakan suatu

wilayah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, ekologi, kerugian

ekologi, kerugian hidup kerugian ekologi, kerugian hidup bagi manusia

manusia serta menurunnya menurunnya derajat derajat kesehatan

kesehatan sehingga sehingga memerlukan memerlukan bantuan bantuan

dari pihak luar (Effendy & Mahfudli, 2009). Disast pihak luar (Effendy &

Mahfudli, 2009). Disaster menurut WHO adalah setiap kejadian, nurut

WHO adalah setiap kejadian, situasi, kondisi yang terjadi dalam

kehidupan ( Effendy & Mahfudli, 2009).

B. Identifikasi Kelompok Beresiko

Kelompok rentan sering di sebut "kelompok dengan kebutuhan

khusus", "kelompok yang beresiko", "beresiko karena kondisi fisik,


psikologis, atau kesehatan social" setelah bencana. bencana. Banyak

upaya yang telah dilakukan dilakukan dalam persiapan persiapan

menghadapi menghadapi bencana, bencana, namun jarang yang

memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, adapun orang yang disebut

sebagai kelompok rentan adalah :

1. Orang dengan kebutuhan khusus baik secara fisik ataupun

psikologis

2. Wanita

3. Anak-anak

4. Orang tua

5. Orang dipenjara

6. SES (Social Economic Status) Minoritas dan orang yang

mengalami kendala bahasa.

Individu yang mengalami bencana bereaksi terhadap bencana sesuai

dengan caranya masing-masing dan antara satu individu dengan yang

lainnya sangat berbeda.

Setiap bencana bencana memiliki memiliki dampak demografik

demografik tertentu, tertentu, budaya, budaya, dan riwayat riwayat

kejadian kejadian sebelumnya.

Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana

mengartikan bencana bencana sebagai suatu sebagai suatu peristiwa luar

peristiwa luar biasa yang biasa yang mengganggu mengganggu dan meng
dan mengancam kehid ancam kehidupan dan penghidupan yang dapat

disebabkan oleh alam ataupun manusia, upun manusia, ataupun keduanya.

ataupun keduanya. Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat

bencana, dibutuhkan berbagai dukungan termasuk keterlibatan perawat

yang merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya jumlahnya terbanyak

terbanyak didunia didunia dan salah satu petugas petugas kesehatan

kesehatan yang berada dilini terdepan saat bencana yang terjadi(Power

&daily,2010).

Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan),

tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap

recovery. Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam

masyarakat yang lebih rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana

yang memerlukan perhatian dan penanganan penanganan khusus untuk

mencegah mencegah kondisi kondisi yang lebih buruk pasca bencana.

bencana. Kelompok-kelompok ini diantaranya: anak-anak, perempuan

terutama ibu hamil dan meyusui, lansia, individu-individu yang menderita

penyakit kronis dan kecacatan.identifikasi dan pemetaan kelompok

beresiko melalui pengumpulan informasi dan data demografi akan

mempermudah perencanaan tindakan kesiap siagaan dalam menghadapi

kejadian bencana dimasyarakat (Morro.1999, powers &daily, 2010; world

health organization (WHO) & International Council of Nursing(ICN),

2009) :

1. Bayi dan anak-anak


Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua

tipe bencana karena ketidakmampuan mereka melarikan diri dari

daerah bahaya. Ketika Pakistan diguncang gempa oktober 2005,

sekitar 16.000 anak meninggal karena gedung sekolah mereka

runtuh. Tanah longsor yang terjadi diLeyte, Filipina, beberapa

tahun lalu me a, beberapa tahun lalu mengubur lebih ngubur lebih

dari 200 anak sekolah yang tengah belajar didalam kelas

(Indriyani,2014). Diperkirakan (Indriyani,2014). Diperkirakan

sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana adalah anak-anak

baik itu pada bencana anak-anak baik itu pada bencana alam

maupun bencana yang disebabkan oleh manusia alam maupun

bencana yang disebabkan oleh manusia (Power&Daily, 2010).

ower&Daily, 2010). Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan

terpisah dari orang tua atau wali mereka saat bencana terjadi.

Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia kehilangan satu

atau kedua orang tua mereka saat kejadian tsunami 2004. Terdapat

juga laporan adanya perdagangan anak(child-traffcking) yang

perdagangan anak(child-traffcking) yang dialami ol dialami oleh

anak-anak yang kehilangan orang eh anak-anak yang kehilangan

orang tua/wali (powers&daily,2010).

Pasca bencana, anak-anak beresiko mengalami masalah-masalah

kesehatan jangka pendek pendek dan jangka panjang panjang baik

fisik dan psikologis psikologis karena malnutrisi, malnutrisi,


penyakit- penyakit- penyakit penyakit infeksi, infeksi, kurangnya

kurangnya skill bertahan bertahan hidup dan komunikasi,

komunikasi, ketidakmampuan ketidakmampuan melindungi diri

sendiri, kurangnya kekuatan fisik, imunitas dan kemampuan

koping. Kondisi tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak

diidentifikasi dan ditangani dengan segera oleh petugas kesehatan

(powes&daily 2010; Veenema,2007).

