SKRIPSI
NIM : 11141020000041
JAKARTA
AGUSTUS/2018
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
NIM : 11141020000041
JAKARTA
AGUSTUS/2018
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri kulit buah jeruk
manis (Citrus aurantium dulcis) yang mengandung limonene menjadi sediaan
krim antioksidan dengan menggunakan variasi konsentrasi setil alkohol sebagai
stiffening agent dan mengetahui pengaruhnya terhadap stabilitas fisik dan
aktivitas antioksidan minyak atsiri kulit buah jeruk manis dalam sediaan krim.
Penelitian ini diformulasikan dengan variasi konsentrasi setil alkohol, yaitu F1
(2%), F2 (4%), dan F3 (6%). Evaluasi stabilitas fisik sediaan krim dilakukan
selama 21 hari meliputi organoleptis, homogenitas, pH, viskositas dan sifat alir,
sentrifugasi, cycling test, tipe krim, dan uji diameter globul rata – rata. Uji
komponen kimia pada sediaan krim minyak atsiri kulit buah jeruk manis dengan
menggunakan GCMS. Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH dengan menghitung nilai IC50 serta AAI. Variasi
konsentrasi setil alkohol mempengaruhi stabilitas fisik krim setelah penyimpanan
21 hari. Sediaan krim tidak terjadi perubahan pada evaluasi fisik dari segi
organoleptik, homogenitas, tipe krim dan uji sentrifugasi. Hasil evaluasi fisik
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi setil alkohol maka viskositas sediaan
semakin meningkat. Hasi uji komponen kimia pada sediaan krim minyak atsiri
kulit buah jeruk manis setelah penyimpanan 21 hari menunjukkan bahwa senyawa
limonene pada minyak atsiri terkandung di dalam sediaan. Hasil analisa
antioksidan pada krim dilakukan pada hari ke – 1 dan hari ke – 21. Uji statistik T-
test menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada krim minyak atsiri kulit buah
jeruk manis mengalami penurunan yang tidak bermakna.
Kata Kunci: Minyak atsiri kulit buah jeruk manis, Citrus aurantium, krim, cetyl
alcohol, aktivitas antioksidan, DPPH.
The study aims to formulate the essential oil of sweet orange peel (Citrus
aurantium dulcis) containing limonene into an antioxidant cream preparation by
using variation of cetyl alcohol concentration as a stiffening agent and to
determine the effect on the physical stability and antioxidant activity of the
essential oil of sweet orange peel in cream. This study was formulated with
variations in concentration of cetyl alcohol, F1 (2%), F2 (4%), and F3 (6%). The
physical stability evaluation of cream preparations was carried out for 21 days
including organoleptic, homogeneity, pH, viscosity and rheology, centrifugation,
cycling test, cream type, and droplet size. The chemical components of the
essential oil of sweet orange peel in cream were tested using GCMS.
Determination of antioxidant activity was done by using DPPH method by
calculating IC50 and AAI values. The concentration variation of cetyl alcohol
affects the physical stability of the cream after 21 days of storage. The creams are
stable in the physical evaluation of the organoleptic, homogeneity, cream type and
centrifugation tests. Physical evaluation results show the higher concentration of
cetyl alcohol then the viscosity would increase. The chemical component test after
21 days of storage showed that the limonene compound which is the main
component of the essential oil is contained in creams. The results of antioxidant
analysis on the creams are tested on 1st and 21st day. T-test statistics showed
antioxidant activity on the sweet orange peel essential oil cream does not decrease
significantly.
Keyword : The Essential oil of Sweet Orange Peel, Citru aurantium, cream, Cetyl
Alcohol, Antioxidant activity, DPPH.
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt dan ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu untuk
memberikan arahan, ilmu, saran, dan dukungan kepada penulis selama
penelitian hingga penyusunan skripsi
2. Prof. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Akadenik
yang telah membimbing selama perkuliahan
5. Seluruh dosen Program Studi Farmasi yang telah membimbing dan
memberikan ilmu selama perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Kohar Sulistyadi dan Ibunda Ria
Suryatin yang selalu memberikan kasih sayang, doa, pengorbanan, dan
motivasi yang tidak ada hentinya kepada penulis
7. Ketiga Kakakku Betha Ariftyo, Corry Shirleyana Putri dan Ricco Gerdana
Sbroong, dan adikku Rio Valeriano Sbroong yang selalu memberikan doa
dan motivasi kepada penulis untuk tidak mudah menyerah
Penulis
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 8 Agustus 2018
Yang menyatakan,
Tabel 4.2 Hasil Komponen Kimia Sediaan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis...... 45
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan pada Minyak Atsiri Kulit
Buah Jeruk Manis dan Vitamin C.......................................................................... 58
Tabel 6.1 Hasil pengamangatan organoleptis........................................................ 75
Tabel 6.2 Hasil Pengamatan Tipe Krim................................................................. 76
Tabel 6.3 Hasil pengamatan Homogenitas Tekstur............................................... 77
Tabel 6.4 Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir.......................................... 78
Tabel 6.5 Diameter rata – rata globul krim F1 hari ke – 1.................................... 82
Tabel 6.6 Diameter rata – rata globul krim F2 hari ke – 1.................................... 82
Tabel 6.7 Diameter rata – rata globul krim F3 hari ke – 1.................................... 83
Tabel 6.8 Diameter rata – rata globul krim F1 hari ke – 7.................................... 83
Tabel 6.9 Diameter rata – rata globul krim F2 hari ke – 7.................................... 84
Tabel 6.10 Diameter rata – rata globul krim F3 hari ke – 7.................................. 84
sediaan salep, gel, maupun pasta. Selain itu, krim berfungsi sebagai pelindung
yang baik bagi kulit (Ansel, 2011; Sharon, dkk., 2013; Mita, 2015).
Menurut Anief (2006), terdapat dua tipe krim yaitu tipe air dalam minyak
(A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Pemilihan tipe krim juga penting dalam
formulasi untuk menghantarkan zat aktif masuk ke dalam kulit dan memberikan
efek yang diinginkan secara optimal. Sediaan krim tipe minyak dalam air
memberikan efek hidrasi pada kulit. Efek hidrasi dapat meningkatkan
permeabilitas kulit sehingga penetrasi meningkat. Krim dengan tipe minyak dalam
air lebih disukai karena tidak terasa berlemak dan memerlukan biaya produksi
yang lebih rendah terkait besarnya kandungan air (Eipstein, 2009). Selain itu,
daya sebar yang dimiliki krim minyak dalam air juga lebih baik dibandingkan
dengan krim air dalam minyak (Rahmawati, D., dkk., 2010).
Dalam pembuatan krim, kekentalan atau viskositas harus diperhatikan bila
krim terlalu kental maka akan susah untuk dituang sedangkan bila terlalu encer
maka lebih tepat disebut sebagai lotion dan bukan krim (Nurdianti, L. dan
Tuslinah, L., 2017). Setil alkohol dalam sediaan krim berfungsi sebagai stiffening
agent atau pengental. Konsentrasi yang dianjurkan untuk berfungsi sebagai
stiffening agent adalah 2 – 10% (Rowe dkk, 2009). Setil merupakan salah satu
eksipien yang memiliki nilai viskositas yang tinggi (Artanti, 2008 dalam
Setiawati, dkk., 2014). Pada penelitian Setiawati dkk (2014) juga membuktikan
bahwa semakin tinggi konsentrasi setil alkohol, maka semakin besar nilai
viskositasnya dan stabilitas fisik sediaan akan semakin meningkat. Stabilitas
sediaan krim ditandai dengan tidak terjadinya perubahan sifat dan karakteristiknya
selama penyimpanan. Krim yang stabil berarti bahwa sifat-sifat fisika dan kimia
dari suatu sediaan krim tidak berubah secara berarti selama periode waktu yang
cukup lama (Lachman, 1994).
Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan krim minyak dalam air dengan
minyak atsiri jeruk manis. Formulasi krim dengan minyak atsiri jeruk manis
menggunakan variasi konsentrasi setil alkohol yang berfungsi sebagai pengental
atau stiffening agent. Dilakukannya penelitian ini diharapkan mendapatkan
sediaan krim yang baik dan stabil secara fisik yang selanjutnya dilakukan evaluasi
fisik dan uji aktivitas antioksidan pada sediaan krim menggunakan metode DPPH.
2.1.2 Morfologi
Jeruk adalah pohon berbunga yang selalu hijau. Ketinggian pohon jeruk
pada umumnya 9-10 m (meskipun spesimen yang tua mencapai 15 m). Pohon
jeruk memiliki kulit batang yang tipis, halus, dan berwarna abu-abu coklat
kehijauan. Panjang daun 4-10 cm diatur bergantian, berbentuk bulat telur dengan
margin crenulate (Milind dan Dev, 2012). Daun terdiri dari 2 bagian yaitu
lembaeran daun besar dan kecil dan memiliki ujung dan pangkal daun yang
meruncing. Permukaan daun bagian atas mengandung lilin, pektin, licin dan
mengkilap berwarna hijau (Cahyono, 2005).
Buah jeruk manis berbentuk bulat atau hampir bulat, berukuran agak
besar, berwarna hijau sampai kuning mengkilat (Rukmana, R.,2003). Buah jeruk
terdiri dari kulit luar (albedo), kulit dalam (flavedo), segmen buah (endocarp)
yang terdiri dari gelembung – gelembung kecil berisi cairan dan terbungkus oleh
segmen (endocarp), berwarna orange, lunak, tekstur halus, banyak mengandung
air dan rasaanya manis sampai agak asam segar. Dalam satu buah jumlah segmen
buah berkisar antara 8-15 (Cahyono, 2005). Daging buahnya dikonsumsi dengan
cara dihisap sarinya (kandungan airnya) atau dibuat menjadi jus jeruk, sedangkan
kulit dan biji sering dipisahkan. Namun, kulitnya bisa dikonsumsi terutama untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi secara maksimal (Erukainure et al., 2012).
jeruk ini adalah kwatt 22, rubby, jeruk kerotan, jeruk manis betawi, dan blod
orange (AAK, 2005).
2.1.4 Kandungan Kimia
Flavonoid, terutama terdiri dari flavonoid polymethoxylated, terpenoid,
seperti limonene dan linalool, dan minyak atsiri lainnya adalah bahan utama kulit
jeruk. Minyak kulit jeruk merupakan minyak esensial yang diproduksi oleh sel-sel
di kulit buah jeruk (Erukainure dkk., 2012). Flavonones, flavon, dan flavonol
adalah tiga tipe flavonoid yang terdapat di dalam buah jeruk. Studi epidemiologi
menyatakan bahwa flavonoid yang berasal dari jeruk dapat menurunkan resiko
jantung koroner dan dapat bekerja sebagai antikarsionegik dan antiinflamasi
(Hegazy dan Ibrahium, 2012).
Menurut Milind dan Dev (2012), komponen utama yang terkandung di
dalam buah jeruk adalah D-limonene (90%), citral, citronellal, nnotkaton, sinesal,
n-nonanal, n-decanan, n-dodecanal, linalyl asetat, geranyl asetat, citronelyl asetat,
dan asam anthranil metil ester. Jeruk manis juga mengandung flavon glikosida
seperti neohesperidin dan naringin yang komponen gulanya neohesperidosa, dan
rutin yang komponen gulanya adalah rutinose.
Tabel 2.1 Kandungan Kimia dari Jeruk Manis (Milind dan Dev, 2012)
2.1.5 Khasiat
Jeruk membentuk sumber kaya vitamin C, flavonoid, senyawa fenolik dan
pektin. Flavonoid utama yang ditemukan pada spesies jeruk adalah hesperidine,
narirout, naringin dan eriocitrin.Vitamin C adalah antioksidan utama yang larut
dalam air, yang mencegah pembentukan radikal bebas dalam tubuh dan merusak
jaringan di lingkungan berair baik di dalam maupun di luar sel. Vitamin C dalam
jeruk juga berfungsinya dalam sistem kekebalan tubuh. Vitamin C baik untuk
mencegah infeksi telinga, flu, dan batuk (Milind dan Dev, 2012). Kandungan
utama kulit jeruk adalah limonene yang menunjukkan memiliki aktivitas sebagai
antioksidan dan dapat mengatur poliferasi sel (Roberto dkk, 2009). Limonene dan
naringin ditemukan memiliki aktivitas antioksidan pada konsentrasi masing-
masing 2-2000 μM dan 5-2000 μM (Bacanli M., dkk.,2015). Kandungan limonene
90 – 95% pada jeruk juga dapat berfungsi sebagai antibakteri dan dapat
mengurangi resiko kanker mulut, kulit, paru – paru dan payudara (Milind dan
Dev, 2012).
2.2.3 Manfaat
Minyak atsiri sering digunakan sebagai pewangi, kosmetik, sabun, dan
produk rumah tangga lainnya, digunakan dalam makanan, produk farmaseutik,
dan rokok (Kemendag RI, 2011)
Ditjen POM (1985) menyebutkan bahwa kegunaan minyak atsiri bagi
tanamannya sendiri untuk menarik serangga yang membantu pross penyerbukan,
sebagai cadangan makanan, untuk mencegah kerusakan tanaman oleh serangga
atau hewan lain dan mempengaruhi proses transpirasi. Dalam industri sering
digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan kosmetika, obat, makanan, rokok
dan sebagainya. Selain itu banyak digunakan sebagai obat anti kuman dan kapang.
khas dari metode ini adalah kontak langsung antara bahan dan air
mendidih. Jenis bahan yang biasa disuling dengan metode ini adalah bahan
berbentuk bubuk seperti bubuk buah badam, bunga mawar, dan orange
blossom. Bahan tersebut tidak dapat disuling dengan metode uap langsung
karena akan melekat dan membentuk gumpalan besar dan kompak
sehingga uap tidak dapat berpenetrasi kedalam
bahan.
2. Penyulingan dengan Air dan Uap (Water and Steam Distillation)
Pada metode ini, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan
berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh
dibawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu
dengan uap basah dan bertekanan rendah. Selain itu pemanasanya dapat
juga menggunakan panas langsung seperti pada pemanasan air. Ciri khas
dari metode ini adalah: (1) Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan
tidak terlalu panas, (2) Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan
uap dan tidak dengan atau mengenai air panas, (3) Bahan olah biasanya
dari jenis daun, akar, dan batang.
3. Penyulingan Uap Langsung (Steam Distillation)
Metode ketiga disebut dengan penyulingan uap atau penyulingan uap
langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah di bicarakan diatas,
kecuali air tidak diiskan ke dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap
jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfir. Uap
dialirkan melalui pipa uap melingkar berpori yang terletak dibawah bahan,
dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan
(Guenther, 1987).
bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari tanaman yang
termasuk jenis Citrus, karena minyak dari jenis tanaman tersebut akan mengalami
kerusakan bila dibuat dengan cara penyulingan. Cara ini hanya dilakukan apabila
kandungan minyak atsiri dalam bahan cukup banyak yaitu berkisar 30 - 70%,
sehingga dapat dilihat tetes-tetes minyaknya dengan mata telanjang atau dapat
ditekan dengan tangan (Kurniawan A. dkk, 2008).
