Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

ANALISI PEMBIAYAAN MADRASAH

OLEH :

NAMA : PIANA RASID


NIM : 18040201001
PRODI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
KELAS :B
ALAMAT : DESA PELAMBUA KEC. POMALA KAB. KOLAKA

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

‫ﻦﻳﻠﺴﺮﻤﻠﺍﻮ ﺀﺎﻳﺒﻨﻷﺍ ﻒﺮﺷﺃﻰﻠﻋﻢﻼﺴﻠﺍﻮ ﺓﻼﺼﻠﺍﻮ ﻦﻳﻤﺎﻠﻌﻠﺍﺐﺮ ﷲﺪﻤﺤﻠﺍ‬


‫ﻦﻳﻌﻤﺠﺍ ﻪﺒﺤﺼﺍﻮ ﻪﻠﺁ ﻰﻠﻋﻮ ﺪﻤﺤﻤ ﺎﻨﺪﻳﺴ‬، ‫ﺪﻌﺒﺎﻤﺍ‬

Syukur alhamndulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini yang berjudul

” Analisis Pembiayaan Madrasah”, dapat diselesaikan sebagaimana adanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak rintangan yang

dihadapi, namun karena adanya rasa tanggung jawab dibarengi keinginan yang besar untuk

menyelesaikannya, akhirnya rintangan tersebut dapat dilalui dengan baik. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis merasa berkewajiban mempersembahkan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya dosen mata kulaih ini.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam
pembangunan  pendidikan secara keseluruhan. Salah satu masalah pokok dalam hal
pembiayaan  pendidikan adalah bagaimana mencukupi kebutuhan operasional sekolah di
satu sisi, dan  di sisi lain bagaimana melindungi masyarakat (khususnya dari keluarga
tidak mampu) dari  hambatan biaya untuk memperoleh pendidikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sejak tahun 2005 pemerintah meluncurkan
program  Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan bantuan uang kepada
sekolah  berdasarkan jumlah murid. Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya
pendidikan  bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka
memperoleh  layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka
penuntasan wajib  belajar 9 tahun.

Program BOS ternyata ditanggapi secara beragam  oleh daerah (kabupaten/kota). Ada


daerah yang mengalokasikan APBD-nya sebagai dana  “pendamping BOS” (dengan
jumlah yang  bervariasi) dan kemudian menerapkan kebijakan  “sekolah gratis”, ada pula
yang tetap bertahan  dengan kebijakan mengizinkan partisipasi  masyarakat dalam
pembiayaan operasional  sekolah. Perbedaan respon daerah tersebut pada dasarnya dilatar
belakangi oleh  perbedaan pemahaman tentang biaya operasional pada satuan pendidikan
(sekolah).

Biaya satuan pendidikan (BSP) yang dimaksud dalam hal  ini merupakan  rata-rata


biaya operasional di luar biaya untuk pegawai yang dikeluarkan oleh sekolah  untuk
mendidik satu orang anak/murid di sekolah (Catatan: Kalau pun biaya pegawai  akan
dimasukkan ke dalam komponen perhitungan BSP, hal itu dilakukan secara
terpisah  dengan perhitungan BSP non-pegawai).

Dengan penghitungan BSP berdasarkan  biaya operasi,dapat diketahui berapa


biaya yang dikeluarkan oleh sekolah untuk mendidik  satu orang murid. Pada dasarnya
biaya operasi merupakan kebutuhan sekolah agar proses   belajar-mengajar berjalan
dengan baik.
Biaya personal merupakan kategori biaya yang  juga penting, meskipun tidak dicakup
secara langsung oleh buku panduan ini. Biaya personal  merupakan biaya-biaya yang
ditanggung oleh  peserta didik (atau orang tua/keluarga). Dengan  kata lain, biaya operasional
memberikan gambaran  tentang biaya yang diperlukan oleh rumah tangga  untuk mengirim
anak ke sekolah. Dalam banyak  kasus, sebagian biaya operasi dan investasi di sekolah juga
menjadi tanggungan anak didik  (orang tua).

