Anda di halaman 1dari 7

Relasi Islam Dengan Agama Agama Di Dunia: Prospek Dialog Antar Agama

Abstrak

Tulisan ini mengkaji tentang relasi agama dan negara perspektif


pemikiran Islam dengan agama-agama di dunia dalam pandangan Islam. Relasi
antara agama dan HAM dalam pemikiran Islam, maka Islam telah menetapkan
bahwa hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir adalah hak kemerdekaan
beragama. Karena itu, Islam secara esensial menekankan pentingnya hak asasi
manusia untuk ditegakkan dalam sebuah negara. Karena hak asasi manusia itu
adalah hak yang tidak boleh diganggu dan dirampas dari orang yang memiliki
hak tersebut. batasan yang jelas terkait dengan masalah hubungan antara muslim
dan non-Muslim dalam bersikap secara adil. Al-Qur’an menganjurkan agar
mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an juga
menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan,
hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling
menyalahkan. Dan diharapkan memberikan kontribusi membuka peluang bagi
kesadaran toleransi beragama dan dimaknai sebagai sikap untuk dapat hidup
bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk
menjalankan prinsip-prinsip keagamaan masingmasing.
Kata Kunci : Relasi islam, prospek dialog, antar agama

A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan beragam budaya, bahasa,suku maupun
agama, dan bahkan ada beberapa suku yang memiliki agama atau yang biasa
kita dengar dengan pliralisme. Keberagaman ini tidak dapat dihindari dan harus
dihadapi, karena bangsa Indonesia dibangun berdasarkan keberagaman etnis,
budaya, maupun agama. Jadi, bangsa ini dibangun berdasarkan agama tertentu.

1
Konflik agama yang merupakan sesuatu hal yang sangat gampang terjadi,
karena agama sangat sensitif. Ketika agama disentuh, maka pemeluk atau
pengikutnya akan marah dan ia akan berusaha untuk membelanya dengan alasan
membela Tuhan. Hal telah banyak terjadi di Indonesia, misalnya kasus di
Sampang, Madura, antara Sunni dan Shiyah, penutupan gereja di Jawa Barat dan
di banyak tempat. Hal ini telah menyebabkan terjadi banyak korban.
Penyebab konflik dalam agama di Indonesia juga terjadi, karena agama
merasa dirinya yang paling benar dan menganggap agama yang lain adalah
agama yang kafir. Ia merasa agamanya lebih superior dan menganggap agama
yang lain adalah inferior. Di samping itu, sifat missioner dari suatu agama akan
dapat menyebabkan konflik di lapangan. Mereka saling menyerang satu dengan
yang lain. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan dialog antar agama-
agama sangat penting untuk dilakukan, khususnya di Indonesia.
Era sekarang adalah era pluralisme. Lihatlah segala fenomena yang ada
di sekeliling kita, budaya, agama, ras, pendidikan, bangsa, negara, belum lagi
aspirasi politik, semuanya menampakkan wajah yang pluralistik.
Menurut M. Amin Abdullah, pluralisme sebenarnya sudah ada sejak
dulu kala, namun gambaran pluralisme tempo dulu belum sejelas seperti
sekarang. Hasil teknologi modern dalam bidang transportasi dan komunikasi-lah
yang menjadikan pluralisme tersebut semakin dihayati dan dipahami oleh
banyak orang di manapun mereka berada.1
B. PEMBAHASAN
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) relasi secara bahasa yaitu
sama dengan hubungan, perhubungan, kenalan, pertalian termasuk juga
pelanggan. Anselm Kyongsuk Min juga mengatakan bahwa sebagai realitas
sosial, pluralisme adalah fakta yang sudah berlangsung sejak lama (ancent
fact).2

1
M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 1997), Cet.II,
h. 105.
2
Anselm Kyongsuk Min, “Dialectical Pluralism and Solidarity of Others Toward a New Paradigm” dalam
Jurnal of the American Academy of Religion, Vol. 63 No. 3, Vol. 1997, p. 592.

2
Menurut Alquran, perbedaan atau pluralisme adalah kehendak Allah Swt.
atau ciptaan Ilahi atau ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.3
Sesuai dengan surah Al-Hujurat ayat 13:

ُ َ‫اك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َو أُ ْن ثَ ٰى َو َج َع ْل ن‬
‫اك ْم ُش عُ وبًا‬ ُ َ‫اس إِ نَّا َخ لَ ْق ن‬
ُ َّ‫يَ ا أَيُّ َه ا الن‬
ِ ِ ُ ‫َك ر م ُك م ِع ْن َد اللَّ ِه أَ ْت َق‬ ِ ِ ِ
ٌ‫يم َخ بِ ري‬
ٌ ‫اك ْم ۚ إ َّن اللَّ هَ َع ل‬ ْ َ َ ْ ‫َو َق بَ ائ َل ل َت َع َار فُ وا ۚ إ َّن أ‬

Yang artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Masalah hubungan agama dengan negara telah muncul kepermukaan dalam


serangkaian polemik dan perdebatan pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad
ini. Perdebatan ini tampaknya diawali dengan terjadinya revolusi kaum muda
Turki di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasya tahun 20- an. Yang berpuncak
dengan dihapuskannya khilafat di Turki, dilepaskannya Islam sebagai agama
resmi negara, dan dihapuskannya syariah sebagai sumber hukum tertinggi dalam
negara. Turki lahir sebagai sebuah republik sekuler yang dengan tegas
memisahkan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan (Berkes, 1964: 23).

Dan dialog antar umat beragama di Indonesia mulai mendapat perhatian


sejak tahun 1960-an, khususnya Orde Baru. Musyawarah kerukunan beragama
yang diprakarsai oleh depag telah berlangsung pada tahun 1967. Kemudian
pertemuan di berbagai tingkat permukaan agama berlangsung di banyak daerah,
sekitar masalah kerukunan dan toleransi beragama. Dialog yang
diselenggarakan atas prakarsa tokoh atau lemabaga keagamaan terjadi, antara
lain di Jawa Barat, Khususnya di Sukabumi (misalnya tahun 1967, 1968, 1971)
3
Lihat Q.S. Hud/11 ayat 118

3
atas prakarsa panglima Divisi Siliwangi di Garut (1967) dll. Untuk
mengembangkan kerukunan, pemerintah pernah menyelenggarakan semacam
proyek yang disebut “Proyek Pelita Dialog Antar Umat Beragama” yang
dipusatkan di Ibukota Propinsi (1972-1975).

Perhatian Gereja-gereja terhadap masalah hubungan antar umat beragama


mulai di dengar dalam Konferensi gereja dan Masyarakat di Salatiga (1967)
yang mengatakan “Agama dalam memenuhi tugasnya di tengah-tengah proses
modrenisasi dengan memperkembangkan pemikiran baru dengan bertolak dari
iman masing-masing.

Selanjutnya perhatian terhadap hubungan antar umat beragama di kalangan


gereja-gereja semakin berkurang. Barulah pada tahun 1981 PGI (DGI)
menyelenggarakan seminar Agama-agama yang kemudian berlangsung setiap
tahun dengan tema-tema yang disesuaikan dengan perkembangan yang sedang
terjadi. Dari tema-temanya jelas dialog dipusatkan pada masalah yang dihadapi
bersama sebagai bangsa dan masyarakat Indonesia.

Di Indonesia tampaknya agama-agama bergerak sendiri-sendiri menghadapi


tantangan perkembangan zaman. Padahal tantangan yang kita hadapi itu
dihadapi oleh semua umat. GBHN mengamanatkan harapan dari umat beragama
akan bertanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan
kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus menerus dan bersama-
sama meletakkan landasan spriritual, moral dan etika yang kokoh bagi
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

Selain ini umat beragama belum bergaul secara akrab yang ada hanya
semacam ko-eksistensi, enggan membicarakan masalah secara bersama-sama
kare na takut menimbulkan “keresahan” atau takut ada yang tersinggung.
Padahal justru karena ada perbedaanlah maka pengenalan perlu dan karena
perbedaan pula persatuan menjadi hidup 4

4
Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004, hlm.8-10

4
Tidak jarang terjadi pergesekan antar umat beragama dan dialog menjadi
pilihan alternatif yang ideal dalam penyelesaian konflik antar umat
beragama. fenomena konflik antar umat beragama harus ditangai, karena
berdampak sangat negatif. Untuk menghadapi fenomena ini, para pemuka
lintas agama tingkat pusat melakukan dialog antar umat beragama.5

Perbedaan karakteristik ini berkenaan dengan tingkat deferensiasi dan


stratifikasi sosial yang pada gilirannya terjadi segmentasi kedalam kelompok
sub budaya yang saling berbeda. Segmentasi masyarakat terbagi-bagi dalam
kelompok kecil berdasarkan ras, suku, agama masingmasing dan dalam
pergaulan terpisahkan karena individu lebih memilih berinteraksi dengan orang
yang satu suku, ras dan agamanya saja, karena dianggap lebih mudah
berkomunikasi, memiliki ikatan batin yang sama dan mempunyai banyak
kesamaan (Koentjaraningrat, 1990:181)6

1. TUJUAN BERDIALOG

Tumbuhnya saling pengertian yang objektif dan kritis;

a. menumbuhkan kembali alam kejiwaan yang tertutup oleh tirai


pemisah karena tiadanya saling pengertian kepada alam dan bentuk
kejiwaan yang otentik dan segar, yang memungkinkan dua belah
pihak mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi yang sejati...
(sehingga) Dialog yang baik akan mengarah kepada terciptanya
pertemuan pribadi-pribadi yang bentuk konkretnya berupa kerja
sama demi kepentingan bersama.7

5
http://ty-toyo.blogspot.com/2009/12/fenomenologi-edmund-hussrl_18.html diakses pada Tanggal 09
noember 2021 pukul 17.00.
6
RELASI HARMONIS ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QUR’ AN,Siti Mukzizatin Pusdiklat
Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan,2019, hlm 162
7
http://ty-toyo.blogspot.com/2009/12/fenomenologi-edmund-hussrl_18.html diakses pada Tanggal 09
noember 2021 pukul 17.00

5
b. Untuk menumbuhkan pengenalan yang lebih mendalam kepada
orang lain dan kemudian melahirkan keperdulian kepada sesame
manusia.
c. Untuk menciptakan ketemtraman didalam masyarakat.
d. Menjamin terbinanya kerukunan dan kedamaian yang terarah kepada
suatu bebtuk kongkret.
e. Untuk menanggapi penderitaan yang terus bertambah dan
menakutkan serta menyakitkan.
f. Untuk menolong dan melayani orang lain menghadapi krisis
kemanusiaan.8

Tujuan dialog begitu ideal, agar apa yang diharapakan benar-benar nyata.
Dalam dialog antar agama diciptakan pedoman-pedoman dalam berdialog.
Mengingat, anggota berasal dari berbagai macam agama, maka perlu adanya
pedoman untuk menjaga kelangsungan dialog itu sendiri.

Titik temu yang perlu dibicarakan dalam dialog antar agama-agama adalah
adanya penderitaan yang dialami oleh manusia.9 konflik yang terjadi di dalam
agama-agama10

Dalam konteks kebangkitan kembali agama dan banyaknya konflik yang


melibatkan agama itulah lahir prakarsa dialog antaragama. Sejarah dialog
antaragama sendiri menunjukkan bagaimana upaya ini bertujuan untuk
meminimalisasi kesalahpahaman antaragama dan menghindarkan agama-agama
dari penyalahgunaan dalam konflik dan kekerasan. Lebih dari itu, dialog
antaragama juga bertujuan mempertemukan agama-agama dalam tanggung jawab
etis bersama untuk memecahkan masalah-masalah sosial.11

8
Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, BPK Gunung Mulia, 2003, hlm. 51
9
Knitter, Satu Bumi, hl.122.
10
Moltmann, Apakah, hl.252
11
https://crcs.ugm.ac.id/agama-lokal-dalam-dialog-antaragama-peluang-dan-tantangan/ diakses pada Tanggal
09 noember 2021 pukul 17.00

6
2. DAMPAK PELAKSANAAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA.
Secara umum dialog antar umat beragama memiliki dampak positif bagi
keragaman agama. Dilihat dari dua sisi, secara Intern umat beragama dapat lebih
menguatkan kemampuan menghayati dan mendalami dan melaksanakan ajran
agama yang diyakininya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi ekstren, umat
dapat lebih memahami keberadaaan agama lain. Mengingat kekerasan atas nama
agama menjadi permasalahan yang begitu pelik di Indonesia, kerukunan antar
umat beragama di Negeri ini akan bisa terlaksana dengan baik, bila semua
pimpinan agama dan umatnya masing-masing mau Manahan diri. Tidak merasa
lebih hebat dari umat lainnya. Namun apabila pemaksaan kehendak dan merasa
superior, maka hal itulah yang membuat tidak rukunnya antar umat beragama.
Dan agama bertanggung jawab untuk peduli terhadap manusia berdasarkan Kung dan
Knitter tentang tanggung jawab agama terhadap tanggung jawab global.12 Paul F. Knitter, Satu
Bumi Banyak Agama, Dialog Multi Agama dan Tanggungjawab Global (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
hl.80.

12

Einar M. Sitompul, ,. (2004). Gereja Menyikapi Perubahan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Anda mungkin juga menyukai