NIM : A2021211116 SEMESTER :1 KELAS :B MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU DOSEN PENGAMPU : BAKRAN SUNI Ph.D (Dr)
1. Filsafat bersifat preskriptif artinya filsafat pendidikan mengkhususkan tujuan-
tujuannya, yaitu bahwa pendidikan seharusnya mengikuti tujuan-tujuan itu dan cara- cara yang umum harus digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Filsafat pendidikan bersifat analitik tatkala filsafat pendidikan berupaya menjelaskan pernyataan-pernyataan spekulatif dan preskriptif, menguji rasionalitas ide-ide pendidikan, baik konsistensinya dengan ide-ide yang lain maupun cara-cara yang berkaitan dengan adanya distorsi pemikiran. Konsepkonsep pendidikan diuji secara kritis; demikian pula dikaji juga apakah konsepkonsep tersebut memadai ataukah tidak ketika berhadapan dengan fakta yang sebenarnya. Filsafat pendidikan berusaha menjelaskan banyak makna yang berbeda yang berhubungan dengan berbagai istilah- istilah yang banyak digunakan dalam lapangan pendidikan seperti ”kebebasan”, ”penyesuaian”. ”pertumbuhan”, ”pengalaman”, ”kebutuhan”, dan ”pengetahuan”. Penjernihan istilah-istilah akan sampai pada hal-hal yang bersifat hakiki, maka kajian filsafati tentang pendidikan akan ditelaah oleh cabang filsafat yang bernama metafisika atau ontologi. Ontologi menjadi salah satu landasan dalam filsafat pendidikan. Selain itu, kajian pendidikan secara filsafati memerlukan pula landasan epistemologis dan landasan aksiologis. Contohnya Logika Aristoteles mempengaruhi cara berfikir umat manusia selama dua ribu tahun. Logika jenis ini merupakan empat jenis aturan penalaran atau yang disebut juga penalaran silogistik. Dia juga mengembangkan aturan untuk pembuatan alasan berantai yang jika diikuti tidak akan pernah menghasilkan simpulan yang salah bila premis–premisnya benar. Yang masuk akal, rangkaian-rangkaian dasar adalah silogisme. Silogisme adalah pasangan dalil yang digabungkan akan memberikan suatu simpulan yang baru. Contohnya, “Semua manusia akan mati” dan “Semua orang Yunani adalah manusia” menghasilkan simpulan yang logis yaitu “Semua orang Yunani akan mati”. 2. Berpikir kritis adalah kemampuan dalam menggunakan nalar pada tingkat tertinggi untuk berfikir secara jelas dan rasional tentang apa yang dikerjakan atau apa yang dipercayai. Konsep dan prinsip dalam berpikir kritis adalah menganalisis, menilai, dan mengembangkan pemikiran. Dengan kata lain, seorang pemikir kritis mampu membuat pemikiran mereka sendiri dalam hal akurasi, presisi, kejelasan, relevansi, kedalaman, signifikansi, logika, dan keadilan. Selain itu, seorang pemikir kritis memiliki 4 core skills. Pertama dan kedua adalah Curiosity and Creativity yaitu keinginan untuk belajar lebih dalam mencari bukti serta terbuka untuk ide-ide baru dan kemudian memiliki kreativitas ketika ide-ide itu digabungkan dan menciptakan sebuah konsep atau pemikiran baru. Ketiga adalah Skeptisisme atau memiliki “keraguan yang baik” tentang informasi baru. Sehingga tidak serta merta mempercayai semua informasi yang ditemukan. Keempat adalah kerendahan hati. Sikap bijak ketika mengetahui pendapat dan ide yang disampaikan salah dan perlu perbaikan. Untuk melatih pemikiran kritis yang baik, kamu perlu menerapkan rasa ingin tahu dan kreativitas. Langkah strategisnya cari apa pun yang mungkin mendukung gagasan bahwa cuka mencegah variasi penyakit atau mungkin gagasan yang menyanggah ide ini. Selain itu pertimbangkan sumber informasi dan jumlah sumber dalam pengambilan keputusan. 3. Dimensi Ontologi adalah bidang pokokfilsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menuruttata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, adaalam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dantertib dalam keharmonisan. Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas) pengetahuan. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologi, sehingga dikenal dengan adanya model-model epiostemologi. Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai tentang sesuatu tergantung pada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing manusia memang mempunyai tujuan sendiri. 4. Etika disebut juga Filsafat Moral. Etika membicarakan tentang pertimbanganpertimbangan tentang tindakan-tindakan baik buruk, susila tidak susila dalam hubungan antar manusia. Etika dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan moral dari kata mores yang berarti cara hidup atau adat. Ada perbedaan antara etika dan moral. Moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang sedang dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Sedangkan etika adalah adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai yang ada, Jadi etika sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang membahas sistem nilai (moral) yang berlaku. Moral itu adalah ajaran system nilai baik-buruk yang diterima sebagaimana adanya, tetapi etika adalah kajian tentang moral yang bersifat kritis dan rasional. Dalam perspektif ilmu, istilah ajaran moral Jawa berbeda dengan Etika Jawa dalam hal cakupan pembahasannya. Banyak pendapat tentang etika, dalam tulisan ini sengaja hanya dikutip sedikit pendapat yang memadai. Esensi pembeda antara manusia dan makhluk lain adalah pada aspek moralnya. Pada morallah manusia menemukan esensi kemanusiaannya, sehingga etika dan moral seharusnya menjadi landasan tingkah laku manusia debgan segala kesadarannya. Ketika norma moral (moralitas) tidak ditakuti/dihargai maka masyarakat akan kacau. Moralitas mempunyai nilai yang universal, dimana seharusnya menjadi spirit landasan tindakan manusia. Norma moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam hidup manusia. Norma moral lebih besar pengaruhnya dari pada norma sopan santun (pendapat masyarakat pada umumnya), bahkan dengan norma hukum yang merupakan produk dari penguasa. Atas dasar norma morallah orang mengambil sikap dan menilai norma lain. Norma lain seharusnya mengalah terhadap norma moral.