Anda di halaman 1dari 37

Materi ke – 09 dan 10

AKUNTANSI BIAYA
SISTEM PRODUKSI – LANJUTAN

R. M. JUKADI NATALEGAWA, SE.AK. MM. CA


NIDN : 0422067505

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tridharma


2021
Pertemuan 9 dan 10

Sistem Produksi – Lanjutan


PENDAHULUA N

Pada pertemuan sebelumnya telah membahas mengenai sistem kos proses,


terutama mengenai konsep sistem kos proses, perbedaan sistem kos proses
dan sistem kos pekerjaan - order, akuntansi sistem kos proses, unit
ekuivalen, dan laporan kos produksi.

Laporan kos produksi yang dibahas pertemuan sebelumnya masih


merupakan laporan kos produksi dengan kondisi yang
disederhanakan. Penyederhanaan ini terkait dengan tidak
dipertimbangkan adanya produk dalam proses awal dan juga tidak adanya
penambahan bahan di departemen berikutnya. Dalam dunia nyata tentu
saja kondisi yang terjadi sering kali lebih kompleks daripada yang telah
kita bahas di pertemuan sebelumnya.
Pada materi ini, kita akan membahas lebih mendalam mengenai sistem
kos produksi, terutama pada penyusunan laporan kos produksi.
Penyusunan laporan kos produksi di modul ini akan membahas mengenai
kondisi adanya produk dalam proses awal, penambahan bahan di
departemen berikutnya, dan perlakuan atas produk rusak, produk cacat,
bahan sisa, dan bahan sisa buangan. Dengan mempertimbangkan
kondisi-kondisi tersebut maka secara otomatis akan menambah
kompleksitas laporan kos produksi yang disusun. Sebagai orang yang
bertugas menyusun laporan kos produksi, kondisi-kondisi tersebut
harus Anda pertimbangkan agar dalam penentuan kos produksi
produk selesai atau jadi dan produk dalam proses akhir tidak
mengalami kekeliruan dan informasi yang diberikan merupakan
informasi yang akurat yang dapat digunakan oleh manajemen baik
untuk tujuan perencanaan, pengendalian, evaluasi maupun pengambilan
keputusan.
Materi ini juga untuk menangani adanya produk dalam proses
awal, dalam penyusunan laporan kos produksi akan digunakan dua metode.
Metode pertama adalah rata-rata berbobot (weighted average) dan masuk
pertama keluar pertama atau first-in-first-out (FIFO).
Akuntansi Biaya z

Bagian terakhir dari modul ini akan membahas mengenai produk rusak,
produk cacat, bahan sisa, dan bahan buangan. Bagaimana perlakuan dari hal-
hal tersebut secara akuntansi dalam sistem kos proses akan dibahas.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda mampu untuk:
1. menjelaskan pengaruh penambahan bahan baku setelah departemen
pertama;
2. menyusun laporan kos produksi dengan adanya penambahan bahan
baku;
3. menyusun laporan kos produksi dengan kondisi adanya produk dalam
proses awal, baik dengan menggunakan metode rata-rata berbobot
(weighted average) maupun dengan metode masuk pertama keluar
pertama (MPKP) atau first-in-first-out (FIFO);
4. perlakuan akuntansi atas adanya produk rusak, produk cacat, bahan sisa,
dan bahan sisa buangan.
Laporan Kos Produksi – Penambahan Bahan
Baku setelah Departemen Pertama

D alam banyak proses produksi di perusahaan manufaktur, bahan baku


hanya digunakan di departemen awal saja dan di departemen-
departemen berikutnya hanya mengolah hasil dari departemen awal dengan
menggunakan tenaga kerja langsung dan overhead pabrik (konversi). Akan
tetapi, beberapa perusahaan manufaktur dalam proses produksinya
mensyaratkan adanya penambahan bahan baku tidak hanya di departemen
awal, tetapi juga di departemen setelahnya. Bahan baku yang ditambahkan
setelah departemen pertama dapat memiliki pengaruh sebagai berikut.

1. Tidak ada penambahan jumlah unit yang diproduksi, tetapi terdapat


penambahan kos produksi. Ketika penambahan bahan baku setelah
departemen pertama dan jumlah unit yang diproduksi tidak bertambah
maka tidak terdapat perubahan prosedur dalam penyusunan laporan kos
produksi. Departemen berikutnya yang menambahkan bahan baku dalam
prosesnya, akan memperlakukannya sebagaimana kos konversi. Contoh
penambahan bahan baku di departemen berikutnya tanpa adanya
penambahan kuantitas adalah penambahan ban pada perusahaan
perakitan mobil. Ban adalah bahan baku (mengapa?), tetapi penambahan
ban ini tidak akan menambah jumlah unit mobil yang dihasilkan.
2. Peningkatan jumlah unit yang diproduksi, tetapi tidak ada penambahan
kos produksi. Contoh penambahan bahan baku yang akan meningkatkan
jumlah unit yang diproduksi, tetapi tidak menambah kos produksi adalah
penambahan air pada perusahaan cat. Tentu saja ini dengan asumsi
bahwa air diperoleh tanpa kos. Penambahan air pada cat akan menambah
volume (jumlah unit) dari cat tersebut, tetapi karena air diperoleh secara
gratis maka tidak ada penambahan pada kos produksi. Prosedur
penyusunan laporan kos produksi akan berbeda dengan kondisi nomor 1.
3. Peningkatan jumlah unit yang diproduksi disertai dengan penambahan
kos produksi. Contohnya, penambahan gula pada perusahaan pembuat
sirup karena gula memiliki kos dan penambahan gula akan menambah
volume (jumlah unit) sirup yang diproses.
Akuntansi Biaya z

Dalam proses produksi yang menggunakan bobot (weight) atau volume


untuk mengukur unit produksi, pada umumnya penambahan bahan baku di
departemen berikutnya akan berpengaruh pada peningkatan jumlah unit
dan/atau kos produksi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan manufaktur
mengukur produknya dengan ukuran liter (volume). Departemen A
memproses 10.000 liter produk dan seluruhnya ditransfer ke Departemen B.
Di Departemen B ditambahkan bahan baku sebanyak 2.500 liter.
Penambahan ini akan menyebabkan volume produk menjadi 12.500 liter.
Penambahan ini dapat sekaligus meningkat kos produksi atau tidak.
Berikut ini contoh bagaimana penambahan bahan baku di departemen
berikutnya menyebabkan adanya peningkatan jumlah unit produksi.
Asumsikan bahwa PT Segar Manis memproduksi juice jeruk kualitas nomor
satu dengan menggunakan proses produksi yang konstan dan sistem kos
proses. Terdapat dua departemen yang tugasnya memproses juice jeruk
hingga siap dijual ke pelanggan, yaitu sebagai berikut.

Departemen A: Proses produksi yang berjalan di departemen ini adalah


mengambil sari jeruk dari buahnya.
Departemen B: Proses produksi di departemen ini adalah menambahkan
gula dan air pada sari jeruk transferan dari Departemen A,
kemudian mengemasnya dalam kemasan satu liter.

Berikut ini adalah laporan produksi (Gambar 9.1 dan 9.2) dan data
kos Departemen A dan B pada bulan April 20XX.
Gambar 9.1.
Laporan Produksi Departemen A bulan April 20XX

LAPORAN PRODUKSI

Untuk bulan yang berakhir 30 April 20XX


Departemen A

Produk dalam proses awal -


Tingkat penyelesaian PDP awal -
Unit dimasukkan ke proses 50.0 00
Diterima dari Departemen - Jumlah -
Ditransfer ke Departemen B Jumlah 40.0 00
Ditransfer ke Gudang produk jadi -
Produk dalam proses akhir 10.0 00
Estimasi tingkat penyelesaian PDP akhir BB 100%; Konversi 20%

Keterangan
-

Roni
Supervisor

Gambar 9.2.
Laporan Produksi Departemen B bulan April 20XX

LAPORAN PRODUKSI

Untuk bulan yang berakhir 30 Apr il 20XX


Departemen B

Produk dalam proses awal -


Tingkat penyelesaian PDP awal -
Unit dimasukkan ke proses
Diterima dari Departemen A Jumlah 40.000
Ditambahkan ke proses 10.000
Ditransfer ke Departemen - Jumlah -
Ditransfer ke Gudang produk jadi 45.000
Produk dalam proses akhir 5.000
Estimasi tingkat penyelesaian PDP akhir BB 100%; Konversi 70%