2. Perempuan

Diskriminasi terhadap perempuan dalam kondisi bencana

telah menjadi isu viral yang memerlukan perhatian dan penanganan

khusus. Oleh karena itu, intervensi-intervensi kemanusiaan dalam

penanganan bencana yang memperhatikan standar internasional

perlindungan perlindungan hak asasi manusia manusia perlu

direncanakan direncanakan dalam semua stase penanganan

penanganan bencana. (Klynman,koupp bencana.

(Klynman,kouppari,& mukhier,2007). ari,& mukhier,2007).

Studi kasus bencana alam yang dilakukan di Bangladesh mendapati

bahwa pola kematian akibat bencana dipengaruhi oleh relasi

gender yang ada, meski tidak selalu konsisten. Pola ini

menempatkan perempuan, terlebih bagi yang hamil, menyusui dan

lansia lebih beresiko karena keterbatasan mobilitas secara fisik

dalam situasi darurat(Enarson,2000; Indiriyani,2014; Klynman et

al,2007). Laopran PBB pada tahun 2001 yang berjudul “Women


Disaster Reduction and Sustainable Development” menyebutkan

bahwa perempuan menerima dampak bencana yang lebih besar.

Dari 120 ribu orang yang meninggal karena badai siklon

diBangladesh tahun 1991, korban dari kaum perempuan

menempati jumlah terbesar. Hal ini disebabkan karena norma

kultural membatasi akses mereka terhadap peringatan bahaya dan

akses ketempat perlindungan ketempat perlindungan

(Fatimah,2009 diku (Fatimah,2009 dikutip dalam In tip dalam

Indriyani,2014). driyani,2014).

3. Lansia

Lansia merupakan salah saat kelompok yang rentan secara

fisik, mental dan ekonomik saat dan setelah bencana yang

disebabkan karena penurunan kemampuan mobilitas fisik dan atau

karena mengalami masalah kesehatan kronis (Klynman et al,2007).

Di Amerika serikat, lebih dari 50% korban kematian akibat dari

badai Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1.300 lansia

yang hidup mandiri sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat

dipanti jompo setelah bencana alam itu terjadi (Powers &

daily,2010). Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan

mengalami diskriminasi, contohnya contohnya dalam hal distribusi

kebutuh dalam hal distribusi kebutuhan hidup an hidup dan

finansial pasca b dan finansial pasca bencana. Hak-hak encana.

Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang terlupakan


yang dapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi

pada lansia tersebut (Klynmman et al,2007)

4. Indvidu dengan ke Indvidu dengan keterbatan fisik (k terbatan fisik

(kecacatan) d ecacatan) dan penyakit kronis

Penyakit kronis Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta

orang Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang yang

menderita kecacatan diseluruh g menderita kecacatan diseluruh

dunia atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi global. 80%

diantaranya tinggal dinegara berkembang. Angka ini terus

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,

penduduk, angka harapan hidup harapan hidup dan kemajuan

kemajuan d bidang kesehatan (Klyn kesehatan (Klynman et al, 200

al, 2007).

Di Amerika serikat, setelah kejadian banjir di grand forks,

north Dakota tahun 1997, barulah barulah dibangun dibangun

rumah perlindungan perlindungan yang dapat diakses diakses oleh

korban bencana bencana yang menggunakan kursi roda. Pada saat

terjadi bencana kebakaran di California, tahun 2003, banyak

banyak individu-individu individu-individu cacat pendengaran

pendengaran tidak memahami memahami level bahaya bencana

bencana tersebut karena kurangnya informasi yang bisa mereka

pahami (powers &daily,2010). Orang cacat, karena keterbatasan

fisik yang mereka alami beresiko sangat rentan saat terjadi


bencana,Namun mereka sering mengalami diskriminasi

dimasyarakat dan tidak dilibatkan pada semua level kesiap-siagaan,

mitigasi dan intervensi dan penanganan bencana bencana

(Klynman et.al, 2007). (Klynman et.al, 2007).

5. Narapidana yang Narapidana yang dipenjar dipenjara

Karena status mereka sebagai tahanan, sehingga mereka

sangat tergantung dengan pemerintah pemerintah sebagai sebagai

pemegang pemegang otoritas. otoritas. Narapidana Narapidana

tidak dapat melakukan melakukan evakuasi evakuasi sendiri,

mencari p sendiri, mencari pertolongan medis ertolongan medis

sendiri, ataupun sendiri, ataupun mencari makanan ataupun

mencari makanan ataupun tempat penampungan penampungan

sendiri. sendiri. Lebih lanjut, lanjut, dalam situasi situasi bencana

bencana yang sangat besar, kalau narapidana melakukan semuanya

sendiri ada narapidana melakukan semuanya sendiri ada

kemungkin kemungkinan penyerangan yang dilakukan an

penyerangan yang dilakukan oleh sesama anggota narapida

ataupun penyerangan kepada masyarakat.

6. Social Economic Status (SES) minoritas dan orang yang

mengalami kendala bahasa

Kelompok dengan SES rendah yang tidak memiliki

asuransi untuk mengcover kondisi mereka setelah bencana

sehingga membuat beban psikologis menjadi lebih berat.


Kelompok dengan kendala bahasa juga sangat susah dalam

mengkomunikasikan hal-hal apa yang mereka butuhkan sehingga

relawan bisa membantu secara cepat dan tepat. Keluarga Keluarga

yang sebelumnya yang sebelumnya sejahtera sejahtera dan

mengalami dan mengalami kebangkrutan karena kebangkrutan

karena kejadian bencana dan menerima bantuan dari orang lain

juga rentan untuk mengalami stress akibat bencana

7. Penduduk asli setempat (indigenous people)

Indigenous people termasuk kelompok rentan karena status

mereka sebagai orang pinggiran yang pinggiran yang

termarginalkan, kondisi fisik dan termarginalkan, kondisi fisik dan

rumah yang tidak rumah yang tidak baik, problem terkait baik,

problem terkait dengan kehilangan budaya dan kesedihan yang

dapat menyebabkan stress dan trauma. Mereka juga mungkin akan

dipindahkan dari “tem Mereka juga mungkin akan dipindahkan

dari “tempat penting” menurut budaya enting” menurut budaya

mereka.

8. Pengungsi dan migran

Riset sebelumnya menunjukkan bahwa pengungsi yang

berasal dari Negara lain rentan untuk terkena PTSD ketika terjadi

bencana. Namun penelitian terbaru menunjukkan hal yang bertolak

belakang bahwa PTSD dikalangan pengungsi rendah meskipun

menghadapi berbagai macam kejadian traumatis. Hal ini karena


adanya dukungan yang tepat membuat mereka bisa settle di Negara

baru mereka, dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan

masyarakat di Negara baru mereka (Silove, 1999; Silove et al,

1993). Jadi hanya pengungsi minoritas saja yang mengalami hal-

hal terkait dengan PTSD dan depresi.

Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus

konseptual penanggulangan penanggulangan bencana bencana

adalah manusia manusia yang potensial potensial sebagai sebagai

korban, korban, maka 2 hal mendasar yang perlu menjadi fokus

utama adalah mengenali kelompok rentan (vulnerable group) dan

meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai subjek

penyelenggaraan penanggu penyelenggaraan penanggulangan

bencana. langan bencana.

Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia

atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi

bahaya atau ancaman dari potensi bencana untuk mencegah,

menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi bahaya tertentu.

Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan

penjelasan pasal 26 ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan

bencana adalah anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan

karena keadaan yang disandangnya, diantaranya bayi, balita,anak-

anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang cacat dan lanjut usia.

Kerentanan ini dapat menimbulkan beragam penyebab, mencakup:


9. Kerentana Kerentanan fisik

Kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi

ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan bangunan rumah bagi

masyarakat yang tinggal didaerah r ng tinggal didaerah rawan

gempa awan gempa dan tanggul pengaman banjir bagi masyarakat

didekat bantaran sungai.

10. Kerentana Kerentanan ekonomi ekonomi

Kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam

pengalokasian sumber daya untuk pencegahan dan mitigasi serta

penanggulangan bencana. Pada umumnya masyarakat miskin atau

kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya karena ti rhadap

bahaya karena tidak punya dak punya kemampuan finansial yang

memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi

bencana.

11. Kerentanan sosial

Kondisi sosial masyarakat dilihat dari aspek pendidikan,

pengetahuan tentang ancaman bencana dan resiko bencana serta

tingkat kesehatan yang rendah juga berpotensi meningkatkan

kerentanan.

12. Kerentana Kerentanan perilaku n perilaku atau lingkungan atau

lingkungan

Keadaan lingkungan sekitar masyarakat tinggal. Misalnya,

masyarakat yang tinggal dilereng bukit atau lereng pegunungan


rentan terhadap ancaman bencana, tanah longsor, sedangkan

masyarakat yang tinggal didaerah sulit air akan rentang terhadap

bencana kekeringan.

C. Efek dari Bencana

Karakteristik yang mempengaruhi rasa trauma :

1. Rasa horror yang terjadi ketika melihat event/kejadian tersebut

2. Durasi dari bencana

3. Kejadian yang tidak diharapkan (kejadian yang tidak ada

peringatannya berdampak lebih besar pada kondisi psikologis

seseorang).

4. Rasio dampak bencana, ancaman yang dilihat dari: rasio akibat

bencana, kehilangan yang diakibatkan oleh bencana pada level

komunitas

5. Perubahan sosial kultur seperti kegiatan dalam Perubahan sosial

kultur seperti kegiatan dalam keseharian, kontrol terhadap

kejadian, harian, kontrol terhadap kejadian, dukungan sosial

setelah bencana

6. Simbolism dari kejadian bencana (cara memaknai kejadian antara

“kehendak Tuhan” atau “manusia”)

7. Kemampuan memanage stress


8. Akumulasi dari sebelum dan sesudah bencana, seperti kepribadian

ses kepribadian seseorang ataupun eorang ataupunkondisi emosi

individu tersebut.

D. Tindakan Yang Sesuai Untuk Kelompok Berisiko

Untuk mengurangi dampak bencana pada individu dan kelompok-

kelompok rentan diatas, petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan

dan penanganan bencana perlu (Morrow, 199; Powers & perlu (Morrow,

199; Powers & Daily, 2010) : Daily, 2010) :

1. Mempersiapkan peralatan- peralatan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan kelompokkelompok rentan tersebut contohnya :

ventilator untuk anak, alat bantu untuk individu yang cacat, alat-

alat bantuan persalinan, dsb.

2. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan

3. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan

informasi dan komunikasi.

4. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan ( shelter ) yang

dapat diakses.

5. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

Adapun tindakan-tindakan spesifik untuk kelompok-kelompok

rentan tersebut akan diuraikan pada pembahasan berikut :

1. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada bayi dan

anak-anak
a. Pra- bencana

1) Mensosialisasikan dan melibatkan anak-anak dalam

stimulasi bencana kebakaran atau gempa bumi

2) Mempersiapkan fasilitas kesehatan yang khusus

untuk bayi dan anak pada saat bencana

3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan

bencana bagi petugas kesehatan khusus untuk

menangani kelompok-kelompok berisiko,

contohnya Pediatric Disaster Life Support (PDLS).

b. Saat bencana

1) Mengintegrasikan pertimbangan pediatric dalam sistem

triase standar yang digunakan triase standar yang

digunakan saat bencana.

2) Lakukan pertolongan kegawatdaruratan kepada bayi

dan anak sesuai dengan mempertimbangkan aspek

tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan

bahan khusus untuk bahan khusus untuk anak dan tidak

disamakan dengan anak dan tidak disamakan dengan

orang dewasa. orang dewasa.

3) Selama proses evakuasi, transportasi, sheltring dan

dalam pemberian pelayanan fasilitas kesehatan, hindari

memisahkan anak dari orang tua, keluarga atau wali

mereka.
c. Pasca bencana

1) Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan

sesegera mungkin contohnya :waktu makan dan

personal hygine teratur, tidur, bermain dan sekolah.

2) Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran

antropometri

3) Dukung dan berikan semangat kepada orang tua

4) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi

adekuat, cairan dan emosional

5) Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin

ada dilokasi evakuasi sebagai voluntir untuk mencegah,

mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian depresi

pada anak pasca bencana

6) Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan

sediakan penjaga yang terpercaya serta lingkungan yang

aman untuk mereka

7) Berkonsultasi dengan pemerintah atau NGO yang

bekerja dalam pelacakan korban bencana sebagai usaha

untuk mempertemukan anak bencana sebagai usaha

untuk mempertemukan anaka dengan orang tua,

keluarganya. ngan orang tua, keluarganya.

8) Libatkan agensi-agensi perlindungan anak.


2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada ibu hamil dan

menyusui hamil dan menyusui

a. Pra- bencana

1) Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan

penanganan bencana (disaster plan)

2) Mengidentifikasi ibu hamil dan ibu menyusui sebagai

kelompok rentan

3) Membuat disaster plans dirumah yang disosialisasikan

kepada seluruh anggota keluarga

4) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif

dalam mitigasi bencana.

b. Saat bencana

1) Melakukan usaha/ bantuan penyelamatan yang tidak

meningkatkan risiko kerentanan ibu hamil dan ibu

menyusui, misalnya : meminimalkan guncangan pada saat

melakukan mobilisasi dan transportasi karena dapat

meransang kontraksi pada ibu hamil, tidak memisahkan

bayi dari ibunya saat proses evakuasi.

2) Petugas bencana harus memiliki kapasitas untuk

menolong korban ibu hamil dan ibu menyusui.

c. Pasca bencana

1) Dukungan ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi

adekuat, cairan dan emosional


2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif

dirumah penampungan korban bencana bencana untuk

menyediakan menyediakan jasa konseling konseling dan

pemeriksaan pemeriksaan kesehatan kesehatan untuk ibu

hamil dan menyusui.

3) Melibatkan petugas konseling untuk mencegah,

mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian depresi

pasca bencana.

3. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada lansia

a. Pra- bencana

1) Libatkan lansia dalam pengambilan keputusan dan

sosialisasi disaster plan dirumah.

2) Mempertimbangkan kebutuhan lansia dalam perencanaan

penanganan bencana.

b. Saat bencana

1) Melakukan usaha/ bantuan penyelamatan yang tidak

meningkatkan risiko kerentanan lansia, misalnya

meminimalkan guncangan/trauma pada saat melakukan

mobilisasi dan transportasi untuk menghindari trauma

sekunder.

2) Identifikasi lansia dengan babtuan/ kebutuhan khusus

contohnya : kursi roda, tongkat,dll.

c. Pasca Bencana
Program inter generasional untuk mendukungsosialisasi

komunitas dengan lansia dan mencegah isolasi social lansia,

diantaranya :

1) Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan

kegiatan-kegiatan social bersama lansia untuk memfasilitasi

empati d lansia untuk memfasilitasi empati dan interaksi

ora an interaksi orang muda dan ng muda dan lansia

(community lansia (community awareness).

2) Libatkan lansia sebagai strory tellers dan animator dalam

kegiatan bersama dalam kegiatan bersama anak-anak anak-

anak yang diorganisir oleh agensy perlindungan anak di

posko perlindungan korban bencana.

3) Menyediakan dukungan social melalui pengembangan

jaringan social yang sehat di lokasi penampungan korban

bencana.

4) Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan

pengetahuan dan skill lansia.

5) Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan

secara mandiri.

6) Berikan konseling untuk meningkatkan semangat hidup dan

kemandirian lansia.

4. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan

kecacatan dan penyakit kronik


a. Pra-bencana

1) Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang

cacat dan berpenyakit kronis

2) Sedangkan informasi bencana yang bisa diakses oleh

orang-orang dengan keterbatasan fisik seperti : tunarunggu,

tuna netra, dll.

3) Perlunya diadakan pelatihan-pelatihan penanganan

kegawatdaruratan bencana bagi petugas kesehatan petugas

kesehatan khusus untuk menangani korban khusus untuk

menangani korban dengan kebutuhan khus dengan

kebutuhan khusus (cacat us (cacat & penyakit kronis).

b. Saat bencana

1) Sediakan alat-alat emergensi dan evakuasi yang khusus

untuk orang cacat dan berpenyakit berpenyakit kronis

(HIV/AIDS kronis (HIV/AIDS dan peny dan penyakit

infeksi akit infeksi lainya) : lainya) : alat bantu alat bantu

berjalan untuk berjalan untuk korban dengan kecacatan,

alat-alah BHD sekali pakai,dll.

2) Tetap menjaga dan meningkatkan kewaspadaan universal

untuk petugas dalam melakukan tindakan

kegawatdaruratan.

c. Pasca bencana
1) Sedapat mungkin, sedangkan fasilitas yang dapat

mengembalikan kemandirian individu dengan keterbatasan

fisik di lokasi evakuasi sementara contohnya : kursi roda,

tongkat, dll.

2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan

individu-individu dengan keterbatasan fisik dan penyakit

koronis.

3) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan Rawat

korban dengan penyakit kronis sesuai dengan

kebutuhannya.

E. Sumber Daya Yang Tersedia Di Lingkungan Untuk Kebutuhan

Kelompok Beresiko

Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana

terhadap kelompokkelompok berisiko saat bencana baik itu dalam jangka

pendek maupun jangka panjang, panjang, maka petugas petugas kesehatan

kesehatan yang terlibat terlibat dalam penanganan penanganan bencana

bencana perlu mengidentifikasi sumber daya apa saja yang tersedia

dilingkungan yang dapat digunakan saat bencana terjadi diantaranya

(Enarson,2000, Federal Emergency Management Agency (FEMA),2010 ;

Power & Daily,2010, Veenema , Veenema , 2007) : 2007) :


1. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus

mensosialisasikan kesiapan-kesiagaan terhadap bencana terutama

untuk area yang rentan terhadap kejadian bencana.

2. Kesiapan rumah sakit atau fasilitas kesehatan menerima korban

bencana dari kelompok berisiko kelompok berisiko baik itu dari baik

itu dari segi fasilitas maupun segi fasilitas maupun ketenagaan,

seperti : ketenagaan, seperti : berapa jumlah i jumlah incubator untuk

ncubator untuk bayi baru bayi baru lahir , tempat tidur untuk `bayi

baru `bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien anak,ventilator anak,

fasilitas persainan , pasien anak, ventilator anak, fasilitas persalinan,

fasilitas perawatan pasien dengan penyakit kronis, dsb.

3. Adanya simbol – simbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh

individu-individu dengan kecacatan tentang peringatan bencana, jalur

evakuasi, lokasi pengungsian, dll.

4. Adanya system support berupa konseling dari ahli-ahli voluntir yang

khusus menangani kelompok berisiko untuk mencegah dan

mengidentifikasi dini kondisi depresi pasca bencana pada kelompok

tersebut sehingga intervensi yang sesuai dapat diberikan untuk

merawat mereka.

5. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non

pemerintah (NGO) yang membantu korban bencana terutama

kelompok-kelompok berisiko seperti : agensi perlindungan

perlindungan anak dan perempuan, perempuan, agency pelacakan


pelacakan keluarga keluarga korban bencana bencana (tracking

center), dll.

6. Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang

berisi informasi-informasi tentang informasi-informasi tentang

bagaimana perencanaan bagaimana perencanaan kegawat daruratan

dan egawat daruratan dan bencana bencana pada kelompok-kelompok

pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan b kebutuhan

khusus dan berisiko.

F. Lingkungan Yang Sesuai Dengan Lingkungan Yang Sesuai Dengan

Kebutuhan Kelompok Be Kebutuhan Kelompok Berisiko

Setelah kejadian bencana adalah pentingnya sesegera mungkin

untuk menciptakan lingkungan yang kondusif yang memungkinkan

kelompok bersiko untuk berfungsi secara mandiri sebagaimana sebelum

kejadian secara mandiri sebagaimana sebelum kejadian bencana bencana,

diantarannya (Enarson,2000, , diantarannya (Enarson,2000, Federal

Emergency Management Agency (FEMA),2010 ; Power & Daily,2010,

Veenema , 2007) :

1. Menciptakan kondisi / lingkungan yang memungkinkan ibu menuyusui

untuk terus memberikan ASI kepada anaknya dengan cara memberikan

dukungan moril, menyediakan konsultasi laktasi dan pencegahan

depresi.
2. Membantu anak kembali melakukan aktivitas-aktivitas regular

sebagaimana sebelum kejadian bencana seperti : penjaga kebersihan

diri, belajar atau sekolah dan bermain. belajar atau sekolah dan

bermain.

3. Melibatkan lansia dalam aktifitas-aktifitas social dan program lintas

generasi misalnya dengan remaja dan anak-anak misalnya dengan

remaja dan anak-anak untuk menguran untuk mengurangkan risiko

isolasi social dan gkan risiko isolasi social dan depresi.

4. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untuk individu

dengan keterbatasan fisik misalnya area evakuasi yang dapat diakses

oleh mereka.

5. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban bencana dengan

penyakit kronis dan infeksi.

G. Kegiatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Untuk Masyarakat ( Bio,

Psiko, Social, Cultural, Dan Social, Cultural, Dan Spritual)

1. Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat saat bencana

Pada saat terjadi bencana banyak infrasktur yang rusak dengan

demikian kebutuhan air untuk kebutuhan minum dan lainya

dibutuhkan segera. Perawat tempat bencana harus bisa menilai menilai

dari air bersih layak dikonsumsi dikonsumsi ( bersih, bersih, bening,

bening, tidak bau, dan tidak berasa ) dan memetakan berasa ) dan

memetakan dan berkerja sama dengan in dan berkerja sama dengan


instansi terkait untuk pem stansi terkait untuk pemenuhan kebutuhan

tersebut karena jika kebutuhan air tidak terpenuhi segera di khawtrikan

resiko-resiko yang lainya akan muncul seperti resiko penyebaran

penyakit dan risiko dehidarsi pada korban bencana. Sumber air bisa di

dehidarsi pada korban bencana. Sumber air bisa di dapatkan dari hulu

atau mata air di apatkan dari hulu atau mata air di gunung yang tidak

tercemar tapi mudah akesnya atau melakukan panggilan mata air

baru,hal itu tergantung dari mana yang baru,hal itu tergantung dari

mana yang telah mudah telah mudah dan cepat pengadaannya. dan

cepat pengadaannya.

2. Pemenuhan kebutuhan toilet umum masyarakat saat bencana

Toilet umum dan sanitasinya yang lainya sangat diperlukan dan

termasuk kebutuhan pokok terutama terutama untuk korban bencana

bencana yang ada didaerah didaerah pengusian pengusian dimana satu

lokasi pengungsian bisa dihuni oleh ratusan orang atau ribuan.

Kebutuhan toilet ini sangat diperlukan karena hal Kebutuhan toilet ini

sangat diperlukan karena hal ini merupakan hal yang mendasar bagi ni

merupakan hal yang mendasar bagi pengunsi pengunsi kebersihan

kebersihan dan ketersedian ketersedian yang cukup merupakan

merupakan hal yang utama. Pengadaan toilet umum bisa dilakukan

oleh perawat dengan berkerja sama dengan instansi terkait misalkan

dengan dinas kebersihan atau instansi lainya yang dianggap lebih focus

pada hal ini. lebih focus pada hal ini. Dalan menghitung beberapa
Dalan menghitung beberapa kebutuhan toilet untuk pe kebutuhan toilet

untuk pengungsi ngungsi yang ada. Perawat juga harus mampu menilai

wc sehat ( model leher angsa, ada septiktank, jarak septikdengan

sumber air minum > 10 meter, air 0 meter, air memadai.

3. Pemenuhan kebutuhan berobat

Perawat komunitas sebagai petugas kesehatan dilapangan harus

bisa melakukan pengobatan sederahana saat bencana. Diawali oleh

tindakan tiase yang memakai kode.

a. Merah : paling penting, prioritas utama, keadaan Merah :

paling penting, prioritas utama, keadaan yang mengacam

kehidupan sebagian ng mengacam kehidupan sebagian besar

pasien mengalami mengalami hipoksia, hipoksia, syok, trauma

dada, perdarahan perdarahan internal, internal, trauma kepala

dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II.

b. Kuning : penting, prioritas kedua prioritas kedua meliputi i

eliputi injury dengan efek sistemik njury dengan efek sistemik

namun belum jatuh kekeadaan syok karena dalam keadaan ini

sebenrnya pasien mas an ini sebenrnya pasien masih dapat

bertahan selama 30- 60 menit. Injury tersebut antara antara lain

fraktur tulang multipel, lain fraktur tulang multipel, fraktur

terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka terbuka derajat

II.
c. Hijau : prioritas ketiga yang termasuk kategori ini adalah

fraktur tertutp, luka bakar minot, minor laserasi, kontusio,

abrasio, dan dislokasi.

d. Hitam : meninggal ini adalah korban bencana yang tidak dapat

selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan

meninggal.

4. Pemenuhan Kebutuhan Makanan Sehat Saat Bencana

Makanan sehat sangat diperlukan unuk peningkatan gizi supaya

para korban zi supaya para korban segera sebuh segera sebuh dan

terbebas dari penyakit. Untuk itu perlu di buat dapur umum adapun

untuk dapur umum tersebut perlu memerhatikan :

a. Lokasi

Dalam menentukan lokasi dapur umum agar memperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

1) Letakan dapur umum dekat dengan posko atau

penampungan supaya mudah dicapai atau dikunjungi oleh

korban.

2) Hygenis lingkungan cukup memadai

3) Aman dari bencana

4) Dekat dengan transpotasi umum

5) Dekat dengan sumber air

b. Peindrustian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian

makanan kepada korban bencana an makanan kepada korban

bencana antara lain :

1) Distribusiandilakukan dengan menggunakan kartu

distribusi.

