Anda di halaman 1dari 27

WALIKOTA PEKANBARU

PROVINSI RIAU

PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU


NOMOR TAHUN 2021
TENTANG
KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN DAN
PENURUNAN STUNTING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKANBARU,

Menimbang : a. bahwa terjadinya stunting pada balita di Kota


Pekanbaru dapat menghambat upaya peningkatan
kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh faktor yang
bersifat multi dimensi;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang
merupakan program prioritas nasional diperlukan upaya
percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan
secara holistik, integratif dan berkualitas melalui
koordinasi, sinergi dan sinkronisasi di antara pemangku
kepentingan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Walikota tentang Konvergensi
Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil Dalam
Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 19);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5360), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah

2
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6402);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6202);
8. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 172);
9. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Nomor Kep 42/M.PPN/HK/04/2020 tentang
Penetapan Perluasan Kabupaten/Kota Lokasi Fokus
Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Tahun 2021;
10. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2017
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Tahun 2017-2022 (Lembaran Daerah Kota
Pekanbaru Tahun 2017 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Tahun 2017-2022 (Lembaran Daerah Kota Pekanbaru
Tahun 2020 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah
Kota Pekanbaru Nomor 6);
11. Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 234 Tahun 2020
tentang Pelimpahan Kewenangan Walikota Kepada
Camat untuk Melaksanakan Sebagian Urusan
Pemerintahan Daerah (Berita Daerah Kota Pekanbaru
Tahun 2020 Nomor 234);
12. Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 39 Tahun 2021
tentang Pedoman Pembentukan dan Pembinaan
Institusi Masyarakat Perkotaan (Berita Daerah Kota
Pekanbaru Tahun 2021 Nomor 39);

3
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KONVERGENSI


PERCEPATAN PENCEGAHAN DAN PENURUNAN STUNTING.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Pekanbaru.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Pekanbaru.
3. Walikota adalah Walikota Pekanbaru.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah selanjutnya
disingkat Bappeda adalah Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru.
7. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah
kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat.
8. Kelurahan adalah bagian wilayah dari Kecamatan sebagai
perangkat Kecamatan.
9. Kader Pembangunan Manusia yang selanjutnya disingkat
KPM adalah kader Kelurahan berasal dari Kader
Posyandu, Kader Pendamping Keluarga / KB, Guru
PAUD, dan kader kesehatan lainnya yang mendapatkan
tugas khusus terkait dengan program konvergensi
pencegahan dan penurunan stunting.
10. Konvergensi adalah merupakan pendekatan penyampaian
intervensi yang dilakukan secara terkoordinir,
terintegrasi, dan bersama-sama untuk mencegah
stunting kepada sasaran prioritas.

4
11. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan
infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar yang
ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
12. Upaya perbaikan gizi adalah kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat
dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dan/atau masyarakat.
13. Intervensi Spesifik adalah intervensi yang ditujukan
kepada anak dalam 1.000 (seribu) Hari Pertama
Kehidupan, pada umumnya dilakukan oleh sektor
kesehatan dan bersifat jangka pendek.
14. Intervensi Sensitif adalah intervensi yang ditujukan
melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor
kesehatan dengan sasaran masyarakat umum.
15. Surveilans gizi adalah proses pengamatan secara
teratur dan terus menerus yang dilakukan terhadap
semua aspek penyakit gizi, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat
tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan.
16. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah
cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
17. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan
dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman
lain.
18. Inisiasi Menyusui Dini adalah proses menyusui segera
yang dilakukan dalam satu jam pertama setelah bayi
lahir.

5
19. Satu jam pertama kelahiran bayi adalah saat paling
penting karena di masa satu jam pertama ini, terjadi
fase kehidupan yang mempengaruhi proses menyusui.

Pasal 2
Azas-azas percepatan pencegahan dan penurunan stunting
adalah:
a. bertindak cepat dan akurat, artinya dalam upaya
penanganan stunting, tenaga gizi terlatih harus berindak
sesuai prosedur tetap pelayanan gizi dan kode etik profesi;
b. penguatan kelembagaan dan kerja sama, artinya dalam
upaya penanganan stunting dibutuhkan dukungan lintas
program dan sektor lainnya;
c. transparansi, artinya azas yang menentukan bahwa dalam
segala hal yang berhubungan dengan penanganan stunting
harus dilakukan secara terbuka;
d. peka budaya, artinya azas yang menentukan bahwa dalam
segala hal yang berhubungan dengan penanganan stunting
harus memperhatikan sosial budaya gizi daerah setempat;
dan
e. akuntabilitas, artinya azas yang menentukan bahwa dalam
segala hal yang berhubungan dengan penanganan stunting
harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab.

Pasal 3
Percepatan pencegahan dan penurunan stunting dimaksudkan
untuk meningkatkan gizi perseorangan, keluarga dan
masyarakat melalui:
a. perbaikan pola konsumsi makanan;
b. perbaikan perilaku sadar gizi;
c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan
d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Pasal 4
Percepatan pencegahan dan penurunan stunting bertujuan
untuk meningkatkan status gizi masyarakat.

6
Pasal 5
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Walikota ini
meliputi:
a. pilar dan aksi konvergensi;
b. intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif;
c. peran Perangkat Daerah dan Kelurahan;
d. percepatan pencegahan dan penurunan stunting;
e. edukasi, pelatihan dan penyuluhan gizi;
f. penelitian dan pengembangan;
g. penguatan kelembagaan;
h. KPM;
i. penajaman sasaran wilayah percepatan pencegahan dan
penurunan stunting;
j. peran serta masyarakat;
k. pencatatan dan pelaporan;
l. kerja sama; dan
m. pembiayaan.

BAB II
PILAR DAN AKSI KONVERGENSI

Pasal 6
Pilar percepatan pencegahan dan penurunan stunting
dilaksanakan dengan aksi bersama meliputi:
a. komitmen pimpinan Daerah;
b. kampanye dengan fokus pada pemahaman, perubahan
perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas;
c. konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program
nasional, Daerah dan masyarakat;
d. mendorong kebijakan ketahanan pangan dan gizi; dan
e. pemantauan dan evaluasi.

Pasal 7
Aksi percepatan pencegahan dan penurunan stunting
dilakukan secara konvergensi dengan melibatkan lintas

7
program dan lintas sektor terkait yang dilaksanakan dalam 8
aksi, yaitu:
a. analisa situasi;
b. rencana kegiatan;
c. rembuk stunting;
d. Peraturan Walikota terkait peran kelurahan dalam
konvergensi percepatan pencegahan dan penurunan
stunting;
e. peningkatan kapasitas KPM;
f. manajemen data;
g. pengukuran dan publikasi; dan
h. revieu kinerja tahunan.

BAB III
INTERVENSI GIZI SPESIFIK DAN INTERVENSI
GIZI SENSITIF
Bagian Kesatu
Sasaran

Pasal 8
(1) Sasaran kegiatan percepatan pencegahan dan penurunan
stunting, meliputi:
a. sasaran untuk intervensi gizi spesifik; dan
b. sasaran untuk intervensi gizi sensitif.
(2) Sasaran untuk intervensi gizi spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. remaja;
b. calon pengantin;
c. ibu hamil;
d. ibu menyusui; dan
e. anak berusia 0 (nol) - 59 (lima puluh sembilan) bulan.
(3) Sasaran untuk intervensi gizi sensitif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu masyarakat umum,
khususnya keluarga.

Bagian Kedua
Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik

8
Pasal 9
(1) Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran remaja
dan calon pengantin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) huruf a dan huruf b, meliputi:
a. pendataan jumlah dan sebaran remaja putri dan ibu
hamil;
b. kampanye pentingnya mengkonsumsi Tablet Tambah
Darah dan pemberian Tablet Tambah Darah;
c. pendidikan gizi signifikan untuk meningkatkan
pengetahuan gizi dan pemenuhan kebutuhan zat gizi;
d. pelaksanaan bimbingan perkawinan/kursus pra
nikah, muatan ditambahkan dengan pentingnya
kesehatan reproduksi khususnya 1000 HPK;
e. pembinaan perkawinan terhadap usia remaja dan
usia sekolah, Persiapan Kehidupan Berkeluarga bagi
Remaja (PKBR) di Pusat Informasi Konseling (PIK)
Remaja jalur sekolah dan masyarakat serta kelompok
kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR) dalam rangka
mencegah pernikahan usia muda;
f. bimbingan masa nikah, konsultasi keluarga, dan
pendampingan keluarga; dan
g. pemberian materi oleh penyuluh agama kepada
pendamping keluarga.
(2) Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c,
meliputi:
a. memberikan makanan tambahan pada ibu
hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis;
b. mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat;
c. mengatasi kekurangan iodium;
d. menanggulangi kecacingan pada ibu hamil; dan
e. melindungi ibu hamil dari malaria.
(3) Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu
menyusui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf d, meliputi:

9
a. mendorong Inisiasi Menyusui Dini; dan
b. mendorong pemberian ASI Eksklusif.
(4) Kegiatan intervensi gizi spesifik dengan sasaran anak
berusia 0 (nol) - 59 (lima puluh sembilan) bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e,
meliputi:
a. mendorong pemberian ASI Eksklusif hingga usia 6
(enam) bulan;
b. mendorong melanjutkan pemberian ASI hingga usia
23 (dua puluh tiga) bulan didampingi oleh
pemberian makanan pendamping ASI;
c. menyediakan obat cacing;
d. menyediakan suplementasi zink;
e. memberikan perlindungan terhadap malaria;
f. memberikan imunisasi lengkap; dan
g. melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

Bagian Ketiga
Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif

Pasal 10
Kegiatan intervensi gizi sensitif dengan sasaran masyarakat
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
meliputi:
a. menyediakan dan memastikan akses pada air bersih;
b. menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi;
c. menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan
Keluarga Berencana (KB);
d. menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
e. memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua;
f. memberikan pendidikan anak usia dini universal;
g. memberikan pendidikan gizi masyarakat;
h. memberikan edukasi kesehatan seksual dan
reproduksi, serta gizi pada remaja;
i. menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga
miskin;
j. meningkatkan ketahanan pangan dan gizi; dan

10
k. kegiatan pendukung lainnya yang dilakukan oleh
seluruh elemen masyarakat.

BAB IV
PERAN PERANGKAT DAERAH DAN KELURAHAN
Bagian Kesatu
Bappeda

Pasal 11
Peran Bappeda meliputi:
a. penguatan koordinasi dalam memastikan perencanaan
dan penganggaran program, kegiatan dan sub kegiatan
intervensi konvergensi percepatan pencegahan dan
penurunan stunting pada lokasi fokus oleh Perangkat
Daerah terkait;
b. advokasi penerapan kebijakan konvergensi stunting;
c. mengkoordinasikan pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program, kegiatan dan sub kegiatan kovergensi stunting;
dan
d. mengkoordinasikan pelaporan program, kegiatan dan sub
kegiatan konvergensi stunting.

Bagian Kedua
Dinas Kesehatan

Pasal 12
Peran Dinas Kesehatan meliputi:
a. memastikan layanan intervensi gizi spesifik diterima oleh
sasarannya;
b. penguatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan;
dan
c. melaksanakan pengolahaan data terkait status gizi balita.

11
Bagian Ketiga
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Pemberdayaan Masyarakat

Pasal 13
Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak
dan Pemberdayaan Masyarakat meliputi:
a. menyiapkan perumusan kebijakan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi terkait dengan kegiatan
pemberdayaan masyarakat khususnya penanganan
stunting di tingkat Kelurahan;
b. melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi terkait
dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat khususnya
penanganan stunting di tingkat Kelurahan; dan
c. mendorong peran serta Tim Penggerak Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dalam upaya pencegahan
dan penanganan stunting.

Bagian Keempat
Dinas Ketahanan Pangan

Pasal 14
Peran Dinas Ketahanan Pangan meliputi:
a. penanganan daerah rawan pangan;
b. pengembangan kelurahan mandiri pangan;
c. optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai sumber
pangan dan gizi;
d. kampanye makanan Beragam Bergizi Seimbang dan Aman
(B2SA);
e. penyediaan peta ketahanan dan kerentanan pangan; dan
f. menjamin ketahanan pangan dan keamanan pangan.

Bagian Kelima
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman

Pasal 15

12
Peran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman meliputi:
a. menyusun program/kegiatan, indikator, pendanaan dan
lokasi dalam rangka peningkatan akses air minum dan
sanitasi;
b. melakukan koordinasi lintas sektor terkait peningkatan
akses air minum dan sanitasi;
c. mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sarana dan prasarana air minum dan sanitasi;
d. melaksanakan pembangunan/ rehabilitasi/ peningkatan/
pemeliharaan sumber air bersih dan sanitasi; dan
e. melaksanakan pemantauan dan evaluasi sarana dan
prasarana air minum dan sanitasi.

Bagian Keenam
Dinas Sosial

Pasal 16
Peran Dinas Sosial meliputi:
a. melakukan verifikasi, validasi dan update Basis Data
Terpadu (BDT) bersama Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil;
b. memberikan bantuan sosial terhadap ibu hamil dan bayi 2
(dua) tahun melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan
Program Bantuan Pangan Non Tunai sesuai dengan
petunjuk teknis; dan
c. memberikan edukasi sesi pengambangan keluarga/ Family
Development Session (FDS) peningkatan kesehatan dan gizi
bagi ibu hamil dan balita melalui Program Keluarga
Harapan (PKH).

Bagian Ketujuh
Dinas Pendidikan

Pasal 17
Peran Dinas Pendidikan meliputi:

13
a. memberikan makanan tambahan melalui program
pengembangan anak usia dini;
b. memberikan pendampingan kepada orang tua (kelas
parenting mengenai gizi dan kesehatan keluarga);
c. melakukan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak; dan
d. memberikan pendidikan pengasuhan kepada orang tua.

Bagian Kedelapan
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

Pasal 18
Peran Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
a. menyediakan akses layanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB);
b. memberikan Pendidikan pengasuhan pada orang tua;
c. melakukan pembinaan/penyuluhan cegah stunting melalui
Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR);
d. memberikan pendampingan edukasi, advokasi pada Forum
Generasi Berencana yang dibentuk di
kelurahan/kecamatan; dan
e. memfasilitasi pengembangan kapasitas KPM.

Bagian Kesembilan
Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik

Pasal 19
Peran Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan
Statistik meliputi:
a. melakukan tata kelola data dan informasi konvergensi
percepatan pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi mulai dari Kelurahan, Kecamatan dan
Pemerintah Daerah; dan
b. mendorong sinergi penyebarluasan informasi yang
berkaitan dengan konvergensi percepatan pencegahan dan
penurunan stunting.

14
Bagian Kesepuluh
Kecamatan

Pasal 20
Peran Kecamatan meliputi:
a. melakukan sosialisasi kebijakan percepatan pencegahan
dan penurunan stunting kepada Kelurahan dan
masyarakat;
b. memfasilitasi pelaksanaan musyawarah antar Kelurahan
terkait percepatan pencegahan dan penurunan stunting;
c. melakukan monitoring pelaksanaan program/ kegiatan
konvergensi stunting di Kelurahan; dan
d. melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam
pelaksanaan program/kegiatan konvergensi stunting.

Bagian Kesebelas
Kelurahan

Pasal 21
Peran Kelurahan meliputi:
a. pemetaan permasalahan stunting di Kelurahan;
b. menetapkan prioritas program dan kegiatan untuk
mendukung pencegahan stunting;
c. memfasilitasi pelaksanaan rembuk stunting tingkat
Kelurahan;
d. melakukan sosialisasi kebijakan percepatan pencegahan
dan penurunan stunting kepada masyarakat;
e. menyusun pemutakhiran data stunting secara berkala;
f. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program/ kegiatan
konvergensi stunting di Kelurahan; dan
g. melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam
pelaksanaan program/kegiatan konvergensi stunting.

BAB V
STRATEGI PERCEPATAN PENCEGAHAN DAN
PENURUNAN STUNTING
Bagian Kesatu

15
Gerakan Peduli Seribu Hari Pertama Kehidupan

Pasal 22
(1) Gerakan Peduli Seribu Hari Pertama Kehidupan
merupakan komitmen bersama antara Pemerintah
Daerah dan masyarakat sebagai gerakan partisipasi
untuk percepatan pencegahan dan penurunan stunting.
(2) Gerakan Peduli Seribu Hari Pertama Kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui
penggalangan partisipasi dan kepedulian para pemangku
kepentingan secara terencana dan terkoordinasi terhadap
kebutuhan gizi janin maupun bayi pada seribu hari
pertama kehidupannya.
(3) Gerakan Peduli Seribu Hari Pertama Kehidupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan antara lain:
a. penandatanganan deklarasi stunting oleh
Pemerintah Daerah, masyarakat dan pemangku
kepentingan terkait;
b. komunikasi, edukasi dan pemberian informasi baik
formal maupun informal;
c. kampanye diberbagai media;
d. pemberian penghargaan bagi masyarakat yang peduli
terhadap percepatan pencegahan dan penurunan
stunting; dan/atau
e. kegiatan lain yang mendukung.

Bagian Kedua
Pemberdayaan dan Kemandirian Keluarga

Pasal 23
(1) Dalam upaya percepatan pencegahan dan penurunan
stunting dilakukan strategi edukasi kesehatan dan gizi
melalui pemberdayaan dan kemandirian keluarga.
(2) Strategi edukasi kesehatan dan gizi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terkait upaya promotif
dan preventif melalui intervensi perubahan perilaku

16
individu dan masyarakat, serta menyentuh sasaran yang
paling utama yaitu keluarga.
(3) Pemberdayaan dan kemandirian keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
peningkatan kemampuan keluarga untuk mengenali,
menilai dan melakukan tindakan secara mandiri yang
didampingi oleh tenaga kesehatan secara berkala,
kontinu dan terintergrasi.
(4) Pemberdayaan dan kemandirian keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilihat dari berbagai
indikator, yang meliputi:
a. keluarga menyadari pentingnya kesehatan dan gizi;
b. keluarga mengetahui apakah anggota keluarganya
mengalami masalah kesehatan dan gizi;
c. keluarga mengetahui apa yang harus dilakukan; dan
d. keluarga memanfaatkan dan berupaya mengakses
pelayanan kesehatan yang disediakan.

Bagian ketiga
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Pasal 24
(1) Dalam upaya mempercepat percepatan pencegahan dan
penurunan stunting dilakukan gerakan masyarakat
hidup sehat.
(2) Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan untuk menyinergikan
tindakan/upaya promotif dan preventif masalah stunting
serta meningkatkan produktivitas masyarakat.
(3) Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. peningkatan aktivitas fisik;
b. peningkatan perilaku hidup sehat;

17
c. penyediaan pangan aman dan sehat serta percepatan
perbaikan gizi;
d. peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;
e. peningkatan kualitas lingkungan; dan
f. peningkatan edukasi hidup sehat.
(4) Gerakan masyarakat hidup sehat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikampanyekan oleh Dinas Kesehatan dan
seluruh Perangkat Daerah.

BAB VI
EDUKASI, PELATIHAN DAN PENYULUHAN GIZI
Bagian Kesatu
Edukasi Gizi

Pasal 25
(1) Edukasi gizi diselenggarakan dalam upaya menciptakan
pemahaman yang sama tentang hal-hal yang terkait
dengan gizi.
(2) Edukasi gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pengertian gizi;
b. masalah gizi;
c. faktor-faktor yang mempengaruhi masalah gizi; dan
d. praktik-praktik yang baik dan benar untuk
memperbaiki keadaan gizi.
(3) Edukasi gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara periodik oleh Dinas Kesehatan
dan pihak terkait.

Bagian Kedua
Pelatihan Gizi

Pasal 26
(1) Pelatihan gizi diselenggarakan dalam upaya
peningkatan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan masyarakat dalam upaya percepatan
pencegahan dan penurunan stunting yang berkualitas.

18
(2) Pelatihan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara periodik oleh Dinas Kesehatan
dan pihak terkait.

Bagian Ketiga
Penyuluhan Gizi

Pasal 27
(1) Penyuluhan gizi kepada masyarakat dalam upaya
penanggulangan stunting diselenggarakan di dalam
gedung dan di luar gedung.
(2) Penyuluhan gizi di dalam gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui konseling gizi di
Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
sebagai bagian dari upaya kesehatan perorangan.
(3) Penyuluhan gizi di luar gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan di Posyandu dan pertemuan
kelompok masyarakat.
(4) Penyuluhan gizi dalam upaya percepatan pencegahan
dan penurunan stunting juga dapat dilakukan selain di
tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kondisi masyarakat.

BAB VII
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GIZI

Pasal 28
(1) Penelitian dan pengembangan gizi dilakukan guna
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna
di bidang gizi dalam rangka menentukan intervensi yang
tepat dalam percepatan pencegahan dan penurunan
stunting.
(2) Penelitian dan pengembangan gizi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

BAB VIII

19
PENGUATAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Koordinasi Penyelenggaraan di Tingkat Kota

Pasal 29
(1) Walikota bertanggungjawab atas percepatan, pencegahan
dan penurunan stunting di Daerah.
(2) Tanggungjawab atas percepatan pencegahan dan
penurunan stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara teknis dikoordinasikan oleh Bappeda.
(3) Dalam rangka menyelenggarakan percepatan pencegahan
dan penurunan stunting di tingkat kota Walikota
menetapkan tim percepatan pencegahan dan penurunan
stunting tingkat kota.
(4) Tim percepatan pencegahan dan penurunan stunting
tingkat kota bertugas mengkoordinasikan,
menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan
percepatan pencegahan dan penurunan stunting di
tingkat kota dan kecamatan.
(5) Tim percepatan pencegahan dan penurunan stunting
tingkat kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan
Anggota yang berasal dari Perangkat Daerah dan
Pemangku Kepentingan, termasuk Tim Penggerak
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP- PKK).
(6) Susunan keanggotaan tim percepatan pencegahan dan
penurunan stunting tingkat kota disesuaikan dengan
kebutuhan Pemerintah Daerah.
(7) Tim Percepatan pencegahan dan penurunan stunting
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Walikota.

Bagian Kedua
Koordinasi Penyelenggaraan di Tingkat Kelurahan

Pasal 30

20
(1) Dalam rangka menyelenggarakan percepatan pencegahan
dan penurunan stunting di tingkat kelurahan, Lurah
menetapkan Tim Percepatan Pencegahan dan Penurunan
Stunting tingkat kelurahan.
(2) Tim Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting
tingkat kelurahan bertugas mengoordinasikan,
menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan
percepatan pencegahan dan penurunan stunting di
tingkat kelurahan.
(3) Tim Percepatan pencegahan dan penurunan stunting
tingkat kelurahan melibatkan:
a. tenaga kesehatan paling sedikit mencakup bidan,
tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan;
b. Penyuluh Keluarga Berencana dan/atau Petugas
Lapangan Keluarga Berencana;
c. Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(TP-PKK);
d. Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa
(PPKBD) dan/ atau Sub-PPKBD/ Kader
Pembangunan Manusia (KPM), kader, dan/atau
unsur masyarakat lainnya
(4) Tim Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting
tingkat kelurahan sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Anggota.
(5) Tim Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting
tingkat kelurahan dikoordinasikan dan diketuai oleh
Lurah.
(6) Susunan keanggotaan tim Percepatan Penurunan
Stunting tingkat kelurahan disesuaikan dengan
kebutuhan Pemerintah kelurahan yang ditetapkan
melalui Keputusan Lurah.

BAB IX
KADER PEMBANGUNAN MANUSIA

Pasal 31

21
(1) KPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
huruf d adalah warga masyarakat kelurahan yang
bertugas membantu tim dalam memfasilitasi
pelaksanaan integrasi pencegahan dan penurunan
stunting di tingkat kelurahan dengan kriteria sebagai
berikut :
a. berasal dari warga masyarakat kelurahan setempat;
b. berpengalaman sebagai kader masyarakat,
diutamakan bidang pembangunan manusia seperti
Kader Posyandu, guru PAUD, kader kesehatan dan
kader pemberdayaan masyarakat lainnya minimal
selama 2 (dua) tahun;
c. memiliki kemampuan komunikasi yang baik;
d. pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA);
dan
e. bisa mengoperasikan Microsoft Office.
(2) KPM minimal 1 (satu) orang per kelurahan yang
ditetapkan dengan Keputusan Lurah;
(3) KPM dalam menjalankan tugasnya dapat diberikan
insentif, sarana dan prasarana untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan tugas yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber
pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
Tugas KPM meliputi:
a. mensosialisasikan kebijakan konvergensi percepatan,
pencegahan dan penurunan stunting kepada masyarakat
kelurahan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap stunting melalui pengukuran tinggi badan bayi
dan balita sebagai deteksi dini stunting.
b. mendata dan mengidentifikasi sasaran rumah tangga
1.000 HPK melalui peta sosial kelurahan dan pengkajian
kondisi kelurahan.
c. memantau layanan pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi terhadap sasaran rumah tangga 1.000 HPK

22
untuk memastikan setiap sasaran mendapatkan layanan
yang berkualitas.
d. memfasilitasi suami dan/atau bapak serta keluarga dari
anak usia 0 (nol) – 23 (dua puluh tiga) bulan untuk
mengikuti kegiatan konseling gizi serta kesehatan ibu dan
anak,
e. memfasilitasi masyarakat kelurahan untuk berpartisipasi
aktif dalam perencanaan, pelaksaaan, dan pengawasan
program/kegiatan pembangunan kelurahan untuk
pemenuhan layanan gizi spesifik dan sensitif.

Pasal 33
KPM bekerja memfasilitasi pencegahan stunting di kelurahan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. tahap 1: Pemetaan Sosial dan Pendataan Sasaran
Rumah Tangga 1.000 HPK;
b. tahap 2 : Diskusi Kelompok Terarah (FGD) di kelurahan;
c. tahap 3 : Rembuk Stunting di tingkat kelurahan;
d. tahap 4 : Advokasi Pencegahan stunting Di kelurahan;
e. tahap 5 : Pelaksanaan Konvergensi Pencegahan Stunting di
kelurahan; dan
f. tahap 6 : Pemantauan Layanan Pencegahan Stunting.

Pasal 34
(1) Setiap KPM berhak mendapatkan fasilitasi
pengembangan kapasitas berupa pelatihan dasar dan
kegiatan pembelajaran lainnya.
(2) Pelatihan dasar sebagaimana dimaksud ayat (1)
diberikan sebelum KPM menjalankan tugas.
(3) Kegiatan pembelajaran lainnya sebagaimana dimaksud
ayat (1) diberikan kepada KPM pada saat sudah
bertugas.
(4) Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dengan
berkoordinasi kepada Perangkat Daerah terkait.

23
BAB X
PENAJAMAN SASARAN WILAYAH PERCEPATAN
PENCEGAHAN DAN PENURUNAN STUNTING

Pasal 35
(1) Dalam upaya percepatan pencegahan dan penurunan
stunting dilakukan penajaman sasaran wilayah
intervensi.
(2) Penajaman sasaran wilayah percepatan pencegahan dan
penurunan stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pertimbangan yang meliputi:
a. jumlah kasus balita stunting;
b. prevalensi kejadian stunting;
c. tingkat cakupan layanan intervensi gizi;
d. tingkat kemiskinan; dan
e. komitmen pemangku kepentingan di tingkat
kelurahan.
(3) Penajaman sasaran wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan oleh Tim Percepatan Pencegahan
Dan Penurunan Stunting tingkat kelurahan dan kota.

BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 36
(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan
serta seluas-luasnya dalam mewujudkan peningkatan
status gizi individu, keluarga dan masyarakat.
(2) Dalam rangka percepatan pencegahan dan penurunan
stunting dan intervensinya, masyarakat kelurahan dapat
menyampaikan permasalahan, masukan dan/atau cara
pemecahan masalah mengenai hal-hal di bidang
kesehatan dan gizi.
(3) Pemerintah Daerah membina, mendorong dan
menggerakkan swadaya masyarakat di bidang gizi dan
percepatan pencegahan dan penurunan stunting agar
dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.

24
BAB XII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 37
(1) Setiap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan harus melaksanakan pencatatan dan
pelaporan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
balita usia 0 (nol) – 59 (lima puluh sembilan) bulan.
(2) Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan mendorong
tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan
dalam melakukan pencatatan dan pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi informasi.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berjenjang.

Pasal 38
Seluruh Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 sampai dengan Pasal 21 wajib melaporkan
pelaksanaan kegiatan intervensi konvergensi percepatan
pencegahan dan penurunan stunting kepada Walikota melalui
Bappeda.

BAB XIII
KERJASAMA

Pasal 39
(1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan aksi konvergensi
percepatan pencegahan dan penurunan stunting
Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan
pihak lain.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan pemanfaatan bagi upaya

25
percepatan pencegahan dan penurunan stunting sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
PEMBIAYAAN

Pasal 40
Pendanaan bagi pelaksanaan upaya percepatan pencegahan
dan penurunan stunting bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Kota Pekanbaru.

Ditetapkan di Pekanbaru
pada tanggal

WALIKOTA PEKANBARU,

FIRDAUS

Diundangkan di Pekanbaru
pada tanggal

26
SEKRETARIS DAERAH KOTA PEKANBARU,

MUHAMMAD JAMIL

BERITA DAERAH KOTA PEKANBARU TAHUN 2021 NOMOR

27

Anda mungkin juga menyukai