Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN EVIDENCED-BASED PRACTICE

PENGARUH DIET TINGGI SERAT TERHADAP KONSTIPASI


PADA SDRI. H DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI FECAL DI
KELURAHAN NGAWEN KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN
BLORA

Disusun Oleh:

Gracia Ayu Christina

PROGRAM STUDI NERS SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Serat makanan adalah polisakarida non pati yang terdapat dalam semua
makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh
baik untuk kesehatan. Serat terdiri atas dua golongan, yaitu serat larut air dan
tidak larut air. Serat tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin
yang banyak terdapat dalam dedak beras, gandum, sayuran, dan buah –
buahan. Serat golongan ini dapat melancarkan defekasi sehingga mencegah
obstipasi, hemoroid, dan diverticulosis. Serat larut air yaitu pectin, gum dan
mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang – kacangan, sayur,
dan buah – buahan. Serat golongan ini dapat mengikat asam empedu sehingga
dapat menurunkan absorpsi lemak dan kolestrol darah, sehingga menurunkan
resiko, mencegah, atau meringankan penyakit jantung coroner dan
disiplidemia. Pada umumnya, makanan serat tinggi mengandung energi
rendah, dengan demikian dapat membantu menurunkan berat badan. Diet
Serat Tinggi menimbulkan rasa kenyang sehingga menunda rasa lapar.

B. Tujuan Diet
Tujuan Diet Serat Tinggi adalah untuk memberi makanan sesuai
kebutuhan gizi yang tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltic usu
agar defekasi berjaan normal.

C. Syarat Diet
Syarat – syarat Diet Serat Tinggi adalah:
1) Energi cukup, sesuai dengan umur, gender, dan aktivitas.
2) Protein cukup, yaitu 10%-15% dari kebutuhan energi total
3) Lemak cukup, yaitu 10%-25% dari kebutuhan energi total
4) Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total
5) Vitamin dan Mineral tinggi, terutama vit B untuk memelihara kekuatan
otot saluran cerna
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Konstipasi atau yang sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem
pencernaan dimana seseorang mengalami kesulitan untuk buang air besar
sebagai akibat dari feses yang mengeras. 
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

B. Penyebab Konstipasi
 Kebiasaan BAB tidak teratur, sering menahan BAB
 Diet rendah serat (sayur, buah, dll),
 Kurang cairan (asupan cairan kurang)
 Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
 Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
 Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi.

C. Penanganan Konstipasi
 Makan makanan tinggi serat. Sumber serat antara lain adalah sayur-
sayuran, buah-buahan seperti pepaya, roti gandum utuh, atau sereal.
 Minum minimal 8 gelas air sehari, kecuali anda memiliki kondisi medis
yang mengharuskan anda membatasi asupan cairan. Minuman seperti kopi
dan teh memiliki efek dehidarsi sehingga harus dihindari hingga pola
defekasi anda sudah normal.
 Olahraga teratur/ latihan rentang gerak
 Jangan terlalu sering menahan BAB

D. Yang harus dilakukan jika sudah terjadi konstipasi:


 Minum ekstra 2-4 gelas air, gunakan air hangat terutama di pagi hari.
 Tambahkan buah-buahan dalam diet anda
 Minum susu dapat dicoba untuk meningkatkan pergerakan usus anda
 Jangan sembarang menggunakan pencahar tanpa konsultasi dengan dokter
karena dapat memperberat konstipasi yang anda alami.
BAB III
METODOLOGI

A. Topik : Pengaruh Diet Tinggi Serat Terhadap Konstipasi


B. Sub Topik : Pengertian Diet Tinggi Serat
C. Hari/Tanggal : Rabu, 29 September 2021
D. Waktu / Jam : 10-15 Menit / 11.00 – 11.15 WIB
E. Tempat : Kediaman sdri. H di Kec. Ngawen Kab. Blora.
F. Sasaran : Sdra. H dan keluarga
G. Penyuluh : Gracia Ayu Christina

TUJUAN instruksional UMUM (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien mengetahui cara – cara pencegahan dan
penatalaksanaan konstipasi serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari.

TUJUAN instruksional KHUSUS (TIK)


Setelah diberikan penyuluhan selama 10-15 menit pasien mampu :
 Menjelaskan pengertian konstipasi
 Menyebutkan 4 dari 6 penyebab konstipasi
 Meyebutkan 3 dari 4 penanganan konstipasi
 Menyebutkan 3 dari 4 tindakan yang harus dilakukan saat konstipasi

MATERI
1. Pengertian konstipasi
2. Penyebab konstipasi
3. Penanganan konstipasi
4. Hal yang harus dilakukan saat konstipasi

METODA
Ceramah dan Tanya Jawab

MEDIA
Leaflet
KEGIATAN PENYULUHAN
No Tahapan waktu Kegiatan pembelajaran Kegiatan peserta
1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab
(2 menit) 2. Memperkenalkan diri 2. Mendengark
an dan memperhatikan
3. Kontrak waktu 3. Menyetujui
4. Menjelaskan 4. Mendengark
tujuan pembelajaran an dan memperhatikan
5. Apersepsi konsep 5. Menjawab
kosntipasi
2 Kegiatan Inti 1. Menjelaskan mengenai 1. Mendengarkan dan
( 10 menit ) pengertian konstipasi memperhatikan
2. Menjelaskan penyebab
konstipasi 2. Mendengarkan dan
3. Menjelaskan cara memperhatikan
penanganan konstipasi 3. Mendengarkan dan
4. Menjelaskan hal yang memperhatikan
harus dilakukan saat 4. Mendengarkan dan
konstipasi memperhatikan
5. Memberikan 5. Bertanya
kesempatan peserta
untuk bertanya
3 Penutup 1. Mengajukan 3 1. Menjawab
3 menit pertanyaan tentang
materi pembelajaran.
2. Kesimpulan dari 2. Mendengarkan
pembelajaran dan memperhatikan
3. Salam penutup 3. Menjawab
salam
BAB IV

LAPORAN KEGIATAN

A. PICO
Hasil pengkajian pada hari Senin, 27 September 2021 Sdri. H mengeluh Sdri. H
mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB. Sdri. H juga mengatakan perut rasanya
begah. Berdasarkan pengkajian tersebut, intervensi yang dapat dilakukan pada penerima
manfaat Sdri. H yaitu dengan memberikan diet tinggi serat untuk mengatasi konstipasi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Inan (2007) tentang konstipasi


fungsional pada anak menyatakan bahwa ada hubungan antara ketidakcukupan
asupan serat makanan dengan konstipasi. Penelitian yang dilakukan oleh Eva
(2015) dengan sasaran konstipasi fungsional pada anak juga menyatakan bahwa
ketidakcukupan konsentrasi asupan serat makanan berpengaruh secara signifikan
terhadap kejadian konstipasi. Hal ini membuktikan bahwa asupan serat makanan
yang memenuhi kecukupan asupan serat perhari dapat mengurangi resiko
konstipasi fungsional.

B. Tinjauan Kasus
Sdri. H (22 tahun) tinggal di Ngawen Kabupaten Blora. Sdri. H mengeluh
Sdri. H mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB. Sdri. H mengatakan sering
susah BAB tetapi tidak tahu harus bagaimana untuk mengatasinya. klien juga
mengatakan tidak pernah melakukan aktivitas seperti olahraga atau jogging,
sering tidak teratur makan terkadang 1-2x sehari, dan jarang minum air putih ±3-4
gelas per hari. Sebelumnya sering makan makanan yang kering/tanpa sayur
Pemeriksaan yang telah dilakukan perawat pada Sdri. H pada hari Senin, 27
September 2021 yaitu:

- KU baik, Kesadaran Composmentis, GCS 15 E 4 M6 V5


- TD: 120/70 mmHg
- Suhu: 36,5oC
- Nadi: 76x/menit
- Pernafasan: 21x/menit
- Abdomen terasa mengeras, bising usus tidak terdengar
C. Dasar Pembanding

Diet tinggi serat berlandaskan pada jurnal penelitian yang disusun oleh
Intan Claudina, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara asupan serat makanan
dengan kejadian konstipasi fungsional pada remaja. Apabila serat cukup
sesuai dengan kebutuhan, maka konsistensi feses pun akan menjadi lembut,
bervolume dan dapat dikeluarkan dengan lancar sehingga tidak terjadi
konstipasi. Hal ini dikarenakan serat makanan memiliki kemampuan
mengikat air di alam kolon yang membuat volume feses menjadi lebih besar
dan akan merangsang saraf pada rektum yang
kemudian menimbulkan keinginan untuk defekasi sehingga feses lebih
mudah dieliminir (Hardinsyah, 1994).
Berdasarkan penelitian diatas menjadi dasar penulis untuk
membuktikan kebenaran dari kejadian konstipasi setelah dilakukan diet tinggi
serat, disini saya akan melakukan dengan mengedukasi tentang pengertian,
tujuan, manfaat dan apa saja yang termasuk ke dalam diet tinggi serat.

D. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah dengan mengedukasi


diet tinggi serat. Adapun materi yang disampaikan, yaitu sebagai berikut:

1. KONSTIPASI

Adalah kesulitan atau susah buang air besar atau jarang buang air
besar. Dikatakan sembelit apabila frekuensi buang air besar secara
tuntas dan spontan kurang dari tiga kali per minggu

2. Gejalanya adalah...

a. Tinja keras, kering, sulit dikeluarkan, menimbulkan sensasi


buang air besar yang tidak tuntas

b. Kembung dan ketidaknyamanan perut.


c. Dalam kasus parah dan lama, nyeri punggung bawah,
perdarahan rektum, atau wasir dapat terjadi.

3. DIET TINGGI SERAT

Diet tinggi serat adalahpenanganan konstipasi dengan melakukan


modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi.

4. Jenis Makanan Yang Dianjurkan Dalam Diet Tinggi Serat

a. Karbohidrat: Beras merah dan roti gandum

b. Protein nabati: kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, atau


olahan kacang-kacangan seperti tempe

c. Sayuiran: Daun singkong, daun papaya, brokoli, pare, kacang


panjang, buncis dan ketimun.

d. Buah: Jeruk (dengan selaputnya), nanas, mangga, salak, pisang,


papaya, sirsak, apel, anggur, belimbing, pir, dan jambu biji
E. Hasil

Hasil Implementasi Diet Tinggi Serat

Diet Tinggi Serat


Hari/ Tanggal/ Jam Sebelum diberi asupan Setelah diberi asupan
diet tinggi serat diet tinggi serat
Kamis, 30 Oktober Konstipasi Tidak konstipasi
2021

F. Diskusi

Implementasi yang dilakukan ini menunjukkan hasil bahwa diet tinggi


serat berpengaruh pada kejadian konstipasi yang dialami oleh Sdri. H. Hal ini
didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Claudina (2018) menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan konsistensi
feses sebesar p=0,016, yang artinya apabila serat cukup sesuai dengan
kebutuhan, maka konsistensi feses pun akan menjadi lembut, bervolume dan
dapat dikeluarkan dengan lancar sehingga tidak terjadi konstipasi (Claudia,
2018). Penelitian lainnya yang dilakukan pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Pucang Gading Semarang yang menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara asupan serat dengan kejadian konstipasi yaitu p=0,013
(Sugiyanto, 2015).

Penyebab umum konstipasi fungsional adalah kegagalan merespons


dorongan buang air besar, asupan serat dan cairan yang tidak tercukupi yang
dapat menyebabkan dehidrasi serta kelemahan otot perut (Porth, 2009).
Berbagai penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara kurangnya
asupan serat makanan dengan kejadian konstipasi. Serat makanan tidak dapat
dicerna oleh enzim pencernaan manusia, namun di dalam usus besar terdapat
bakteri kolon yang dapat menguraikan serat makanan menjadi komponen
serat. Serat memiliki kemampuan mengikat air di dalam usus besar yang
membuat volume feses menjadi lebih besar dan merangsang syaraf rektum
sehingga menimbulkan rasa ingin defekasi. Asupan serat yang rendah dapat
menyebabkan masa feses berkurang dan sulit untuk buang air besar.
BAB
V
PENUT
A. Kesimpula
UP
n

Hasil pemberian asupan serat makanan dan cairan berperan penting


dan menjadi faktor utama dalam kejadian konstipasi. Ketika klien tidak
banyak minum dan tidak suka makan buah-buahan dan sayur-sayuran maka
hal tersebut dapat menunjang klien untuk mengalami konstipasi. Perlu untuk
dilakukanya penambahan wawasan dan pengetahuan pada klien dan
keluarga dalam mengendalikan asupan makanan yang berserat dan banyak
minum air putih.
DAFTAR PUSTAKA

Claudina, Intan. (2018). Hubungan Asupan Serat Makanan dan Cairan


Dengan Kejadian Konstipasi Fungsional Pada Remaja
Di Sma Kesatrian 1 Semarang. Semarang: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Eva F. (2015). Prevalensi Konstipasi dan Faktor Risiko Konstipasi Pada
Anak. Denpasar: Universitas Udayana.
Inan M., Aydiner CY., Tokuc B., Akusa, B., Ayvaz S.,Ayhan S. (2007).
Factors Associated With Childhood Constipation. J Paediatr Child
Health; 43(10):700-6.
Porth CM, Mattson C, Matfin G. (2009). Pathophysiology Concepts Of
Altered Health States. 8th ed. China: Wolters Kluwer Health
Lippincott Williams and Wilkin.

Anda mungkin juga menyukai