2.3 Kulit
2.3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
A. Epidermis
Struktur kimia dari sel – sel epidermis manusia memiliki komposisi
berikut: protein (27%), lemak (2%), garam mineral (0,5%), air dan bahan –
bahan larut air (70,5%) (Trannggono dan Latifah, 2007). Anief (2006)
menjelaskan bahwa epidermis merupakan lapisan luar dengan tebal 0,16 mm
pada pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak tangan, telapak kaki. Menurut
Tranggono dan Latifah (2007), epidermis dibagi menjadi 5 lapisan yang terdiri
dari:
a. Stratum korneum (lapisan tanduk)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih mati, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit
mengandung air. Lapisan ini sebagian bessar terdiri atas keratin, jenis
protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan –
bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi
tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel – sel yang sudah mati di
permukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan
stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang
bersifat asam, disebut mantel asam kulit.
b. Stratum lucidium (Lapisan Jernih)
Stratum lucidum terletak tepat di bawah stratum corneum dan merupakan
lapisan yang tipis, jernih, meengandung eleidin.
c. Stratum granulosum (Lapisan berbutir – butir)
Tersusun oleh sel – sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbulir
kasar, dan berinti mengkerut.
d. Stratum spinosum atau malphigi layer (Lapisan Malphigi)
Stratum spinosum memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti
berduri. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri dari serabut
protein.
e. Stratum germinativum (Lapisan basal)
Lapisan basal merupakan lapisan terbawah epidermis yang juga terdapat
sel-sel melanosit yang merupakan sel – sel yang tidak mengalami
keratinisasi dan berungsi membentuk pigmen melanin dan
2.4 Kosmetika
2.4.1 Definisi Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata yunani “kosmetikos” yang berarti
keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan
bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
Tipe A/M, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi rasa
dingin dan nyaman pada kulit.
Tipe M/A, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing
cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream
sebagai pelembab (moisturizing) akan meninggalkan lapisan berminyak /
film.
2.5.3 Stabilitas Krim
Martin (1983) menjelaskan bahwa stabilitas didefinisikan suatu sediaan
farmasi selama penyimpanan dan distribusi tidak menunjukkan adanya perubahan
yang bermakna dan masih dalam batas yang diperbolehkan. Stabilitas krim identik
dengan stabilitas emulsi. Stabilitas farmasetik emulsi ditandai dengan tidak
adanya penggabungan fase internal atau fase terdispersi, terjadinya pengkriman,
dan tidak terjadinya perubahan tampilan fisik seperti perubahan bau, warna,
perubahan dan pemisahan fase, pecahnya emulsi, perubahan konsistensi,
terbentuknya gas, dan tumbuhnya mikroorganisme.
Emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika selama penyimpanan fase
internal (fase terdispesi) membentuk agregat dari globul – globulnya. Jika globul
yang besar atau agregat ini naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi, maka
akan terbentuk lapisan pada fase internal dan pada akhirnya akan terjadi
pemisahan fase (Ansel, 2011).
Ketidakstabilan suatu sediaan emulsi tersebut dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Flokulasi
Flokulasi merupakan penggabungan dari partikel – partikel dalam emulsi
untuk membentuk agregat yang lebih besar, yang mana dapat diredispersi
dengan pengocokan (Im-Emsap & Siepmann, 2002)
b. Creaming
Creaming terjadi ketika droplet – droplet terdispersi atau flokul – flokul
terpisah dari medium pendispersi di bawah pengaruh gaya gravitasional
(Im-Emsap & Siepmann, 2002). Pengkriman ke atas terjadi karena
kecepatan sedimentasi negatif akibat densitas fase terdispesi lebih kecil
daripada fase pendispersinya. Pengkriman ke atas banyak terjadi pada tipe
emulsi m/a. Pengkriman ke bawah terjadi jika densitas fase terdispesinya
lebih besar daripada fase pendispesinya, sehingga globul akan mengendap
pada dasar emulsi. Pengkriman ke bawah banyak terjadi pada tipe emulsi
a/m. Fenomena creaming dapat diminimalisir dengan meningkatkan
viskositas, mengurangi ukuran partikel globul dengan homogenisasi dan
menyamakan densitas dari kedua fase. Creaming bersifat reversibel, yaitu
dapat didispersikan kembali melalui pengadukan. Hal ini dikarenakan
globul minyak masih terlapisi oleh pelindung zat pengemulsi (Martin,
1983)
c. Koalesen
Koalesen disebabkan oleh rusaknya lapisan tipis antar droplet yang
berdekatan. Hal ini akan mengurangi tegangan antarmuka dan luas
permukaan droplet. Kemungkinan terjadinya koalesen sebanding dengan
lama droplet itu saling berdekatan. Koalesen jarang terjadi pada droplet
yang kecil atau lapisan yang tebal karena droplet ini memiliki luas lapisan
yang lebih kecil atau memiliki gaya tolak antardroplet. Koalesen
menyebabkan droplet menjadi lebih besar dan terjadi pemisahan fase atau
breaking (Martin, 1983).
d. Inversi Fase
Menurut Martin (1983), terdapat fenoma ketidakstabilan dari emulsi yaitu
inversi fase yang merupakan perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi a/m
atau sebaliknya.
digunakan dalam pembuatan sediaan krim. Bagian yang telah dinetralisir tersebut
membentuk basis krim jika dicampur dengan 5-15 kali berat cairannya.
Penampilan dan plastisitas dari krim ditentukan oleh proporsi alkali yang
digunakan. Asam stearat merupakan bahan yang stabil dan dapat ditambah dengan
agen antioksidan.
Nama lain dari setil alkohol adalah alkohol setilicus, Crodacol C70,
Crodacol C90, ethal, dan ethol. Setil alkohol memiliki rumus molekul C16H34O
dan berat molekulnya adalah 242,44. Bentuk dari setil alkohol adalah serpihan
licin, granul atau kubus yang berwarna putih dan memiliki bau khas yang lemah
dan rasa yang hambar. Titik lebur setil alkohol adalah 45-52oC. Setil alkohol larut
dengan mudah di dalam etanol 95% dan eter. Kelarutannya akan meningkat
dengan meningkatnya suhu. Setil alkohol praktis tidak larut dalam air. Dapat
bercampur ketika dileburkan bersama lemak, dan parafin cair dan pat, dan
isopropil miristat.
Setil alkohol banyak digunakan dalam produk kosmetik maupun formulasi
farmasetik seperti supositoria, sediaan solid, emulsi, lotion, krim, dan salep. Setil
alkohol digunakan sebagai emollient, penyerap air, dan emulsifying agent.
Diketahui bahwa setil alkohol meningkatkan stabilitas, tekstur, dan konsistensi.
Pada sediaan emulsi air dalam minyak digunakan setil alkohol sebagai penyerap
air. Setil alkohol bekerja sebagai emulsifier lemah yang diketahui dapat
meningkatkan konsistensi dalam sediaan emulsi air dalam minyak. Pada sediaan
emulsi minyak dalam air, setil alkohol daat meningkatkan stabilitas dengan
mengkombinasikan emulsifying agent yang larut dalam air.
Dengan konsentrasi setil alkohol 2-5% setil alkohol dapat digunakan
emollient dan emulsifying agent. Setil alkohol dengan konsentrasi 2-10 digunakan
sebagai stiffening agent dan pada konsentrasi 5%, setil alkohol digunakan sebagai
penyerap air. Setil alkohol stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan udara.
Metil paraben dengan nama lain nipagin atau aseptoform memiliki rumus
molekul C8H8O3 dengan berat molekul 152,15. Berbentuk serbuk atau kristal yang
tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa agak terbakar.
Metil paraben sangat mudah larut dalam 3 bagian etanol 95% dan 5 bagian
propilen glikol. Mudah larut dalam 10 bagian eter dan 60 bagian gliserin. Metil
paraben larut dalam 50 bagian air pada suhu 50oC dan secara praktis tidak larut
dalam minyak mineral.