2) Lokasi atau tempat pendistribusian yang aman dan mudah

dicapai oleh korban.

3) Waktu pendistribusian yang konsisten dan tepat waktu,

misalnya dilakukan 2 kali sehari makan pagi/ siang

dilaksanakan jam makan pagi/ siang dilaksanakan jam

10.00-12 wib, ma 10.00-12 wib, makan sore/ malam 16.00-

17.00 wib. kan sore/ malam 16.00-17.00 wib.

4) Pengambilan jatah sebaiknya diambil oleh kepala keluarga

atau perwakilan sesuai dengan kartu distribusi yang salah

5) Pembagian makanan bisa menggunakan daun, piring, kertas

atau sesuai dengan pertimbangan aman, cepat, praktis dan

sehat.

Contoh Kartu :

Nomor Dapur :........................................................................................................

Nomor Kode DU

:...............................................................................................................................

Nama Kepala Keluarga


:.............................................................................................................................

Jumlah Jiwa

:............................................................................................................................

Alamat/Lokasi/Pos

:...........................................................................................................................

5. Pemenuhan Kebutuhan shelter saat Bencana

Setiap orang membutuhkan shelter tempat istirahat dan tidur agar

mempertahankan status, kesehatan pada tingkat yang optimal. Tidur

dapat memperbaiki dapat memperbaiki berbagai sel dalam berbagai sel

dalam tubuh. Apabila kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup

maka jumlah energi yang di cukup maka jumlah energi yang

diharapkan dapat memulihkan status kesehatan dan mempertahankan

kegiatan dalam kehidupan sehari-hari terpenuhi. Selain itu orang yang

mengalami kelelahan juga memerlukan istirahat dan tidur lebih dari

biasanya.shelter berfungsi sebagai tempat yang er berfungsi sebagai

tempat yang aman untuk berkumpul dan istirahat bagi korban bencana.

Shelter juga dapat berfungsi sebagai tempat bermain untuk anak-anak

untuk mengurangi stress pada anak. Perawat harus mampu mengkaji

lokasi pendirian shelter yang aman


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PASCA BENCANA

A. Pengkajian

1. Umum

  Nama

  Usia

  Jenis Kelamin

  Alamat

  Status

  Pekerjaan

  Agama

2. Khusus

a. Data Subjektif

 Menceritakan kejadian / periatiwa yang traumatis

 Mengatakan takut atas kejadian bencana yang terjadi

 Mengatakan resah saat teringat kembali peristiwa bencana

yang dialaminya

 Mengatakan merasa tidak berguna

 Menyatakan was-was

 Merasakan fikiran terganngu

 Tidak ingin mengingat peristiwa itu kembali dengan

menceritakannya lagi

 Mengingkari peristiwa trauma


 Merasa malu

 Mengatakan setiap mengingat kejadian bencana merasa

jantung berdebar-debar

b. Data Objektif

 Mengasingkan diri

 Menangis

 Marah

 Gelisah

 Menghindar

 Mengasingkan diri

 Depresi

 Sulit berkomunikasi

 Keadaan mood terganggu

 Sesak didada

 Lemah

3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi kehilangan :

a. Genetik

Individu yang dilahirkan dibesarkan dalam keluarga yang

mempunyai riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap

optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk

menghadapi kehilangan.

b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup teratur, cenderung

mempunyai kemampuan mengatasi stress kemampuan mengatasi

stress yang lebih tinggi diband yang lebih tinggi dibandingkan

dengan individu yang ingkan dengan individu yang sedang

mengalami gangguan fisik

c. Kesehatan mental / jiwa

Individu yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi yang

ditandai dengan perasaan perasaan tidak berdaya berdaya pesimis

pesimis dan dibayangi dibayangi dengan masa depan yang suram,

biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.

d. Pengalaman kehilangan di massa lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna dimasa

kanak-kanak akan mempengaruhi individu dalam menghadapi

kehilangan dimasa dewasa

4. Faktor Presipitasi

Stress yang nyata seperti kehilangan yang bersifat Bio-Psiko-Sosial

antara lain kehilangan kesehatan (sakit), kehilangan fungsi

sseksualitas, kehilangan keluarga dan harta benda. Individu yang

kehilangan sering menunjukkan perilaku seperti menangis atau tidak

mampu menangis , marah, putus asa, kadang ada tanda upaya bunuh

diri atau melukai orang lain yang akhirnya membawa pasien dalam

keadaan depresi.

5. Spiritual
a. Keyakinan terhadap Tuhan YME

b. Kehadiran ditempat Ibadah

c. Pentingna Agama dalam kehidupan pasien

d. Kepercayaan akan kehidupan setelah kematian

6. Orang-orang terdekat

a. Status perkawinan

b. Siapa orang terdekat

c. Anak-anak

d. Kebiasaan pasien dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya

e. Bagaimana pengaruh orang-orang terdekat terhadap penyakit atau

masalah

f. Proses interaksi apakah yang terdapat dalam keluarga

g. Gaya hidup keluarga, misal: Diet, mengikuti pengajian

7. Sosioekonomi

a. Pekerjaan: keuangan

b. Faktor-faktor lingkungan: rumah, pekeerjaan dan rekreasi

c. Penerimaan sosial terhadap penyakit / kondisi, misal :

PMS,HIV,Obesitas,dll

8. Kultural

a. Latar belakang etnis

b. Tingkah laku mengusahakan kesehatan, rujuk penyakit

c. Faktor-faktor kultural yang dihubngkan dengan penyakit secara

umum dan respon terhadap rasa sakit


d. Kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan

B. Diagnosa Diagnosa Keperawata Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan Aktual atau perasaan

2. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional, stress, perubahan

status lingkungan, ancaman kematian, kurang pengetahuan.

3. Takut berhubungan dengan perubahan status lingkungan ( bencana

alam)

4. Harga diri rendah situasional berh Harga diri rendah situasional

berhubungan dengan ubungan dengan kehilangan kehilangan (keluarga

dan harta (keluarga dan harta benda)

5. Resiko distress spiritual dengan faktor resiko perubahan lingkungan

bencana alam.

C. Intervensi Keperawatan
- gangguan tidur Menunjukkan Memberikan keamanan dan

Gemetar berkurangnya mengurangi takut

- anoreksia, mulut kering kecemasan - libatkan keluarga untuk

mendampingi klien
- Peningkatan TD, denyut NOC :Anxiety control - Instruksikan pada pasien

nadi, Fear control untuk

RR Setelah dilakukan menggunakan tehnik

- Kesulitan bernafas tindakan relaksasi

- Bingung keperawatan selama 3 - Dengarkan dengan penuh

- Bloking dalam kali perhatian

pembicaraan pertemuan takut - Identifikasi tingkat

- Sulit berkonsentrasi pertemuan takut klien kecemasan

teratasi klien teratasi - Bantu pasien mengenal

dengan kriteria hasil : situasi

- Memiliki informasi yang menimbulkan

untuk kecemasan

mengurangi takut - Dorong pasien untuk

- Menggunakan tehnik mengungkapkan perasaan,


relaksasi ketakutan, persepsi

- Mempertahankan - Kelola pemberian obat

hubungan sosial dan anti

fungsi cemas

peran

- Mengontrol respon

takut
Takut berhubungan NOC :Anxiety control NIC:

dengan perubahan status Fear control Coping Enhancement

lingkungan lingkungan Setelah dilakukan - Bina dan jalin hubungan

(bencana alam), ditandai tindakan saling

dengan keperawatan selama 3 percaya.

DS : Peningkatan kali pertemuan takut - Sediakan reinforcement

ketegangan,panik, pertemuan takut klien positif

penurunan kepercayaan teratasi klien teratasi ketika pasien melakukan

diri, cemas dengan kriteria hasil : perilaku untuk mengurangi

DO : - Memiliki informasi takut

- penurunan penurunan untuk mengurangi - Sediakan perawatan yang

produktivitas takut berkesinambungan

produktivitas - Menggunakan tehnik - Kurangi stimulasi

kemampuan belajar relaksasi lingkungan

- penurunan penurunan Mempertahankan yang dapat menyebabkan

kemampuan kemampuan hubungan sosial dan misinterprestasi

menyelesaikan masalah fungsi - Dorong mengungkapkan


- mengidentifikasi obyek peran secara verbal perasaan,

ketakutan, - Mengontrol respon persepsi dan rasa takutnya

- peningkatan takut - Perkenalkan dengan orang

kewaspadaan yang

- Anoreksia mengalami kejadian

- mulut kering bencana

- diare, mual yang sama

- pucat, muntah - Dorong klien untuk

- perubahan tanda-tanda mempraktekan tehnik

vital relaksasi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan

bencana. Dengan banyaknya bencana, banyaknya bencana, kesiagaan dan

kesiagaan dan pelaksanaan tanggap benc pelaksanaan tanggap bencana

harus dilakuk ana harus dilakukan dengan an dengan baik. Karena dampak

yang ditimbulkan ditimbulkan bencana bencana tidaklah tidaklah

sederhana, sederhana, maka penanganan penanganan korban bencana

harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang

mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani

dengan baik dan manusiawi.

Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan

kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana.

Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar

secara aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana.

B. Saran

Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk

melakukan pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan di daerah yang


sedang mengalami mengalami bencana, bencana, oleh karena itu

diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang sudah

berpengalaman dalam praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan

dalam penanggulangan bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang

didapat di bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di

masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya muncul di

tempat yang sedang terjadi bencana.


DAFTAR PUSTAKA

Online(https://id.scribd.com/uploaddocument?
archive_doc=374111164&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C
%22action%22%3A%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C
%22platform%22%3A%22web%22%7D) di akses pada di akses pada tgl
11/30/2019

Online(https://www.academia.edu/28844751/MAKALAH_KONSEP_AREA_BE
NCANA?auto=download) di akses pada tgl 11/30/2019 di akses pada tgl
11/30/2019

Online(https://ugm.ac.id/id/berita/17336-penanganan-kelompok-rentan-perlu-
diprioritaskansaat-bencana) di akses pada tgl 11/30/2019 di akses pada tgl
11/30/2019

Online(https://www.starjogja.com/2018/10/31/kelompok-rentan-jadi-pioritas-
bencana/)di akses pada tgl 11/30/2019

Anda mungkin juga menyukai