Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu peristiwa
saling menyampaikan pesan yang berlangsung dari satu pihak ke pihak
yang lain. Menurut Soekartawi (1988 : 1) mengatakan bahwa:
“Komunikasi merupakan suatu pernyataan antarmanusia, baik secara
perorangan maupun berkelompok, yang bersifat umum dengan
menggunakan lambang-lambang yang berarti, maka tampak bahwa dengan
perkembangan objek tertentu akan memerlukan komunikasi yang lebih
spesifik”. Ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi lisan dan tulisan.
Dalam ilmu komunikasi di kenal tiga bentuk komunikasi, yaitu
komunikasi linier yang sering disebut juga dengan komunikasi satu arah
(one-way communication), komunikasi relational dan interaktif yang
disebut dengan “Model Cybernatics”, dan komunikasi konvergen yang
bercirikan multi arah.
Terdapat perbedaan konsep antara ketiga bentuk komunikasi
tersebut. Komunikasi linier mengandung arti bahwa hubungan yang terjadi
hanya satu arah, karena penerima pesan hanya mendengar pesan dari
pemberi pesan. Sementara itu pada komunikasi relational terjadi interaksi
antara pemberi dan penerima pesan, namun sangat bergantung pada
pengalaman. Pengalaman akan menentukan, apakah pesan yang
dikirimkan diterima oleh penerima sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
pemberi pesan. Apabila pengalaman/pemahaman penerima pesan tidak
mampu menjangkau isi pesan, maka akan mempengaruhi hasil pesan yang
diinginkan. Komunikasi konvergen adalah komunikasi yang berlangsung
secara multi arah, diantara penerima menuju suatu fokus atau minat yang
dipahami bersama yang berlangsung secara dinamis dan berkembang
kearah pemahaman kolektif dan berkesinambungan.
Konsep komunikasi seperti yang diuraikan di atas, merupakan
prinsip pertama dalam pengajaran dan pembelajaran Cole & Chan (dalam
Ansari : 2009). Ini artinya keberhasilan program belajar mengajar salah
satu di antaranya bergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan
oleh guru, pada saat beriteraksi dengan siswa. Di dalam komunikasi ada 5
elemen yang terlibat, yaitu sender (pengirim informasi), receiver
(penerima komunikasi), informasi, feedback, dan media.
Hal yang harus menjadi perhatian utama dan sering kita lupa
adalah receiver (penerima informasi) adalah manusia. Oleh karena itu,
sudah selayaknya seorang pendidik memperlakukan siswanya “sebagai
manusia”, jangan memperlakukan mereka sebagai mesin atau objek yang
tidak memiliki perasaan. Pahami diri kita sebagai seorang manusia untuk
kemudian posisikan diri kita ke dalam posisi siswa, rasakan apa yang
disenanginya, dan jauhi apa yang di bencinya. Sudah saatnya komunikasi
yang terjadi di dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah
komunikasi berkualitas yang mengedepankan kemanusiaan. Dengan
demikian, akan tercapai sebuah kualitas dari komunikasi yang efektif yang
akan berefek pada peningkatan kualitas diri setiap orang yang terlibat di
dalamnya.

2.1.2 Aspek-Aspek Komunikasi


Menurut Baroody (dalam Ansari, 2009 : 11) ada lima aspek
komunikasi yaitu representasi (representing), mendengar (listening),
membaca (reading), diskusi (discussing), dan menulis (writing).
1. Representasi
Representasi adalah: (1) bentuk baru sebagai hasil translasi dari
suatu masalah, atau ide, (2) translasi suatu diagram atau model fisik ke
dalam simbol atau kata-kata (NCTM,1989). Misalnya, representasi dapat
membantu anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak
mendapatkan strategi pemecahan.
2. Mendengar (listening)
Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu diskusi. Pirie
(dalam Ansari, 2009 : 14) menyebutkan komunikasi memerlukan
pedengaran dan pembicara. Baroody (dalam Ansari, 2009 : 14)
mengatakan mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam
suatu grup juga dapat membaantu siswa mengkonstruksi lebih
lengkappengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang
efektif.
3. Membaca (reading)
Membaca adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Membaca
aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang
diperkirakan mengandung jawaban relevan dengan pertanyaan yang telah
disusun. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun atau
dikonstruksi secara aktif oleh siswa sendiri.
4. Diskusi (discussing)
Diskusi merupakan sarana untuk mengungkapkan dam
merefleksikan pikiran siswa. Gokhale (dalam Ansari, 2009 : 15)
mengatakan aktivitas siswa dalam diskusi tidak hanya meningkatkan daya
tarik antar partisipan tetapi juga dapat meningkatkan cara berfikr kritis.
Baroody (dalam Ansari, 2009 : 15) mengemukakan mendiskusikan suatu
ide adalah cara yang baik bagi siswa untuk menjauhi gap,
ketidakkonsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian berfikir. Diskusi
dapat menguntungkan pendengar yang baik, karena memberikan wawasan
baru baginya.
5. Menulis (writing)
Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berfikir, siswa
memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif.
Rose (dalam Ansari, 2009 : 16) menyatakan bahwa menulis dipandang
sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Manzo
(dalam Ansari, 2009 : 16) mengatakan meningkatkan taraf berfikr siswa ke
arah yang lebih tinggi (higher-order-thinking).

2.1.3 Komunikasi Matematika


2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Matematika
Komunikasi matematika dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan siswa dalam  menyampaikan sesuatu yang diketahuinya
melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan
kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi
tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep,
rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam
peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara
pengalihan pesannya dapat secara komunikasi lisan maupun komunikasi
tertulis. Menurut Ansari (2009 : 11) mengatakan bahwa:
Komunikasi matematika terdiri atas, komunikasi lisan (talking) dan
komunikasi tulisan “writing”. Komunikasi lisan dapat diartikan
sebagai suatu peristiwa saling interaksi (dialog) yang terjadi dalam
suatu lingkungan kelas atau kelompok, sedangkan komunikasi
tulisan adalah kemampuan atau ketrampilan siswa dalam
menggunakan kosa katanya, notasi, dan stuktur matematika baik
dalam bentuk penalaran, koneksi, maupun dalam masalah.

Komunikasi matematika merupakan bentuk khusus dari komunikasi, yakni


segala bentuk komunikasi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan
ide-ide matematika.
Menurut Ansari (2009 : 10) memberikan standar evaluasi untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematika secara umum anatar lain:
1. Menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi
dan menggambarkannya dalam bentuk visual.
2. Memahami, menginterprestasi, dan menilai ide matematikayang
disajikan dalam bentuk tulisan, lisan, atau bentuk visual.
3. Menggunakan kosa kata/bahasa, notasi dan stuktur matematikauntuk
menyatakan ide, menggambarkan hubungan dan pembuat model.
2.1.3.2 Kemampuan Komunikasi Matematika
Komunikasi dalam matematika berkaitan dengan kemampuan dan
ketrampilan siswa dalam berkomunikasi. Kemampuan komunikasi
matematika dapat terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, ketika
siswa menjelaskan suatu algoritma untuk memecahkan suatu persamaan,
ketika menyajikan cara unik, untuk memecahkan masalah, ketika siswa
mengkonstruk dan menjelaskan suatu representasi grafik terhadap
fenomena dunia nyata, atau ketika siswa memberikan suatu konjektur
tentang gambar-gambar geometri (dalam Ansari, 2009 : 10). Selanjutnya
Greenes dan Schulman (dalam Ansari, 2009 : 10) menyatakan bahwa:
Kemampuan komunikasi matematika dapat terjadi ketika siswa (1)
menyatakan ide matematikamelalui ucapan, tulisan, demonstrasi
dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2)
memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam
tulisan, lisan atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk,
menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam repsentasi ide
dan hubungannya.

Komunikasi matematika bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui


tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap,
menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi,
bekerja sama, menulis, dan akhirnya melaporkan ini dipertegas oleh
pernyataan Sullivan & Mousley (dalam Ansari, 2009 : 10).
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa,
perlu adanya indikator untuk mengukurnya. Indikator komunikasi
matematika lisan menurut Djumhur (dalam Junaidi:2010) adalah siswa
dapat melakukan hal-hal berikut :
 Menyajikan suatu penyelesaian dari suatu masalah
 Menggunakan tabel, gambar, model dan lain-lain untuk
menyampaikan jawaban dari suatu masalah.
 Memilih cara yang paling tepat untuk menyajikan jawaban dari
suatu masalah.
 Mampu menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol,
istilah serta informasi matematika.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi
matematika dalam bentuk tulisan adalah sebagai berikut :
 Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah
menggunakan gambar, tabel gambar, secara aljabar.
 Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis.
 Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan
keterangan dalam bentuk tertulis.
 Menggunakan bahasa dan simbol matematika dengan tepat.

Sejalan dengan itu NCTM ( dalam Herdian,2010) menyebutkan


indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematik pada
pembelajaran matematika dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Indikator Komunikasi Matematika Siswa
No INDIKATOR KOMUNIKASI MATEMATIKA
1 Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika
melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya
serta menggambarkannya secara visual
2 Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya
3 Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-
hubungan dan model-model situasi.

Dengan mencermati indikator-indikator kemampuan komunikasi


dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari instrumen penilaian yang utamanya
melatih dan mengukur kemampuan komunikasi adalah instrumen penilaian
yang menuntut siswa melakukan kegiatan menyelidiki/memeriksa
kebenaran suatu pernyataan, menemukan, membuktikan, menyimpulkan
(berdasar pernyataan-pernyataan yang diketahui), memanipulasi (fakta,
konsep, prinsip, skill), menduga, memberi alasan logis. Selanjutnya
tuntutan itu dikomunikasikan dengan cara lisan atau tertulis atau melalui
tabel/diagram/grafik. Dalam hal ini yang penting adalah bagaimana cara
bertanya atau memberi perintah sehingga siswa melakukan hal-hal seperti
yang diuraikan pada indikator-indikator kemampuan komunikasi di atas.
Oleh karena itu, penekanan pengajaran matematika pada
kemampuan komunikasi menurut NCTM (dalam Ansari, 2009 : 11)
bermanfaat dalam hal :
1. Guru dapat menginventarisasi dan konsolidasi pemikiran
matematikasiswa melalui komunikasi.
2. Siswa dapat mengkomunikasikan pemikiran matematika secara terurut
dan jelas pada teman, guru, dan lainnya,
3. Guru dapat menganalisis dan menilai pemikiran matematika siswa
serta strategi yang digunakan.
4. Siswa dapat menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan
ide matematika yang tepat.

2.1.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi


Matematika
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan
kemampuan komunikasi matematika seperti yang dinyatakan Ansari (2009
: 22), antara lain:
1. Pengetahuan prasyarat
Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa sebagai akibar proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu
saja bervariasi sesuai kemampuan dari siswa itu sendiri. Ada siswa
berkemampuan diatas rata-rata ada juga dibawah rata-rata, oleh karena itu
kemampuan prasyarat ini sangat menentukan hasil pembelajaran siswa.
Namun dalam komunikasi matematikakemampuan awal siswa kadang-
kadang tidak dapat dijadikan standar untuk meramalkan kemampuan
kominikasi lisan maupun tulisan. Ada siswa yang mampu dalam
komunikasi tulisan, tetapi tidak mampu dalam komunikasi lisan, dan
sebaliknya ada siswa yang mampu berkomunikasi lisan dengan baik tapi
tidak mampu memberikan penjelasan dari tulisannya.
2. Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis.
Membaca merupakan aspek penting dalam pencapaian kemampuan
komunikasi siswa. Membaca memiliki peran sentral dalam pembelajaran
matematikakarena kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna
secara aktif. Apabila siswa diberi tugas membaca, mereka akan melakukan
elaborasi (pengembangan) apa yang telah dibaca. Ini berarti mereka
memikirkan gagasan, contoh-contoh, gambaran, dan konsep-konsep lain
yang berhubungan.
Diskusi berperan dalam melatih siswa untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi lisan. Untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi lisan, dapat dilakukan latihan teratur seperti presentasi di kelas
oleh siswa, berdiskusi dalam kelompok, dan menggunakan permainan
matematika.
Menulis adalah proses bermakna karena siswa secara aktif
membangun hubungan antara yang dipelajari dengan apa yang sudah
diketahui. Menulis membantu siswa menyampaikan ide-ide dalam
pikirannya ke dalam bentuk tulisan.
Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi
untuk semua level,hal ini disebabkan karena melalui diskusi seorang
mampu mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru dari teman-
temannya.
3. Pemahaman Matematika (Mathematical Knowledge)
Pemahaman matematika adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika. Pemahaman
matematika dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menguasai suatu
konsep matematika yang mana ditunjukan dengan adanya pengetahuan
terhadap konsep, penerapan dan hubungannya dengan konsep lain.
Pemahaman matematika setiap orang berbeda-beda, hal ini disebabkan
karena beberapa faktor, antara lain: kemampuan membaca, menulis sserta
faktor lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, pemahaman
matematika dapat di tingkatkan melalui proses pembelajaran.
2.1.4 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Banyak definisi para ahli berkaitan dengan
pembelajaran, di antaranya: Menurut Reigeluth (dalam Yamin. 2013 : 15)
mengartikan bahwa: ”Pembelajaran merupakan salah satu sub sistem dari
sistem pendidikan, di samping kurikulum, konseling, administrasi, dan
evaluasi”. Lefrancois (dalam Yamin. 2013 : 15) berpendapat bahwa:
“pembelajaran (instruction) merupakan persiapan kejadian-kejadian
eksternal dalam suatu situasi belajar dalam rangka memudahkan
pembelajar belajar, menyimpan (kekuatan mengingat informasi), atau
mentransfer pengetahuan dan keterampilan”. Menurut Yusufhadi Miarso
(dalam Yamin. 2013 : 15) mengartikan bahwa: “pembelajaran adalah suatu
usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau
terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha tersebut
dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki
kemampuan atau kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan
sumber belajar yang diperlukan. Dapat pula dikatakan bahwa
pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang
dewasa lainnya untuk membuat pembelajar dapat belajar dan mencapai
hasil belajar yang maksimal”. Smith dan Ragan (dalam Yamin. 2013 : 16)
menyatakan bahwa: “pembelajaran adalah desain dan pengembangan
penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil
belajar tertentu”.
Dari beberapa definisi pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan
bahwa inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang dilakukan oleh
guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Di dalam pembelajaran ada
kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih
menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan
bagaimana cara menyampaikan materi dan mengelola pembelajaran.
Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Matematika adalah suatu pelajaran yang
tersusun secara beraturan dan logis yang berjenjang dari paling mudah
hingga yang paling rumit. Lerner (dalam Abdurrahman, 2012 : 202)
menyatakan bahwa “Matematika sebagai bahasa simbolis selain itu
matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas”. Selanjutnya Kline (dalam Abdurrahman, 2012 : 203)
menambahkan “Matematika adalah bahasa simbolis dan memiliki ciri
utamanya adalah penggunaan bernalar deduktif, tetapi juga tidak
melupakan cara bernalar induktif”.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian upaya yang
dilakukan guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk
membangun atau mengenalkan simbol-simbol, konsep-konsep dan prinsip-
prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses arahan
bimbingan. Disini guru dituntut untuk dapat mengaktifkan siswanya
selama pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran tidak lagi berpusat
pada guru melainkan pada siswa. Guru bukan mentransfer pengetahuan
pada siswa tetapi membantu agar siswa membentuk sendiri
pengetahuannya.

2.1.5 Pengertian Belajar


Belajar merupakan kegiatan orang sehari-hari. Kegiatan belajar
tersebut dapat dihayati oleh orang yang sedang belajar. Belajar yang
dihayati oleh seorang siswa ada hubungannya dengan usaha pembelajaran,
yang dilakukan oleh guru. Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya
pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang
dialami oleh siswa. Oleh sebab itu, kegiatan belajar merupakan bagian
yang paling pokok. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala. 2003 :
13) mengemukakan “siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya
proses belajar”. B. F. Skinner (dalam Sagala. 2003 : 14) belajar menurut
pandangannya adalah “suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara progressif. Belajar juga dipahami sebagai suatu
perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya jika ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Jadi belajar
ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya
resposn”. Menurut Gage (dalam Dahar.1988 : 11), belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman.

1. Perubahan Perilaku
Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan
dalam suatu organisma, berarti juga bahwa belajar membutuhkan waktu.
Untuk mengukur belajar, kita membandingkan cara organisma itu
berprilaku pada 2 waktu dalam suasana yang serupa. Bila perilaku dalam
suasana serupa itu berbeda untuk kedua waktu itu, maka kita dapat
berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.

Selanjutnya, yang terjadi ialah perubahan perilaku dalam proses


belajar. Perubahan dalam sifat-sifat fisik, misalnya tinggi dan berat, tidak
termasuk belajar. Demikian pula perubahan dalam kekuatan fisik,
misalnya kemampuan untuk mengangkat, yang terjadi sebagai suatu hasil
perubahan fisiologis dalam besar otot atau efisiensi dari proses-proses
sirkulasi dan respirasi.

2. Perilaku Terbuka

Perilaku menyangkut aksi atau tindakan, aksi-aksi otot atau aksi-


aksi kelenjar, dan gabungan dari kedua macam aksi itu. Yang menjadi
perhatian utama ialah perilaku verbal dari manusia, sebab dari tindakan-
tindakan menulis dan berbicara manusia. Perilaku terbuka dari organisme
selalu menjadi pusat perhatian kita. Beberapa ahli psikologi hanya
memusatkan pada perilaku terbuka. Mereka disebut para ahli psikologi
perilaku (behaviorists). Para ahli psikologi yang lain menganggap perilaku
terbuka sebagai suatu tanda untuk menyimpulkan apa yang terjadi dalam
pikiran seseorang. Mereka kerap kali disebut para ahli psikologi kognitif.
Tetapi, semua ahli psikologi perlu mengamati perilaku terbuka untuk dapat
menetukan apakah terjadi perubahan.

3. Belajar dan Pengalaman

Komponen terakhir dalam definisi belajar ialah “sebagai suatu hasil


pengalaman”. Istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan
perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar. Batasan ini penting dan
sulit untuk didefinisikan. Biasanya batasan ini dilakukan dengan
memperhatikan penyebab-penyebab perubahan dalam perilaku yang tidak
dapat dianggap sebagai hasil pengalaman. Perubahan perilaku yang
disebabkan oleh kelelahan, adaptasi indera, obat-obatan dan kekuatan
mekanis, tidak dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh
pengalaman, dan karena itu tidak dapat dianggap, bahwa belajar telah
terjadi.

4. Belajar dan Kematangan

Proses lain yang menghasilkan perubahan perilaku, yang tidak


termasuk belajar ialah kematangan. Perubahan perilaku yang disebabkan
oleh kematangan terjadi bila perilaku itu disebabkan oleh perubahan-
perubahan yang berlangsung dalam proses pertumbuhan dan
pengembangan dari organisme-organisme secara fisiologis. Berjalan dan
berbicara berkembang dalam diri manusia pada umumnya lebih banyak
disebabkan oleh kematangn ini daripada belajar. Suatu tingkat kematangan
tertentu merupakan prasyarat belajar berbicara, walaupun pengalaman
dengan orang dewasa yang berbicara dibutuhkan untuk membantu
kesiapan yang dibawa oleh kematangan.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa


belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang melalui
aktivitas untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Harapannya individu yang telah belajar sudah mengalami proses
perubahan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu yang baru dalam setiap
aspek tingkah lakunya.

2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif


Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil
yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk
memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Jadi model
pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengonstruksi konsep
dan menyelesaikan persoalan (Shoimin. 2014 : 45). Sedangkan Ansari
(2009 : 57) mengungkapkan bahwa :
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling
ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa
bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama
menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dengan memanfaatkan kenyataan
itu, belajar berkelompok secara kooperatif akan melatih siswa untuk saling
berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas dan tanggung jawab. Mereka juga
akan belajar untuk menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Apabila diperhatikan dengan saksama, maka pembelajaran
kooperatif ini memiliki ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model
lainnya. Ansari (2009 : 57) menyatakan bahwa pembelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa belajar dalam kelompok kecil untuk mencapai ketuntasan
belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3. Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku,
ras, budaya dan jenis kelamin berbeda.
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada
individual.
Berdasarkan penjelasan tentang pembelajaran kooperatif ini dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut memerlukan kerja
sama antar siswa dan saling tergantungan dalam struktur pecapaian tugas,
tujuan, dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran tergantung pada
keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana
keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang
positif dalam belajar kelompok.
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kelemahan. Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif. Shoimin
(2014 : 48) mengatakan kelebihan yang diperoleh dalam pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan harga diri tiap individu.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar sehingga
konflik antarpribadi berkurang.
3. Sikap apatis berkurang.
4. Pemahaman yang lebih mendalam dan retensi atau penyimpanan
lebih lama.
5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
6. Pembelajaran kooperatif dapat mencegah keagresifan dalam sistem
kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa
mengorbankan aspek kognitif.
7. Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian akademik).
8. Meningkatkan kehadiran peserta dan sikap yang lebih positif.
9. Menambah motivasi dan percaya diri.
10. Menambah rasa senang berada di tempat belajar serta menyenangi
teman-teman sekelasnya.
11. Mudah di terapkan dan ridak mahal.
Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif yaitu sebagai
berikut :
1. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. Banyak
peserta tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang
lain.
2. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya
karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus
menyesuaikan diri dengan kelompok.
3. Banyak peserta takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau
secara adil bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan
tersebut.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Enam langkah pembelajaran
kooperatif itu dirangkum pada tabel 2.2. (Shoimin. 2014 : 46)
Table 2.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru


Fase-1 Guru menyampaikan tujuan pelajaran
Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
Fase-2
dengan jalan demonstrasi atau lewat
Menyajikan informasi
bahan bacaan.
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasi siswa ke bagaimana caranya membentuk kelompok
dalam kelompok- belajar dan membantu setiap kelompok
kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok
Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
bekerja dan belajar tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Fase-5 materi yang telah dipelajari atau masing-
Evaluasi masing kelompok mem- presentasikan
hasil kerjanya.
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk
Memberikan menghargai, baik upaya maupun hasil
penghargaan belajar individu dan kelompok.

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write


Model pembelajaran Think-Talk-Write merupakan suatu model
pembelajaran untuk melatih keterampilan peserta didik dalam menulis.
Think-Talk-Write menekankan perlunya peserta didik mengomunikasikan
hasil pemikirannya. Huinker dan Laughlin (dalam Shoimin. 2014 : 212)
menyebutkan bahwa aktivitas yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi
peserta didik adalah degan penerapan pembelajaran Think-Talk-Write.
Silver & Smith (dalam Yamin & Ansari, 2012 : 90)
mengungkapkan bahwa peranan dan tugas guru dalam usaha
mengefektifkan penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write ini
adalah:
1. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan,
dan menantang setiap siswa berfikir
2. Mendengar secara hati-hati ide siswa
3. Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan
4. Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi
5. Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasikan
persoalan-persoalan,menggunakan model, membiarkan siswa
berjuang dengan kesulitan.
6. Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan
memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk
berpartisipasi.
Ansari (2009 : 69) menyatakan adapun aktivitas pada siswa saat
kegiatan Think-Talk-Write berlangsung adalah sebagai berikut:
1. Think
Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Think-Talk-Write adalah Think, yaitu tahap berfikir dimana
siswa membaca teks berupa soal. Dalam tahap ini siswa secara individu
memikirkan kemungkinan jawaban/penyelesaian soal, membuat catatan
kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak
dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Jawaban atau ide-ide yang
siswa tuliskan pada catatan kecil tidak perlu benar, yang terpenting adalah
siswa mampu mengemukakan alasan yang mendukung setiap pendapatnya.
Selama tahap think berlangsung, guru tidak perlu turut campur
dalam kegiatan ini. Pada tahap ini guru hanya sebatas mengawasi untuk
memastikan bahwa setiapsiswa sudah melakukan aktivitasnya dengan
baik. Jika guru masih ada siswa yang belum juga menuliskan catatan
kecilnya, maka guru berusaha untuk memotivasi danmmemberikan sedikit
pengarahan tentang maksud setiap permasalahan yang disajikan, supaya
siswa mendapat sedikit gambaran.
2. Talk
Talk merupakan tahap kedua dari model pembelajaran Think-Talk-
Write. Talk adalah berbicara atau diskusi yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap
pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji ide-
ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Talk yaitu berkomunikasi dengan
menggunakan kata-kata bahasa yang mereka pahami. Tahap ini
memungkinkan siswa untuk trampil berbicara. Pada umumnya menurut
Huinker & Laughlin (dalam Ansari, 2009 : 7) menyatakan bahwa:
Berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis
tidak. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya
sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Komunikasi dapat dibangun di kelas dimanfaatkan sebagai alat
sebelum menulis.

Misalnya siswa berkomunikasi tentang ide matematika yang dihubungkan


dengan pengalaman mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis
tentang ide tersebut. Selain itu, komunikasi dalam suatu diskusi dapat
membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas.
Oleh karena itu, ketrampilan berkomunikasi (berbicara) dapat
mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya.
Pada tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitatordan motivator.
Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberiakam arahan dan
bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan, terutama dalam
hal materi, baik itu diminta maupun tidak diminta. Bimbingan dan arahan
yang dilakukan oleh guru lebih bersifat menuntun siswa pada suatu
jawaban yang tepat. Dan sebagai motivator, guru senantiasa memberikan
dorongan kepada siswa yang merasa kurang percaya diri terhadap hasil
pekerjaannya atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk
menemukan suatu jawaban yang tepat. Guru harus menyakinkan siswa dan
atau kelompok siswa bahwa apa yang ia yakini sebagai jawaban
merupakan hasil pemikiran yang hebat dan patut bangga.
3. Write
Write merupakan tahap terakhir pada model pembelajaran Think-
Talk-Write. Write yaitu menuliskan hasil diskusi/diolog pada lembar kerja
yang disediakan. Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena
setelah berdiskusi atau berdialog antar teman kemudian
mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu
merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa
tentang materi yang dipelajari. Aktivitas menulis membantu siswa dalam
membuat hubungan dan juga memungkinkan guru membuat
pengembangan konsep siswa. Selain itu, aktivitas menulis siswa bagi guru
dapat memantau kesalahan siswa dan konsep siswa terhadap ide yang
keliru.
Dalam tahap ini aktivitas siswa adalah sebagai sebagai berikut: (a)
menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk
perhitungan, (b) mengorganisasi semua pekerjaan langkah-demi-langkah,
baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun,
table agar mudah dibaca adan ditindaklanjuti, (c) mengoreksi semua
pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan/perhitungan yang tertinggal,
(d) menyakinkan bahwa pekerjaannya lengkap, mudah dibaca dan terjamin
keasliannya.
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kelemahan. Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-
Talk-Write. Kelebihan TTW diantaranya adalah sebagai berikut (Shoimin.
2014 : 215) :
1. Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam memahami
materi ajar.
2. Dengan memberikan soal open ended dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa.
3. Dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.
4. Membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman,
guru, bahkan dengan diri mereka sendiri.

Sedangkan, yang menjadi kelemahan dari model kooperatif tipe Think-


Talk-Write adalah :
1. Kecuali kalau soal open ended tersebut dapat memotivasi, siswa
dimungkinkan sibuk.
2. Ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan
kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh siswa yang
mampu.
3. Guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang
agar dalam menerapkan strategi think-talk-write tidak mengalami
kesulitan.
Ansari (2009 : 72) mengatakan langkah-langkah pembelajaran
Think-Talk-Write, yaitu:
1. Guru membagi teks bacaan berupa Lembaran Aktivitas Siswa
yang memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur
pelaksanaannya.
2. Siswa membaca teks dan membuat catatan kecil dari hasil bacaan
secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think)
3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk
membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator.
4. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil
kolaborasi (write).
Martinis & Ansari (2009 : 89) menjelaskan desain pembelajaran
Think-Talk-Write. Desain pembelajaran ini ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1

Belajar Bermakna
Guru Melalui Model
Pembelajaran Think-
Talk-Write

Dampak
Situasi
Masalah

Siswa
Membaca Teks
THINK Aktivitas dan
Siswa Membuat Catatan
Sicara Individual

Interaksi dalam
TALK Aktivitas Grup:
Untuk Membahas
Siswa Isi Catatan

Konstruksi Siswa
Pengetahuan Hasil
WRITE Aktivitas
dari Think-Talk
Siswa Secara Individual

Kemampuan Pemahaman dan


Komunikasi Matematika
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka peneliti melakukan
memodifikasinya sebagai berikut.
1. Guru membagikan siswa dalam kelompok kecil yang
beranggotakan 4-5 orang dengan kemampuan yang heterogen.
2. Selanjutnya guru memberikan masalah matematika pada materi
bangun datar segi empat dan siswa bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
3. Dalam kegiatan ini guru bukan menjadi pusat pengetahuan lagi
melainkan menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.
4. Kemudian siswa di dalam kelompoknya melakukan kegiatan
berpikir (think) mengenai masalah yang telah diberikan oleh guru
baik.
5. Selanjutnya siswa saling berdiskusi (talk) untuk mendapatkan
pemecahan masalah tersebut.
6. Pada langkah terakhir siswa menuliskan (write) hasil diskusi dari
hasil pemecahan masalah yang telah didapat.

2.1.8 Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Think-


Talk-Write
Pembelajaran matematika melalui strategi Think-Talk-Write
mengutamakan peran aktif siswa untuk membangun pemahaman dan
mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya secara mandiri.
Prinsip tersebut sejalan dengan prinsip dasar kontruktivisme. Suparno
(1996:73) menyebutkan prinsip kontruktivisme yaitu :
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.
b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa.
c. Mengajar adalah membantu siswa belajar.
d. Tekanan dalam belajar lebih pada proses bukan pada akhir.
e. Kurikulum menekankan partisipasi siswa.
f. Guru adalah fasilitator.
Dengan demikian, proses pembelajaran merupakan suatu proses aktif siwa
yang sedang belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Sedangkan guru berperan menyediakan kondisi belajar yang mendukung
proses kontruksi pengetahuan pada diri siswa yang diantaranya adalah
memikirkan beberapa kegiatan dan aktifitas yang dapat merangsang siswa
berfikir, memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi sehingga interaksi
siswa di dalam kelas dapat hidup, serta memberi kebebasan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan den pemikiran mereka.
Selanjutnya, teori atau pandangan yang sangat tekenal dengan teori
belajar kontruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang
dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir sampai dewasa.
Piaget yang terkenal sebagai kontruktivisme pertama (Dahar, 1989:59)
menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru
dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah proses mental membentuk
skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema
yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996:7)
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh
secara prinsip oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan
perkembangan kognitif anakn bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut
pandangan kontruktivisme, Driver dan Bell (Hamzah, 2004) mengajukan
karakteristik sebagai berikut : (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu
yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan
seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan
sesuatu yang datang dari luar melalinkan dikonstruksi secara personal, (4)
pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari,
melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Selain teori belajar kontruktivisme dari Piaget, teori lain yang
mendasari pembelajaran matematika melalui strategi Think-Talk-Write
adalah teori belajar penemuan dari Bruner, dengan dalil utamanya sebagai
berikut (Russefendi, 1988:151):
1). Dalil penyusunan, cara paling baik bagi anak untuk belajar matematika
ialah melakukan penyusunan representasinya.
2) Dalil notasi, penggunaan notasi yang sesuai dengan perkembangan
mental siswa.
3) Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, suatu konsep akan lebih
bermakna jika dikontraskan dengan konsep-konsep lain dan disajikan
dengan beraneka ragam contoh.
4) Dalil pengaitan, agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil
siswa harus diberi kesempatan lebih banyak untuk melihat kaitan-kaitan
baik itu kaitan antar konsep, antar teori, antar topik ataupun antar cabang
matematika.
Jadi menurut teori kontruktivisme maupun teori belajar penemuan,
belajar adalah keterlibatan anak secra aktif membangun pengetahuannya
melalui berbagai jalur, seperti membaca, berfikir, mendengar, berdiskusi,
mengamati dan melakukan eksperimen terhadap lingkungan serta
melaporkannya sangat sesuai dengan strategi belajar think-talk-write
dimana guru dalam strategi ini berperan sebagai stimulation of learning
yang benar-benar dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan.

2.1.9 Hubungan Komunikasi Matematika Dengan Model


Pembelajaran Think-Talk-Write ( TTW)
Think-Talk-Write adalan model pembelajaran yang dimulai dengan
berfikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritis, dan alternatif
solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan
kemudiam membuat laporan hasil presentasi. Sintaksnya adalah informasi,
kelompok (membaca, mencatat, menandai),presentasi, diskusi dan
melaporkan. Belajar dalam kelompok kecil dengan model pembelajaran
Think-Talk-Write (TTW) memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mulai belajar secara aktif dalam diskusi kelompok dan akhirnya
menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.
Adanya keterkaitan antara model pembelajaran Think-Talk-Write
dengan kemampuan komunukasi matematika dapat diketahui dari
hubungan antara indikator komunikasi mtematika dengan tahap-tahap
pembelajaran dalam model pembelajaran Think-Talk-Write. Model
pembelajaran Think-Talk-Write yang dimulai dengan bahan bacaan
matematika (membaca, menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi)
merupakan salah satu bentuk komunikasi matematika. Membaca
matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika.
Sebab, kegiatan membaca mendorong peserta didik belajar bermakna
secara aktif. Dengan membaca, pembaca tidak hanya menarik arti dari
suatu teks tetapi juga menggunakan pengetahuan, minat, nilai, dan
perasaanya untuk mengembangkan makna. Hal tersebut yang nantinya
akan mendorong tercapainya indikator kemampuan komunikasi
matematika, khususnya kemampuan menggunakan kemampuan membaca,
menulis, dan menelaah untuk menginterpretasi dan mengevaluasi ide
matematika.
Kegiatan selanjutnya dalam model pembelajaran Think-Talk-Write
adalaah mengkomunikasikan hasil bacaan dengan presentasi dan diskusi.
The Common Core Of Learning, menyarankan semua peserta didik
mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis
tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif
dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta ide-ide mereka
atau berbica dan mendengarkan peserta didik lain, dalam berbagai ide,
strategi dan solusi. Kegiatan ini juga akan mendorong tercapainya
indikator kemampuan komunikasi matematika, khususnya kemampuan
mendiskusikan ide-ide matematika, membuat konjektor, menyusun
argumen, merumuskan defenisi dan generalisasi.
Kegiatan terakhir dalam model pembelajaran ini adalah
melaporkan dengan menuliskan hasil belajarnya dengan bahasa sendiri.
Menulis matematika mendorong peserta didik untuk merefleksikan
pekerjaan mereka dengan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri.
Membaca apa yang peserta didik tulis adalah cara yang istimewa untuk
para guru dalam mengidentifikasi pengertian dan miskonsepsi dari peserta
didik. Hal tersebut juga akan mendorong tercapainya indikator
kemampuan komunikasi matematika, khusnya kemampuan menggunakan
kemampuan membaca, menulis, menelaah, untuk menginterpretasi dan
mengevaluasi ide matematika. Kemampuan mengemukakan ide
matematika dari suatu teks, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
merupakan bagian penting dari standar komunikasi matematika yang perlu
dimiliki peserta didik. Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks
tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks
secara benar dalam bahasanya sendiri. Oleh karena itu, untuk memeriksa
apakah peserta didik telah memiliki kemampuan membaca teks
matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui kemampuan
peserta didik menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali ide
matematika dengan bahasanya sendiri.

2.1.10 Komputer Sebagai Media Pembelajaran

H.W. Fowler dalam Saminanto (2010) mengatakan bahwa


matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang
yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran
disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media
pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa.

Hamalik dalam Arsyad (2010 : 15) mengemukakan bahwa


pemakaian media dalam pembelajaran dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Sedangkan Ibrahim dalam
Arsyad (2010:16) menjelaskan betapa pentingnya media pembelajaran
karena media pembelajaran membawa dan membangkitkan rasa senang
dan gembira bagi murid–murid dan memperbarui semangat mereka.
Membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta
menghidupkan pelajaran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin mendorong upaya–upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil
teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu
menggunakan alat–alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak
menutup kemungkinan bahwa alat–alat tersebut sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. ( Arsyad, 2010: 2). Komputer adalah
alat elektronis yang dapat menghitung atau mengelolah data secara cermat
menurut yang diinstruksikan dan memberikan hasil pengolahan, biasanya
terdiri atas unit pemasukan, unit pengeluran, unit penyimpanan, serta unit
pengontrolan. ( Maria Ulpah : 2007 ).

Komputer sebagai media dalam proses pembelajaran memiliki


beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh media lain, beberapa
keistimewaan itu antara lain :

1.      Komputer dapat berperan sebagai media yang efektif untuk


menumbuh kembangkan minat dan kreativitas siswa dalam pembelajaran.

2.      Komputer dapat menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam


pembelajaran (terciptanya hubungan interaktif).

3.      Dengan menggunakan komputer sebagai media pembelajaran,


seringkali siswa berhasil mempelajari bahan ajar yang sama banyaknya
dengan waktu yang lebih sedikit.

4.      Siswa yang belajar dengan media komputer mempunyai kemampuan


mengingat materi dalam waktu yang lebih lama dan dapat
menggunakannya dalam bidang–bidang lain.
5.      Komputer memberi fasilitas bagi siswa untuk mengulangi pelajaran
apabila diperlukan, dengan tujuan memperkuat proses belajar dan
memperbaiki ingatan.

6.      Komputer membantu siswa memperoleh umpan balik secara leluasa


dan bisa memacu.

7.      Motivasi siswa dengan peneguhan positif yang diberikan jika siswa


memberikan jawaban. ( Maria : 2007)

Dalam pembelajaran matematika, komputer banyak digunakan


untuk materi yang memerlukan gambar, animasi, visualisasi dan warna,
misalnya geometri. Clements dalam Abdussakir (2010) menyatakan bahwa
pembelajaran geometri dengan komputer perlu dilakukan. Dengan
komputer, siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikan masalah-masalah
geometri. Satu hal yang paling penting adalah komputer dapat memuat
konsep matematika ( khusunya geometri ) yang abstrak dan sulit menjadi
lebih konkret dan jelas. “Teknologi penting dalam belajar dan mengajar
matematika; teknologi mempengaruhi matematika yang diajarkan dan
meningkatkan proses belajar siswa” (NCTM, 2000 : 24) dalam Van De
Walle ( 2008 : 3 ).

2.1.11  GeoGebra

Pemanfaatan teknologi komputer dengan berbagai program dalam


pembelajaran matematika sudah merupakan keharusan dan kebutuhan.
Salah satu progam komputer yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran matematika khususnya geometri adalah GeoGebra.
GeoGebra dikembangkan oleh Markus Hohenwarter pada tahun 2001.
Syaiful Hamzah (2011) mengemukakan bahwa GeoGebra adalah
perangkat lunak matematika yang dinamis dan bersifat open source (free)
untuk pembelajaran dan pengajaran matematika di sekolah. Program ini
dapat dimanfaatkan secara bebas yang dapat diunduh
dariwww.geogebra.com. Website ini rata-rata dikunjungi sekira 300.000
orang tiap bulan. Hingga saat ini, program ini telah digunakan oleh ribuan
siswa maupun guru dari sekira 192 negara.

GeoGebra adalah perangkat lunak matematika dinamis yang


menggabungkan geometri, aljabar, dan kalkulus. Perangkat lunak ini
dikembangkan untuk proses belajar mengajar matematika di sekolah oleh
Markus Hohenwarter di Universitas Florida Atlantic. Selain itu bahasanya
bisa diubah ke dalam bahasa Indonesia.

Hohenwarter & Fuchs dalam Mahmudi (2010) mengatakan


GeoGebra sangat bermanfaat sebagai media pembelajaran matematika
dengan beragam aktivitas sebagai berikut.

1.      Sebagai media demonstrasi dan visualisasi. Dalam hal ini, dalam


pembelajaran yang bersifat tradisional, guru memanfaatkan GeoGebra
untuk mendemonstrasikan dan memvisualisasikan konsep-konsep
matematika tertentu.

2.      Sebagai alat bantu konstruksi. Dalam hal ini GeoGebra digunakan


untuk memvisualisasikan konstruksi konsep matematika tertentu, misalnya
mengkonstruksi segitiga.

3.      Sebagai alat bantu proses penemuan. Dalam hal ini GeoGebra


digunakan sebagai alat bantu bagi siswa untuk menemukan suatu konsep
matematis, misalnya tempat kedudukan titik-titik atau karakteristik
parabola.
2.1.11 Bangun Datar Segi Empat
2.1.11.1 Pengertian Bangun Datar Segi Empat Persegi Panjang
Perhatikan persegi panjang pada gambar 2.2 di bawah ini !

A B

D C
Gambar 2.2

Dari gambar diatas dapat ditunjukkan bahwa sifat-sifat persegi


panjang antara lain :
1. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar
2. Setiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o
3. Mempunyai dua buah diagonal yang sama panjang dan saling
berpotongan di titik pusat persegi panjang. Titik tersebut membagi
diagonal menjadi dua bagian yang sama panjang.
4. Mempunyai 2 sumbu simetri yaitu sumbu vertikal dan horizontal.
Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa persegi panjang adalah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan
sejajar dan sama panjang, serta keempat sudutnya siku-siku.

2.1.11.2 Keliling dan Luas Persegi Panjang


Keliling persegi panjang adalah jumlah seluruh panjang sisi-
sisinya. Perhatikan gambar 2.3 berikut ini!
p
A B

l l

D p C
Gambar 2.3
Berdasarkan gambar diatas dan sifat-sifat persegi panjang, bahwa
persegi panjang ABCD adalah persegi panjang dengan panjang p dan lebar
l, maka
Keliling ABCD = sisi AB + sisi BC + sisi CD + sisi DA
= p+l+ p+l
=p+p+l+l
= 2 p + 2 l (panjang = p, lebar = l )

Sehingga, dari penjabaran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rumus


keliling persegi panjang adalah :
K = 2 p + 2 l atau K = 2 (p + l)
Dimana :
K = Keliling; p = Panjang ; l = Lebar

Luas persegi panjang adalah bidang yang ada di dalam bangun persegi
panjang. Luas persegi panjang sama dengan hasil kali panjang dan
lebarnya. Rumus luas persegi panjang adalah:
L=p×l
Dimana :
L = Luas ; p = Panjang; l = Lebar

2.1.11.3 Pengertian Bangun Datar Segi Empat Persegi


Perhatikan persegi pada gambar 2.4 di bawah ini !
A B

D C
Gambar 2.4
Dari gambar diatas dapat ditunjukkan bahwa sifat-sifat persegi sebagai
berikut:
1. Semua sisinya sama panjang dan sisi-sisi yang berhadapan sejajar.
2. Setiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o.
3. Mempunyai dua buah diagonal yang sama panjang, berpotongan di
tengah-tengah, dan membentuk sudut siku-siku.
4. Setiap sudutnya dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.
5. Memiliki empat sumbu simetri
Dari sifat-sifat persegi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persegi
adalah bangun datar yang mempunyai empat sisi yang sama panjang.
Persegi sering disebut juga sebagai bujur sangkar. Dan persegi panjang
yang keempat sisinya sama panjang disebut juga sebagai persegi.

2.1.11.4 Keliling dan Luas Persegi


Keliling persegi adalah jumlah seluruh panjang sisi-sisinya.
Perhatikan gambar 2.5 berikut ini!
A s B

s s

D s C
Gambar 2.5
Berdasarkan gambar diatas dan sifat-sifat persegi, bahwa persegi
ABCD adalah persegi dengan panjang sisi s, maka

Keliling ABCD = AB + BC + CD + DA
= s+s+s+s
= 4s
Sehingga, diperolehlah keliling dari persegi adalah:
K = 4 × sisi atau K = 4s
Dimana :
K = Keliling; s = Sisi
Luas persegi adalah hasil kali dari panjang sisinya. Karena persegi
memiliki ukuran panjang dan lebar yang sama, yang disebut dengan sisi
maka rumus luas persegi adalah :
L = sisi x sisi atau L = s2

Dimana :
L = Luas; s = Sisi

2.1.11.5 Pengertian Bangun Datar Segi Empat Jajargenjang


Perhatikan jajargenjang pada gambar 2.6 berikut ini!
A D

B C
Gambar 2.6
Dari gambar diatas dapat ditunjukkan bahwa sifat-sifat jajargenjang
sebagai berikut:
1. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
2. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar.
3. Mempunyai dua buah diagonal yang berpotongan di satu titik dan
saling membagi dua sama panjang.
4. Mempunyai simetri putar tingkat dua dan tidak memiliki simetri
lipat.
Dari sifat-sifat jajargenjang diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa jajargenjang adalah segi empat dengan kekhususan yang sisi yang
berhadapan sejajar dan sama panjang. Jajargenjang dapat dibentuk dari
segitiga dan bayangannya, dengan pemutaran setengah putaran yang
berpusat dititik tengan salah satu sisinya.

2.1.11.6 Keliling dan Luas Jajargenjang


Keliling jajargenjang adalah dengan menjumlahkan semua sisi-
sisinya. Perhatikan gambar 2.7 berikut ini!
m
A D

n n

B C
m
Gambar 2.7
Berdasarkan gambar diatas dan sifat-sifat jajarangenjang, bahwa
sisi-sisi pada jajargenjang yang sejajar adalah sama panjang. Apabila
panjang 2 sisi yang tidak sejajar masing-masing adalah m dan n, maka
Keliling ABCD = AD + DC + CB + BA
= m+n+m+n
= m+m+n+n
= 2 (m + n)
Sehingga, diperolehlah keliling dari jajargenjang adalah:
K = 2 (m + n)
Dimana :
K = Keliling ; m dan n = Sisi
Luas jajargenjang adalah dicari dengan menggunakan rumus luas
persegi panjang. Perhatikan gambar 2.8 berikut ini!
A D

t
t
B a C
a

Gambar 2.8

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan, bahwa jajargenjang


memiliki alas a dan tinggi t, maka
Luas jajargenjang = Luas persegi panjang
= p×l
= alas × tinggi
= a×t
2.1.11.7 Pengertian Bangun Datar Segi Empat Belah Ketupat.
Perhatikan belah ketupat pada gambar 2.9 berikut ini !
A

B D

C
Gambar 2.9
Dari gambar diatas dapat ditunjukkan bahwa sifat-sifat belah
ketupat sebagai berikut:
1.Semua sisinya sama panjang.
2. Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar
oleh diagonal-diagonalnya.
3. Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak
lurus.
4. Kedua diagonal belah ketupat merupakan sumbu simetrinya.
Dari sifat-sifat belah ketupat diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa belah ketupat adalah bangun datar yang memiliki empat sisi yang
sama panjang dan saling tidak tegak lurus,serta mempunyai sudut yang
sama besar. Belah ketupat merupakan segi empat yang dibentuk dari
segitiga sama kaki dan bayangannya, dengan ala sebagai sumbu simetri.
2.1.11.8 Keliling dan Luas Belah Ketupat
Keliling belah ketupat adalah dengan menjumlahkan semua sisi-
sisinya. Perhatikan gambar 2.10 berikut ini !

s s

O
B D

s s

C
Gambar 2.10
Berdasarkan gambar diatas dan sifat-sifat belah ketupat, bahwa
semua sisi-sisinya sama panjang maka,
Keliling ABCD = AB + BC + CD + BA
=s+s+s+s
= 4s
Sehingga, diperolehlah keliling dari belah ketupat adalah:
K = 4 × sisi atau K = 4s
Dimana :
K = Keliling; s = Sisi
Luas belah ketupat adalah dicari dengan menggunakan rumus luas
segitiga. Perhatikan gambar 2.7 diatas! Luas belah ketupat ABCD sama
dengan luas segitiga ABD ditambah dengan luas segitiga CBD maka,
Luas belah ketupat ABCD = Luas segitiga ABD + Luas segitiga CBD
= ( 1/2 × BD × OA) + ( 1/2 × BD × OC )
= 1/2 × [(BD × OA) + ( BD × OC)]
= 1/2 × [(OA + OC) × BD] ;
dengan OA + OC = AC
Luas belah ketupat ABCD = 1/2 × AC × BD
Dimana, AC = diagonal 1 dan BD = diagonal 2
Diperolehlah, rumus luas belah ketupat adalah
L = ½ × diagonal 1 × diagonal 2 atau L = ½ × d1 × d2
Dimana :
L = Luas; d1 = diagonal 1 = AC; d2 = diagonal 2 = BD

2.2 Penelitian yang Relevan


Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian dari berbagai
model pembelajaran terhadap pelajaran matematika, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pada tahun 2013 dilakukan penelitian oleh Rosmalinda Ika
Kesumawaty Kambaren terhadap siswa SMA kelas X di kota
Medan yang telah terakreditasi B dengan judul:
“Perbedaan kemampuan komunikasidan pemecahan masalah
matematika siswa SMA dengan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Talk-Write dan pembelajaran Konvensional”. Berdasarkan
hasil penelitian di peroleh terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan komunikasi yang memperoleh pembelajaran
kooperatif tipe Think-Talk-Write lebih baik dari pada siswa yang
mendapat pembelajaran Konvensional.
2. Pada tahun 2013 dilakukan penelitian oleh Putri Maisyarah Ammy
terhadap siswa SMA kelas X dengan judul:
“Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi
Matematika Antara Siswa Yang Diberikan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Talk-Write dengan Pembelajaran
Langsung”. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh terdapat
perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang
diberi model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
dengan model pembelajaran langsung. Hal ini terlihat dari hasil
statistik dimana untuk Fhitung = 43,72 lebih besar Ftabel = 4,01.
Konstanta persamaan regresi untuk model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Talk-Write yaitu 9,899 lebih besar dari model
pembelajaran langsung yaitu 2,271.

2.3. Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual merupakan sarana peneliti untuk
menganalisis secara terstruktur dan beragumentasi tentang kecenderungan
dugaan kemana penelitian akan berlangsung. Model pembelajaran Think-
Talk-Write adalah sebuah pembelajaran yang dimulai dengan berfikir
melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi,dan alternative solusi), hasil
bacaan di komunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian
membuat laporan hasi presentasi.
Pada pelaksanaan model think-talk-write, pertemuan diawali
dengan penyampaian materi secara garis besar dan kompetensi yang ingin
dicapai secara klasikal. Kemudian peneliti membagikan lembar aktivitas
siswa kepada masing-masing siswa dan mengarahkan siswa mengerjakan
secara individual. Selanjutnya guru membagi siswa kedalam pasangan
kelompok yang heterogen. Dalam kelompok tersebut siswa diminta
mendiskusikan lembar aktivitas siswa sesuai dengan hasil pemikiran
masing-masing. Setelah bekerja kelompok, siswa diminta menjelaskan
hasil pekerjaannya dengan bahasa dan pemikiran sendiri. Tahap
selanjutnya, peneliti mengadakan pembahasan lembar aktivitas siswa
berupa tanya jawab singkat kepada siswa .
Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan siswa
membaca wacana matematika dengan pemahaman, mampu
mengembangkan bahasa dan simbol matematika sehingga dapat
mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan, mampu menggambarkan
secara visual dan merefleksikan gambar atau diagram ke dalam ide
matematika, mampu merumuskan dan mampu memecahkan masalah
melalui penemuan. Untuk mengukur kemampuan komunikasi siswa,
peneliti membagi tes kemampuan komunikasi matematika untuk
dikerjakan secara individu. Diakhir pembelajaran, peneliti membimbing
siswa untuk menyimpulkan materi secara lisan dan menambahkan hal-hal
yang belum di ungkapkan siswa serta menyempurnakannya. Data yang
diperoleh dari hasil tes, observasi selanjutnya disajikan dan disimpulkan
untuk memperoleh informasi tentang peningkatan kemapuan komunikasi
matematika siswa pada pokok bahasan bangun datar segi empat dengan
model think-talk-write di SMP Negeri 8 Binjai. Tahun Ajaran 2015/2016.

2.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka
yang menjadi hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah Strategi
Penerapan model pembelajaran Think-Talk-Write dapat meningkatkan
komunikai matematika siswa pada pokok bahasan bangun datar segi empat
di kelas VII SMP Negeri 8 Binjai dan Kemampuan komunikasi matematik
siswa akan lebih meningkat dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe think-talk-write pada pokok bahasan bangun datar segi
empat di SMP Negeri 8 Binjai.

Anda mungkin juga menyukai