Metil paraben banyak digunakan dalam produk kosmetik, makanan
sebagai pengawet dan dapat menghambat aktivitas mikroba pada pH 4-8.
Efektivitas pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan
anion fenolat. Metil paraben biasanya digunakan sendiri atau dikombinasikan
dengan paraben lainnya atau zat pengawet lainnya. Efektivitas pengawet juga
meningkat dengan menambahkan propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol,
asam edetic, atau dengan mengkombinasikan dengan paraben lainnya.
Konsentrasi yang digunakan untuk digunakan sebagai zat pengawet pada sediaan
topikal adalah 0,02 – 0,3%.
Larutan metil paraben pada pH 3-6 stabil selama penyimpanan 4 tahun
pada suhu ruang dan dapat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120 oC selama
20 menit tanpa dekomposisi. Pada larutan metil paraben pada pH 8 atau lebih
akan cepat terhidrolisis. Aktvitas antimikroba metil paraben atau paraben lainnya
akan berkurang dengan adanya surfaktan nonionik seperti polisorbat 80. Metil
paraben tidak kompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat, talkum, tragakan,
natrium alginat, minyak esensial, sorbitol, dan atropin.
Nama lain dari propil paraben ialah aseptoform P, nipasol, atau propagin
memiliki rumus molekul C10H12O3 dengan berat molekul 180,20. Propil paraben
berbentuk kristal putih yang tidak berbau dan memiliki rasa yang lemah. Propil
paraben mudah larut dalam aseton, etanol 95%, etanol 50%, dan propilen glikol,
larut dalam 250 bagian gliserin, dan sukar larut dalam air.
Propil paraben banyak digunakan sebagai zat pengawet di dalam kosmetik
dan produk makanan. Propil paraben biasanya digunakan sendiri atau
dikombinasikan dengan paraben lainnya sebagai pengawet di dalam produk
kosmetik. Konsentrasi propil yang digunakan dalam sediaan topikal adalah 0,01 –
0,6 %.
Propil paraben menghambat aktivitas antimikroba antara pH 4 – 8.
Efektivitas pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena akan membentuk
anion fenolat. Aktivitas sebagai pengawet dapat meningkat dengan
mengkombinasikan paraben lainnya.
sampel, kolom, dan oven. Komponen kromatografi gas terdiri dari kontrol dan
penyedia gas pembawa, ruang suntuk sampel, kolom, dan oven (Day and
Underwood, 1999). Kromatografi gas penggunaan utamanya ialah pada
pemisahan senyawa atsiri, yaitu: asam lemak, mono dan seskuiterpen,
hidrokarbon dan senyawa belerang tinggi (Harborne, 1987).
Spektroskopi massa adalah metode analisis untuk identifikasi senyawa.
Setelah sampel mengalami pemisahan pada GC kemudian akan diubah menjadi
ion – ion, dan massa dari ion – ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi
berupa spektrum massa. Komponen spektroskoi massa terdiri dari sumber ion,
filter, pengumpul ion dan detektor (Day and Underwood, 1999). Prinsip kerja
spektrometri massa adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan
berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum
fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut berkelompok sesuai dengan
massanya (Fessenden,1982). Teknik ini memungkinkan untuk mengukur berat
molekul dari senyawa dan ion molekular yang diidentifikasi, dan juga teknik ini
memungkinkan untuk mengukur ion secara akurat untuk memastikan jumlah dari
atom hidrogen, karbon, oksigen dan atom lain yang terdapat dalam suatu molekul.
Spektroskopi massa akan memberikan hasil data berupa rumus molekul (Heinrich,
2004).
Ketika kadar radikal bebas di dalam tubuh melebihi batas normal maka
radikal bebas menjadi suatu senyawa yang berbahaya bagi manusia. Akumulasi
radikal bebas yang terjadi akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif sehingga
memicu berbagai macam penyakit kronis dan degeneratif. Penyakit yang dapat
ditimbulkan dari adanya stres oksidatif diantaranya adalah kanker, gangguan
autoimun, penuaan dini, katarak, rheumatoid arthritis, jantung dan penyakit
neurodegeneratif (Pham-Huy dkk., 2008)
2.8 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa
ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya
reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel akan
dihambat. Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting karena
berkaitan dengan kerja fungsi sistem imunitas tubuh, terutama untuk menjaga
integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam nukleat, serta
mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun. (Winarsi, 2011).
Antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan tubuh karena dalam
hal ini antioksidan bertindak sebagai pemulung/scavenger (Sen et al., 2010).
Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja untuk mencegah pembentukan
senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi
molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal
bebas bereaksi. Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya
sebagai pemutus reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa
bereaksi dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk-
produk yang lebih stabil.
Contoh antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD),
Glutation Peroksidase (GPx), katalase dan protein pengikat logam.
Antioksidan Alami
Antioksidan alami merupakan senyawa antioksidan yang terdapat
secara alami dalam tubuh sebagai mekanisme pertahanan tubuh normal
maupun berasal dari asupan luar tubuh (Tristantini, D., dkk., 2016).
Contoh dari anttioksidan alami, antara lain vitamin A, karotenoid, vitamin
C, vitamin E, antosianin, isoflavon, dan selenium (Sayuti K. dan Yenrina
R.,2015).
Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik merupakan senyawa yang disintesis secara
kimia. Contoh dari antioksidan sintetik antara lain
buthylatedhydroxytoluene (BHT), buthylated hidroksianisol (BHA), propil
galat dan tersbutylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat menghambat
oksidasi (Sayuti K. dan Yenrina R.,2015).
Bahan yang termasuk ke dalam fase minyak dan fase air dileburkan diatas
penangas air pada suhu 65 – 70oC di wadah yang berbeda. Fase minyak
ditambahkan ke dalam fase air dan dilakukan pengadukan dengan homogenizer
dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit agar tidak terbentuk gelembung –
gelembung dilanjutkan dengan meningkatkan kecepatan pengadukan menjadi 800
rpm selama 5 menit hingga terbentuk basis krim yang homogen. Setelah terbentuk
basis krim, ditambahkan minyak atsiri jeruk manis lalu dilakukan pengadukan
kembali sampai homogen kemudian dimasukkan ke dalam wadah (Yadav dkk,
2014 dengan modifikasi).
3.5 Analisis Komponen Kimia pada Sediaan Krim Minyak Atsiri Jeruk
Manis
Sebanyak 0,5 gram krim dilarutkan dengan 5 mL metanol p.a kemudian
krim yang telah dilarutkan disaring dengan menggunakan kertas saring hingga
didapatkan larutan jernih. Larutan yang telah didapat dianalisis dengan GC-MS
selama 33 menit.
3.6.3 Pengukuran pH
Pengukuran pH sediaan krim dilakukan menggunakan pH meter. Sebelum
dilakukan pengukuran, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dikalibrasi dengan
larutan dapar standar. Lalu elektroda dicuci dengan air suling dan dikeringkan
dengan tissue. Sediaan krim yang telah dibuat diletakkan dalam suatu wadah lalu
diukur pH nya (Lubis, E.S., dkk., 2012). Pengukuran pH dilakukan setiap minggu
selama 3 minggu.
3.7 Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Jeruk Manis dan Krim
dengan Minyak Atsiri Jeruk Manis
3.7.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,4 mM
DPPH sebanyak 4 mg dilarutkan dengan metanol pa didalam labu ukur 25
mL lalu dihomogenkan. Larutan dijaga pada suhu rendah, terlindung dari cahaya.