Pengaturan ini penting dilakukan agar terjamin kebermutuan dari sekolah khususnya
mutu pembiayaan pendidikan sebagai salah satu dari 8 standar (mutu) pendidikan nasional
sebagaimana terjelaskan dalam PP.N0.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 2 dan 4 diatur hal-hal yang terkait dengan mutu. Dalam Pasal 2 ayat (1): disebutkan
bahwa lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan. Sedangkan tujuan SNP selanjutnya disebutkan dalam
pasal 4: SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Dengan adanya regulasi tentang pembiayaan pendidikan di Indonesia, idealnya
persoalan pembiayaan pendidikan yang berujung kepada tidak efektif, tidak efisien dan tidak
bermutunya pendidikan di Indonesia semestinya tidak akan muncul, setidaknya bisa
diminimalisir. Tetapi pada kenyataannya, persoalan tersebut masih banyak muncul. Hal ini
dibuktikan dengan perolehan hasil amatan atas kondisi real di Indonesia dari berbagai
sumber, seperti: masih banyak
anak usia sekolah tidak sekolah walaupun sudah ada kebijakan BOS, BSM dan sebagainya.
Masih banyak sekolah/madrasah yang tidak bisa menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan secara memadai.
Akibat persoalan ini, maka seolah-olah pendidikan di Indonesia masih berkutat
dengan persoalan akses pendidikan. Padahal sesuai dengan tiga pilar kebijakan pendidikan
nasional (Renstra Diknas)maka arah kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia
meliputi: a)Pemerataan dan perluasan akses pendidikan, b) Peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing dan c)Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Tiga pilar ini
juga berkutat pada persoalan “mutu”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah perencanaan analisis pembiayaan Madrasah ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan analisis pembiayaan Madrasah ?
3. Bagaimanakah pemngawasan analisis pembiayaan Madrasah ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perencanaan Analisi Pembiayaan Madrasah


Biaya merupakan salah satu sumber daya yang secara Iangsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal ini akan lebih terasa lagi dalam
implementasi otonomi sekolah yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana
secara transparan, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Dalam
penyelenggaraan pendidikan, Sumber dana merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam kajian pengelolaan pen didikan.1

Pada sebuah organisasi atau lembaga apapun bentuk dan namanya, sebelum
melangkah untuk mencapai tujuan, maka terlebih dahulu ada perencanaan. Perencanaan
pada sebuah lembaga esensial, karena pada kenyataannya, perencanaan memegang peranan
yang lebih penting dibandingkan dengan fungsi-fungsi lain. Tanpa ada perencanaan, maka
akan sulit mencapai tujuan.2

Ada empat langkah atau tahap dasar perencanaan, yaitu: Pertama, tahapan
menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan. Perencanaan dimulai dengan keputusan-
keputusan. Tanpa rumusan tujan yang jelas, sebuah lembaga akan menggunakan sumber
daya-sumber daya yang secara tidak efektif. Kedua, merumuskan keadaan saat ini,
pemahaman akan kondisi sekarang dari tujuan yang hendak dicapai penting, karena tujuan
dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Ketiga, mengidentifikasikan segala
kemudahan, kekuatan, kelemahan serta hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur
kemampuan dalam mencapai tujuan, oleh karena itu perlu dipahami faktor-faktor lingkungan
internal dan eksternal yang dapat membantu mencapai tujuan, atau mungkin menimbulkan
masalah. Keempat, mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk mencapai
tujuan tahap akhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai alternatif
kegiatan untuk mencapai tujuan.

1
E. Mulyssa, Manajemen BerbasisSekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 167

2 Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan:

Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 46.


Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 membawa implikasi terhadap perlunya disusun
standar pembiayaan yang meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan yang meliputi
biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan bahwa standar
biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar pembiayaan pendidikan ini diharapkan
dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh
Indonesia.

Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945
(Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Berdasarkan otonomi pengelolaan pendidikan di lingkungan madrasahmaka peran


pemerintah bergeser dari ‘regulator’ menjadi ‘fasilitator’. Keterlibatan pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan ini hanya mencakup dua aspek, yaitu mutu dan pemerataan.
Pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan, dan berupaya agar semua siswa
dapatberprestasi setinggi mungkin.
B. Pelaksanaan Analisis Pembiayaan Madrasah.
Pelaksanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah dalam garis besarnya dapat
dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni:
Pertama, penerimaan. Penerimaan keuangan madrasah dari sumber-sumber dana
perlu dibukukan berdasarkan prosedur pengelolaan yang selaras dengan ketepatan yang
disepakati, baik berupa konsep teoritis maupun peraturan pemerintah. Secara konsep banyak
pendekatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan, namun secara
peraturan termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah ada beberapa
karakteristik yang identik.
Kedua, pengeluaran. Pengeluaran madrasah berhubungan dengan pembayaran
keuangan madrasah untuk pembelian sumber atau input dari proses madrasah seperti
tenaga administrasi, guru, bahan-bahan, perlengkapan dan fasilitas. Ongkos
menggambarkan seluruh sumber yang digunakan dalam proses madrasah, apakah
digambarkan dalam anggaran biaya madrasah atau tidak. Ongkos dari sumber madrasah
menyumbangkan atau tidak terlihat secara akurat. Dalam manajemen keuangan madrasah,
pengeluaran keuangan harus dibukukan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh
peraturan.2
Untuk meningkatkan kualitas madrasah sehingga dapat memenuhi harapan para
stakeholder-nya,maka dibutuhkan pengelolaan biaya yang profesional baik dalam
penggalian sumber dana maupun pendistribusian dananya. Untuk itu madrasah hendaknya
memenuhi standar pembiayaan minimal. Pembiayaan yang terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi dan biaya personal. Biaya investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan SDM dan modal kerja tetap. Adapun biaya personal mencakup
biaya-biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
kegiatan pembelajaran secara teratur dan berkelajutan biaya operasi madrasah mencakup:
(1) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
(2) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai. (3) Biaya operasi pendidikan tak langsung
berupa daya, air, jasa, telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, komunikasi, pajak, asurasi dan lain-lain.

22.
E. Mulyasa, Manajemen, hlm. 201-204.
                 Biaya rata-rata per komponen pendidikan adalah biaya rata – rata yang dikeluarkan
untuk pelaksanaan pendidikan di sekolah per tahun anggaran. Biaya ini merupakan fungsi
dari besarnya pengeluaran sekolah serta banyaknya murid di sekolah. Dengan demikian,
biaya rata-rata ini dapat diketahui dengan cara membagi seluruh jumlah pengeluaran sekolah
per komponen tiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang bersangkutan. Hasil
akhir proses penghitungan BSP di daerah adalah tersusunnya kebijakan yang  pembiayaan
pendidikan di daerah yang antara lain mengacu pada hasil penghitungan BSP.  Kebijakan
tersebut bisa berbentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, atau  pun SK Bupati.

C. Pengawasan Analisis Pembiayaan Madrasah

Pengaawasan dapat di definisikan sebagai proses untuk ’’menjamin’’ bahwa tujuan-


tujuan Organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan kegiatan-kegiatan sesuai
dengan yang di rencanakan.
Pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap di perlukan
bagaimana pun rumit dan luas suatu organisasi.
Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kepastian tentang pelaksanaan
Program atau pekerjaan/kegiatan yang sedang atau telah di lakukan sesuai dengan Rencana
yang telah di tentukan. Kegiatan pengawasan padab dasarnya untuk membandingkan kondisi
yang ada dengan yang seharusnya terjadi.
Suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan
tertentu telah dicapai serta untuk mengukur pencapaian dari pelaksanaan. Pengawasan
keuangan sekolah harus dilakukan melalui aliran masuk dan keluar uang yang dibutuhkan
bendahara. Hal itu dilakukan mulai dari proses keputusan pengeluaran pos anggaran,
pembelanjaan, perhitungan dan penyimpangan barang pleh petugas yang ditunjuk. Secara
adminitrasi pembukuan setiap pengeluaran dan pemasukan ditangani sebagai berita acara,
dan kepala sekolah bertanggung jawab.
Pengawasan penggunaan pelaksanaan anggaran pendidikan mencakup empat
kegiatan pokok yaitu memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan penggunaan
anggaran pendidikan. Kegiatan tersebut dilakukan secara sistematis, yang berarti bahwa
pelaksanaan kegiatan pengawasan penggunaan anggaran pendidikan harus dilakukan secara
berurutan, sampai kepada kegiatan memberikan laporan penggunaan anggaran ditunjukan
kepada pihak yang terkait guna menyiapkan pembuatan kebijakan lebih lanjut.
Jika dilihat dari perspektif pelaksana pengawasan, pengawasan penggunaan anggaran
pendidikan dapat dikategorikan ke dalam empat dalam kelompok, yaitu: pengawasan
melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan pengawasan masyarakat.
Pengawasan melekat dilaksanakan oleh atasan langsung kepada bawahannya,
misalnya kepala sekolah mengawasi bendahara sekolah. Pengawasan fungsional adalah
pengawasan yang dilaksanakan oleh aparat yang pekerjaannya sebagai pengawas, misalnya
pengawas dari Irjen Kemendikbud, BPKP dan BPK. Pengawasan legislatif adalah
pengawasan yang dilakukan oleh badan legeslatif, yaitu DPR atau DPRD. Dan pengawasan
masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan anggota masyarakat baik individu maupun
kelompok dengan mengirim surat pengaduan kepada pimpian kementrian atau melalui kotak
pos.
Pengawasan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen
keuangan madrasah, dalam hal ini kepala madrsah perlu melakukan pengendalian
pengeluaran keuangan selaras dengan anggaran belanja yang telah ditetapkan, sedangkan
pengawasan dari pihak berwenang melalui pemeriksaan uang yang dilaksanakan oleh
instansi vertikal seperti tugas rutinitas atas dasar kewenangan pengawasan pembiayaan yang
masuk akan diserap yang masuk dan diserap di madrasah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam
pembangunan  pendidikan secara keseluruhan. Salah satu masalah pokok dalam hal
pembiayaan  pendidikan adalah bagaimana mencukupi kebutuhan operasional sekolah di
satu sisi, dan  di sisi lain bagaimana melindungi masyarakat (khususnya dari keluarga
tidak mampu) dari  hambatan biaya untuk memperoleh pendidikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sejak tahun 2005 pemerintah meluncurkan
program  Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan bantuan uang kepada
sekolah  berdasarkan jumlah murid. Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya
pendidikan  bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka
memperoleh  layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka
penuntasan wajib  belajar 9 tahun.

Program BOS ternyata ditanggapi secara beragam  oleh daerah (kabupaten/kota). Ada


daerah yang mengalokasikan APBD-nya sebagai dana  “pendamping BOS” (dengan
jumlah yang  bervariasi) dan kemudian menerapkan kebijakan  “sekolah gratis”, ada pula
yang tetap bertahan  dengan kebijakan mengizinkan partisipasi  masyarakat dalam
pembiayaan operasional  sekolah. Perbedaan respon daerah tersebut pada dasarnya dilatar
belakangi oleh  perbedaan pemahaman tentang biaya operasional pada satuan pendidikan
(sekolah).

Biaya merupakan salah satu sumber daya yang secara Iangsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal ini akan lebih terasa lagi dalam
implementasi otonomi sekolah yang menuntut kemampuan sekolah untuk
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan
pengelolaan dana secara transparan, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, Sumber dana merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam kajian pengelolaan pen didikan.
Pelaksanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah dalam garis besarnya dapat
dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yakni:
Pertama, penerimaan. Penerimaan keuangan madrasah dari sumber-sumber dana
perlu dibukukan berdasarkan prosedur pengelolaan yang selaras dengan ketepatan yang
disepakati, baik berupa konsep teoritis maupun peraturan pemerintah. Secara konsep banyak
pendekatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan, namun secara
peraturan termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah ada beberapa
karakteristik yang identik.
Kedua, pengeluaran. Pengeluaran madrasah berhubungan dengan pembayaran
keuangan madrasah untuk pembelian sumber atau input dari proses madrasah seperti tenaga
administrasi, guru, bahan-bahan, perlengkapan dan fasilitas. Ongkos menggambarkan
seluruh sumber yang digunakan dalam proses madrasah, apakah digambarkan dalam
anggaran biaya madrasah atau tidak. Ongkos dari sumber madrasah menyumbangkan atau
tidak terlihat secara akurat. Dalam manajemen keuangan madrasah, pengeluaran keuangan
harus dibukukan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh peraturan.
Pengawasan dapat di definisikan sebagai proses untuk ’’menjamin’’ bahwa tujuan-
tujuan Organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan kegiatan-kegiatan sesuai
dengan yang di rencanakan.
B. Saran-saran
Dengan memperhatikan pembahasan penelitian ini, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
Pejabat fungsional yang dalam hal ini adalah Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan
Dinas Pendidikan Kabupaten, melalui petugasnya untuk tetap memberikan bimbingan,
masukkan, dan pengawasan terkait perencanaan, pembukuan, serta monitoring terhadap
keuangan yang bersumber dari pemerintah pusat maupun daerah. Sumber keuangan yang
rutin maupun insidental juga perlu terus dimonitoring secara berkesinambungan, agar pihak
madrasah dapat menggunakan dan melaporkan keuangan sebagaimana yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

E. Mulyssa, Manajemen BerbasisSekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 167

Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan:

Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 46.

E. Mulyasa, Manajemen, hlm. 201-204.


Dimock, ME. Dimock, GO, Administrasi Negara. 1992. Jakarta. Rineka Cipta.  Sulthon, M.
Khusnuridlo, M, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global, 2006, Yogyakarta,
laksBang PRESSindo.  Suryobroto, Manajemen Pendidikan Di Madrasah, 2004, Jakarta,
Rineka cipta
  Muchdarsyah Sinungan.. Dasar-Dasar Management Kredit.  1993. Jakarta: Bumi Aksara.
Vincent P Costa. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan Madrasah, 2000, Jakarta:
Depdiknas.
Wasty Soemanto. Pendidikan dan Wiraswasta. 1984. Malang: Bina Aksara.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga. 1988. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai