Anda di halaman 1dari 5

USULAN PENELITIAN

“HUBUNGAN DURASI TIDUR DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA


MAHASISWA TINGKAT AKHIR DI DENPASAR”

NI KOMANG KRESNIARI
NIM. 17C10196

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
DENPASAR
2020
BAB I

PENDAULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas dapat diartikan sebagai keadaan dimana lemak menimbun


secara berlebihan di dalam tubuh (WHO, 2017). Menurut WHO, sesorang
dikatakan menderita obesitas ketika IMT (Indeks Masa Tubuh) mencapai
≥25. World Health Organization (WHO) tahun 2016 menyatakan bahwa
obesitas telah menjadi masalah epidemi global dan merupakan masalah
kesehatan kronis terbesar. Obesitas merupakan faktor risiko utama pemicu
penyakit kronis termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker
(WHO, 2017). Selain itu, obesitas juga merupakan penyebab kematian
terbesar dibandingkan dengan angka kejadian kurang gizi.
Update data Organitation for Economic Co-operation and
Development (OECD) Health 2017 memperlihatkan bahwa Negara yang
memiliki jumlah penderita obesitas tertinggi berada di Amerika Serikat
sebanyak (38,2%), diikuti Mexico (32,4%). Sementara Negara yang memiliki
jumlah penderita obesitas terendah adalah Jepang (3,7%) dan India (5,0%).
Prevalensi berat badan lebih pada orang dewasa (>18 tahun) di Indonesia
mengalami peningkatan sejak tiga periode riketdas yaitu 8,6% (riketdas 2007),
11,5% (riketdas 2013) dan 13,6% (riketdas 2018). Pada 2018 prevalensi
gemuk terendah terjadi di Nusa Tenggara Timur (10,3%) dan prevalensi
tertinggi terjadi di Sulawesi Utara (30,2%). Terdapat 16 provinsi dengan
prevalensi diatas nasional, dan provinsi bali berada pada urutan ke-13 secara
nasional dengan prevalensi sangat gemuk (obesitas) dengan 1.089.411
penderita dengan usia 18 tahuan keatas. Berdasarkan data Riketdas Provinsi
Bali, kejadian obesitas tertinggi di Bali terdapat di kota Denpasar yaitu sebesar
14,1%, dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan dan membuktikan bahwa
faktor risiko terjadinya obesitas antara lain karena tidak seimbangnya pola
makan dan aktivitas (Kemenkes 2012). Beberapa penelitian lain menyebutkan
bahwa durasi tidur pendek juga menjadi faktor risiko terjadinya obesitas.
Namu masih ditemukan persepsi yang berbeda, beberapa penelitian lain
menyatakan bahwa durasi tidur tidak berhubungan dengan obesitas. Durasi
tidur mungkin menjadi regulator penting berat badan dan metabolisme.
Dalam penelitian (Yulia Kurniawati, dkk 2016) menyebutkan bahwa durasi
tidur berperan dalam mengatur metabolisme hormon leptin dan ghrelin, jika
durasi tidur tidak cukup terpenuhi, maka akan mengakibatkan menurunnya
hormon leptin bahkan dapat membuat seseorang resistensi terhadap leptin dan
dapat meningkatkan hormon ghrelin yang memicu nafsu makan yang
berlebihan. Perubahan hormon ini yang mungkin berkontribusi terhadap
kenaikan indeks massa tubuh hingga mengalami obesitas. Saat istirahat tidur,
tubuh melakukan proses pemulihan yang sangat bermanfaat untuk
mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang memiliki peranan
penting untuk penyimpanan energi, restorasi maupun homeostasis dalam
tubuh (Karen et al, 2014). Terdapat dua tipe, diantaranya tidur NREM (Non
Rapid Eye Movement) dan tidur REM (Rapid Eye Movement). Tidur NREM
biasanya diartikan sebagai tidur gelombang lambat, pada tipe ini gelombang
otak sangat kuat dan frekuensinya rendah (Carley dan Sarah, 2016). Tidur
NREM terbagi menjadi empat stadium, diantaranya stadium 1 dan 2 disebut
tidur ringan (light NREM), sedangkan stadium 3 dan 4 disebut sebagai tidur
gelombang lambat (Slow Wave Sleep) atau tidur dalam (deep NREM).
Kebutuhan tidur sesuai usia menurut Kemenkes RI 2018 adalah 14- 18 jam
untuk usia 0-1 bulan, 12-14 jam untuk usia 1-18 bulan, 11-13 jam untuk usia
3-6 tahun, 10 jam untuk usia 6-12 tahun, 8-9 jam untuk usia 12-18 tahun, 7-8
jam untuk usia 18-40 tahun, dan 6-7 jam per hari untuk lansia.
Berdasarkan penelitian (Ni Putu Rusmini, 2016) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara durasi tidur dengan obesitas, dimana penderita obese
I memiliki durasi tidur yang lebih pendek yaitu 3-5 jam/hari. Dalam
penelitiannya juga disebutkan bahwa responden yang memiliki BMI dengan
rentang obese I (30-35 kg/m2 adalah 20 orang (66.7%). Hal ini didukung
dengan penelitian (Haddy Jallow-Badjan, dkk 2017) yang mendapatkan hasil
bahwa remaja yang memiliki durasi tidur malam yang lebih pendek (<6 jam)
memiliki peningkatan risiko kelebihan berat badan / obesitas, dibandingkan
dengan mereka yang memiliki durasi tidur 6 hingga 8 jam. Namun hal ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian (Wulandari Syamsinar , dkk 2016)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kurang tidur dengan
obesitas. Dalam penelitiannnya didapatkan responden dengan durasi tidur
kurang sebanyak 57,3%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yenni Yostiana
Sinaga, dkk (2015) juga mengemukakan bahwa tidak terdapat hubungan
antara kurang tidur dan obesitas. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kualitas tidur pada mahasiswa FK UR angkatan 2014 tergolong dalam kategori
buruk yaitu sebesar 68,1%. Berdasarkan hasil penelitian Restu Lestari (2016)
menyebutkan bahwa durasi tidur yang pendek sangat berpotensi dialami oleh
mahasiswa, terutama mahasiswa tingkat akhir. Hal tersebut berkaitan dengan
banyaknya kewajiban mahasiswa tingkat akhir yang harus diselesaikan seperti
kewajiban mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir disertai dengan
kewajibannnya menyelesaikan mata kuliah penyerta dengan tugas yang
diberikan. Hal tersebut dapat menyebabkan mahasiwa mengalami depresi dan
kecemasan yang menyebabkan mahasiswa kesulitan untuk dapat tertidur.
Berdasarkan uraian data-data diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
durasi tidur dengan kejadian obesitas pada mahasiswa tingkat akhir di
Denpasar.

B. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian yaitu adakah hubungan antara durasi tidur dengan kejadian
obesitas pada mahasiswa tingkat akhir di Denpasar?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas
pada mahasiswa tingkat akhir di Denpasar.
2. Tujuan khusu
a. Mengidentifikasi gambaran durasi tidur pada mahasiswa tingkat akhir di
Denpasar
b. Untuk mengetahui kejadian obesitas pada mahasiswa tingkat akhir di
Denpasar
c. Untuk menanalisi hubungan durasi tidur dengan kejadian obesitas pada
mahasiswa tingkat akhir di Denpasar.
D. Manfaat
Dalam membahas mengenai hubungan antara durasi tidur dengan kejadian
obesitas diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam keperawatan komunitas dan memberikan informasi
tambahan khususnya tentang hubungan durasi tidur dengan kejadian
obesitas.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menjadi data masukan dan sebagai sumber
informasi
b. Bagi peneliti
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam dunia
kesehatan sekaligus memberikan informasi tentang hubungan durasi
tidur dengan kejadian obesitas, serta sebagai acuan melakukan
penelitian selanjutnya.
c. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai pentingnya durasi
tidur terhadap kejadian obesitas pada mahasiswa tingkat akhir.

Anda mungkin juga menyukai