Keterangan
-

Amin
Supervisor
Akuntansi Biaya z

Departemen
A B
Produk dalam proses akhir:
Departemen A (BB 100%, konversi 20%) 10.000
Departemen B (BB 100%, konversi 70%) 5.000

Kos:
Bahan baku Rp300.000.000 Rp120.000.000
Tenaga kerja langsung 168.000.000 97.000.000
Overhead pabrik 84.000.000 48.500.000

Tabel 9.1 menunjukkan laporan kos produksi Departemen A dan


Tabel 9.2 menunjukkan laporan kos produksi Departemen B. Laporan
kos produksi dalam kondisi terdapat penambahan bahan baku di
Departemen B yang mengakibatkan adanya penambahan volume unit
yang diproses, tidak memengaruhi penyusunan laporan produksi
Departemen A. Laporan produksi Departemen A disusun dengan
prosedur yang sama dengan yang sudah kita bahas dipertemuan
sebelumnya sehingga di pertemuan ini tidak akan dibahas lagi. Anda
dianjurkan untuk membuka kembali materi sebelumnya untuk mengingat
kembali prosedur penyusunan laporan kos produksi, sedangkan
prosedur penyusunan laporan kos produksi Departemen B
mengalami beberapa modifikasi. Beberapa modifikasi tersebut adalah
sebagai berikut.

Langkah 1: Kuantitas. Jumlah unit transferan dari Departemen A


harus dimodifikasi karena adanya penambahan jumlah unit di Departemen
B akibat penambahan bahan baku. Informasi unit ditambahkan ke
produksi harus ditunjukkan dalam skedul ini. Jumlah unit transferan
dari Departemen A sebanyak 40.000 ditambah dengan unit ditambahkan
ke produksi sebesar 10.000 unit. Total unit diproses di Departemen B
menjadi 50.000 unit.

Langkah 2: Unit ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen tetap sama


dengan yang telah kita bahas di pertemuan sebelumnya. Perbedaan
hanya terkait dengan jumlah unit.

Langkah 3: Kos dipertanggungjawabkan. Modifikasi dilakukan


pada penentuan kos unit produk yang diperoleh dari Departemen A.
Kos unit dihitung dengan membagi kos total transferan dari Departemen
A dengan jumlah unit produk yang telah disesuaikan sehingga kos
dari Departemen A sebesar Rp480.000.000 dibagi 50.000 unit. Kos unit total
merupakan penjumlah kos per unit transferan dari Departemen A (setelah
adanya penyesuaian jumlah unit) ditambah dengan kos total ditambahkan di
Departemen B.

Langkah 4: Kos pertanggungjawaban. Penentuan kos total pertanggung-


jawaban menggunakan prosedur yang sama dengan yang telah dibahas
sebelumnya.

Tabel 9.1.
Laporan Kos Produksi Departemen A

PT Segar Manis
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 30 April 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Unit dimasukkan ke proses 50.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 40.000
Produk dalam proses akhir 10.000 50.000

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 40.000 40.000
Produk dalam proses akhir:
10.000 × 100% 10.000
10.000 × 20% 2.000
Unit ekuivalen Total 50.000 42.000

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp300.000.000 50.000 Rp6.000
Tenaga kerja langsung 168.000.000 42.000 4.000
Overhead pabrik 84.000.000 42.000 2.000
Kos total dipertanggungjawabkan Rp552.000.000 Rp12.000

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke Departemen B (40.000 × Rp12.000) Rp480.000.000


Produk dalam proses - akhir:
Bahan baku (10.000 × Rp6.000) Rp60.000.000
Tenaga kerja langsung (2.000 × Rp4.000) 8.000.000
Overhead pabrik (2.000 × Rp2.000) 4.000.000 Rp72.000.000
Kos total pertanggungjawaban Rp552.000.000
Akuntansi Biaya z

Tabel 9.2.
Laporan Kos Produksi Departemen B
PT Segar Manis
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 30 April 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Unit diterima dari Departemen A 40.000
Unit ditambahkan ke produksi 10.000 50.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 45.000
Produk dalam proses akhir 5.000 50.000

Ekuivalen Produksi
Tenaga Overhead
Kerja Pabrik
Unit selesai dan ditransfer ke Produk Jadi 45.000 45.000
Produk dalam proses akhir:
5.000 × 100% 5.000
5.000 × 70% 3.500
Unit ekuivalen Total 50.000 48.500

Kos Dipertanggungjawabkan
Unit Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos transferan dari Dep A:
Tranfer-masuk 40.000 Rp480.000.000 40.000 Rp12.000
Unit ditambahkan ke produksi 10.000
Unit dan kos unit disesuaikan 50.000 50.000 Rp9.600
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp120.000.000 50.000 Rp2.400
Tenaga kerja langsung 97.000.000 48.500 2.000
Overhead pabrik 48.500.000 48.500 1.000
Kos total ditambahkah Rp265.500.000 Rp5.400
Kos total dipertanggungjawabkan Rp745.500.000 Rp15.000

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke Produk Jadi (45.000 × Rp15.000) Rp675.000.000


Produk dalam proses - akhir:
Kos dari Dep. A (5.000 × Rp9.600) Rp48.000.000
Bahan baku (3.500 × Rp2.400) Rp12.000.000
Tenaga kerja langsung (3.500 × Rp2.000) 7.000.000
Overhead pabrik (3.500 × Rp1.000) 3.500.000 Rp70.500.000
Kos total pertanggungjawaban Rp745.500.000
L A TIH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!

1) Jelaskan beberapa pengaruh penambahan bahan baku di departemen


berikutnya dan berikan juga contoh perusahaannya. Carilah contoh di
luar yang sudah kita bahan di kegiatan belajar ini.
2) Berikut ini adalah data produksi dan kos produksi PT Jaya Raya pada
bulan Juni 20XX.
Departemen
1 2
Unit:
Unit masuk ke proses 7.200
Ditransfer ke Departemen 2 6.500
Diterima dari Departemen 1 6.500
Penambahan unit di Departemen 2 1.500
Ditransfer ke produk jadi 7.400

Produk dalam proses akhir:


BB 1/5; Konversi 2/7 ?
BB 1/3; Konversi 3/4 ?

Kos produksi:
Bahan baku Rp132.280.000 Rp63.800.000
Tenaga kerja langsung 120.600.000 41.190.000
Overhead pabrik 80.400.000 27.460.000
Diminta:
a) Hitunglah unit produk dalam proses akhir Departemen 1 dan 2.
b) Buatlah laporan kos produksi Departemen 1 dan 2.
Laporan Kos Produksi –
Produk Dalam Proses Awal

S istem kos proses merupakan sistem kos yang umumnya diterapkan pada
perusahaan dengan karakteristik proses produksi yang berjalan secara
kontinu atau berkelanjutan. Kontinu di sini dapat diartikan bahwa proses
produksi akan terus berjalan dari satu periode waktu ke periode waktu
berikutnya dan produk yang diproses mengalir dari satu departemen ke
departemen lain. Kontinuitas proses produksi ini akan menyebabkan
departemen memiliki unit-unit dengan beragam tingkat penyelesaian, yaitu
sebagai berikut.
1. Unit masuk ke proses dan selesai selama periode waktu sekarang.
2. Unit telah diproses di periode sebelumnya dan selesai pada periode
waktu sekarang.
3. Unit masuk ke proses dan belum selesai pada periode waktu sekarang.

Dari modul dan kegiatan belajar sebelumnya telah kita ketahui bahwa
pada akhir periode ketika laporan kos produksi disusun, masih terdapat
produk dalam proses akhir (periode). Oleh karena proses produksi berjalan
secara kontinu maka produk dalam proses akhir (periode) ini akan menjadi
produk dalam proses awal (periode). Sebagai contoh, di Departemen A pada
periode bulan Maret (31 Maret 20XX) terdapat produk dalam proses akhir
sebanyak 5.500 unit. Maka produk dalam proses akhir ini akan
menjadi produk dalam proses awal bulan April 20XX. Tabel 9.3
mengilustrasi kontinuitas proses produksi.

Tabel 9.3.
Kontinuitas Proses Produksi Departemen A

Departemen A
Maret April Mei
Unit:
PDP awal - 5.500 6.000
Masuk ke proses 30.000 35.000 37.500
Produk selesai/jadi 24.500 34.500 43.500
PDP akhir 5.500 6.000 5.600
Akuntansi Biaya z

Keberadaan produk dalam proses awal menyebabkan masalah dalam


sistem kos proses karena beberapa hal berikut harus dipertimbangkan, yaitu
sebagai berikut.
1. Haruskah dibuat perbedaan tingkat penyelesaian antara produk selesai/
jadi yang berasal dari produk dalam proses awal dan produk masuk ke
proses periode tersebut? Sebagai contoh, PDP awal sebesar 1.000 unit
(BB 80%, Konversi 50%). Produk masuk ke proses sebanyak 19.000
unit. Produk jadi di periode tersebut adalah 18.000 unit. Kalau Anda
perhatikan maka 18.000 unit produk jadi ini di dalamnya mengandung
1.000 unit yang berasal dari PDP awal dan 17.000 unit berasal dari
produk masuk ke proses. Tingkat penyelesaian yang 1.000 unit dan
17.000 unit tentu berbeda. PDP awal 1.000 unit hanya membutuhkan
penyelesaian dengan bahan baku 20% dan konversi 50%. Produk masuk
ke proses membutuhkan penyelesaian bahan baku 100% dan konversi
100%. Pertanyaan nomor 1 ini terkait dengan apakah harus dibuat
perbedaan tingkat penyelesaian dari produk jadi tersebut?
2. Haruskah semua unit selesai selama periode waktu tertentu akan
dianggap 100% dalam unit ekuivalen dengan mengabaikan tingkat
penyelesaian produk dalam proses awal? Kembali ke contoh di nomor
satu. Produk jadi sebanyak 18.000 unit tersebut apakah akan memiliki
unit ekuivalen 18.000 juga? Mengingat 1.000 unit yang berasal dari PDP
awal membutuhkan penyelesaian yang berbeda dengan yang produk
masuk proses.
3. Haruskah kos produksi yang berasal dari produk dalam proses
digabungkan dengan kos produksi ditambahkan periode sekarang (dalam
skedul kos dipertanggungjawabkan) untuk mendapatkan besaran kos
ditambahkan ke departemen? Sebagai contoh, kos produksi PDP awal
sebesar Rp45.000.000 dan kos ditambahkan periode ini sebesar
Rp235.980.000. Haruskah yang Rp45.000.000 digabungkan dengan
Rp235.980.000?

Untuk menjawab hal-hal tersebut di atas sangat tergantung pada metode


apa yang dipilih. Terdapat 2 metode yang dapat digunakan, yaitu sebagai
berikut.
1. Metode Rata-rata Berbobot (Weighted Average Method)
Dalam metode ini, kos produk dalam proses awal ditambahkan pada kos
produksi periode sekarang dan jumlah ini kemudian dibagi dengan jumlah
unit ekuivalen untuk mendapatkan kos per unit ekuivalen rata-rata berbobot
(weighted average equivalent unit cost). Kos yang terkait dengan unit yang
masih diproses akan kehilangan identitasnya karena penggabungan atau
merger kos tersebut. Dengan metode ini, kos produk dalam proses awal
diperlakukan sebagai kos periode sekarang. Tidak ada perbedaan dibuat
antara produk selesai yang berasal dari produk dalam proses awal dan unit
masuk ke proses periode sekarang. Hanya terdapat satu kos untuk semua unit
dalam produk selesai, yaitu kos unit rata-rata berbobot (weighted average
unit cost). Perhitungan unit ekuivalen dan kos unit rata-rata berbobot
menggunakan formula sebagai berikut.

Unit Ekuivalen = Unit Selesai dan Ditransfer + (PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian)

Kos PDP Awal + Kos ditambahkan PeriodeSekarang


Kos Unit Rata-rata Bobotan =
Unit Ekuivalen

2. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)


Dalam metode MPKP, unit produk dalam proses awal dilaporkan
terpisah dari unit yang berasal dari periode sekarang. Produk dalam proses
awal diasumsikan diselesaikan terlebih dahulu proses produksinya daripada
unit masuk ke proses. Kos terkait dengan produk dalam proses awal
dipisahkan dengan kos unit masuk ke proses dan produk selesai periode
sekarang. Oleh karena pemisahan ini maka terdapat dua kos unit ekuivalen
untuk produk selesai atau jadi. Perhitungan unit ekuivalen dan kos unit
menggunakan formula sebagai berikut.

Unit Ekuivalen = Unit Selesai dan Ditransfer - (PDP Awal × Tingkat Penyelesaian)
+ (PDP Awal × Tingkat Penyelesaian yang Dibutuhkan) + (PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian)

Kos ditambahkan PeriodeSekarang


Kos Unit Sekarang =
Unit Ekuivalen
Untuk mengilustrasi perhitungan unit ekuivalen dan kos unit, berikut ini
data Departemen A pada bulan September 20XX:

PDP awal (BB dan Konversi 40%) 800


Unit dimasukkan ke proses 1.200 2.000

Produk selesai dan ditransfer 1.800


PDP akhir (BB dan Konversi 20%) 200 2.000

Kos PDP awal Rp155.600.000


Kos produksi ditambahkan di Departemen 608.000.000

Dengan menggunakan metode rata-rata berbobot maka perhitungan unit


ekuivalen dan kos unit adalah sebagai berikut.

Unit Ekuivalen = 1.800 Produk Selesai × (200 PDP Akhir × 20%)


= 1.840 unit ekuivalen

Rp155.600.000 + Rp608.000.000
Kos rata-rata bobotan =
1.840 unit ekuivalen
= Rp415.000 per unit

Dengan metode masuk pertama keluar pertama maka perhitungan unit


ekuivalen dan kos unit adalah sebagai berikut.

Unit Ekuivalen = 1.800 Produk Selesai - 800 PDP awal + (800 PDP Awal × 60%)
+(200 PDP Akhir × 20%) = 1.520 unit ekuivalen

Rp608.000.000
Kos Unit = = Rp400.000 per unit
1.520 unit ekuivalen

Tabel 8.4 menunjukkan perbedaan konsep dan prosedur


penyusunan laporan kos produksi antara metode rata-rata berbobot dan
masuk pertama keluar pertama.
Tabel 9.4.
Perbedaan Metode Rata-rata Berbobot dan Masuk Pertama Keluar Pertama
dalam Sistem Kos Proses

Rata-rata Berbobot MPKP


Penjelasan Tidak ada perbedaan dibuat Unit dalam PDP awal
antara unit selesai yang dilaporkan terpisah dari
berasal dari PDP awal dan unit yang berasal dari
unit masuk ke proses periode periode sekarang
sekarang
Laporan Kos Produksi:
1. Kuantitas Prosedur yang sama untuk kedua metode
2. Unit Ekuivalen Semua produk selesai PDP awal dimasukkan
selama periode dianggap ke unit ekuivalen hanya
100% selesai tanpa sejauh tingkat
mempertimbangkan tingkat penyelesaian yang
penyelesaian untuk PDP dibutuhkan untuk
awal menyelesaikan PDP
awal tersebut
3. Kos Dipertanggungjawabkan Kos produk yang berasal dari Kos produk PDP awal
PDP awal ditambahkan ke dipisahkan dari kos
kos produksi periode produksi periode
sekarang untuk sekarang dan tidak
menghasilkan besaran kos digunakan untuk
dipertanggungjawabkan menghitung kos unit
ekuivalen
4. Kos Pertanggungjawaban Kos transferan produk selesai Kos transferan produk
atau jadi ditentukan dengan selesai atau jadi
mengalikan unit ekuivalen diasumsikan pertama
produk selesai atau jadi kali berasal ari PDP
dengan kos unit ekuivalen awal dan setelahnya
baru dari kos produksi
periode sekarang
Catatan Metode MPKP menghasilkan informasi kos produksi
yang lebih baik dibandingkan rata-rata berbobot karena
lebih mendekati kondisi nyata aliran unit fisik

Untuk memperjelas penyusunan laporan keuangan dengan dua metode di


atas berikut data produksi dan kos produksi di Departemen A dan B di
PT Bulan Sabit pada bulan Oktober 20XX:
Akuntansi Biaya z

Departemen
A B
Unit:
PDP awal
BB 100%; Konversi 40% 4.000
BB 100%; Konversi 20% 6.000
Unit masuk ke proses 40.000
Ditransfer ke Departemen 2 35.000
Penambahan unit di Departemen 2 5.000
Ditransfer ke produk jadi 44.000
Produk dalam proses akhir:
BB 100%; Konversi 60% 9.000
BB 100%; Konversi 30% 2.000

Kos produksi:
Proporsi kos transferan 1 dalam PDP awal
F F 0 Rp60.000.000
Proporsi kos produksi ditambahkan untuk PDP
awal oleh Departemen:
Bahan baku Rp21.000.000 Rp18.000.000
Tenaga kerja langsung 9.840.000 15.420.000
Overhead pabrik 16.500.000 6.900.000
Total Rp47.340.000,00 Rp100.320.000

Ditambahkan selama periode:


Bahan baku Rp210.000.000 Rp120.000.000
Tenaga kerja langsung 75.000.000 105.000.000
Overhead pabrik 135.000.000 60.000.000
Total Rp420.000.000,00 Rp285.000.000,00

Tabel 9.5 dan 9.6 menunjukkan laporan kos produksi Departemen A


dan B diikuti dengan penjelasan masing-masing tahap penyusunan
laporan kos produksi dengan menggunakan metode rata-rata berbobot.

Departemen A
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total merupakan penjumlah produk dalam proses awal dan
produk masuk ke proses di Departemen tersebut di bulan Oktober.

1
Kos yang berasal dari Departemen A atau kos ditransfer dari Departemen A.
Langkah 2: Unit ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen pun tidak berbeda
prosedurnya dengan yang telah kita bahas. Hal ini dikarenakan dalam metode
rata-rata berbobot unit produk yang berasal dari produk dalam proses awal
dan masuk ke proses periode sekarang tidak dipisahkan atau digabungkan.
Tidak dilakukan pembedaan asal periode unit produksi dan tidak melihat
tingkat penyelesaian yang dibutuhkan oleh produk dalam proses awal. Baik
produk dalam proses awal maupun unit masuk ke proses periode sekarang
dianggap membutuhkan dan menikmati bahan baku 100% dan konversi
100% untuk menjadi produk selesai atau jadi. Untuk mendapatkan unit
ekuivalen total adalah:

Unit Ekuivalen = Unit Selesai dan Ditransfer + ( PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian )

Langkah 3: Kos dipertanggungjawabkan. Prinsip dari metode rata-rata


berbobot adalah digabungkannya produk dalam proses awal dan unit masuk
ke proses periode sekarang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga kos yang
melekat. Masing-masing elemen kos dipisahkan antara bahan baku, tenaga
kerja, dan overhead pabrik. Kemudian dari masing-masing elemen tersebut
ditentukan kos totalnya dengan menjumlahkan kos yang melekat pada produk
dalam proses awal dengan unit atau produk masuk ke proses periode
sekarang.
Untuk menghitung unit ekuivalen digunakan formula sebagaimana yang
telah kita bahas di awal, yaitu:

Kos Produk Dalam Proses Awal + Kos Produksi Perioda Sekarang


Kos Unit Sekarang =
Unit Ekuivalen

Langkah 4: Kos pertanggungjawaban. Penyusunan skedul kos pertang-


gungjawaban menggunakan prosedur yang sama dengan yang telah kita
bahas sebelumnya. Kos produksi yang berasal dari produk dalam proses awal
tidak dipisahkan dengan kos produksi periode sekarang sehingga kos unit
yang digunakan hanya satu.
Akuntansi Biaya z

Tabel 9.5.
Laporan Kos Produksi Departemen A – Metode Rata-rata Berbobot
PT Bulan Sabit
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Oktober 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 4.000
Unit dimasukkan ke proses 40.000 44.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000
Produk dalam proses akhir 9.000 44.000

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000 35.000
Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 9.000
9.000 ×60% 5.400
Unit ekuivalen Total 44.000 40.400

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku
Produk dalam proses awal Rp21.000.000
Ditambahkan selama perioda 210.000.000
Total Rp231.000.000 44.000 Rp5.250

Tenaga kerja langsung


Produk dalam proses awal 9.840.000
Ditambahkan selama perioda 75.000.000
Total 84.840.000 40.400 2.100

Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 16.500.000
Ditambahkan selama perioda 135.000.000
Total 151.500.000 40.400 3.750
Kos total dipertanggungjawabkan Rp467.340.000 Rp11.100

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke Departemen B (35.000 × Rp11.100) Rp388.500.000


Produk dalam proses - akhir:
Bahan baku (9.000 × 100% × Rp5.250) Rp47.250.000
Tenaga kerja langsung (9.000 × 60% × Rp2.100) 11.340.000
Overhead pabrik (9.000 × 60% × Rp3.750) 20.250.000 Rp78.840.000
Kos total pertanggungjawaban Rp467.340.000
Tabel 9.6.
Laporan Kos Produksi Departemen B - Metode Rata-rata Berbobot
PT Bulan Sabit
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Oktober 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 6.000
Unit diterima dari Departemen A 35.000
Penambahan unit 5.000 46.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000
Produk dalam proses akhir 2.000 46.000

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000 44.000
Produk dalam proses akhir:
2.000 × 100% 2.000
2.000 ×30% 600
Unit ekuivalen Total 46.000 44.600

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Unit Total Ekuivalen Unit
Kos dari Departemen sebelumnya:
Produk dalam proses awal 6.000 Rp60.000.000
Diterima dari Departemen A 35.000 388.500.000
Unit ditambahkan dalam produksi 5.000
unit disesuaikan dan kos unit 46.000 Rp448.500.000 46.000 Rp9.750

Kos ditambahkan ke departemen:


Bahan baku
Produk dalam proses awal Rp18.000.000
Ditambahkan selama perioda 120.000.000
Total Rp138.000.000 46.000 3.000

Tenaga kerja langsung


Produk dalam proses awal 15.420.000
Ditambahkan selama perioda 105.000.000
Total 120.420.000 44.600 2.700

Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 6.900.000
Ditambahkan selama perioda 60.000.000
Total 66.900.000 44.600 1.500
Kos total dipertanggungjawabkan Rp773.820.000 Rp16.950

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke produk jadi (44.000 × Rp16.950) Rp745.800.000


Produk dalam proses - akhir:
Kos dari Departemen sebelumnya (2.000 × Rp9.750) Rp19.500.000
Bahan baku (2.000 × Rp3.000) Rp6.000.000
Tenaga kerja langsung (600 × Rp2.700) 1.620.000
Overhead pabrik (600 × Rp1.500) 900.000 Rp28.020.000
Kos total pertanggungjawaban Rp773.820.000
Akuntansi Biaya z

Departemen B
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total adalah produk dalam proses awal ditambah produk
transferan dari Departemen A ditambah penambahan unit akibat adanya
penambahan bahan di Departemen tersebut di bulan Oktober.

Langkah 2: Unit Ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen pun tidak berbeda


prosedurnya dengan yang telah kita bahas. Hal ini dikarenakan dalam metode
rata-rata berbobot unit produk yang berasal dari produk dalam proses awal
dan masuk ke proses periode sekarang tidak dipisahkan atau digabungkan.
Tidak dilakukan pembedaan asal periode unit produksi dan tidak melihat
tingkat penyelesaian yang dibutuhkan oleh produk dalam proses awal. Baik
produk dalam proses awal maupun unit masuk ke proses periode sekarang
dianggap menikmati bahan baku 100% dan konversi 100%. Untuk
mendapatkan unit ekuivalen total adalah:

Unit Ekuivalen = Unit selesai dan Ditransfer + (PDP Akhir × Tingkat Penyelesaian)

Langkah 3: Kos Dipertanggungjawabkan. Prinsip dari metode rata-rata


berbobot adalah digabungkannya produk dalam proses awal dan unit masuk
ke proses periode sekarang, tidak hanya secara fisik, tetapi juga kos yang
melekat. Berbeda dengan Departemen A, di Departemen B kos produksi
dipisahkan menjadi kos yang berasal dari Departemen A, bahan baku, tenaga
kerja, dan overhead pabrik. Prosedur ini juga sama dengan prosedur yang
sudah kita bahas. Untuk menghitung unit ekuivalen digunakan formula
sebagaimana yang telah kita bahas di awal, yaitu:

Kos Produk Dalam Proses Awal + Kos Produksi PeriodeSekarang


Kos Unit Sekarang =
Unit Ekuivalen

Langkah 4: Kos Pertanggungjawaban. Penyusunan skedul kos pertang-


gungjawaban menggunakan prosedur yang sama dengan yang telah kita
bahas sebelumnya. Kos produksi yang berasal dari produk dalam proses awal
tidak dipisahkan dengan kos produksi periode sekarang sehingga kos unit
yang digunakan hanya satu. Kos produk dalam proses akhir dipisahkan antara
yang berasal dari Departemen A dan elemen-elemen kos produksi.
Penyusunan laporan kos produksi dengan metode masuk pertama keluar
pertama (MPKP) ditunjukkan dalam Tabel 7.7 dan 7.8 sebagai berikut.

Departemen A
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total merupakan penjumlah produk dalam proses awal dan
produk masuk ke proses di Departemen tersebut di bulan Oktober.

Langkah 2: Unit Ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen dengan metode


MPKP berbeda dengan yang telah kita bahas. Hal ini dikarenakan dalam
metode masuk pertama keluar pertama, produk yang berasal dari produk
dalam proses awal dan masuk ke proses periode sekarang dipisahkan atau
tidak digabungkan. Dilakukan pembedaan asal periode unit produksi dan
tidak melihat tingkat penyelesaian yang dibutuhkan oleh produk dalam
proses awal. Baik produk dalam proses awal maupun unit masuk ke proses
periode dianggap membutuhkan dan menikmati bahan baku dan konversi
yang berbeda untuk menjadi produk selesai atau jadi. Untuk mendapatkan
unit ekuivalen total adalah:

Unit ekuivalen bahan baku = 35.000 – 4.000 + 0 + 9.000 = 40.000


Unit ekuivalen konversi = 35.000 – 4.000 + 2.400 + 5.400 = 38.800

Dalam perhitungan unit ekuivalen bahan baku dan konversi, Produk dalam
proses awal telah menikmati bahan baku sebesar 100% dan konversi 40%
sehingga agar Produk dalam proses awal tersebut menjadi produk selesai
masih dibutuhkan bahan baku 0% dan konversi 60%. Unit ekuivalen yang
dibutuhkan agar produk dalam proses awal menjadi produk selesai adalah
untuk bahan baku = 4.000 unit × 0% dan konversi = 4.000 unit × 60%.

Langkah 3: Kos Dipertanggungjawabkan. Asumsi metode MPKP adalah


produk dalam proses akhir akan diselesaikan terlebih dahulu sebelum unit
dimasukkan ke proses. Teknik ini berusaha mempertemukan aliran kos
dengan aliran unit aktual. Unit yang berasal dari produk dalam proses awal
harus dipisahkan dengan produk yang berasal dari unit yang dimasukkan ke
proses sehingga dalam perhitungan kos unit ekuivalen, produk dalam proses
awal tidak ikut disertakan. Kos unit ekuivalen hanya merepresentasi kos
Akuntansi Biaya z

produksi periode sekarang. Untuk menghitung unit ekuivalen digunakan


formula sebagaimana yang telah kita bahas di awal, yaitu:

Kos Produk Dalam Proses Awal + Kos Produksi PeriodeSekarang


Kos Unit Sekarang =
Unit Ekuivalen

Langkah 4: Kos Pertanggungjawaban. Metode MPKP mengasumsikan


bahwa produk dalam proses awal adalah yang pertama diselesai dan
ditransfer ke departemen berikutnya atau ke produk jadi. Sisanya berasal dari
produk periode sekarang sehingga dari jumlah 35.000 unit maka 4.000 unit
berasal dari produk dalam proses akhir dan sisanya 31.000 berasal dari
periode sekarang. Kos terkait dengan produk dalam proses awal dipisah
dengan kos periode sekarang. Untuk menghitung kos produksi yang
ditransfer ke departemen berikutnya adalah dengan menjumlahkan kos
produk dalam proses awal yang telah melekat padanya ditambah dengan kos
produksi yang dibutuhkan agar produk dalam proses awal tersebut selesai.
Kos yang dibutuhkan merupakan perkalian dari produk dalam proses dengan
tingkat penyelesaian yang dibutuhkan dan kemudian dikalikan dengan kos
unit yang diambil dari skedul 3.
Tabel 9.7.
Laporan Kos Produksi Departemen A – Metode MPKP

PT Bulan Sabit
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Oktober 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 4.000
Unit dimasukkan ke proses 40.000 44.000
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000
Produk dalam proses akhir 9.000 44.000

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 35.000 35.000
(-) Produk dalam proses awal 4.000 4.000
(=) Unit dimasukkan dan selesai 31.000 31.000
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dalam proses awal 0 2.400
(+) Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 9.000
9.000 ×60% 5.400
Unit ekuivalen Total 40.000 38.800

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos produk dalam proses awal Rp47.340.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku 210.000.000 40.000 Rp5.250
Tenaga kerja langsung 75.000.000 38.800 1.933
Overhead pabrik 135.000.000 38.800 3.479
Kos total dipertanggungjawabkan Rp467.340.000 Rp10.662

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke Departemen B:


Dari produk dalam proses awal:
Kos PDP awal Rp47.340.000
Tenaga kerja langsung (2.400 × Rp1.933) 4.639.175
Overhead pabrik (2.400 × Rp3.479) 8.350.515 Rp60.329.691
Dari produksi sekarang:
Unit dimasukkan dan selesai (31.000 × Rp10.662) Rp330.533.505
Transferan total Rp390.863.196
Produk dalam proses - akhir:
Bahan baku (9.000 × 100% × Rp5.250) Rp47.250.000
Tenaga kerja langsung (9.000 × 60% × Rp1.933) 10.438.144
Overhead pabrik (9.000 × 60% × Rp3.479) 18.788.660 Rp76.476.804
Kos total pertanggungjawaban Rp467.340.000
Tabel 9.8.
Laporan Kos Produksi Departemen B – Metode MPKP
PT Bulan Sabit
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Oktober 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal 6.000
Unit diterima dari Departemen A 35.000
Unit ditambahkan ke proses 5.000 46.000

Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000
Produk dalam proses akhir 2.000 46.000

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke produk jadi 44.000 44.000
(-) Produk dalam proses awal 6.000 6.000
(=) Unit dimasukkan dan selesai 38.000 38.000
(+) Unit dibutuhkan untuk menyelesaikan produk
dalam proses awal 0 4.800
(+) Produk dalam proses akhir:
9.000 × 100% 2.000
9.000 ×60% 600
Unit ekuivalen Total 40.000 43.400

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Unit Total Ekuivalen Unit
Kos dari Departemen A dan PDP awal:
Kos produk dalam proses awal 6.000 Rp100.320.000
Transferan selama perioda 35.000 Rp390.863.196 40.000 Rp9.772
Unit ditambahkan ke proses 5.000
Unit disesuaikan dan kos unit 40.000
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku Rp120.000.000 40.000 Rp3.000
Tenaga kerja langsung 105.000.000 43.400 2.419
Overhead pabrik 60.000.000 43.400 1.382
Kos total dipertanggungjawabkan Rp776.183.196 Rp16.573

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke produk jadi:


Dari produk dalam proses awal:
Kos PDP awal Rp100.320.000
Tenaga kerja langsung (4.800 × Rp2.419) 11.612.903
Overhead pabrik (4.800 × Rp1.382) 6.635.945 Rp118.568.848
Dari produksi sekarang:
Unit dimasukkan dan selesai (38.000 × Rp16.573) Rp629.790.082
Transferan total Rp748.358.930
Produk dalam proses - akhir:
Dari Departemen A (2.000 × Rp9.772) Rp19.543.160
Bahan baku (2.000 × Rp3.000) Rp6.000.000
Tenaga kerja langsung (600 × Rp2.419) 1.451.613
Overhead pabrik (600 × Rp1.382) 829.493 Rp27.824.266
Kos total pertanggungjawaban Rp776.183.196
Departemen B
Langkah 1: Kuantitas. Dalam penyusunan skedul kuantitas tetap mengikuti
prosedur yang telah dibahas di modul dan kegiatan belajar sebelumnya. Unit
fisik secara total merupakan penjumlah produk dalam proses awal, diterima
dari Departemen A dan tambahan unit ke produk.

Langkah 2: Unit Ekuivalen. Perhitungan unit ekuivalen dengan metode


MPKP berbeda dengan yang telah kita bahas. Hal ini dikarenakan dalam
metode masuk pertama keluar pertama, produk yang berasal dari produk
dalam proses awal dan masuk ke proses periode sekarang dipisahkan atau
tidak digabungkan. Dilakukan pembedaan asal periode unit produksi dan
tidak melihat tingkat penyelesaian yang dibutuhkan oleh produk dalam
proses awal. Baik produk dalam proses awal maupun unit masuk ke proses
periode dianggap membutuhkan dan menikmati bahan baku dan konversi
yang berbeda untuk menjadi produk selesai atau jadi. Untuk mendapatkan
unit ekuivalen total adalah:

Unit ekuivalen bahan baku = 44.000 – 6.000 + 0 + 2.000 = 40.000


Unit ekuivalen konversi = 44.000 – 6.000 + 4.800 + 600 = 43.400

Dalam perhitungan unit ekuivalen bahan baku dan konversi, Produk dalam
proses awal telah menikmati bahan baku sebesar 100% dan konversi 20%
sehingga agar Produk dalam proses awal tersebut menjadi produk selesai
masih dibutuhkan bahan baku 0% dan konversi 80%. Unit ekuivalen yang
dibutuhkan agar produk dalam proses awal menjadi produk selesai adalah
untuk bahan baku = 6.000 unit × 0% dan konversi = 6.000 unit × 80%.

Langkah 3: Kos Dipertanggungjawabkan. Asumsi metode MPKP adalah


produk dalam proses akhir akan diselesaikan terlebih dahulu sebelum unit
dimasukkan ke proses. Teknik ini berusaha mempertemukan aliran kos
dengan aliran unit aktual. Unit yang berasal dari produk dalam proses awal
harus dipisahkan dengan produk yang berasal dari unit yang dimasukkan ke
proses sehingga dalam perhitungan kos unit ekuivalen, produk dalam proses
awal tidak ikut disertakan. Kos unit ekuivalen hanya merepresentasi kos
produksi periode sekarang (baik yang digunakan untuk menyelesaikan
produk dalam proses awal, tambahan unit maupun transferan dari
Akuntansi Biaya z

Departemen A). Untuk menghitung unit ekuivalen digunakan formula


sebagaimana yang telah kita bahas di awal, yaitu:

Kos Produksi PeriodeSekarang


Kos Unit Sekarang =
Unit Ekuivalen

Langkah 4: Kos Pertanggungjawaban. Metode MPKP mengasumsikan


bahwa produk dalam proses awal adalah yang pertama diselesai dan
ditransfer ke departemen berikutnya atau ke produk jadi. Sisanya berasal dari
produk periode sekarang. Kos terkait dengan produk dalam proses awal
dipisah dengan kos periode sekarang. Untuk menghitung kos produksi yang
ditransfer ke departemen berikutnya adalah dengan menjumlahkan kos
produk dalam proses awal yang telah melekat padanya ditambah dengan kos
produksi yang dibutuhkan agar produk dalam proses awal tersebut selesai.
Kos yang dibutuhkan merupakan perkalian dari produk dalam proses dengan
tingkat penyelesaian yang dibutuhkan dan kemudian dikalikan dengan kos
unit yang diambil dari skedul 3.

Untuk produk dalam proses akhir, selain elemen-elemen kos produksi


periode sekarang, juga masih ditambah dengan kos yang berasal dari
departemen sebelumnya, yaitu Departemen A. Hati-hati untuk perhitungan
kos yang berasal dari Departemen A. Meskipun jumlah unit sebesar 2.000
unit sama dengan jumlah unit ekuivalen bahan baku, tetapi informasi jumlah
unit ini berasal dari skedul yang berbeda. Jumlah unit produk dalam proses
akhir yang berasal dari Departemen A berasal dari informasi di skedul 1,
yaitu item informasi mengenai produk dalam proses akhir. Untuk bahan
baku, informasi jumlah unit ekuivalen diambil dari skedul 2. Pada kasus ini
kebetulan jumlah keduanya sama, tetapi di kasus lain bisa jadi berbeda.

L A TIH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan masalah-masalah yang muncul ketika terdapat produk dalam
proses awal di suatu departemen!
2) Jelaskan metode yang dapat digunakan untuk menjawab masalah-
masalah di atas dan jelaskan perbedaan metode-metode tersebut!
3) Berikut data produksi dan kos produksi di Departemen A dan B di PT
Anugerah Abadi pada bulan Mei 20XX:

Departemen
A B
Unit:
PDP awal
BB 100%; Konversi 1/5 1.000
BB 1/10; Konversi 2/5 200
Unit masuk ke proses 9.000
Ditransfer ke Departemen 2 8.500
Ditransfer ke produk jadi 8.100
Produk dalam proses akhir:
BB 100%; Konversi 1/3 1.500
BB 1/6; Konversi 1/4 600

Kos produksi:
Proporsi kos transferan 2 dalam PDP awal
F F 0 Rp13.000.000
Proporsi kos produksi ditambahkan untuk PDP
awal oleh Departemen:
Bahan baku Rp20.000.000 Rp10.000.000
Tenaga kerja langsung 5.760.000 5.250.000
Overhead pabrik 3.840.000 3.500.000
Total Rp29.600.000 Rp31.750.000

Ditambahkan selama periode:


Bahan baku Rp19.000.000 Rp36.800.000
Tenaga kerja langsung 23.724.000 44.520.000
Overhead pabrik 15.816.000 29.680.000
Total Rp58.540.000 Rp111.000.000

Diminta:
a) Susunlah laporan kos produksi Departemen A dan B dengan metode
rata-rata berbobot.
b) Susunlah laporan kos produksi Departemen A dan B dengan metode
masuk pertama keluar pertama.

2
Kos yang berasal dari Departemen A atau kos ditransfer dari Departemen A.
Perlakuan Atas Penyusutan, Produk Cacat,
Produk Rusak, Bahan Sisa, dan
Bahan Sisa Buangan

A. PENYUSUTAN PRODUK DALAM PROSES

Dalam suatu proses produksi, sebagaimana yang telah kita bahas


sebelumnya, unit yang diproses bertambah di departemen berikutnya
karena adanya penambahan bahan baku. Di sisi lain, dalam proses
produksi pun sering kali terjadi penyusutan atas jumlah produk
dalam diproses. Sebagai contoh, pada perusahaan manufaktur yang
menghasilkan sirup, ketika masuk dalam proses pemanasan,
produk yang diproses akan mengalami penyusutan karena terjadinya
penguapan. Penyusutan ini akan menyebabkan berkurangnya jumlah unit yang
dihasilkan.
Proses susutnya unit yang diproduksi merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari. Jika jumlah penyusutan ini tidak dapat dihindari dan jumlah
susutnya dalam batasan toleransi maka kita sebut sebagai penyusutan normal.
Sebaliknya, apabila penyusutan tersebut sebenarnya dapat dihindari dan/atau
jumlah penyusutan tersebut lebih dari batasan toleransi maka disebut sebagai
penyusutan abnormal. Batasan toleransi ini pada umumnya ditentukan oleh
akuntan berkonsultasi dengan pegawai bagian teknik atau perekayasaan
(engineering) atau dengan metode rata-rata berdasarkan inspeksi yang telah
dilakukan dalam beberapa kali inspeksi. Meskipun cara yang pertama, yaitu
berkonsultasi dengan pegawai bagian teknik merupakan yang paling logis.
Sebagai contoh, bagian teknik menyatakan bahwa batasan toleransi
penyusutan adalah 10%. Asumsikan pada suatu periode diproses 1.000 unit.
Maka penyusutan normal adalah maksimal 10 unit (1.000 unit × 10%). Jika
jumlah susut lebih dari 10 unit maka selebihnya dikategori sebagai
penyusutan abnormal.
Perlakuan akuntansi atas penyusutan produk dalam proses ini dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu jika penyusutan tersebut adalah normal maka
kos penyusutan ini akan tetap dibebankan pada produk dalam proses dan jika
penyusutan ini dikategori abnormal maka akan dibebankan pada rugi dari
penyusutan produk dalam proses yang merupakan bagian dari kos periode
Akuntansi Biaya 

bukan kos produksi. Sebagai contoh, dapat Anda lihat laporan kos produksi
Departemen Pencampuran PT Gelora Jaya bulan Juli 20XX (Tabel 9.9)
dengan menggunakan metode rata-rata berbobot.
Perbedaan penyusunan laporan kos produksi dengan kondisi terjadinya
penyusutan produk dalam proses dengan laporan kos produksi yang telah kita
bahas sebelumnya hanya pada skedul kuantitas, skedul unit ekuivalen, dan
skedul kos pertanggungjawaban.
Skedul kuantitas. Pada skedul ini, untuk menetapkan jumlah unit total
yang diproses selama periode maka unit yang ditransfer dan selesai harus
ditambah dengan penyusutan produk dalam proses (baik normal maupun
abnormal) ditambah dengan produk dalam proses akhir.
Skedul unit ekuivalen: Perhitungan unit ekuivalen dengan menggunakan
formula sebagai berikut.

Unit ekuivalen = Produk jadi dan ditransfer + Penyusutan normal + Penyusutan abnormal
+ (Produk dalam proses akhir × tingkat penyelesaian)

Skedul kos pertanggungjawaban. Kos yang ditransfer ke departemen


berikutnya atau ke produk jadi adalah penjumlahan kos yang berasal dari unit
yang senyatanya selesai dan ditransfer ditambah dengan kos yang berasal dari
penyusutan produk dalam proses normal. Kos produk dalam proses akhir
adalah sebesar kos produksi yang diserap olehnya, sedangkan penyusutan
produk dalam proses abnormal akan dibebankan sebagai rugi.

Jurnal untuk mencatat penyusutan produk dalam proses normal:


Produk dalam proses – Dep. B 57.029.195
Produk dalam proses – Dep. A 57.029.196

Jurnal untuk mencatat penyusutan produk dalam proses normal:


Rugi penyusutan PDP abnormal 11.638.611
Produk dalam proses – Dep. A 11.638.611
Tabel 9.9.
Laporan Kos Produksi Departemen A PT Gelora Jaya
PT Gelora Jaya
Laporan Kos Produksi
Untuk Bulan yang berakhir 31 Juli 20XX

Kuantitas

Unit dipertanggungjawabkan:
Produk dalam proses awal (BB 1/4; Konversi 1/2) 500
Unit dimasukkan ke proses 7.200 7.700
Unit pertanggungjawaban:
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 2.400
Penyusutan normal produk dalam proses 2.500
Penyusutan abnormal produk dalam proses 1.000
Produk dalam proses akhir (BB 2/5; Konversi 2/3) 1.800 7.700

Ekuivalen Produksi
Bahan Kos
Baku Konversi
Unit selesai dan ditransfer ke Departemen B 2.400 2.400
Penyusutan normal produk dalam proses 2.500 2.500
Penyusutan abnormal produk dalam proses 1.000 1.000
Produk dalam proses akhir:
1.800 × 2/5 720
1.800 × 2/3 1.200
Unit ekuivalen Total 6.620 7.100

Kos Dipertanggungjawabkan
Kos ÷ Unit = Kos
Total Ekuivalen Unit
Kos ditambahkan ke departemen:
Bahan baku
Produk dalam proses awal Rp750.000
Ditambahkan selama perioda 24.270.000
Total Rp25.020.000 6.620 Rp3.779

Tenaga kerja langsung


Produk dalam proses awal 1.728.000
Ditambahkan selama perioda 31.752.000
Total 33.480.000 7.100 4.715

Overhead pabrik
Produk dalam proses awal 1.152.000
Ditambahkan selama perioda 21.168.000
Total 22.320.000 7.100 3.144
Kos total dipertanggungjawabkan Rp80.820.000 Rp11.639

Kos Pertanggungjawaban

Kos ditransfer ke Departemen B (8.500 × Rp11.639) Rp27.932.667


Kos Penyusutan normal (2.500 × Rp11.639) 29.096.528
Kos total ditransfer Rp57.029.195
Produk dalam proses - akhir:
Bahan baku 720 × Rp3.779) 2.721.208
Tenaga kerja langsung (1.200 × Rp4.715) 5.658.592
Overhead pabrik (1.200 × Rp3.144 3.772.394
Kos Produk dalam proses akhir 12.152.194
Kos penyusutan abnormal (1.000 × Rp11.639) 11.638.611
Kos total pertanggungjawaban Rp80.820.000
Akuntansi Biaya z

B. PRODUK RUSAK, PRODUK CACAT, BAHAN SISA, DAN


BAHAN SISA BUANGAN

Sebagaimana yang sudah kita bahas sistem kos pekerjaan - order, produk
rusak, produk cacat, bahan sisa, dan bahan sisa buangan harus diperhatikan
dalam sistem kos proses. Perbedaan keempat hal ini dipahami karena
berkonsekuensi pada perlakuan akuntansi yang akan diterapkan. Untuk
mengingat kembali masing-masing hal tersebut, berikut merupakan
penjelasannya.

1. Produk Rusak
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar produksi dan
dijual sesuai nilai sisanya atau dibuang. Jika dalam suatu proses penjaminan
kualitas ditemukan adanya produk rusak maka produk rusak tersebut akan
dikeluarkan dari produksi dan tidak ada pekerjaan tambahan yang digunakan
untuk memperbaikinya. Contohnya, apabila undangan yang dicetak ternyata
tintanya luntur maka undangan tersebut akan dikeluarkan dari produksi dan
tidak ada tindakan apa pun pada undangan tersebut.

2. Produk Cacat
Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar produksi,
tetapi masih bisa diperbaiki dengan tambahan proses produksi tertentu dan
kemudian menjadi produk yang baik lagi dan dijual dengan harga reguler.
Sebagai contoh, televisi yang diproduksi tidak dapat mengeluarkan suara
maka dilakukan perbaikan yang diperlukan agar televisi tersebut normal
kembali dan dapat dijual berdasarkan harga reguler.

3. Bahan Sisa
Bahan sisa adalah bahan baku yang merupakan sisa dari proses produksi,
yang tidak dapat digunakan lagi dalam proses produksi untuk tujuan yang
sama. Akan tetapi, bahan sisa ini masih dapat digunakan untuk tujuan lain
atau dijual ke pihak luar perusahaan. Sebagai contoh, pada perusahaan
furnitur, kayu sisa yang digunakan bisa jadi masih dapat digunakan untuk
tujuan lain atau dijual ke pihak luar.
4. Bahan Sisa Buangan
Bahan sisa buangan (beberapa literatur menggunakan istilah bahan
sampah) adalah bahan baku yang merupakan sisa dari proses produksi yang
tidak dapat digunakan lagi dan tidak memiliki harga jual. Satu-satunya cara
adalah dengan membuang bahan sisa tersebut.

C. AKUNTANSI PRODUK RUSAK

Departemen pertama. Penangan produk rusak di departemen pertama


dapat menggunakan salah satu metode berikut.

1. Teori Pengabaian (Theory of Neglect)


Metode ini disebut metode pengabaian karena unit produk rusak
dianggap tidak pernah dimasukkan ke dalam proses produksi dan
mengabaikan kos yang telah diserapkan. Jumlah unit yang dihasilkan akan
lebih sedikit daripada jika tidak terdapat produk rusak. Selain itu, kos
produksi yang diserap oleh produk rusak tidak akan dikeluarkan dari akun
produk dalam proses. Akibatnya, kos unit lebih tinggi daripada seharusnya.
Kelebihan dari metode ini adalah sederhana. Departemen produksi tidak
perlu memikirkan bagaimana perlakuan atas produk rusak yang terjadi.
Kekurangan dari produk ini adalah dari sisi pengendalian dan evaluasi akan
menjadi lemah.

2. Produk Rusak sebagai Bagian Terpisah Elemen Kos Produksi


Metode ini memperlakukan kos produk rusak sebagai bagian terpisah
elemen kos dalam departemen produksi. Unit produk rusak beserta kos
produksi yang telah dinikmatinya akan dipisahkan dari elemen kos produksi.
Selain itu, produk rusak normal dan abnormal akan diperlakukan berbeda.
Produk rusak abnormal akan dibebankan sebagai kos periode dan bukan
bagian dari kos produksi.
Pada metode ini, produk rusak akan diperhitungkan dalam penetapan
unit ekuivalen sesuai dengan tingkat penyelesaian yang telah dinikmati oleh
produk rusak tersebut. Sebagai contoh, terdapat 1.000 produk rusak dengan
tingkat penyelesaian bahan baku 50%, dan konversi 40%. Maka produk rusak
ini akan dihitung sebagai unit ekuivalen bahan baku 1.000 × 50% = 500 dan
unit ekuivalen kos produksi adalah 1.000 × 40% = 40.
Akuntansi Biaya z

Departemen setelah Departemen Pertama. Metode yang dapat digunakan


untuk menangani produk rusak di departemen setelah departemen pertama
adalah sebagai berikut.

1. Teori Pengabaian (Theory of Neglect)


Dalam metode ini, produk rusak yang terjadi setelah departemen pertama
diperlakukan seperti produk rusak tersebut tidak pernah ada. Kos produksi
yang telah dinikmati oleh produk rusak tersebut tidak dikeluarkan dari akun
produk dalam proses. Jumlah unit produk yang ditransfer masuk dari
Departemen 1 hanya dianggap sejumlah produk selesai dikurangi produk
rusak. sebagai contoh, dari Departemen 1 ditransfer produk sebanyak
1.000 unit. 1.000 unit ini kemudian diproses di Departemen 2. Ditemukan
100 unit produk rusak. Maka dalam penyusunan laporan kos produksi,
jumlah unit yang diterima dari Departemen 1 hanya akan diakui sebanyak
900 unit. Akibatnya, kos transferan per unit dan kos produk selesai akan lebih
tinggi dibandingkan jika tidak terdapat produk rusak.

2. Produk Rusak sebagai Bagian Terpisah Elemen Kos Produksi


Dalam metode ini, kos total yang telah diserap oleh produk rusak akan
dipisahkan dari elemen kos produksi. kos ini dapat dihitung dengan formula
sebagai berikut.

Kos produk rusak total = (produk rusak × kos transferan per unit) + (Unit ekuivalen produk
rusak × kos unit ekuivalen)

Untuk lebih jelasnya mengenai aplikasi kedua metode di atas, perhatikan


contoh berikut ini.

Unit ditransfer dari Departemen A 20.000


Produk rusak di Departemen B (normal) 300
Kos transferan masuk per unit Rp7.486
Kos unit Departemen B:
Bahan baku Rp4.500
Tenaga kerja langsung Rp3.000
Overhead pabrik Rp1.500
Produk dalam proses awal Rp0
Informasi tambahan:
a. Produk rusak ditemukan saat inspeksi pengendalian kualitas saat tingkat
penyelesaian bahan baku 100% dan kos konversi sebesar 50%.
b. Semua bahan baku ditambah di awal di Departemen B.

Perhitungan kos produk rusak dengan menggunakan dua metode adalah


sebagai berikut.

1. Metode Pengabaian
Kos transferan masuk per unit disesuaikan sebagai berikut.

Unit Kos ÷ Unit Kos Unit


Total Ekuivalen Ekuivalen
Kos dari Departemen A:
Transferan masuk (20.000 20.000 Rp149.720.000 19.700 Rp7.600
× Rp7.486)
(-) unit produk rusak total (300)
Unit disesuaikan dan kos total 19.700

Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat Anda lihat bahwa dengan


metode pengabaian, kos unit ekuivalen menjadi lebih tinggi dari seharusnya.
Kos unit seharusnya Rp7.486, akan tetapi karena produk rusak diabaikan
maka kos unit lebih tinggi menjadi Rp7.600.

2. Metode Produk Rusak sebagai Bagian Terpisah Kos Produksi

Kos unit ekuivalen transfer masuk dari Departemen A (300 × Rp2.245.800


Rp7.486)
Kos ditambahkan di Departemen B:
Bahan baku (300 × 100% × Rp4.500) Rp1.350.000
Tenaga kerja langsung (300 × 50% × Rp3.000) 450.000
Overhead pabrik (300 × 50% × Rp1.500) 225.000 2.025.000
Kos produk rusak total Rp4.270.800

D. AKUNTANSI PRODUK CACAT

Perbedaan antarproduk rusak dan produk cacat adalah pada produk cacat
masih mungkin dilakukan perbaikan pada produk tersebut sehingga masih
ada harapan produk akan menjadi produk normal. Untuk memperbaiki
produk rusak tersebut digunakan bahan dan konversi berupa tenaga kerja dan
Akuntansi Biaya z

overhead pabrik. Sebagaimana produk rusak, produk cacat dikategori sebagai


produk cacat normal dan abnormal. Pengategorian ini menggunakan metode
yang sama seperti produk rusak. Produk cacat disebut normal jika jumlahnya
masih dalam batas toleransi yang ditetapkan oleh manajemen. Sebaliknya,
apabila jumlahnya di atas batas toleransi maka terkategori abnormal.

1. Produk Cacat Normal


Secara akuntansi, kos yang digunakan untuk memperbaiki produk cacat
normal akan dibebankan pada akun produk dalam proses departemen yang
bersangkutan. Kos tersebut baik berupa kos bahan baku maupun overhead
pabrik. Sebagai contoh, diasumsikan kos overhead pabrik akan dikeluarkan
untuk memperbaiki produk cacat di Departemen A jumlahnya sebesar
Rp435.000. Dari jumlah tersebut Rp200.000 adalah penggunaan bahan baku,
Rp135.000 penggunaan tenaga kerja langsung, dan sisanya overhead pabrik.
Jurnal yang digunakan untuk mencatat adalah:

Produk dalam proses – Departemen A 435.000


Sediaan bahan 200.000
Utang gaji dan upah 135.000
Overhead pabrik dibebankan 100.000

2. Produk Cacat Abnormal


Jumlah produk cacat yang melebihi batas toleransi disebut sebagai
produk cacat abnormal. Kos perbaikan total produk cacat abnormal akan
dibebankan pada rugi dari produk cacat abnormal dan akan dilaporkan dalam
laporan laba rugi sebagai kos periode dan bukan kos produksi. Sebagai
contoh, produk rusak yang terjadi di Departemen A dengan asumsi produk
cacat abnormal maka jurnal yang digunakan adalah sebagai berikut.

Rugi dari produk cacat abnormal 1.760.000


Sediaan bahan 1.200.000
Utang gaji dan upah 350.000
Overhead pabrik dibebankan 210.000
E. AKUNTANSI BAHAN SISA

Bahan sisa merupakan bahan sisa yang digunakan dalam proses


produksi yang tidak dapat digunakan lagi untuk tujuan semula, tetapi masih
dapat digunakan untuk tujuan lain atau dijual ke pihak lain. Sebagai contoh,
dalam industri konveksi, terdapat kain sisa yang berasal dari proses produksi
pembuatan pakaian. Kain sisa ini masih bisa digunakan untuk tujuan lain atau
dijual ke pihak luar. Bahan sisa dapat ditangani dengan dua metode berikut
ini.

1. Jika bahan sisa dipertimbangkan ketika penetapan tarif overhead pabrik


dibebankan, penjualan bahan sisa akan mengurangi akun overhead
pabrik kendali sehingga jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.

Kas 210.000
Overhead pabrik kendali 210.000

2. Jika bahan sisa tidak dipertimbangkan dalam penetapan tarif overhead


pabrik dibebankan maka hasil penjualan akan dikredit pada akun produk
dalam proses departemen bersangkutan. Jurnal yang dibuat adalah
sebagai berikut.

Kas XXX
Produk dalam proses – Departemen A XXX

Umumnya bahan sisa tidak dicatat pada akun khusus, yaitu sediaan
bahan sisa. Akun ini hanya digunakan jika bahan sisa memiliki nilai yang
material.

F. AKUNTANSI BAHAN SISA BUANGAN

Bahan sisa buangan adalah bahan sisa yang berasal dari proses produksi
dan tidak dapat digunakan lagi maupun dijual. Perusahaan tidak mendapatkan
kas dari bahan sisa buangan ini karena memang tidak memiliki harga dan
sebaliknya perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk membuang bahan
sisa ini. Pada umumnya, biaya yang dikeluarkan untuk membuang bahan sisa
akan dibebankan pada akun overhead pabrik.
Akuntansi Biaya z

L A TIH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan penyusutan produk dalam proses!
Berikan contoh proses produksi yang umumnya memiliki penyusutan
produk dalam proses!
2) Jelaskan metode yang digunakan untuk menangani penyusutan produk
dalam proses!
3) Jelaskan metode yang digunakan untuk menangani produk rusak dalam
sistem kos proses!
4) Jelaskan metode yang digunakan untuk menangani produk cacat dalam
sistem kos proses!
5) Jelaskan penanganan bahan sisa dalam sistem kos proses!
6) Jelaskan penanganan bahan sisa buangan dalam sistem kos proses!

Anda mungkin juga menyukai