Anda di halaman 1dari 72

JURNAL FARMASI INDUSTRI

“SUSPENSI ANTASIDA “

(MAGASIX®)

Oleh Kelompok 6 :

Afrida Yeti Leonny Afisyah Putri


(2102001) (2102030)
Ainun Nurain Nurdin Novi Astrianti
(2102002) (2102040)
Dhita Puti Shiea Regina Indah O.G.
(2102010) (2102047)
Dianti Dwi Putrie Vella Lesti Lestari
(2102012) (2102055)
Egi Octafiranti Yulia Refita Sari
(2102014) (2102060)

Dosen Pengampu :

Dr. Apt. Gressy Novita, M.Farm

PROGRAM PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Preformulasi zat aktif dan zat tambahan ....................................................... 5

2.1.1 Tinjauan Farmakologi Zat Aktif ............................................................ 5

2.1.2 Tinjauan Kimia Fisika Zat Aktif ............................................................ 7

2.1.3 Tinjauan Kimia Fisika Zat Tambahan dan Alasan Pemilihan ............... 8

2.1.4 Identifikasi Zat Aktif ............................................................................ 12

2.2 Formula ....................................................................................................... 13

2.3 Teknik Pembuatan Sediaan ......................................................................... 13

2.3.1 Perhitungan .......................................................................................... 13

2.3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 16

2.3.2 Teknik Pembuatan ................................................................................ 17

2.3.2.1 Skala Kecil .................................................................................... 17

2.3.2.2 Skala Produksi Bets (500 botol).................................................... 18

2.3.2.3 Klasifikasi Ruangan Di Industri Farmasi ..................................... 21

2.4. Prosedur Evaluasi ....................................................................................... 22

2.5 Pengemasan ................................................................................................. 25

2.5.1 Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Struktur Sistem Kemas (Kontak


Produk dengan Kemasan) ............................................................................. 27

i
2.5.2 Fungsi dan Peranan Kemasan .............................................................. 27

2.5.3 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Proses Pengemasan: .......... 28

2.5.4 Pengemasan produk Magasix dengan kemasan botol .......................... 29

2.5.4 Brosur Dan Kotak Sekunder ................................................................ 30

2.6 Rancangan Uji Stabilitas ............................................................................. 32

2.6.1 Uji stabilitas menurut WHO (ASEAN, 2013) .................................... 33

2.6.2 Uji stabilitas menurut ICH (ICH, 2003).............................................. 35

2.6.3 Uji stabilitas sediaan menurut CPOB (BPOM, 2009) .......................... 37

2.6.4 Metode Pengujian Stabilitas Obat ........................................................ 39

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 68

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi
harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan – lahan,
endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan
mudah di gojog dan di tuang . Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan
beberapa faktor anatara lain sifat partikel terdispersi (derajat pembasahan
partikel), Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen – komponen
formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang
digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan
sehigga dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok
dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang
sejuk “.

Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan
terapi dengan cairan. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih
disukai dari pada bentuk padat. Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih
mudah memberikan dosis yang relatif lebih besar. Suspensi merupakan sediaan
yang aman, mudah di berikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuain
dosisnya untuk anakanak dan dapat menutupi rasa pahit.

Suspensi memiliki kestabilan yang rendah Jika terbentuk caking akan sulit
terdispersi kembali sehingga homogenitasnya turun. Aliran yang terlalu kental
menyebabkan sediaan sukar di tuang Ketepatan dosis lebih rendah dari pada
bentuk sediaan larutan Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan
sistem dispersi (caking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi
fluktuasi/perubahan suhu Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk

1
memperoleh dosis yang diinginkan. Jenis-jenis suspensi Suspensi Oral adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.

1.2 Rumusan Masalah

1 Apa praformulasi suspensi antasida Magasix®?


2 Apa formula suspensi antasida Magasix®?
3 Bagaimana teknik pembuatan suspensi antasida Magasix®?
4 Bagaimana evaluasi suspensi antasida Magasix®?
5 Bagaimana pengemasan dan etiket dari produk suspensi antasida Magasix®?
6 Bagaimana rancangan uji stabilitas pada rancangan produk suspensi antasida
Magasix®?
7 Bagaimana prosedur registrasi produk suspensi antasida Magasix®?

1.3 Tujuan Penulisan

1 Untuk megetahui praformulasi suspensi antasida Magasix®?


2 Untuk megetahui formula suspensi antasida Magasix®?
3 Untuk megetahui bagaimana teknik pembuatan suspensi antasida Magasix®?
4 Untuk megetahui bagaimana evaluasi suspensi antasida Magasix®?
5 Untuk megetahui bagaimana pengemasan dan etiket dari produk suspensi
antasida Magasix®?
6 Untuk megetahui bagaimana rancangan uji stabilitas pada rancangan produk
suspensi antasida Magasix®?
7 Untuk megetahui bagaimana prosedur registrasi produk suspensi antasida
Magasix®?

2
BAB II

PEMBAHASAN

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak


larut yang terdispersi dalam fase cair (Farmakope Indonesia IV Th. 1995,
hlm 18). Suspensi Oral adalah sediaaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Suspensi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa (Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal
32).

Suspensi oral adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-


partikel padat terdispersi dalam suatu pembawa cair dengan flavouring agent
yang cocok yang dimaksudkan untuk pemberian oral. (USP XXVII, 2004,
hal 2587). Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel-
partikel padat yang terdispersi dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan
untuk pemakaian pada kulit. Suspensi otic adalah sediaan cair yang
mengandung partikel-partikel mikro dengan maksud ditanamkan di luar
telinga.

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak


melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan
padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat
tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan. Yang pertamaberupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua
berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan. (Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333 )

Suspensi terdiri atas beberapa macam, yaitu :

1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat


dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai, yang ditujukan untuk penggunaan oral.

2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel

3
padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam cairan pembawa
cair yang di tunjukkan untuk penggunaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung


partikel-partikel halus yang ditunjukan untuk di teteskan pada
telinga bagian luar.

4. Suspensi oflamik adalah sedian cair steril yang mengandung


partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata.

5. Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering


dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi. Steril setelah
penambahan bahan yang sesuai.

Sediaan suspensi harus memiiliki sifat sebagai berikut :

1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intrarektal

2. Suspensi yang dinyatakan untuk di gunakan dengan cara tertentu


harus mengandung zat antimikroba.

3. Suspensi harus di kocok sebelum digunakan

4. Suspensi harus disimpan dalam wadahtertutup rapat.( FI IV hal 18)

5. Suspensi terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

6. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali

7. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas

8. Keketalan suspense tidak boleh terlalu tinngi agar mudah di kocok


dan di tuang. (FI III hal 32)

9. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran


partikel dari suspenoid tetap agak konstan untuk yang lama pada
penyimpanan (ansel hal 356)

Sediaan suspensi memiliki beberapa keuntungan dan kerugian, yaitu :

A. Keuntungan Bentuk Sediaan Suspensi :

4
 baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil,
kapsul. terutama untuk anak-anak

 memiliki homogenitas yang cukup tinggi

 lebih mudah di absorpsi daripada tablet, karna luas permukaan


kontak dengan permukaan saluran cerna tinggi

 dapat menutupi rasa tidak enak/pahit dari obat

 dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air

B. Kerugian Bentuk Sediaan Suspensi :

 memiliki kestabilan yang rendah

 jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali,


sehingga homogenisitasnya menjadi buruk

 aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sulit untuk


dituang

 ketepatan dosis lebih rendah dibandingkan sediaan larutan

 suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan

 pada saat penyimpanan kemungkinan perubahan sistem dispersi


akan meningkat apabila terjadi perubahan temperatur pada
tempat penyimpanan

2.1 Preformulasi zat aktif dan zat tambahan

2.1.1 Tinjauan Farmakologi Zat Aktif

1. Aluminium Hidroksida
 Mekanisme kerja
Menetralisir asam lambung serta melindungi dinding lambung dari iritasi
akibat asam lambung.
 Indikasi
Meringankan gejala-gejala akibat kelebihan asam lambung
 Kontra Indikasi

5
Penderita yang hipersensitif terhadap Aluminium hidroksida,penderita
hipofosfatemia tidak dianjurkan untuk menggunakan obat ini, penderita
porfiria akut sebaiknya menghindari obat ini.
 Efek Samping
Konstipasi atau sembelit, perubahan warna feses, mual, muntah,
hipomagnesia.
 Kekuatan Dosis
- Tablet : 100 mg, 200 mg, 250 mg per tablet

- Syrup: 200 mg, 325 mg, 350 mg per sendok takar (5 ml)

- Suspensi : 100 mg, 325 mg per sendok takar (5 ml)

2. Magnesium Hidroksida

 Mekanisme kerja
Senyawa ini akan bersifat antasida karcna dapat bereaksi dengan asam
hidroklorida dam membentuk magnesium klorida dan air pada saluran
pencernaan. Karena dapat menurunkan efek asam dilambung dan
meningkatkan Ph sekresi lambung menyebabkan obat ini juga secara tidak
langung menginaktfkan pepsin.
 Indikasi
Menurunkan kadar asam lambung dan melancarkan buang air besar (sebagai
laksatif osmotik
 Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitit terhadap Magnesium hidroksida dan tidak boleh
digunakan pada penderita obstruksi pencernaan, gangguan fungsi ginjal,
penderita usus buntu dan impaksi feses
 Efek Samping
Gangguan saluran cerma, Hipermagnesemia (bila dikonsumsi oleh pasicn
gagal ginal), initasi saluran pencernaan dan ketidakseimbangan clcktrolit
tubuh.
 Kekuatan Dosis

6
- Dosis dewasa : hingga I gr/hari dikombinasi kan dengan antasida yang
mengandung alumunium hidroksida
- Dosis dewasa: 2,4-4,8 gr/hari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam
beberapa dosis.
- Dosis anak-mak umur 6- 12 tahun 1,2-2,4 gr/ hari, umur 2-5 tahun 0,4-
1,2 grhari. Dosis dapat berupa dosis tunggal atau dibagi dalam beberapa
dosis per harinya.

2.1.2 Tinjauan Kimia Fisika Zat Aktif

1. Aluminium Hidroksida
Nama Resmi : Aluminium chloride
Nama Iain : Aluminium hidroksida
Rumus molekul : Al(OH)3
Berat Molekul : 78,0
Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau, hampir tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak lanut dalam air dan garam etanol
(95%) P
Khasiat : Antasida
pH : 5,5-8,0
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, panas suhu tidak lebih
dari 25°C
2. Magnesium Hidroksida
Nama Resmi : Magnesii Hydroxidum
Nama Lain : Magnesium Hidroksida
Rumus molekul : Mg(OH)2
Pemerian : Serbuk, putih, ruah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan garam etanol;
larut dalam asam encer

Khasiat : Antasida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

7
2.1.3 Tinjauan Kimia Fisika Zat Tambahan dan Alasan Pemilihan

1. Na MC

 Pemerian : Serbuk atau granul berwana putih sampai krem,


hampir tidak berasa, hampir tidak berbau
 Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloid; tidak larut dalam etanol, dalam eter dan
dalam pelarut organik
 Stabilitas : Higroskopik dan dapat menyerap air pada
kelembapan Tinggi. Stabil pada pH 2-10,
pengendapan terjadi pada Ph 2, viskositas
berkurang pada pH lebih dari pH 10.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
 Khasiat : Pensuspensi
 Alasan pemilihan : Untuk mencegah pengendapan dan mencegah
pembentukan caking dari beberapa bahan baku
antasida.

2. Sorbitol Kristal

 Pemerian : Serbuk, granul, atau lempengan, higroskopis,

warna putih, rasa manis


 Kelarutan : Sangat mudah larut di dalam air, sukar larut dalam
etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.
 Stabilitas : Stabil pada pH 4,5 – 7 dan bersifat higroskopis

8
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
 Khasiat : Co-solvent dan Pemanis
 Alasan Pemilihan : Untuk memperbaiki keterimaan rasa dan raba
mulut dari antasida
3. Gliserin

 Pemerian : Cairan seperti syrup, jernih, tidak berbau, manis


diikuti rasa hangat, hidroskopik, jika disimpan beberapa lama pada
suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna
yang tidak melebur hingga suhu mencapai ± 20ºC
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan etanol(95%)p,
praktis tidak larut dalam kloroform p dan eter
dan dalam minyak lemak
 Stabilitas : Higroskopis
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
 Khasiat : Pembasah / wetting agent
 Alasan Pemilihan : Dapat menggurangi kemungkinan terjadinya
caplocking, dapat menstabilkan alumunium
hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam
proses.
4. Sakarin

 Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau


aromatik lemah. Larutan encer sangat manis,
Larutan bereaksi asam terhadap lakmus.
 Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam kloroform dan

9
dalam eter, larut dalam air mendidih, sukar larut
dalam etanol, mudah larut dalam ammonia encer,
dalam larutam alkali hidroksida dan dalam alkali
karbonat dengan pembentukan karbondioksida.
 Stabilitas : pH 2, terdekomposisi pada suhu 125ºC, stabil
terhadap cahaya dan air
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
 Khasiat : Pemanis
 Alasan Pemilihan : Memiliki derajat kemanisan 500 kali sukrosa
5. Minyak Permen
 Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas
kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika
udara dihirup melalui mulut.
 Kelarutan : Larut dalam etanol 70% satu bagian volume
dilarutkan dalam 3 bagian volume etanol 70%,
tidak terjadi opalesensi
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan dari
panas berlebihan
 Khasiat : Mouthfeel system
 Alasan pemilihan : Memiliki sensasi segar lebih baik daripada
penyegar lainnya.

6. Nipagin

 Rumus molekul : CH3(C6H4(OH)COO) atau C8H8O3


 Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur

10
putih;tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar.
 Kelarutan : Sukar larut dalam air, dala benzendan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter.
 Stabilitas : Stabilitas stabil pada pH 6-10 dan dalam suhu
kamar.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat : Pengawet.
 Alasan pemilihan : Pada pH 8 pengawet seperti benzoate dan sorbet
Tidak Efektif karena akan terjadi ionisasi

7. Nipasol

 Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil,tidak berwarna


 Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol dan dalam eter , sukar larut dalam air
mendidih.
 Stabilitas : stabilitas stabil pada pH 6-10 dan dalam suhu
kamar.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
 Khasiat : pengawet.
 Alasan pemilihan : Pada pH 8 pengawet seperti benzoate dan sorbet
Tidak Efektif karena akan terjadi ionisasi. Efek
meningkat jika dikombinasikan dengan nipagin
8. Tween 80

11
 Pemerian : cairan kental seperti minyak , jernih kuning, bau
karakteristik dari asam lemak
 Kelarutan : sukar larut dalam air, dalam etanol 95% dalam
etanol P, sukar larut dalam paraffin cair P d
dalam minyak biji kapar P
 Stabilitas : stabilitas stabil pada pH 6-10 dan dalam suhu
kamar.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat : pengawet.
 Alasan pemilihan : Untuk mencegah pengendapan

2.1.4 Identifikasi Zat Aktif


1. Organoleptis
Pemeriksaan dilakukan secara visual dengan mengamati warna,
bau dan bentuk.
2. Pemeriksaan PH

Pemeriksaan PH dilakukan dengan alat PH meter. pengukuran


dilakukan dengan cara1 gram bahan diencerkan dengan air suling 10ml.
Celupkan alat Ph meter ke dalam wadah tersebut, cetak nilai dari hasil
pengukuran Ph tersebut.

3. Pemeriksaan kelarutan
Bahan ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian tambahkan pelarut
sampai bahan larut dan catat volume pelarut yang terpakai.
4. Bobot jenis
Piknometer yang bersih dan kering ditimbang bobotnya lengkap
dengan tutup piknometer(WO). Setelah ditimbang, tutup piknometer
dibuka. Pengujian pertama dilakukan pada aquadest. Aquadest yang akan
ditimbang dituang dalam beker gelas kecil kemudian dimasukkan dalam
piknometer sampai penuh lalu piknometer ditutup kemudian ditimbang (

12
WI). Selanjutnya pengujian dilakukan pada bahan, bahan dimasukkan
dalam piknometer dittutp kemudian ditimbang ( W2). Zat cair yang di
timbang (aquadest dan bahan) mendapatkan perlakuan dan dalam kondisi
yang sama. Kemudian dilakukan perhitungan untuk memperoleh bobot
jenis. Bobot jenis dihitung dengan rumus :

𝑊2 − 𝑊𝑂
BJ =
𝑊1 − 𝑊𝑂

2.2 Formula
R/ Al(OH)3 4,5 %

Mg (OH)2 4,5 %

Na CMC 0.8%

Sorbitol Kristal 20%

Gliserin 10%

Sakarin 0,01%

Minyak Permen 0,1 %

Nipagin 0,12 %

Nipasol 0,05 %

Tween 80 0,5%

Zat warna 0,05%

Air suling hingga 100%

2.3 Teknik Pembuatan Sediaan

2.3.1 Perhitungan

1. Al(OH)3
Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3

Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 4,5%

Al(OH)3 = 76,5% x 4,5% = 344,25

13
Untuk 60 ml = 4,5/100 x 60 ml

= 2,7 mg

Untuk 1 bets (500 botol)

= 2,7 mg x 500

= 1.350 mg

2. Mg(OH)2

Mg(OH)2 yang dibutuhkan adalah 4,5%

Untuk 60 ml = 4,5/100 x 60 ml

= 2,7 mg

Untuk 1 bets (500 botol)

= 2,7 mg x 500

= 1.350 mg

3. Na CMC

Na CMC yang dibutuhkan adalah 0,8% (BJ =0,75 g/cm3)

Na CMC = 0,8/100 x 60 ml = 0,48 ml

Na CMC yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x 0,48 ml =0,36


g = 360 mg

Untuk 1 bets (500 botol)

= 360 mg x 500

= 180.000 mg (180 kg)

4. Gliserin

Gliserin yang dibutuhkan adalah 10%

Gliserin = 10/100 x 60 ml = 6 ml

Untuk 1 bets (500 botol)

14
= 6 ml x 500

= 300 ml

5. Sorbitol

Sorbitol yang dibutuhkan adalah 20% (BJ= 1,49 g/cm3)

Untuk 60 ml = 20/100 x 60 ml = 12 ml

Banyaknya sorbitol yang ditimbang = 12 ml x 1,49 g/cm3

= 0,1788 g = 178,8 mg
Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,1788 g x 500

= 89,4 g

6. Sakarin

Sakarin yang dibutuhkan adalah 0,01% (BJ = 0,7g/cm3)

Untuk 60 ml = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml

Sakarin yang ditimbang = 0,006 ml x 0,7 g/cm3

= 0,000042 g = 0,042 mg
Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,000042 g x 500

= 0,021 g (21 mg)

7. Tween 80

Tween 80 dibutuhkan sebanyak 0,5%

Untuk 60 ml = 0,5/100 x 60 ml = 0,3 ml

Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,3 ml x 500

= 150 ml

15
8. Minyak Permen

Minyak permen yang dibutuhkan adalah 0,01%

Minyak permen = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml

Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,006 ml x 500

= 3 ml

9. Nipagin

Nipagin yang dibutuhkan adalah 0,12% (BJ = 1,49 g/cm3)

Untuk 60 ml = 0,12/100 x 60 ml = 0,072 ml

Nipagin yang ditimbang = 0,072 ml x 1,49 g/cm3

= 0,000107 mg = 0,107 mg

Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,107 mg x 500

= 53,5 mg

10. Nipasol

Nipasol yang dbutuhkan adalah 0,05% (BJ = 0,706)

Untuk 60 ml = 0,05/100 x 60 ml = 0,03 ml

Nipasol yang ditimbang = 0,03 ml x 0,706 = 0,02118 mg

Untuk 1 bets (500 botol)

= 0,02118 mg x 500

= 10,59 mg

11. Aquadest ad 60 ml

2.3.2 Alat dan Bahan


A. Alat

16
Alat Mixing Liquid Mesin Filling Coloid Mill

Kemasan primer Kemasan Tersier Viskometer Stormer

B. Bahan

Serbuk Al(OH)3 4,5 %, Serbuk Mg (OH)2 4,5 %, Serbuk Na CMC 0.8%,


Sorbitol Kristal 20%, Gliserin 10%, Sakarin 0,01%, Minyak Permen 0,1 %
Nipagin 0,12 %, Nipasol 0,05 %, Tween 80 0,5%, Air suling hingga 100%.

2.3.2 Teknik Pembuatan

2.3.2.1 Skala Kecil

a. Prinsip pembuatan

17
Pembuatan suspense dengan metode presipitasi dengan cara menambahkan
serbuk obat yang hendak didispersikan, terlebih dahulu dilarutkan ke dalam
pelarut organic kemudian diencerkan dengan air.

b. Cara Pembuatan Suspensi

Pembuatan mucilago

a. Timbang Na CMC sesuai dengan yang telah dihitung, dan sisihkan


b. Panaskan mortar dengan menuangkan air panas ke dalam mortar, hingga
panasnya merata, kemudian dibuang airnya.
c. Takar air panas 20x jumlah Na CMC kemudian tuangkan ke dalam mortar
d. Taburkan Na CMC secara merata ke dalam mortar yang telah berisi air
panas
e. Biarkan selama ± 15 menit, agar Na CMC mengembang, lalu gerus hingga
terbentuk mucilage.

Pembuatan Suspensi

a. Timbang semua bahan sesuai dengan yang telah dihtung dan disishkan
b. Al(OH)3 dan Mg(OH)2 dgerus halus, ditambahkan gliserin gerus hingga
homogen, lalu tambahkan mucilage Na CMC gerus hingga homogeny
(MI)
c. Nipagin dan nipasol masing-masing ditambahkan ke dalam MI gerus
hingga homogeny (MII)
d. Sakarin dan dapar benzoate masing-masing ditambahkan kedalam MII dan
digerus homogen ditambahkan ttween 80 dan setengah air dan kocok
e. Tambahkan minyak permen dan zat warna secukupnya lalu kocok
f. Tutup botol, beri etiket dan kemas

2.3.2.2 Skala Produksi Bets (500 botol)

Berikut alur produksi suspensi antasida magasix skala produksi bets (500
botol) :

Gudang Bagian Pengolahan


Penyerahan Bahan Baku

Pengembangan Selama 12 jam


Suspending Agent Viskositas meningkat
18
Pencampuran (Mixing)
Bahan aktif dan Tambahan
Penghalusan
ColloidAntara
Produk Mill
Pengambilan sampel untuk
pengujian :
-Pemerian - Homogenitas
-pH
Proses -Kejernihan

Pengambilan sampel untuk


pengujian :
-Viskositas
-Kadar Bahan Aktif
Produk Ruahan

Produk Ruahan yang Siap


untuk diisi ke dalam Botol

19
Produk Ruahan yang Siap
untuk diisi ke dalam Botol

Pengambilan sampel untuk


pengujian :
-Kebocoran
-Volume Terpindahkan
-Keseragaman Volume

Permintaan bahan
pengemas
Gudang Bagian Pengemasan
Penyerahan
bahan pengemas

Pengemas Primer

Pengambilan sampel untuk pengujian :


-pemerian -Berat Jenis
-pH -Viskositas
-Kadar

Pengemasan Sekunder

Karantina Obat Jadi

Obat Jadi yang Telah


Diluluskan

Obat Jadi

Gudang Obat Jadi

Gambar. Alur Produksi Suspensi Antasida

20
2.3.2.3 Klasifikasi Ruangan Di Industri Farmasi

Catatan:

Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan

produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk

nonsteril. Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks

1 Pembuatan Produk Steril.

Pada pembuatan suspensi antasida ruangan/ kelas yang digunakan yaitu kelas

C (grey area) dari melakukan penimbangan bahan atau pengolahan suspensi

antasida sampai pada tahap pengemasan primer. Untuk pengemasan sekunder

dapat dilakukan di kelas D (black area).

a. Ruang kelas C

Jumlah partikel (tapi bukan kuman pathogen/ non pathogen) ukuran < c

0,5μm max 350.000/m3 dalam keadaan non operasional (at rest).

Pertukaran udara 5-20 kali perjam

Contoh: ruang pengolahan dan pengemasan primer obat non steril ( tablet,

kapsul, sirup, eksternal luquid, cream/ salep non steril)

b. Ruang kelas 4 (black area)

21
Jumlah partikel < 0,5μm max 350.000/m3 dalam keadaan non

operasional(at rest) pertukaran udara tidak ditetapkan, sebaiknya 5-20

kali/ jam

Contoh:

a. Ruang pengemasan sekunder

b. Ruang gudang bahan baku

c. Ruang gudang bahan kemas

d. Ruang gudang obat jadi

e. Ruang ganti pakaian kerja

f. Ruang kamar mandi, toilet

Tata Cara Berganti Pakaian dikelas 3& 4

1. Karyawan membuka pakaian dari rumah dan menyimpannya dalam

loker black area

2. Selanjutnya karyawan mencuci tangan dengan batas siku

menggunakan sabun aseptic dan dikeringkan dengan handuk bersih

3. Karyawan kemudian menuju loker gray area untuk memakai

pakaian pelindung yang bersih

4. Selajutnya menuju ruang antara untuk menyemprotkan alkohol

70% ditempat tertentu yang merupakan sumber pencemaran

2.4. Prosedur Evaluasi


a) Uji Pemerian
Masukkan suspensi kedalam beker glass, lalu amati rasa, baud an warna
suspense. Pemerian dikatakan baik jika warna suspense tidak berubah
dan baunya tidak hilang.
b) Pemeriksaan pH

22
Larutan suspensi yang telah jadi dari masing-masing formula dituangkan
ke dalam gelas piala 20 ml, dan selanjutnya diukur pH menggunakan pH
meter.
c) Pemeriksaan BJ
- Ditimbang piknometer kosong (W pikno)
- Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh kemudian
ditimbang (Wpikno+air).
- Dihitung selisih antara Wpikno+air dan Wpikno didapat Wair.
- Selanjutnya Wair dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat
volume air Vair.
- Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan kedalam
piknometer kosong , kemudian ditimbang (Wpikno+sirup)
- Dihitung selisih antara Wpikno + sirup dan Wpikno didapat Wsirup
- Selanjutnya Wsirup dibagi oleh Wair sehingga diperoleh massa jenis
sirup
- Massa jenis sirup selanjutnya dibagi oleh massa jenis air , sehingga
diperoleh berat jenis sirup.
d) Pemeriksaan Viskositas
o Menggunakan Viskometer stormer
o Sampel dimasukkan ke dalam wadah.
o Sampel dinaikkan hingga tanda batas pada dayung terendam, tepat
letaknya di tengah sampel.
o Rem dilepas sehingga pemberat akan meluncur ke bawah.
o Lakukan prosedur dengan pemberat anak timbangan yang
bervariasi (W) yaitu: 30, 60, 90, 120, dan 150 5 gram.
o Dicatat nilai rpm yang dihasilkan pada setiap anak timbangan yang
berbeda.
o Selanjutnya dicari nilai regresi linier dari bobot anak timbangan (x)
vs rpm (y) sehingga diperoleh persamaan
o Nilai y pada persamaan regresi dianggap nol, sehingga dapat dicari
nilai x (Wf).
o Ditentukan viskositasnya dengan menggunakan persamaaan

23
 y=bx+a..................................
 η= 𝐊𝐯 (𝐖−𝐖𝐟) 𝒓 ........................

e). Pemeriksaan Kadar

1. Larutan Uji Sampel


- Pipet larutan suspensi 20 ml, masukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Tambahkan 30 ml Hcl 4N dan 20 ml Aquadest secara perlahan-
lahan, hangatkan saring kedalam labu takar 250 ml
- Bilas gelas kimia dengan HCl 4N 20 ml dan tambahkan 40 ml
aquadest, panaskan kemudian saring.
- Encerkan dengan aquadest hingga tanda batas
2. Kadar Al(OH)³
- Pipet 10 ml larutan uji kedalam gelas piala 250 ml.
- Tambahkan 20 ml air, sambil terus diaduk. Tambahkan 25 ml titran
dinatrium edetat dan 20 ml dapar asam asetat-amonium asetat LP .
Panaskan hingga mendekati titik didih selama 5 menit.
- Dinginkan, tambahkan 50 ml etanol P dan 2 ml ditizon LP, campur
- Titrasi dengan zink sulfat 0,05 Mol LP hingga warna berubha dari
hijau violet menjadi merah muda. Lakukan pentapan blanko.
- Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M setara denagn 3,900 mg AL(OH) ³
3. Penetapan Kadar Mg(OH)₂
- Pipet sejumlah volume larutan uji setara dengan lebih kurang 40 mg
magnesium hidroksida., masukkan kedalam gelas piala 400 ml.
- Tambahkan 10 ml dapar ammonia- ammonium clorida LP dan 3
tetes larutan hitam eriokrom T, dinginkan larutan dalam tangas es
hingga suhu 3-4º, ANGKAT.
- Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05M LP. Hingga warna biru.
- Lakukan penetapan blako.
- Titrasi dengan EDTA 0,05 M 1 ml EDTA 0,05 M setara denagn
2,916 Mg(OH)

24
f). Volume Sedimentasi

Suspensi Antasida dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan


disimpan pada suhu kamar serta terlindung dari cahaya secara
langsung. Volume suspensi antasida yang diisikan merupakan
volume awal (Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap
selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi sedimentasi
konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu). Volume
sedimentasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.
F=Vu/Vo ...........................

g). Redispersi

Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi


selesai dilakukan. Tabung reaksi berisi suspensi antasida yang
telah dievaluasi volume sedimentasinya diputar 180 derajat dan
dibalikan ke posisi semula. Kemampuan redispersi baik bila
suspensi telah terdispersi sempurna dan diberi nilai 100%. Setiap
pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama, maka akan
menurunkan nilai redispersi sebesar 5%.

h). Pengukuran pH

Suspensi Antasida dituangkan ke dalam wadah khusus pada pH


meter secukupnya. Tunggu hingga pH meter menunjukkan posisi
tetap, pH yang ditampilkkan pada layar digital pH meter dicatat.

Parameter kritis

2.5 Pengemasan
Pengemasan merupakan suatu metode yang memberikan kenyamanan,

identifikasi, penyajian, dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai

dikonsumsi. Pengemasan produk farmasi dilakukan dengan beberapa teknik yang

sesuai dengan peranan dan fungsi dari kemasan produk yang akan diproduksi,

seperti Strip packaging, Blister pack, Pengemasan bulk produk dan teknik

25
pengemasan lain yang memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing (Julianti dan

Nurminah, 2006).

Pengemasan merupakan proses pengolahan produk ruahan menjadi

produk jadi sebelum dikirim ke gudang dan dapat didistribusikan. Kemasan suatu

produk berfungsi untuk memberikan identitas yang berupa nama produk, isi

dan kekuatan, nomor batch, nama pabrik pembuat, nomor registrasi,

tanggal kadaluarsa dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kemasan juga dapat

melindungi produk dari hal-hal yang dapat mengakibatkan berkurangnya khasiat

obat, melindungi dari kerusakan fisik dan kontaminasi. Proses pengemasan

dilakukan di ruang kelas E dan F.

Pengemasan primer dan pengkodean yang meliputi HET, waktu kadaluarsa

dan nomor batch dengan cara emboss (cetak timbul langsung pada kemasan

primer) dilakukan pada ruang kelas E. Sedangkan pengemasan sekunder dan

tersier dilakukan di ruang kelas F. Ruang kelas F biasanya terdiri dari 2 ruang,

yaitu ruang secondary packaging preparation dan ruang packaging. Ruang

secondary packaging preparation digunakan untuk melakukan coding pada label

untuk kemasan botol, pada bagian belakang kemasan primer serta pada

kemasan sekunder/doos. Coding yang dilakukan pada ruang ini menggunakan

sistem ink jet. Ruang packaging digunakan untuk penempelan label pada botol

atau labeling, pengemasan sekunder, pengemasan tersier serta penimbangan hasil

pengemasan. IPC pada proses pengemasan dilakukan oleh QC. Pemeriksaan pada

saat pengemasan primer meliputi uji kebocoran kemasan dan estetika.

Pada penyelesaian proses pengemasan produk, dilakukan pemeriksaan akhir oleh

QC.

26
Pemeriksaan meliputi kelengkapan kemasan, adanya etiket, leaflet, sendok

takar, nomor batch, waktu kadaluarsa, jenis dan nama produk serta segel pada

box (kemasan sekunder) dan shipper (kemasan tersier). Setelah produk

diperiksa, produk dikemas dalam shipper. Shipper yang telah disegel kemudian

ditimbang dan disimpan dalam ruang karantina produk jadi sebelum akhirnya

dikirim dan disimpan dalam gudang finishing goods setelah ditetapkan release

oleh QA.

2.5.1 Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Struktur Sistem Kemas (Kontak


Produk dengan Kemasan)
1. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau

membungkus bahan yang dikemas. Misalnya kaleng susu, botol minuman,

strip/blister, ampul, vial dan lain-lain.

2. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi

kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah

susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus dan

sebagainya.

3. Kemasar tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah

kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk

pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus,

dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan

setelah itu ke dalam peti kemas (Julianti dan Nurminah, 2006).

2.5.2 Fungsi dan Peranan Kemasan


Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan

melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan,

27
diangkut dan dipasarkan. Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan

adalah :

 Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen,

agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran

 Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar

ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari

kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.

 Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai

alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang

terdapat pada kemasan.

 Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu

kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan

pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan..

 Melindungi pengaruh buruk dari luar, Melindungi pengaruh buruk dari

produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk

yang berbau tajam, atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun

dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas

produk ini dapat melindungi produk-produk lain di sekitarnya (Julianti dan

Nurminah, 2006).

2.5.3 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Proses Pengemasan:


1. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah dibuat.

2. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.

3. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.

28
4. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus selalu

diperiksa.

5. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan

dalam satu palet.

6. Produk yang rupa dan bentuknya sama tidak boleh dikemas pada jalur

yang berdampingan.

7. Pada jalur pengemasan, nama dan nomer batch harus terlihat jelas.

8. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan harus

selalu diberi label identitas dan jumlah.

9. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi label,

harus dipisah dan diberi tanda.

10. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan produk.

11. Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan

pembersih, ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk

(Kurniawan, 2012).

2.5.4 Pengemasan produk Magasix dengan kemasan botol

Bentuk kemasan ini mampu menyediaakan perlindungan yang sangat baik

terhadap keadaan sekitarnya, disertai dengan penampilan estetis yang

menyenangkan dan efisien. Juga memberikan kemudahan pemakaian, aman

terhadap anak-anak karena bersifat plastik.

Gambar. Botol plastik gelap sebagai kemasan primer

29
2.5.4 Brosur Dan Kotak Sekunder

Komposisi :
Mengandung tiap 5 ml :
Aluminium Hidroksida.......
Magnesium Hidroksida.......

Indikasi :
Unruk meredakan gejala yang berhubungan
dengan kelebihan asam lambung seperti
mual,nyeri lambung, dan nyeri ulu hati.

Kontraindikasi :
Hipersensitivitas terhadap obat

Efek Samping :
Gangguan saluran cerna, gangguan absorpsi
fosfat.

Aturan Pakai :
Dewasa 3-4 Kali Sehari 1 sendok takar

Cara Pemakaian :
Dianjurkan diminum sgera setelah timbul
rasa nyeri 1-2 jam sebelum makan dan
sebelum tidur.

Penyimpanan :
Simpan ditempat sejuk dan kering, hindarkan
dari panas dan cahaya matahari langsung.

Keterangan lebih lengkap lihat dibrosur


No Mfg :
No Batch :
Exp Date :

PT. ASIX FARMA


Pekanbaru, Indonesia

30
Komposisi : Komposisi :
Mengandung tiap 5 ml : Mengandung tiap 5 ml :
Aluminium Aluminium
Hidroksida....... Hidroksida.......
Magnesium Magnesium
Hidroksida....... Hidroksida.......
Indikasi : Indikasi :
Unruk meredakan gejala Unruk meredakan gejala
yang berhubungan yang berhubungan
dengan kelebihan asam dengan kelebihan asam
lambung seperti lambung seperti
mual,nyeri lambung, dan mual,nyeri lambung, dan
nyeri ulu hati. nyeri ulu hati.
Aturan Pakai : Aturan Pakai :
Suspensi Antasida Suspensi Antasida
Dewasa 3-4 Kali Sehari 1 Dewasa 3-4 Kali Sehari 1
Aluminium Aluminium
sendok takar sendok takar
Hidroksida Cara Pemakaian :
Hidroksida
Cara Pemakaian :
Dianjurkan diminum Magnesium Dianjurkan diminum Magnesium
sgera setelah timbul sgera setelah timbul Hidroksida
rasa nyeri 1-2 jam rasa nyeri 1-2 jam
sebelum makan dan sebelum makan dan
sebelum tidur. sebelum tidur.

Penyimpanan : Penyimpanan :
Simpan ditempat sejuk Simpan ditempat sejuk
dan kering, hindarkan dan kering, hindarkan
dari panas dan cahaya dari panas dan cahaya
matahari langsung. matahari langsung.

Keterangan lebih lengkap Keterangan lebih lengkap


lihat
Kocok dibrosur
Dahulu Sebelum lihat dibrosur
Kocok Dahulu Sebelum
No Mfg : No Mfg :
Digunakan Digunakan
No Batch : No Batch :
Exp Date :
PT. ASIX FARMA Exp Date : PT. ASIX FARMA
Pekanbaru, Pekanbaru,

31
2.5.5 Sistem Penomoran Bets

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran


bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot
yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling
berkaitan. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot
yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera
dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal
pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.

2.6 Rancangan Uji Stabilitas


Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat

dan karateristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas,

kualitas, kuantitas dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaa (Shelf life).

Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal, yaitu :

1. Stabilitas kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan

potensiasi yang tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam

spesifikasi.

2. Stabilitas fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan,

kesesuaian, keseragaman, disolusi dan kemampuan untuk disuspensikan.

3. Stabilitas mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan

mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat

antimikroba yang ada mempertahankan efektifitas dalam batas yang

ditetapkan.

4. Stabilitas farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.

32
5. Stabilitas toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas

selama usia guna sediaan.

Uji stabilitas sediaan dibagi menjdai beberapa cara, yaitu:

2.6.1 Uji stabilitas menurut WHO (ASEAN, 2013)


WHO adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator

kesehatan umum.

 Menurut WHO Q1A tidak sesuai untuk di gunakan secara universal

karena tidak memperhatikan iklim ekstrim di banyak Negara

 Dokumen hanya berlaku untuk obat baru dan bentuk sediaanya,tidak

memperhatikan obat dan sediaan yang sudah beredar di negara-negara

anggota WHO (established)

1) Cara pengujian dengan tanpa memperhatikan pengaruh cahaya

 Semua zat di ekspose 30 hari pada kondisi udara suhu 500c dan 100

%RH

 Jikapada periode pengujian ini tidah terdeteksi adanya

degradasilanjutkan dengan suhu di naikkan sampai 700C selama 3-7

hari lagi. Uji hasil degradasi menggunakan TLC, sedangkan zat tidak

terurai dengan analisa semikuantitafif

2) Rekomendasi dokumen WHO

 Untuk produk yang dipasarkan secara global diuji menurut kondisi

zona iklim IV

 Real time dengan kondisi sedekat mungkin dengan keadaan sistem

distribusi( minimal 12 bulan )

33
 Uji dipercepat 40oC+-200c/17%RH+-5%/6 bulan atau 3 bulan pada

45o-50oC dan RH75 %

 Zona iklim 2uji dipercepat 40oC+-20C/75%RH+-5%/3bulan atau

disarankan 6 bulan jika barang aktif kurang stabil atau untuk produk di

mana jumlah data tersedia terbatas. Alternatif tidak lebih dari

150Cdiatas suhu penyimpananjangka panjang dan kondisi lembab

yang relevan.

 Uji stabilitas sediaan cair disarankan pada suhu yang lebih rendah

misalnya >0-10 sampai -200C siklus freeze-thaw dan kondisi

pendinginan 2-8 C. Ekspose terhadap cahaya juga memungkinkan.

 Pengujian dilakukan pada3 batch kecuali jika barang aktif digunakan

sangat stabil.batch harus representativemewakili proses manufaktur

dan dibuat dengan skalapilot atau skala produksi penuh

 Bacth produksi harus pula diuji setiap bacth selang tahununtuk

skalayangstabil ; unuk produk yang frofil stabilitasnya sudah diketahui

satu batch setiap 3-5 tahun kecuali perubahan besar dari produk

misalnya formula atau proses / metode manufaktur.

 Bacth untuk uji stabilitas harus terinci, nomor bacth,

tanggalmanufaktur, ukuran bacth, kemasan dan sebagainya

3) Pengambilan sampel untuk produk baru

 Metode penentuan harus indikatif terhadap stabilitas yang digunakan

untuk mengakuantifasi hasil urai dan zat terurai harus spesifik dan

sensitifitas cukup.

34
 Metode aplikasi harus sesuai untuk menjamin eksifien masih efektif

dan tidah berubah selama masa simpan yang diusulkan

 Suatu produk dinyatakan stabil jika tidak menunjukkan degradasi

bersama, tidak terjadi perubahan fisika, kimia, mikrobiologi, sifat

biologi dan produk tetap dalam batas spesifikasi, release atau simpan.

 Hasil uji stabilitas di tampilkan dalam bentuk tabel

 Report studi harus termasuk informasi design studi, hasil dan

kesimpulan, evaluasi stabilitas, rekomendasi untuk kondisi

penyimpanan dan usia guna terkait dengan formulasi tertentu dan

metode produksi.

 Beberapa ekstrapolasi data real time bila ditunjang data uji dipercepat

dapat pula berguna.

2.6.2 Uji stabilitas menurut ICH (ICH, 2003)


1) Q1A (STABILITY TESTING)

Tujuan dari pengujian stabilitas adalah untuk memberikan bukti tentang

kualitas bahan obat atau produk obat berubah tiap waktu di bawah pengaruh

berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya, dan untuk

menentukan masa re-test untuk bahan obat atau umur simpan untuk produk

obat dan kondisi penyimpanan yang disarankan. Pengujian stabilitas dilakukan

terhadap bahan obat dan produk obat.Menurut ICH perubahan bermakna pada

uji dipercepat :

 Kehilangan 5% potensi dari kadar awal 1 batch

 Bila hasil urai kurang dari nilai batas spesifikasi

 Produk melewati batas Ph-nya

35
 Disolusi melewati batas spesifikasi untuk 12 kapsul/tablet

 Gagal memenuhi spesifikasi penampilan dan sifat-sifat fisika seperti

warna, pengerasan,dsb.

2) Q1B (PHOTOSTABILITY TESTING)

Karakteristik fotostabilitas intrinsik bahan obat dan produk baru harus

dievaluasi untuk menunjukkan bahwa paparan cahaya tidak mengakibatkan

perubahan yang tidak dapat diterima.Biasanya, pengujian fotostabilitas

dilakukan pada suatu batch bahan yang dipilih.Pada beberapa kondisi, uji

harus diulang jika variasi dan perubahan tertentu dapat dilakukan terhadap

produk (misalnya formulasi dan kemasan).Uji ini harus diulang tergantung

pada karakteristik fotostabilitas yang ditentukan saat pengajuan awal dan jenis

variasi dan / atau perubahan yang dilakukan. Pengujian fotostabilitas meliputi:

a. Pengujian bahan berkhasiat

b. Pengujian produk formulasi di luar kemasan langsung

c. Pengujian sediaan jadi dalam kemasan langsung jika ada gejala

fotostabilitas

d. Pengujian sediaan jadi dalam kemasan yang akan dipasarkan

Prosedur uji fotostabilitas yaitu :

- Untuk uji konfirmasi, sampel harus terkena cahaya

memberikanpencahayaan keseluruhan tidak kurang dari 1,2 juta jam lux

dan dekat energy ultraviolet tidak kurang dari 200 watt jam / meter

persegi untuk memungkinkanperbandingan langsung harus dibuat antara

zat obat dan produk obat.

36
- Sampel dapat uji bersamaan dengan sistem actinometric kimiatervalidasi

untuk memastikan eksposur cahaya yang diterima, atau selama

waktuyang tepat ketika kondisi telah dimonitor menggunakan radiometers

dikalibrasi /lux meter.

- Jika sampel yang dilindungi (misalnya, dibungkus aluminium

foil)digunakan sebagai kontrol gelap untuk mengevaluasi perubahan

kontribusi yangdisebabkan oleh suhu, maka harus ditempatkan di

samping sampel yang mirip.

Pengujian pada uji stabilitas sediaan menurut ICH :

 Bahan aktif : 2 fase yaitu degradasi stess dan uji konfermasi

 Sediaan farmasi : produk diexpose penuh, produk dalam kemasan

primer, produk dalam kemasan di pasarkan

2.6.3 Uji stabilitas sediaan menurut CPOB (BPOM, 2009)


Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu dan bertujuan untuk menjamin bahwa produk

obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai

dengan tujuan penggunaannya Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh

adalah sangatesensialuntuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang

bemutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dapat dibenarkan bagi obat

yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa atau memulihkan atau

memelihara kesehatan.Cara..Bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur

dan memastikanobat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten

sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

37
Hendaklah dirancang program uji stabilitas untuk menilai karakteristik stabilitas

obat dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai dan tanggal

daluwarsa. Program tertulis hendaklah dipatuhi dan mencakup:

a. Jumlah sampel dan interval pengujian berdasarkan kriteria statis untuk tiap

atribut yang diperiksa untuk memastikan estimasi stabilitas

b. Kondisi penyimpanan

c. Metode pengujian yang dapat diandalkan, bermakna dan spesifik

d. Pengujian produk dalam bentuk kemasan yang sama dengan yang

diedarkan; dan pengujian produk untuk rekonstitusi.

Studi stabilitas hendaklah dilakukan dalam hal berikut:

a. Produk baru (biasanya dilakkukan pada bets pilot)

b. Kemasan baru yaitu yang berbeda dari standar yang telah ditetapkan.

c. Perubahan formula, metode pengolahan atau sumber/pembuat bahan awal

dan bahan pengemas primer

Studi stabilitas produk yang beredar :

a. Uji stabilitas untuk produk yang beredar hendaklah dilakukan minimal 1

bets dalam 1 tahun, asalkan didukung data Pengkajian Produk Tahunan

(Annual Product Review) atau validasi retrospektif

b. Penyimpanan sampel dilakukan pada suhu kamar atau suhu yang

dipersyaratkan dan hendaklah dimonitor

c. Periode pemeriksaan: 12, 24, 36 bulan atau sampai dengan masa daluarsa

tercapai. Apabila produk tersebut direkonstruksi, hendaklah dilakukan in-

38
use stability study di periode akhir atau pada waktu daluarsa produk

tersebut

d. Parameter pengujian lihat di ASEAN Guideline on Stability of Drug

Product dan guideline.

2.6.4 Metode Pengujian Stabilitas Obat


1. Uji Dipercepat

Studi ini didesain untuk meningkatkan derajat degradasi kimiawi atau

perubahan fisik dari zat aktif atau produk dengan menggunakan

kondisipenyimpanan "berlebihan" sebagai bagian dari studi stabilitas

formal.Hasil daristudi pengujian dipercepat tidak selalu menunjukan

perubahan fisis seperti yangdiprediksi.

Pada uji stabilitas dipercepat, obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu

lemari uji yang disebut climatic chamber, obat dalam kemasan

aslinyadipaparkan pada suhu 40 ± 2oC dan kelembaban 75 ± 5%.Metode uji

stabilitas dipercepat untuk produk-produk farmasi yangdidasarkan pada

prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret danCarper.Menurut

teknik ini, nilai k untuk penguraian obat dalam larutan padaberbagai

temperatur yang dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa

fungsikonsentrasi terhadap waktu.Logaritma laju spesifik kemudian diplot

terhadapkebalikan dari temperatur mutlak dan hasil berupa garis lurus

diekstrapolasisampai temperatur ruang digunakan untuk memperoleh

pengukuran kestabilanobat pada kondisi penyimpanan biasa.

Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan adalah

kinetikanonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers pada tahun 1963.

39
Energi aktivasi,laju reaksi dan kestabilan yang diperkirakan diperoleh dalam

satu percobaandengan mengatur temperature untuk berubah pada laju yang

telah ditentukansebelumnya. Temperatur dan waktu dihubungkan melalui

fungsi yang sesuai,seperti :


1 1
= 𝑇𝑂 + at
𝑇

Dimana :

To adalah temperatur awal

a adalah kebalikan darikonstanta laju pemanasan.

t adalah temperatur

2. Tindak Lanjut (Pengujian Jangka Panjang atau Waktu Nyata)

Studi stabilitas yang dilaksanakan pada kondisi penyimpanan

yangdianjurkan untuk masa pengujian ulang atau masa simpan/edar yang

diusulkan(atau disetujui) untuk penandaan. Pengujian jangka panjang

biasanyadilaksanakan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan

selama tahunke-2 dan selanjutnya tiap tahun selama masa simpan/edar pada

paling sedikit 3bets primer pada saat mengajukan pendaftaran dan hendaklah

dilanjutkan untukmasa yang cukup untuk mencakup masa uji ulang atau masa

simpan/edar yangdiusulkan.

Pada uji stabilitas jangka panjang, obat dipaparkan pada suhu 25±20oCdan

kelembaban 60±5%. Pada bulan-bulan tertentu, obat yang disimpan

dalamlemari climatic chamber (pada uji stabilitas dipercepat) maupun pada

ujistabilitas jangka panjang, akan diuji kualitas fisika, kimia

40
maupunmikrobiologinya. Data hasil pengujian tersebut akan diolah secara

statistika,sampai akhirnya menemukan tanggal kadaluarsa (masa edar) secara

kuantitatif,dan tanggal tersebutlah yang akan dijadikan patokan kadaluarsa

obat yangnantinya harus dicantumkan dalam kemasan obat.

3. Paska Pemasaran

Studi stabilitas hendaklah dilakukan tiap tahun terhadap produk

yangdipasarkan. Studi tersebut hendaklah dilaksanakan pada 1 bets dari tiap

produk/tahun dan meliputi paling sedikit selama 12 bulan untuk jangka

waktuyang cukup mencakup masa simpan/edar yang diusulkan.

Jenis Pengujian Stabilitas Obat :

1) Uji stabilitas Fisika Kimia

Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari

suatuproduk yang tergantung waktu (periode penyimpanan).Pengujian

stabilitas fisikdilakukan terhadap parameter bentuk, warna, bau, dan

homogenitas.Stabilitaskimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat

untuk mempertahanakanintegritas kimia dan potensinya seperti yang

tercantum pada etiket dalam bataswaktu yang ditentukan. Parameter stabilitas

kimia yang diamati adalah kadarobat. Penentuan kadar obat dapat dilakukan

menggunakan alat tertentu sepertiKCKT. Pengujian stabilitas fisik dan kimia

dilakukan terhadap parameter berat,viskositas, dan pH sediaan.Terdapat

beberapa metode pengujian stabilitas fisika kimia, yaitu :

a. Variasi Suhu

Pengujian stabilitas pada suhu tinggi sekarang umum digunakan

untukmemprediksi stabilitas jangka panjang.Pada umumnya pengujian

41
dilakukanpada suhu 37oC (98 F) dan 45oC (113 F).Jika sebuah produk

yang disimpanpada suhu 45oC selama tiga bulan tetap stabil maka dapat

diprediksi bahwaproduk tersebut dapat stabil selama 2 tahun pada suhu

kamar.Selain itu,juga dapat dilakukan pengujian pada suhu -10oC (14 F)

selama tiga bulan.

b. Cycle Testing

Produk harus melewati tiga siklus pengujian pada suhu -10oC (14 F)

dan25oC (77 F). Satu siklus dilakukan dengan cara menempatkan produk

pada suhu -10oC selama 24 jam dan pada suhu kamar (25oC) selama 24

jam.Produk harus tetap stabil hingga 3 siklus pengujian.Bahkan dapat pula

dilakukan pengujian pada suhu -10oC dan 45oC sebanyak 5 siklus

untukmenghasilkan data stabilitas yang lebih akurat.

c. Centrifuge Testing

Fase terdispersi (seperti: emulsi minyak-dalam-air) memiliki

kecenderunganuntuk berpisah dan naik ke bagian atas emulsi membentuk

lapisan tetesanminyak. Fenomena ini disebut creaming.Creaming adalah

salah satu tandaketidakstabilan emulsi dan harus diperhatikan dengan

serius.Metodepengujian yang baik untuk memprediksi creaming adalah

sentrifugasi.Pengujian dilakukan dengan cara memanaskan emulsi pada

suhu 50oC (122F) dan disentrifugasi selama 30 menit pada 3000 rpm.

Kemudian dilakukanpengamatan terhadap tanda-tanda creaming pada

sediaan.

d. Pengujian Paparan Cahaya

42
Pengujian kestabilan sediaan dalam kemasan atau tanpa kemasan

terhadapcahaya. Lakukan persiapan sampel dengan cara menempatkan

sediaan tanpakemasan pada kaca dan pada kemasan aslinya. Kemudian

tempatkan pulasediaan di tabung kaca lain tertutup rapat aluminium

sebagai kontrol.Letakkan ketiga sampel pada daerah yang terkena cahaya.

Kemudiandilakukan pengamatan terhadap perubahan warna atau

munculnya bau padasediaan

e. Mechanical Shock Testing

Tujuan pengujian ini untuk melihat adanya pengaruh gerakan selama

prosespengiriman produk terhadap kestabilan sediaan. Teknik Pengujian

dapatdilakukan menggunakan alat shaker pallet.

2) Uji Stabilitas Mikrobiologi

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan tetap di manasediaan

bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganismehingga

batas waktu tertentu. Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zattambahan

serta berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat,

carapemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisikakimia

tersendiri danumumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau

memang sudahmengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu

sediaan karenaberpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan

pada terapi ataupenggunaan obat dan kosmetik. Stabilitas mikrobiologi

diperlukan oleh suatusediaan farmasi untuk menjaga atau mempertahankan

jumlah dan menekanpertumbuhan mikroorgansme yang terdapat dalam

43
sediaan tersebut hinggajangka waktu tertentu yang diinginkan.Media yang

sering dipakai dalam pengujian batas mikroba meliputi :

- media FCDSLP (Fluid Casein Digest-Soy Lecithin-Polysorbate 20

Medium),

- media SCDA ( Soybean Casein Digest Agar Medium), media FSCD (

FluidCasein Digest Medium), dll

masih banyak media yang lainnya terdapat dalamliteratur Farmakope

Indonesia IV beserta pembuatannya. Pengambilan sampel dilakukan dengan

cara menyiapkan 10 mL atau 10 g sampel untuk setiap uji seperti yang tertera

pada masing-masing monografi. Spesimen yang diuji dilarutkan atau

disuspensikan sesuai prosedur uji yang akan dilaksanakan.

Untuk bahan padat yang tidak seluruhnya melarut, diusahakan untuk

memperkecil ukuran bahan hingga cukup halus, lalu suspensikan ke dalam

pembawa tertentu, dan lakukan uji angka mikroba aerob total, uji

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, uji Salmonella sp dan

Escherchia coli.Sedangkan spesimen cair yang terdiri dari larutann, suspensi

dalam air atau suatu pembawa hidroalkoholik yang mengandung etanol

kurang dari 30%, dan untuk bahan padat yang mudah larut dan praktis larut

sempurna dalam 90 ml larutan fosfat pH 7,2. Lakukan pengujian angka

mikroba aerob total, uji Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa, uji Salmonella sp dan Escherchia coli.

Untuk cairan tidak bisa bercampur dengan air, salep, krim, dan malam

dibuat suatu suspensi dengan menggunakan emulgator steril dalam jumlah

sesuai. Gunakan blender mekanik dan jika perlu hangatkan hingga suhu tidak

44
lebih dari 45°C dan lakukan pengujian angka mikroba aerob total, uji

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp dan

Escherchia coli.

Untuk spesimen cair yang berbentuk aerosol, dinginkan dalamwadah

campuran alkohol dan es kering selama lebih kurang 1 jam, buka tutupwadah

dan biarkan propelan terbebas. Jika memungkinkan hangatkan wadahuntuk

mendorong propelan keluar.

Angka mikroba aerob total untuk spesimen yang cukup melarut dapatdiuji

dengan metode lempeng, atau dapat digunakan metode tabung ganda.Metode

lempeng diuraikan sebagai berikut.Cairan suspensi didiencerkansampai

mendapat 30-300 koloni dalam 1 ml. Kemudian ditaruh dalam mediaSCDA

yang berada dalam cawan petri. Tutup cawan petri kemudian inkubasiselama

48 jam hingga 72 jam. Setelah melakukan inkubasi hitung jumlahmikroba

dan dari kedua lempeng nyatakan rata-rata jumlah mikroba tiap

gram.Sedangkan metode tabung ganda dilakukan dengan menginokulasikan

suspensebakteri ka dalam tabung yang berisi media FSCD steril.Bagi dalam

12 tabungdimana mencakup ke dalam 4 kelompok.Masing masing kelompok

terdiri dari3 tabung. Pada masing-masing kelompok diambil satu tabung

dinyatakansebagai kontrol, dan satu tabung masing-masing tiap

kelompoknya, dan sisa tabungnya dinyatakan sebagai tabung A dan B.

Setelah dimasukkan suspensi bakteri, inkubasi, dalam tabung yang

dinyatakan kontrol akan dihasilkan tabung yang jernih dan berdasarkan ada

tidaknya pertumbuhan dikelompokan menjadi kelompok 1, kelompok 2, dan

kelompok 3.

45
3) Uji Stabilitas Pengemas

Kemasan dapat secara langsung mempengaruhi stabilitas produk

jadikarena interaksi yang terjadi antara produk, kemasan, dan lingkungan

eksternal.Misalnya, konstituen produk dapat diserap ke dalam wadah atau

bereaksi secarakimia dengan wadah.Selain itu, wadah mungkin tidak

sepenuhnya melindungiproduk dari efek buruk udara dan / atau uap air, atau

konstituen yang mudahmenguap (misalnya wewangian) bisa menguap

melalui wadah.

a. Uji menggunakan kaca

Kaca adalah bahan yang paling inert dan tidak bereaksi dengan produk

obatdan kosmetik.Pengujia dilakukan dengan membandingkan

kestabilansediaan yang ditempatkan pada kaca dengan sediaan yang

ditempat padakemasan asli.Dengan demikian dapat disimpulkan

ketidakstabilan sediaandisebabkan oleh kemasan atau formulasi.

b. Uji penurunan bobot

Untuk menentukan penguapan (kehilangan air melalui dinding wadah

atauketidakrapatan penutup) Evaluasi penurunan bobot adalah salah

satupengujian yang paling penting yang harus dilakukan.Pengujian

ini(dilakukan dalam kemasan sebenarnya dengan tutup torqued sampai

100%dari torsi target) dilakukan pada suhu kamar dan pada suhu 45oC

(113 F)dalam jangka waktu tiga bulan.Kemasan dapat digunakan

apabilapenurunan bobot yang tidak melebihi 1% per bulan.

c. Pengujian kebocoran

46
Dilakukan dengan menguji produk dalam kemasan pada berbagai

posisiseperti tegak, terbalik, dan lain-lain.

7. Prosedur Registrasi

7.1 Pengertian

Menurut Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik


Indonesia nomor 24 tahun 2017 Tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat,
registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evalusi obat untuk mendapatkan izin
eder. Tujuan dari registrasi adalah untuk melindungi masyarakat dari perderan
obat yang tidak memenuhi efikasi (khasiat), keamanan, mutu, dan manfaatnya.

7.2 Kriteria obat yang dapat memiliki izin edar.

Berikut adalah kriteria obat yang dapat memiliki izin edar :

1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan


melalui uji nonklinik dan uji klinik atau bukti- bukti lain sesuai dengan
status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
2. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, objektif, dan
tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
rasional, dan aman.
3. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
4. Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar diindonesia.
5. Khusus untuk kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program
nasional, dipersyratkan harus uji klinik di Indonesia.

7.3 Persyartan Registrasi

Pendaftar yang melakukan permohonan Registrasi Obat Produksi Dalam


Negri harus memnuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki izin Industri Farmasi; dan

47
b. Memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai denagn jenis dan
bentuk sediaan yang diregistrasi.

7.4 Tata laksana registrasi

(1) Registrasi terdiri dari:

a. tahap praregistrasi

b. tahap registrasi

(2) Permohonan paregistrasi dan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diajukan oleh Pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan dengan
melampirkan dokumen praregistrasi dan dokumen registrasi.
1. Kelengkapan dokumen paregistrasi
A. Dokumen administratif
1. Surat pengantar
2. Sertifikat dan dokumenataflan
3. Dokumen pertimbangan penetapan jalur 100(seratus) Hari
4. Dokumen pertimbangan penetapan jalur 120 (seratus dua puluh) Hari
5. Dokumen pertimbangan penetapan jalur 300 (op ratus) Hari.
6. Dokumen Obat terkait paten(jika perlu)

B. Dokument mutu
1. Ringkasan Dokumen Mutu Quality
2. Informasi tentang bahan bersumber hewan yang digunakan dalam
proses pembuatan Zat Aktif dan Obat
3. DMF atau dokumen dari produsen Zat Aktif untuk Zat Aktif yang
Belum pernah digunakan untuk produksi Obat yang disetujui di
Indonesia
4. Data ekhivalensi (ringkasan protokol) atau justifikasi tidak diperlukan
uji Ekivalensi.
C. Dokumen nonklinik (jika perlu)
1. Tinjauan studi nonklinik (Nonclinical overview)
2. Matriks ringkasan studi monklinik (Nonclinical tabulated summary).

48
D. Dokumen klinik (jika perlu)
1. Tinjauan studi klinik (Clinical overview).
2. Matriks sinopsis studi klinik (Tabulared study synopses).

2. Kelengkapan dokumen registrasi

Tahap ini dilakukan dengan menyerahkan dokumen yang diminta.


Dokumen yang diminta terdiri dari empat bagian:
1. Bagian I: Dokumen Administratif dan Informasi Produk terdiri dari:
 Daftar Isi Keseluruhan
 Dokumen Administratif
 Informasi Produk dan Label
2. Bagian II Dokumen Mutu terdiri dari:
 Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
 Dokumen Mutu
 Daftar Pustaka
3. bagian III : Dokummen Non klinik terdiri dari :
 Tinjauan studi non klinik
 Ringkasan dan matriks studi non klinik
 Laporan studi non klinik (jika perlu)
 Daftar pustaka

4. bagian IV : Dokumen klinik terdiri dari :


 Tinjauan studi klinik
 Ringkasan studi klinik
 Matriks studi klinik
 Laporan studi klinik
 Daftar pustaka

(3) permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di ajukan dengan mengisi
formulir sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan kepala badan ini.

(4) petunjuk pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
kepala badan ini.

49
Lampiran II, Formulir registrasi baru

50
51
52
Lampiran III, Petunjuk pengisian formular registrasi

A. Uraian obat
1. Kategori registrasi : Diisi sesuai kategori registrasi yang diajukan atau
sesuai yang tercantum pada hasil praregistrasi (HPR)
2. Jenis Obat : Diisi dengan tanda centang (√) pada salah satu pilihan sesuai
jenis obat yang didaftarkan, yaitu obat baru.
3. Jenis Produk : Diisi dengan tanda centang (√) pada salah satu pilihan sesuai
jenis produk, yaitu produk combipack, jika produk terdiri dari dua atau tiga
obat yang dikemas dalam satu kemasan dengan tujuan untuk diberikan ke
pasien secara bersamaan.
4. Golongan Obat : Diisi dengan tanda centang (√) pada salah satu pilihan
sesuai golongan obat, yaitu obat bebas.
5. Nama Obat : diisi dengan nama obat yang didaftarkan, yaitu antasida.
6. Bentuk sediaan, kekuatan dan satuan ukuran : bentuk sediaan dicantumkan
terperinci dilengkapi dengan kekuatan sediaan dan satuan ukuran, yaitu
suspensi, tiap 5mL mengandung Aluminium hidroksida 200mg dan
Magnesium hidroksida 200mg.
7. Kelas Terapi dan Kode ATC : Diisi sesuai WHO Anatomical Therapeutic
Chemical Code yang diterbitkan oleh WHO Collaborating Centre for Drug
Statistic Methodology. Yaitu antasida.
8. Kemasan (Jenis dan Deskripsi) : Pada kolom pertama dicantumkan jenis
kemasan, yaitu botol. Pada kolom kedua dicantumkan deskripsi dan
komposisi kemasan primer secara spesifik, termasuk jenis bahan, warna,
ukuran dan sebagainya, yaitu botol plastik coklat 60mL dengan penutup.
9. Besar kemasan : dicantumkan jumlah sistem kemasan dalam kemasan
sekunder dan jumlah bentuk sediaan persistem kemasan, yaitu dus, 1 botol
@60mL.
10. Bentuk sediaan, kekuatan, dan kemasan lain: Diisi untuk bentuk sediaan,
kekuatan, jenis kemasan, dan besar kemasan lain yang terdaftar dan/ yang
sedang didaftarkan. Nomor izin edar terakhir dicantumkan untuk obat yang
telah terdaftar disertai dengan masa berlaku izin edar.
B. Keterangan Lengkap Pendaftar

53
1. Nama Pendaftar : Diisi dengan nama industri farmasi pendaftar sesuai
dengan yang tercantum dalam surat izin industri farmasi, yaitu PT. Fardus
Farma.
2. Alamat pendaftar : diisi dengan alamat industri farmasi pendaftar sesuai
dengan yang tercantum dalam surat izin industri farmasi lengkap dengan
nama jalan, nomor, kota, dan negara. Yaitu jalan kamboja no.17, pekanbaru,
Indonesia.
3. Alamat surat menyurat : diisi dengan alamat surat-menyurat industry
farmasi pendaftar lengkap dengan nama jalan, nomor, kota, negara, nomor
telepon dan fax, serta e-mail pendaftar. Yaitu jalan kamboja no. 17,
pekanbaru, Indonesia, telp (0761) 6666 fax: 02143658791, email:
fardusfarma@gmail.com
C. Status produksi
1. Status produksi : Diisi dengan tanda centang (√) pada salah satu pilihan
sesuai status produksi obat yang didaftarkan, yaitu produksi dalam negri dan
produksi sendiri.
2. Obat ditunjukkan hanya untuk ekspor : Diisi dengan tanda centang (√) pada
salah satu pilihan, yaitu “Ya” jika obat ditunjukkan hanya untuk ekspor dan
“Tidak” jika obat tidak hanya ditunjukkan untuk diekspor.
3. Nama pemberi lisensi : diisi dengan nama industri farmasi pemberi lisensi,
yaitu PT. Farmasi Industri.
4. Alamat pemberi lisensi : diisi dengan lamat industri farmasi pemberi lisensi
lengkap dengan nama jalan, nomor, kota, dan negara. Yaitu Jl. Kamboja
No.1, Pekanbaru, Indonesia.
5. Produsen : diisi dengan keterangan lengkap produsen yaitu industry farmasi
yang terlibat dalam proses produksi misalnya pembuatan zat aktif (khusus
produk biologi), obat setengah jadi/ granulasi/ bentuk sediaan setengah jadi
(Bulk) atau obat jadi dan/ pelarut dan/ alat bantu penggunaan obat,
pengemasan primer dan/ sekunder, penanggung jawab untuk pelulusan
batch atau lainnya. Yaitu PT. Bahan-bahan Fardus.
D. Formula
1. Zat Aktif

54
1.1 Satuan dosis : diisi dengan takaran dan satuan ukuran, misalnya “Tiap 5mL
sirup mengandung:” atau “tiap tablet mengandung:”. Untuk zat aktif dalam
bentuk garam / ester harus dituliskan kesetaraan terhadap basenya jika zat
yang aktif dalm bentuk base. Yaitu tiap 5mL mengandung Aluminium
hidroksida 200mg dan Magnesium hidroksida 200mg
1.2 CAS No: diisi sesuai zat aktif yang digunakan
1.3 Nama : diisi sesai zat aktif yang digunakan, yaitu aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida
1.4 Jumlah : diisi sesai jumlah zat aktif yang digunakan persatuan dosis yaitu
200mg.
1.5 Satuan : diisi sesuai satuan zat aktif yang digunakan, yaitu mg.
1.6 Sumber hewan/ manusia: pada kolompertama dicantumkan “Ya” jika zat
aktif bersumber dari hewan/manusia dan “tidak” jika zat aktif tidak
bersumber dari hewan/manusia
1.7 Produsen : diisi dengan nama produsen zat aktif disertai dengan alamat
lengkap dengan nama jalan, nomor, kota. Yaitu PT. Bahan-bahan Fardus
1.8 DMF (Drug Master File) : Diisi dengan tanda centang (√) bila DMF
dipersyaratkan dan tersedia
1.9 Negara produsen : diisi dengan negara produsen zat aktif, yaitu Indonesia.
2. Eksipien
2.1 CAS No : diisis sesuai eksipien yang digunakan
2.2 Nama : eksipien dan eksipien dalam kombinasi dituliskan sesuai nama
international nonproprietary names (INN) dan international nonpropietary
names modified (INNM)
2.3 Jumlah : diisi sesuai jumlah eksipien yang digunakan persatuan dosis
2.4 Satuan : diisi sesai satuan eksipien yang digunakan
2.5 Sumber hewan/manusia : pada kolompertama dicantumkan “Ya” jika zat
aktif bersumber dari hewan/manusia dan “tidak” jika zat aktif tidak
bersumber dari hewan/manusia
2.6 Fungsi : diisi sesuai fungsi atau kegunaan eksipien yang digunakan
2.7 Produsen : diisi dengan produsen eksipien disertai alamat lengkap dengan
nama jalan, nomor, kota. Yaitu PT. Bahan-bahan Fardus

55
2.8 Negara produsen : diisi dengan negara produsen eksipien, yaitu Indonesia.
E. Informasi Obat
1. Pemerian obat
Dijelaskan bentuk, warna, ukuran, berat, dan tanda-tanda khusus yang
terdapat pada obat tersebut sesuai klasifikasi obat. Yaitu suspense, berwarna
putih, berbau permen dan rasa manis.
2. Spesifikasi dan metode Analisa obat
Spesifikasi obat dinyatakan dengan menguraikan pemerian (termasuk tanda
pengenal pada tablet, kapsul, dan lain-lain), bobot/volume obat, tetapan
fisika dan kimia, batas kadar atau potensi dan persyaratan-persyaratan
lainnya(sterilitas, pirogenitas, dll). Metode Analisa obat bila mengikuti salah
satu farmakope cukup dituliskan farmakope yang digunakan yang
dilengkapi dengan nomor edisi dan nomor halamannya. Bilsa tidak
mengikuti salah satu farmakope, dapat dituliskan Instrip house. Metoda
Analisa yang perlu diterangkan meliputi metode identifikasi, penetapan
kadar atau potensi dan metode analisis khusus (sterilitas, pirogenitas, dan
sebagainya).
3. Indikasi
Yang diajukan atau yang telah disetujui secara lengkap. Merupakan indikasi
pemakaian obat dalam terapi, dicantumkan jenis-jenis penyakit yang
diindikasikan. Yaitu mengurangi gejala kelebihan asam lambung, gas tritis,
tukak usus dua belas jari.
4. Posologi
Dicantumkan posologi yang diajukan atau yang telah disetujui secara
lengkap. Disebutkan cara penggunaan, jumlah, frekuensi, dan lama
pemakaian. Cara penggunaan harus disebutkan dengan jelas, misalnya
injeksi intravena, intramuskular atau yang lain. Jumlah pemakaian harus
dinyatakan dalm takaran yang lazim dan bata-batas untuk orang dewasa
maupun anak. Frekuensi Pemakaian ialah jumlah pemberian dalam satu hari
atau tiap berapa jam obat itu diberikan. Lma pemakaian diuraikan dengan
menyebutkan berapa lama obat itu harus atau boleh diberikan, berapa lama
pemakaian harus dihentikan sebelum dipakai kembali atau berapa lama obat

56
itu minimal harus digunakan. Yaitu dewasa : 3 - 4 kali sehari 1-2 sendok.
Anak-anak 6-12 tahun : 3-4 kali sehari 1/2 sendok. Diminum 1- 2 jam
setelah makan. Tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu.
5. Rute Pemberian Obat
Dijelaskan cara pemberian obat yaitu oral.
F. Informasi Praregistrasi
1. Hasil Praregistrasi (HPR) : Diisi dengan tanda centang pada salah satu
pilihan sesuai ada/tidaknya HPR.
2. Tanggal Penerbitan HPR : Diisi dengan tanggal penerbitan HPR, yaitu 21
Oktober 2019.
3. Kategori Registrasi : Pada kolom pertama dicantumkan kategori registrasi
sesuai yang diajukan atau sesuai yang tercantum pada HPR, yaitu registrasi
baru.
4. Biaya Evaluasi : Diisi dengan angka nominal dan terbilang sesaui kategori
yang diajukan atau sesaui yang tercantum pada HPR atau sesuai ketentuan
yang berlaku (jika tidak melalui proses praregistrasi). Yaitu Rp.10.000.
5. Jalur Evaluasi : Diisi dengan tanda centang (√) pada salah satu pilihan jalur
evaluasi sesuai kategori registrasi yang diajukan, atau sesuai yang
tercantum pada HPR, yaitu 300 HK, 150 HK, 120 HK, 100 HK, 40 HK, 10
HK, atau 7 HK. Yaitu 40 HK.

G. Cara Penyimpanan dan batas kadaluarsa


1. Cara Penyimpanan : Dicantumkan cara penyimpanan yang diajukan atau
yang telah disetujui dilengkapi dengan suhu dan kelembapan. Simpan pada
suhu kamar (25oC - 30oC) serta terlindung dari cahaya matahari.
2. Batas Kadalursa : Dicantumkan batas kadaluarsa yang diajukan atau yang
telah disetujui, yaitu 30 januari 2024.
3. Batas Kadaluarsa Setelah Kemasan Dibuka atau Direkonstitusi :
Dicantumkan batas kadaluarsa untuk bentuk sediaan tertentu, misalnya
tetes mata (setelah kemasan dibuka) atau serbuk Liofilisasi untuk
rekonstitusi (setelah obat direkonstitusi), yaitu 14 hari (Larutan).
H. Status registrasi di negara lain

57
Diisi hanya untuk Obat Baru, Produk Biologi, dan Obat Generi Import.

I. Informasi Paten
Diisi jika ada

J. Riwayat registrasi

Disini riwayat registrasi variasi dan penambahan indikasi/posologi. Seluruh


Registrasi yang pernah disetujui dan yang sedang dalam proses evaluasi (bila
ada) harus dicantumkan.

K. Keterangan sistem penomoran bets


Diisi dengan kode yang terdiri dari huruf Latin atau angka Arab atau gabungan
keduanya yang merupakan tanda pengenal suatu bets. Untuk penelusuran
kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut. Termasuk tahap-tahap
produksi, pengawasan dan distribusi. Yaitu 9300111.

L. Informasi harga
1. Kemasan : diisi sesuai kemasan yang akan didaftarkan. Yaitu botol 60ml.
2. HNA : diisi dengan Harga Netto Apotek (HNA) tiap satuan kemasan hingga
kemasan terkecil yang akan diberlakukan diseluruh Indonesia yaitu Rp.3200.

3. HET : diisi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) tiap satuan kemasan
hingga kemasan terkecil yang akan diberlakukan di seluruh Indonesia yaitu
Rp.6000.

M. Komitmen yang harus dipenuhi


Diisi dengan komitmen yang harus dipenuhi apabila ada persyaratan yang
belum dapat diserahkan

N. Dokumen Teknis
1. Jenis format dokumen : diisi dengan tanda centang (✓) pada salah satu
pilihan sesuai dengan format dokumen yang digunakan untuk regiatras, yaitu
format ACTD atau format ICH CTD.

58
2. Bagian I (Dokumen Administratif dan Informasi Produk) : diisi sesuai
dengan jumlah order/map dan jumlah salinan untuk bagian 1 (Dokumen
Administratif dan Informasi Produk).
3. Bagian II (Dokumen mutu) : diisi sesuai dengan jumlah order/map dan
jumlah salinan untuk bagian II (Dokumen mutu)
4. Bagian III (Dokumen Nonklinik) : diisi sesuai dengan jumlah order/map dan
jumlah salinan untuk bagian III (Dokumen Nonklinik)
5. Bagian IV (Dokumen Klinik) : diisi sesuai dengan jumlah order/map dan
jumlah salinan untuk bagian IV (Dokumen Klinik).

O. Keterangan petugas registrasi.


Diisi dengan data diri petugas registrasi.
1. Nama : diisi dengan nama lengkap petugas registrasi Industri farmasi
pedaftar. Yaitu Dr. Apt. Bambang, M.Farm.
2. Jabatan : diisi dengan jabatan petugas registrasi Industri farmasi
pendaftar. Yaitu Kepala Badan POM.
3. Alamat : diisi dengan alamat petugas registrasi yang dapat dihubungi.
Yaitu Jl.Kamboja No.A17.
4. Nomor telepon : diisi dengan nomor telpon petugas registrasi yang dapat
dihubungi. Yaitu No. Telp : (0778)416247
5. Nomor telpon genggam : diisi dengan nomor telpon genggam petugas
registrasi yang dapat dihubungi. Yaitu 082391439174.
6. Email : diisi dengan email aktif petugas registrasi. Yaitu
Bambang1212@gmail.com
Jadi alurnya adalah dengan menyerahkan dokumen yang diminta dilengkapi
dengan hasil pra registrasi dan bukti pembayaran, kemudian dimasukkan ke dalam
loket registrasi. Berikutnya akan terjadi pemeriksaan kelengkapan dokumen
registrasi. Apabila lengkap maka akan diberikan tanda terima dan dilanjutkan ke
proses evaluasi. Sementara apabila dokumen tidak lengkap maka akan
dikembalikan.

59
Contoh dokumen registrasi obat:

Nama Obat :
Bentuk Sediaan :
Komposisi :
Jenis dan Besar Kemasan :
Nama Pendaftar :
Nama Produsen :

60
Kelengkapan Dokumen Registrasi Obat Baru

61
62
63
64
65
6.5 Evaluasi

Setelah dokumen dinyatakan lengkap, selanjutnya dilakukan evaluasi. Evaluasi


dilakukan sebagai penilaian aspek khasiat, keamanan, mutu, dan manfaatnya.
Terdapat suatu komite penilai yang melakukan evaluasi yang disebut dengan
Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Hasil evaluasi dapat berupa
persetujuan, penolakan atau memerlukan tambahan data.

Tim Penilai Obat Nasional (TPON) melakukan pembahasan terhadap hasil


evaluasi dan memberikan rekomendasi keputusan kepada Kepala Badan. Kepala
badan menyampaikan keputusan hasil evaluasi secara tertulis kepada pendaftar
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pelaksanaan rapat berkala TPON.
Dalam hal diperlukan tambahan data, kepala badan menyampaikan permintaan
tambahan data secara tertulis kepada pendaftar. Pendaftar harus menyampaikan
permintaan tambahan data paling lama 100(seratus) hari terhitung sejak tanggal
permintaan tambahan data.

Keputusan kepala badan terhadap registrasi diberikan dengan mempertimbangkan:


1. Hasil evaluasi dokumen registrasi atau rekomendasi TPON/ Tim Penilai
Khasiat-Keamanan/ Tim Penilai Mutu/ Tim Penilai Informasi Produk dan
Label
2. Hasil pemeriksaan setempat
Hasil keputusan berupa :
a. Pemberian izin edar hanya diberikan kepada pendaftar yang memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis berupa hasil evaluasi khasiat,
keamanan, mutu, kemanfaatan dan penandaan. Izin edar hanya berlaku
5 tahun. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya, dapat
diperpanjang selama masih memenuhi persyaratan.
b. Penolakan diberikan jika dokumen registrasi tidak memenuhi
ketentuan persyaratan administrasi dan teknis berupa hasil evaluasi
khasiat, keamanan, mutu, kemanfaatan dan penandaan

Evaluasi kembali dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan khasiat,


keamanan, mutu, obat selama obat diedarkan terdapat perkembangan baru

66
mengenai khasiat, kemanan, dan mutu obat yang berbeda dari data
penunjang pada waktu registrasi

67
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri
dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang
pertamaberupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi
yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. (Fornas Edisi 2 Th.
1978 hal 333 )

68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Anonim, 2017, Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria
dan Tata Laksana Registrasi Obat, Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia

Anonim,2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta : Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

69

Anda mungkin juga menyukai