(Djamal dan Wijiastuti, 2015)
3.7.7 Pembuatan Larutan Uji Krim dengan Minyak Atsiri Jeruk Manis
Sebanyak 2,5 gram krim dilarutkan dengan metanol pa dalam labu ukur 25
mL. Dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi 40, 80, 160, 240 dan 320 μg/mL
dalam labu ukur 10 mL, Kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH ke dalam
labu ukur tersebut, dicukupkan volumenya sampai tanda batas dengan metanol pa
dan dihomogenkan dan didiamkan selama selama 30 menit pada suhu 370C pada
ruang gelap dan diukur serapannya pada panjang gelombang 516,2 nm dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Rahmatika, A., 2017).
% Inhibisi = x 100%
Keterangan :
4.1 Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Jeruk manis dengan GCMS
Minyak atsiri kulit buah jeruk manis dianalisis komponen kimia yang
terkandung dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry
(GCMS). Komponen minyak dari kulit jeruk manis terdiri dari limonene, mirsen,
oktanal, dekanal, sitronelal, neral, geranial, valensen, sinnsial, dan sinensial
(Seputri dkk,2010). Menurut Kamal,G.,dkk (2011) komponen utama pada minyak
atsiri kulit buah jeruk adalah limonene dan β-myrcene. Berdasarkan pada Tabel
4.1 hasil analisis komponen kimia minyak atsiri kulit buah jeruk manis
menunjukkan terdapat 9 senyawa penyusun yang diantaranya α– pinene, β-
myrcene, octanal, D-Limonene, β-linalool, decanal, D-carvone, Octanal 2-
phenylmethylene, dan hexadecene. Hasil pola kromatogram pada Gambar 4.1
memiliki puncak tertinggi di waktu retensi 4.722 yang menunjukkan keberadaan
senyawa limonene. Limonene merupakan senyawa monoterpen yang merupakan
kandungan terbesar pada minyak atsiri kulit buah jeruk manis diketahui memiliki
aktivitas sebagai antioksidan (Singh, P., dkk., 2010; Bacanli, M., dkk, 2015).
Oleh karena itu, senyawa limonene yang terkandung pada minyak atsiri kulit buah
jeruk manis dilakukan pengamatan kestabilan kandungannya di dalam sediaan
krim pada hari ke – 1 dan hari ke – 21.
d-limonene
β-Myrcene
Gambar 4.1 Pola Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis
4.2 Analisis Komponen Kimia pada Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis dengan
GCMS
Pada ketiga formula sediaan krim dilakukan analisis komponen kimia
yang bertujuan untuk mengetahui kandungan yang terdapat di dalam sediaan krim
dan juga untuk mengamati adanya komponen utama dari minyak atsiri kulit buah
jeruk manis yaitu limonene yang masih terkandung di dalam sediaan krim.
Analisis komponen kimia sediaan krim F1, F2, dan F3 dilakukan pada hari ke – 1
dan hari ke – 21. Berdasarkan pada Tabel 4.2, hasil dari pola kromatogram
menunjukkan pada hari ke - 1 maupun hari ke – 21 menunjukkan pada ketiga
formula sediaan krim adanya senyawa limonene yang terkandung. Senyawa
limonene ini memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Bacanli, M., dkk, 2015).
Pada sediaan krim, selain limonene yang terdeteksi pada sediaan, senyawa lain
yang terdeteksi antara lain gliserin, heksadekanol, metil paraben, dan asam n-
heksadekanoat. Senyawa – senyawa yang terdeteksi tersebut merupakan senyawa
– senyawa yang muncul dari bahan yang digunakan dalam pembuatan krim.
Dilihat melalui pola kromatogram dari sediaan krim F1, F2, dan F3,
sediaan krim dapat dikatakan stabil secara kimia karena pola kromatogram
menunjukkan senyawa – senyawa yang muncul pada hari ke – 1 dan hari ke – 21
heksadekanol
D - limonene
Gambar 4.2 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F1 Hari Ke – 1
heptadekanol
D - limonene
Gambar 4.3 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F1 Hari Ke – 21
heksadekanol
D - limonene
Gambar 4.4 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F2 Hari Ke – 1
pentadekanol
D - limonene
Gambar 4.5 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F2 Hari Ke – 21
heksadekanol
D - limonene
Gambar 4.6 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F3 Hari Ke – 1
heksadekanol
D - limonene
Gambar 4.7 Pola Kromatogram Sediaan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Manis F3 Hari Ke – 21
Tabel 4.2 Hasil Komponen Kimia Sediaan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis
4.3 Hasil Formulasi Sediaan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis (Citrus
aurantium dulcis).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes,
1995). Bahan dasar krim terdiri atas fase minyak dan fase air yang dicampurkan
hingga membentuk basis krim. Dalam penelitian ini, fase minyak yang digunakan
yaitu asam stearat yang berfungsi sebagai emulgator, setil alkohol sebagai
stiffening agent atau zat pengeras, dan propil paraben sebagai pengawet fase
minyak, sedangkan fase air yang digunakan yaitu gliserin yang berfungsi sebagai
humektan, trietanolamine sebagai emulgator, metil paraben sebagai pengawet fase
air, dan aquades sebagai pelarut. Pada formulasi ini, zat aktif yang digunakan
adalah minyak atsiri kulit buah jeruk manis yang penggunaaannya ditujukan
sebagai antioksidan.
Sediaan krim minyak atsiri jeruk manis dibuat dengan tipe krim minyak
dalam air (M/A) kedalam tiga formula yang memiliki perbedaan pada
konsenterasi setil alkohol. Ketiga formula tersebut dibuat dengan perbedaan setil
alkohol yaitu pada krim F1 (2%), krim F2 (4%), dan krim F3 (6%). Tujuan
dilakukannya variasi konsentrasi setil alkohol pada formula krim untuk
mendapatkan formula krim yang memiliki stabilitas fisik yang baik. Setil alkohol
pada konsentrasi 2 – 10% berfungsi sebagai stiffening agent atau pengeras dalam
suatu sediaan. Pemilihan konsentrasi setil alkohol yang digunakan dalam formula
berdasarkan optimasi yang dilakukan untuk mendapatkan konsistensi sediaan
yang kental, lembut, dan tidak keras. Setil alkohol diketahui berfungsi
meningkatkan stabilitas fisik dengan menghasilkan barrier monomolekular pada
lapisan antar muka minyak – air yang membentuk barrier mekanis untuk
mencegah terjadinya koalesen (Rowe dkk., 2009).
Langkah awal dalam pembuatan krim minyak atsiri kulit buah jeruk manis
adalah penyiapan bahan – bahan yang akan digunakan. Bahan yang termasuk ke
dalam fase minyak (asam stearat, setil alkohol, dan propil paraben) dan fase air
(gliserin, trietanolamine, metil paraben, dan aquadest) dileburkan diatas penangas
air hingga mencapai suhu 70oC. Setelah kedua fase tersebut melebur, fase minyak
ditambahkan kedalam fase air dalam keadaan panas. Campuran dihomogenkan
dengan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit
untuk mencegah terjadinya pembentukan gelembung – gelembung lalu
dilanjutkan dengan meningkatkan kecepatan menjadi 800 rpm selama 5 menit.
Minyak atsiri kulit buah jeruk manis ditambahkan kedalam masa krim setelah
suhunya mulai turun, lalu dihomogenkan kembali dengan kecepatan 200 rpm
selama 5 menit.
Pada penelitian ini, formulasi sediaan krim yang digunakan diadaptasi dari
Yadav,N.P., dkk (2014) dengan beberapa modifikasi yaitu penggunaan minyak
atsiri kulit buah jeruk manis sebagai zat aktif, konsentrasi asam stearat (6%), dan
setil alkohol (2%; 4%; 6%).
4.4 Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis (Citrus
aurantium dulcis)
4.4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Sediaan Krim
Sediaan krim yang dihasilkan harus memiliki warna, bau yang
menyenangkan, dan tekstur yang lembut dan tidak lengket dikulit. Hal ini
disebabkan karena organoleptik dari suatu sediaan berpengaruh terhadap
kenyamanan pada penggunaan. Uji organoleptik dari sediaan krim dinilai warna,
bau dan tekstur yang dihasilkan.
susu dengan bau khas jeruk dan memiliki tekstur krim yang kental, lembut dan
tidak lengket saat diaplikasikan pada kulit. Pengamatan oragnoleptik dilakukan
selama 21 hari penyimpanan. Hasil pengamatan organoleptik pada Tabel 4.3
menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 tidak mengalami perubahan pada warna, bau,
dan tekstur dari sediaan krim selama penyimpanan 21 hari.
Formula Waktu
Krim Hari – 1 Hari – 7 Hari – 14 Hari – 21
F1 7,511 7,505 7,515 7,525
F2 7,284 7,346 7,359 7,396
F3 7,055 7,138 7,149 7,203
4.4.4 Hasil Viskositas dan Sifat Alir Krim Minyak Atsiri Jeruk Manis
Viskositas dan sifat aliran merupakan suatu pernyataan tahanan dari
suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi suatu viskositas maka semakin besar
tahanannya (Sinko,P.J.,2011). Pengamatan nilai viskositas dilakukan dengan
menggunakan viscotester HAAKE 6R dengan spindel R7 pada kecepatan 2 rpm.
Hasil pengamatan viskositas pada Tabel 4.6 menunjukkan viskositas pada formula
krim F3 lebih tinggi dibandingkan dengan formula krim F1 dan F2, hal ini
disebabkan karena konsentrasi setil alkohol lebih besar yang berfungsi sebagai
stiffening agent. Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang
dipilih, proporsi fase terdispersi dan ukuran partikel (Dewi R., dkk., 2014)
Data uji viskositas dianalisis dengan uji normalitas dengan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data Uji Kolmogorov-
Smirnov menghasilkan nilai signifikansi 0,200 (p>0,05) yang artinya data uji
memenuhi persyaratan uji normalitas. Kemudian dilanjutkan uji test of
Homogenity of Variance Levene untuk mengetahui data yang dimiliki homogen
atau tidak dan hasil test menunjukkan 0,813 (p>0,05) yang artinya data homogen,
maka dapat dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA dan hasil uji menunjukkan
nilai sig 0,046 yang artinya bahwa nilai viskositas pada ketiga formula berbeda
bermakna (p<0,05). Terjadinya perbedaan bermakna antar formula dapat terjadi
karena kandungan setil alkohol sebagai stiffening agent yang berbeda – beda tiap
formula yaitu pada F1 dengan setil alkohol 2%, F2 dengan setil alkohol 4%, dan
F3 dengan setil alkohol 6%.
Pada uji sifat alir pada sediaan krim diketahui bahwa sifat alir dari ketiga
formula tersebut adalah tipe aliran plastis tiksotropik dan tidak terjadi perubahan
selama 21 hari penyimpanan. Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0), namun
memotong sumbu shearing stress paada suatu titik tertentu yang disebut yield
value (Sinko,P.J.,2011). Aliran tiksotropik merupakan aliran yang diharapkan
pada sediaan krim karena memiliki konsistensi yang tinggi dalam wadah namun
dapat dituang, dapat menyebar dengan mudah dan mampu berpentrasi yang baik
ke dalam kulit (Martin dkk., 1993). Pada aliran tiksotropik kurva menurun berada
di sebelah kiri (di atas) kurva naik, hal ini menunjukkan bahwa krim memiliki
nilai viskositas lebih rendah di setiap nilai kecepatan geser pada kurva menurun
dibandingkan dengan kurva yang menaik. Sifat alir tiksotropik terjadi disebabkan
karena adanya pemecahan struktur yang tidak terbentuk kembali dengan segera
jika tegangan tersebut dihilangkan atau dikurangi (Sinko,P.J.,2011; Dewi R., dkk.,
2014).
zat warna yaitu dengan metilen blue yang diteteskan pada permukaan krim yang
telah dioleskan pada kaca objek. Pengamatan tipe krim dilakukan pada hari ke –
1, hari ke – 7, hari ke – 14, dan hari ke – 21 dengan mikroskop perbesaran 10x,
hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa pewarnaan metilen blue tersebar
merata, hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar warna biru tersebar dan
terdapat globul – globul kecil yang tidak berwarna. Menurut Setiawati (2014),
krim dengan tipe minyak dalam air ditunjukkan dengan sebagian besar terdiri dari
warna biru dan terdapat globul – globul kecil yang tidak berwarna.
Formula Waktu
Krim Hari – 1 Hari – 7 Hari – 14 Hari – 21
F1 Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A
F2 Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A
F3 Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A Tipe M/A
Keterangan : (Tipe M/A) = tipe minyak dalam air
rata – rata yang terjadi pada sediaan krim yang dihasilkan disertai peningkatan
viskositas pada sediaan krim.
Hasil uji normalitas pada data diameter globul rata – rata dengan uji
statistik Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data Uji
Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi 0,200 (p>0,05) yang
artinya data uji memenuhi persyaratan uji normalitas dan dilanjutkan uji test of
Homogenity of Variance Levene untuk mengetahui data yang dimiliki homogen
atau tidak dan hasil test menunjukkan 0,668 (p>0,05) yang artinya data homogen,
maka dapat dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA dan hasil uji menunjukkan
nilai sig 0,603 yang artinya bahwa data uji diameter globul rata - rata pada ketiga
formula tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Waktu
Formula
Krim
Hari – 1 Hari – 7 Hari – 14 Hari – 21
F1 - - - -
F2 - - - -
F3 - - - -
Keterangan : (+) terjadi pemisahan ; (-) tidak terjadi pemisahan
Pada uji cycling test dievaluasi organoleptis yang meliputi warna, bau,
dan tekstur pada sediaan krim. Hasil evaluasi dari organoleptis pada sediaan krim
tidak mengalami perubahan setelah dilakukan cycling test. Pada uji cycling test
dilakukan uji sentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit pada ketiga
formula sediaan krim pada saat sebelum dilakukan uji cycling test dan sesudah uji
cycling test. Kecepatan sentrifugasi 3750 selama 5 jam atau 5000 – 10000 rpm
selama 30 menit dianggap setara dengan efek gaya gravitasi yang akan diterima
krim dalam penyimpanan selama 1 tahun (Lieberman, 1994). Hasil dari uji
sentrifugasi menunjukkan bahwa ketiga formula sediaan krim tidak mengalami
pemisahan fase dan menunjukkan bahwa sediaan krim bersifat stabil. Saat setelah
krim didinginkan akan terjadi pelepasan air pada krim, namum jika zat
pengemulsi dapat bekerja kembali dibawah tekanan yang diinduksi oleh es
sebelum koalesens terjadi maka sistem emulsi tersebut akan stabil dan tidak
terjadinya pemisahan fase (Dewi, R.,2014) Hal ini sesuai dengan hukum stokes
yang dimana semakin tinggi viskositas krim maka kecepatan pemisahan akan
semakin lambat dan krim semakin stabil (Pudyastuti, B., dkk., 2015).
Nilai pH dari sediaan krim pada uji sebelum dan sesudah uji cycling test
mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan nilai pH mengalami penurunan pH,
tetapi masih berada dalam rentang pH normal. Perubahan pH tersebut selama
penyimpanan dapat disebabkan oleh sediaan yang terdekomposisi oleh suhu saat
pembuatan atau penyimpanan yang menghasilkan asam atau basa. Asam dan basa
tersebut yang mempengaruhi pH sediaan. Data pH uji cycling test dilakukan
analisis dengan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan menghasilkan nilai
signikansi 0,200 (p>0,05) yang artinya data uji memenuhi persyaratan uji
normalitas. Kemudian dilanjutkan uji test of Homogenity of Variance Levene dan
menunjukkan 0,915 (p>0,05) yang artinya data telah homogen, maka dapat
dilanjutkan dengan uji independent T-Test dan hasil uji menunjukkan bahwa
perubahan nilai pH pada ketiga formula sebelum dan sesudah cycling test tidak
mengalami perubahan yang bermakna (p>0,05).
Nilai IC50 didapatkan dari seri konsentrasi dan persen inhibisi yang
diplotkan sebagai fungsi x dan y ke dalam persamaan regresi linier. Nilai IC 50
merupakan suatu konsentrasi sampel yang dapat menangkal radikal bebas sebesar
50%. Sampel yang memiliki nilai IC50 yang rendah maka akan semakin tinggi
aktivitas antioksidannya (Zuhra, dkk., 2008). Suatu sampel dikatakan memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL, kuat
jika nilai IC50 antara 50-100 μg/mL, sedang jika nilai IC50 antara 100- 150 μg
/mL, dan lemah jika nilai IC50 antara 151-200 μg/mL. Semakin kecil nilai IC50
semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Nilai AAI (Antioxidant
Activity Index) ditentukan untuk menggolongkan sifat antioksidan pada sampel.
Nilai AAI < 0,5 adalah antioksidan lemah, AAI > 0,5-1 adalah antioksidan
sedang, AAI > 1-2 adalah antioksidan kuat, dan AAI > 2 adalah antioksidan
sangat kuat (Scherer dan Godoy, 2009)
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan pada Minyak Atsiri Kulit Buah
Jeruk Manis dan Vitamin C
4.5.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Basis Krim dan Krim Minyak Atsiri
Jeruk Manis
403,306 μg/mL (AAI = 0,396). Pada ketiga formula basis krim diketahui tidak
memiliki aktivitas antioksidan yang dimana hal ini ditunjukkan dengan nilai IC 50
yang lebih besar dari 200 μg/mL.
120
110
100
F1 F2 F3
Hari ke 1"
Hari ke 21
Formula Krim
Gambar 4.8 Grafik Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengembangan formulasi sediaan krim minyak atsiri kulit
buah jeruk manis
2. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai analisis kadar dari
limonene pada sediaan krim
3. Perlu dilakukannya pengujian in-vivo untuk mengetahui efektivitas
antioksidan krim minyak atsiri kulit buah jeruk manis
Mac Tavish, Hazel and Harris, David. 2002. An Economic Study of Essential Oil
Production in The UK : A Case Study Comparing Non-UK
Lavender/Lavandin Production and Peppermint/Spearmint Production With
UK Production Techniques and Cost. ADAS Consulting Ltd.
Martin, A., Awarbick, J., & Cammarata, A. 1983. Farmasi Fisik Jilid II Edisi
ketiga terjemahan dari Physical Pharmacy oleh Joshita. Jakarta: UI Press.
Megawati dan Rosa Dwi K. 2015. Ekstraksi Minyak Atsiri Kulit Jeruk Manis
(Citrus sinensis) dengan Metode Vacuum Microwave Assisted
Hydrodistillation. Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol. 4 No. 2, Hal 39 –
47. ISSN: 2086-5465.
Milind, P. & Dev, C. 2012. Orange of Benefits. International Research Journal
Pharmachy, Vol. 3, No. 7, Hal. 59-64.
Mishra, A.K., Amrita, M., Pronobesh Chattopadhyay. 2010. Formulation and In-
Vitro Evaluation of Antioxidant Activity of O/W Sunscreen Cream
Containing Herbal Oil as Dispersed Phase. International Journal of
Biomedical Research Vol. 5, Hal 201 – 208.
Mita, N. 2015. Formulasi Krim Dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Berkhasiat Antioksidan. Journal of Tropical Pharmacy and Chemistry Vol.
3. No. 1, Hal. 12 – 21.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal
Science and Technology. Vol. 26 No. 2, Hal : 211-219.
Musfiroh, E., dan Syarief S. H. 2012. Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas
Nanopartikel Emas dengan Berbagai Konsentrasi sebagai Material
Antiaging dalam Kosmetik.UNESA Journal of Chemistry Vol. 1(2). : 18-
25.
Nirmala, Ayu. 2015. Antioksidan Alternatif untuk Menangkal Bahaya Radikal
Bebas pada Kulit. Journal of Islamic Science and Technology Vol. 1, No. 1
Hal. 63 – 68.
Nisa, K. dan Erisa S. 2016. Tomat sebagai Anti Penuaan Kulit. Medical Journal
of Lampung University Vol. 5 No. 3, Hal. 73 – 78.
Nuraziza, Seniwati, dan R. Waris. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Daun Arbenan (Duchesnea indica (Jacks.) Focke) dengan Metode DPPH.
As – Syifaa. Vol. 9, No. 2, Hal 154 – 164. ISSN : 2085-4714
Nurdianti, L., dan Rahmiyani, I. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak
Daun Mangga (Mangifera indica L) Terhadap DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazil). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Vol 16 No. 1, Hal.
50-56
Perdanakusuma, D. S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
Surabaya : Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran.
Pham-Huy, L.A., Hua He, Chuong, P., 2008. Free Radicals, Antioxidants in
Disease and Health. International Journal of Biomedical Science. Vol 4 No.
2 Hal. 89 – 96.
Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E.2001. Antioxidant Activity. Medallion
Laboratories Analytical Progress, Vol 19 (2).
Pudyastuti, B., Marchaban, dan R. Kuswayuning. 2015. Pengaruh Konsentrasi
Xantham Gum terhadap Stabilitas Fisik Krim Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas Vol. 12, No. 1, Hal. 6 – 14. ISSN:
1693-5683
Rahmatika, Amalia. 2017. Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim
Ekstrak Etanol 70% Daun Ashitaba (Angelica keiskei Koidz) dengan Setil
Alkohol sebagai Stiffening Agent. Skripsi. Program Studi Farmasi. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P., 2010. Formulasi Krim Minyak
Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): Uji Sifat
Fisik dan Daya Antijamur terhadap Candida albicans secara In Vitro.
Majalah Obat Tradisional Vol. 15 No. 2, Hal. 56 – 63.
Rieger, M.M. 2000, Harry’s Cosmeticology 8th edition. New York: Chemical
Publishing Co. Inc.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quin, S.C., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 6th Edition, London : Pharmaceutical Press.
Rukmana, H.R. 2003. Jeruk Manis. Yogyakarta: Kanisius. Hal 12 – 13.
Safitri, N,A., Oktavia E.P., dan Valentina, Y., 2014. Optimasi Formula Sediaan
Krim Ekstrak Stroberi (Fragaria x ananassa) sebagai Krim Anti Penuaan.
Majalah Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Vol. 1,
No.4
Sahu, K. R., Kar, M., dan Routray, R. 2013. DPPH Free Radical Scavenging
Activity of Some Leafy Vegetables Used by Tribals of Odisha, India.
Journal of Medicinal Plants Studies. Volume: 1, Issue: 4. Hal: 21 – 27.
Sayuti, Kesuma dan Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang:
Andalas University Press.
Scherer, R., dan Godoy, H.T. 2009.Antioxidant Activity Index (AAI) By The 2,2-
Diphenyl-1-Picrylhydrazyl Method. Food Chem. Vol. 112, Hal. 654-658.
Setiawati, E. Nursal, F. K,. dan Elfiyani, R. 2014. Pengaruh Peningkatan
Konsentrasi Setil Alkohol Sebagai Pengental Terhadap Stabilitas Fisik Krim
Tipe M/A Ekstrak Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Roscoe).
Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah : Jakarta.
Sen, S., R. Chakraborty, C. Sridharl, Y.S.R. Reddy, & B. De. 2010. Free radicals,
antioxidants, diseases and phytomedicines: Current status and future
prospect. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research., Vol. 3 No. 1, Hal. 91-100.
Sharon, N., Anam, S., dan Yuliet,.2013. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak
Etanol Bawang Hutan (Eleutherine palmifolia L., Merr). Jurnal of Natural
Science Fakultas Farmasi MIPA, Universitas Tadulako. ,Vol. 2 No.3 Hal.
111-122.
Sinko, P. J. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi 5,
diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, 706, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Singh, P., Ravindra, S., Bhanu, P., Ashok Kumar, Shubhra S., Prashant K.M.,
Nawal K.D., 2010. Chemical profile, antifungal, antiaflatoxigenic and
antioxidant activity of Citrus maxima Burm. and Citrus sinensis (L.) Osbeck
essential oils and their cyclic monoterpene, DL-limonene. Food and
Chemical Toxicology Vol. 48, Hal. 1734 – 1740.
Sudaryani dan Sugiharti, Endang. 1990. Budidaya dan penyulingan Nila. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tristantini, D.; Alifah I.; Bhayangkara T. P.; Jason G. J., 2016. Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH Pada Daun Tanjung
(Mimusop elengi L), Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”. ISSN 1693-4393.
Widodo, Hendra. 2013. Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker. Yogyakarta : D –
Medika.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius
Windono, T., Soediman, S., Yudawati, U., Ermawati, E., Srielita, Erowati, T.
I.,2001, Uji Peredam radikal Bebas Terhadap 2,2-Diphenyl-1- picryhidrazil
(DDPH) dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.)
Probolinggo biru dan Bali. Artikel Hasil Penelitian Artoarpus, Vol 1
No.1,Hal 34-43.
Wungkana, I., Edi, S., Lidya M., 2013. Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya
Fraksi Fenolik dari Limbah Tongkol Jantung. Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat
Vol. 2 No. 4.
Yadav, N.P., Vinet.K.R,Nidhi,M., Priyam, S., Dnyaneshwar, U.B., Anirban,
P.,Arun K.T., dan Chandan S.C., 2014. A Novel Approach for
Development and Characterization of Effective Mosquito Repellent Cream
Formulation Containing Citronella Oil. Biomed Research International.
Young, Anne. 2002. Practical Cosmetic Science, 39-40, Mills and Boon Limited,
London.
Yu, L. 2008. Wheat Antioxidants. United States Of America: Wiley.
Zuhra, C., F., Trigan, J., B., Sihotang, H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid dari Daun Katuk. Jurnal Biologi Sumatera. Volume 3.
LAMPIRAN
Perhitungan % Inhibisi,
Nilai IC50 dan AAI
Analisis Data
V1 M1 = V2 M2
V1 M1 = V2 M2
V1 x100 ppm = 10 ml x 2 ppm
V1 = 0,2 mL = 200 μL (jumlah yang dipipet dalam larutan induk 100
ppm)
V1 M1 = V2 M2
V1 M1 = V2 M2
V1 M1 = V2 M2
Hari 1
Hari 7
Hari 14
Hari 21
Hari 1
Hari 7
Hari 14
Hari 21
Hari 1
Hari 7
Hari 14
Hari 21
KURVA VISKOSITAS
180000
160000
VISKOSITAS (cPs) 140000
120000
100000
F1
80000
F2
60000
40000 F3
20000
0
0 5 10 15 20 25
WAKTU
Gambar 6.2 Kurva Sifat Alir Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis pada
Hari ke – 1
Gambar 6.3 Kurva Sifat Alir Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis pada
Hari ke – 7
Gambar 6.4 Kurva Sifat Alir Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis pada
Hari ke – 14
Gambar 6.5 Kurva Sifat Alir Krim Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis pada
Hari ke – 21
Hari 1
Hari 7
Hari 14
Hari 21
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Pengujian_pH ,184 12 ,200 ,910 12 ,211
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
2. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat homogen atau tidaknya varian data pH sediaan
krim
1,583 2 9 ,258
Kesimpulan : Data hasil pengujiam pH memperlihatkan homogen
ANOVA
Pengujian_pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kesimpulan : Hasil pengujian pH sediaan krim sebelum Cycling Test dan sesudah
Cycling Test tidak mengalami perbedaan yang bermakna ditunjukkan dengan nilai
Sig 0,790 (p>0,05)
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
2. Pengujian homogenitas
Tujuan : untuk melihat homogen atau tidaknya varian data uji viskositas
sediaan krim
,211 2 9 ,813
ANOVA
viskositas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
2) Pengujian homogenitas
Tujuan : untuk melihat homogen atau tidaknya varian data uji diameter
globul rata – rata
,423 2 9 ,668
Absorbansi Vitamin C
0,433
1 0,432 0,432 38,102
0,433
0,379
2 0,378 0,378 45,875
0,378
0,329
3 0,329 0,329 52,932
0,329
0,289
4 0,289 0,289 58,607
0,290
0,230
5 0,222 0,224 67,858
0,222
Lampiran 15. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Kulit Buah
Jeruk Manis
Absorbansi DPPH
0,454
40 0,455 0,454 37,562
0,454
0,397
80 0,397 0,397 45,350
0,399
0,275
160 0,282 0,280 61,475
0,284
0,154
240 0,156 0,155 78,607
0,157
0,108
320 0,107 0,107 85,203
0,108
y = 0,1776x + 31,805
50 = 0,1776x + 31,805
Lampiran 16. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Krim Minyak Atsiri Kulit
Buah Jeruk Manis
1. Krim F1 Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis
Absorbansi DPPH Hari Ke – 1
Perhitungan nilai IC50 Krim F1 minyak atsiri kulit buah jeruk manis
Hari ke – 1 : y = a + bx
y = 0,177x + 29,077
50 = 0,177x + 29,077
Hari ke – 21 : y = a + bx
y = 0,1763x + 27,429
50 = 0,1763x + 27,429
Perhitungan nilai IC50 Krim F2 minyak atsiri kulit buah jeruk manis
Hari ke – 1 : y = a + bx
y = 0,1812x + 27,698
50 = 0,1812x + 27,698
Hari ke – 21 : y = a + bx
y = 0,1807x + 26,053
50 = 0,1807x + 26,053
Perhitungan nilai IC50 Krim F3 minyak atsiri kulit buah jeruk manis
Hari ke – 1 : y = a + bx
y = 0,1822x + 26,139
50 = 0,1822x + 26,139
Hari ke – 21 : y = a + bx
y = 0,1798x + 25,152
50 = 0,1798x + 25,152
2. Basis Krim F2
Absorbansi DPPH
y = a + bx
y = 0,0868x + 15,805
50 = 0,0868x + 15,805
3. Basis Krim F3
Absorbansi DPPH
y = a + bx
y = 0,0862x + 15,235
50 = 0,0862x + 15,235
AAI =
AAI F2 hari ke – 1 =
AAI F2 hari ke – 21 =
AAI F3 hari ke – 1 =
AAI F3 hari ke – 21 =
Lampiran 19. Hasil Statistik T-test Uji Aktivitas Antioksidan Krim Minyak
Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis
1. Pengujian Normalitas
Tujuan : untuk melihat data yang diuji terdistribusi normal atau
tidak
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
2. Hasil Analisis statistik T – test pada uji aktivitas antioksidan pada sediaan
krim
Tujuan : mengetahui apakah adanya perubahan yang bermakan
pada uji aktivitas antioksidan pada sediaan krim minyak
atsiri kulit buah jeruk manis
Lampiran 20. Sertifikat Analisa Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis