Anda di halaman 1dari 64

MASALAH ILMU PENGETAHUAN

BAB.4

APA ITU ILMU PENGETAHUAN

A. DEFINISI ILMU PENGETEHUAN

Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia


sekelilingnya mengenal dua sarana,yaitu pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) dan penjelasan gaib (mystical explanations).Kini di pihak satu
manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai
hipotesis yang telah di buktikan kebenarannya secara sah,tetapi di pihak lain
sebagian mengenal pula aneka keterangan serba gaib yang tidak mungkin diuji
sahnya untuk menjelasakan rangkaian peristiwa yang masih berada di luar
jangkauan pemahamannya.Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan
gaib itu terdapatlah persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan hipotesis yang
dapat di uji,tetapi belum secara sah dibuktikan kebenarannya.

Menurut The Liang Gie (1987) hubungan antara pengetahuan


ilmiah,penjelasan gaib,dan persolan ilmiah tersebut dapat di perjelas dengan
bagan berikut.

Scientific
Knowledge

Scientific Problems

Mystical Explanations

Dalam bagan tersebut terdapat tiga bidang yang saling berhubungan,yaitu

I. Bidang pengetahuan ilmiah.Ini merupakan kumpulan hipotesis yang telah


terbukti sah.

1
II. Bidang persoalan Ilmiah.Ini merupakan kumpulan hipotesis yang dapat
diuji,tetapi belum dibiktikan sah.
III. Ini merupakan kumpulan hipotesis yang tidak dapat diuji sahnya.

Para ilmuan mencurahkan tenaga dan waktunya dalam bidang II,yakni terus-
menerus berusaha membuktikan sahnya pelbagai hipotesis sehingga bidang
Idiharapkan senantiasa bertambah besar.Usaha memperbesar bidang I sehingga
kumpulan pengetahuan ilmiah menjadi semakin luas dapatlah dicakup dengan
sebuah istila penelitian (research).Dalam sejarah perkembangan ilmu,dengan
meluasnya bidang I maka bidang III lalu menjadi semakin kecil.Oleh karena itu
ternyatalah bahwa ada hubungan yang sangat erat antara ilmu dengan
penelitian.Pada kelanjutannya terdapatlah kaitan antara pemikiran untuk
memecahkan persoalan ilmiah dengan metode yang dipakai dalam penelitian.

Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris science, yang berasal dari
bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari,mengetahui.Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami
perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik.Dalam
bahasa Jerman wissenschaft.

The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangakaian


aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya,dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang ingin dimengerti manusia.

Aktivitas

Ilmu

Metode Penetahuan

2
Dalam bagan tersebut memperlihatkan bahwa ilmu harus diusahakan dengan
aktivitas manusia,aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu,dan
akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (


study),penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian
(search).Oleh karena itu,pencarian biasanya dilakukan berulang kali,maka dalam
dunia ilmu kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah
yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru.

Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan


pikiran,pola kerja,tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan
baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada.

Metode yang berkaitan dengan pola procedural meliputi pengamatan,


percobaan, pengukuran, survey, dedukasi, induksi, analisis,dan lain-lain.
Berkaitan dengan tata langkah meliputi penentuan masalah,perumusan hipotesis
(bila perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Yang
berkaitan dengan berbagai teknik meliputi daftar pertanyaan, wawancara,
perhitungan pemanasan, dan lain-lain.

Dari aktivitas ilmiah dengan metode imiah yang dilakukan oleh para ilmuwan
dapat dihimpunan sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan
pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf
pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan
pengetahuan yang sitematis.

Adapun menurut Bahm (dalam Koento Wibisono, 1997) definisi ilmu


pengetahuan melibatkan paling tidak enam macam komponen, yaitu masalah
(problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan
(conclution), dan pengaruh (effects).

3
1. Masalah (Problem)
Ada tiga karakteristik yang harus di penuhi untuk menunjukkan bahwa suatu
masalah bersifat scientific, yaitu communicability berarti masalah adalah sesuatu
untuk di komunikasikan. The scientific attitude paling tidak memenuhi karateristik
curiosity,speculatifeness,willingness to be objective, willingness to suspend
judgement,dan tentativty.the scientific method berari masalah harus dapat diuji
(testabe).
2. Sikap (attitude)

Karakteristik yang harus di penuhi antara lain :

Curiosity berarti adanya rasa ingin tahu tentang bagaimana sesuatu itu ada
bagaimana sifatnya, fungsinya, dan bagaimana sesuatu di hubungkan dengan
sesuatu yang lain.
Speculatifeness scientist harus mempunyai usaha dan hasrat untuk mencoba
memecahkan masalah,melalui hipotesis hipotesis yang di usulkan.
willingness to be objective, hasrat dan usaha untuk bersikap dan bertindak
objektif merupakan hal yang penting bagi seorang scientist.
willingness to suspend judgement,ini berarti bahwa seseorang scientist
dituntut untuk bertindak sabar dalam mengadakan observasi,dan bersikap
bijaksana dalam menentukan kebijakan berdasarkan bukti-bukti yang
dikumpulkan karena apa yang diketemukan masih serba tentatif.
3. Metode (Method)
Sifat scientific Method berkenaan dengan hipotesis yang kemudian di uji
Esensi science terletak pada metodenya. Science sebagai teori, merupakan sesuatu
yang selalu berubah.Berkenaan dengan sifat metode scientific, para scientist tidak
selalu memiliki ide yang << pasti >> yang dapat ditunjukkan sebagai sesuatu tang
absolute atau mutlak.
4. Aktivitas (Activity)
Science adalah sesuatu lahan yang dikerjakan oleh para scientist, melalui apa
yang disebut scientific research,terdiri atas dua aspek, yaitu individual dan
sosial.Dari aspek individual, Science adalah aktivitas,yang dilakukan oleh

4
seseorang.Adapun dari aspek sosial,science has become a vast institutional
undertaking.Scientist menyuarakan kelompok orang-orang ‘elite’,dan science
merupakan a never ending journey, atau a never ending effort.
5. Kesimpulan (Conclisions)
Science lebih sering dipahami sebagai a body of knowledge. Body dari ide-ide
ini merupakan science itu sendiri.Kesimpulan yang merupakan pemahaman yang
dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan dari science, yang diakhiri
dengan pembenaran dari sikap, metode, dan aktivitas.
6. Beberapa pengaruh (Effecfs)
Sebagian dari apa yang dihasilkan melalui science pada gilirannya memberi
berbagai pengaruh. Pertimbangannya dibatasi oleh dua penekanan, yaitu pertama,
pengaruh ilmu terhadap ekologi melalui apa yang disebut dengan applied science,
dan kedua, pengaruh ilmu terhadap atau dalam masyarakat serta
membudayakannya menjadi berbagai macam nilai.
B. CIRI-CIRI ILMU PENGETAHUAN
Pengetahuan yang bagaimanakah yang membedakan antara pengetahuan
ilmiah dengan pengetahuan lainnya? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tidak
dapat secara langsung dituturkan, melainkan kita harus melihat terlebih dahulu
persoalan yang sesungguhnya yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya.
Ciri persoalan pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu
penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh
jawaban.Dalam hal ini memang ilmu muncul dari adanya problema dan harus dari
suatu problema, tetapi problema itu telah diketahuinya sebagai suatu persoalan
yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-harinya.
Di samping itu, setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga mencapai
suatu kejelasan serta kebanaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi dan
mutlak. Kemudian bahwa setiap jawaban dalam masalah ilmu yang telah berupa
kebenaran harus dapat diuji oleh orang lain. Pengujiannya baik dengan
pembenaran atau penyangkalan. Hal lain juga bahwa setiap masalah dalam ilmu
harus dapat dijawab dengan cara penelaahan atau penelitian keilmuan yang
saksama, sehingga dapat dijelaskan dengan didefinisikan.

5
Dengan memilik persoalan keilmuan pada dasarnya masalah yang terkandung
dalm ilmu adalah selalu harus merupakan sutu problema yang telah diketahuinya
atau yang ingin diketahuinya, kemudian ada suatu penelaahan dan penelitian agar
diperoleh kejelasan tentunya dengan mempergunakan metode yang relevan untuk
mencapai kebenaran yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. (Abbas
Hamami Mintaredja,1980)
Ilmu Pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987)
mempunyai 5 ciri pokok:
1. empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarakan pengamatan dan percobaan;
2. sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan
pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur;
3. objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan
kesukaan pribadi;
4. analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke
dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan
peranan dari bagian-bagian itu;
5. verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.

Adapun Daoed Joesoef (1987) menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu


pada tiga hal,yaitu produk,proses dan masyarakat.Ilmu pengetahuan sebagai
produk, yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakaui kebenarannya oleh
masyarakat ilmuwan.Pengetahuan Ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-
kenyatan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk
diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.

Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang


dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya,
bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam
proses ini adalah analisis-rasional, objektif, sejauh mungkin’impersonal’ dari
masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati.

6
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak-
tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan
yaitu universalisme, komunalisme,tanpa pamrih, dan skeptisis meyang teratur.

Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menandai


ilmu,yaitu sebagai berikut.

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang


secara logis koheren. Itu berarti adanya system dalam penelitian (metode)
maupun harus (susunan logis).
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuwan.
3. Universitas ilmu pengetahuan.
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi
oleh prasangka-prasangka subjektif.
5. Ilmu pengetahuan harus dapat di verifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progrevisitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-
sungguh bila mengandung pertanyaan baru dan menimbulkan problema baru
lagi.
7. Kritis, artinya tidak ada teori yang definitive, setiap teori terbuka bagi suatu
peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan
antara teori dengan praktis.

Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur


tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam.Karl Pearson,mengatakan ilmu adalah lukisan atu
keterangan yang komperhensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan
istilah yang sederhana. (Amsal Bakhtiar, 2004, hlm.15)

7
Demi objektivitas ilmu, ilmuan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah
dalam ilmu dapat diwujudkan,apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
1. Ilmu harus mempunyai objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak di
ungkapkan dan di capai adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
2. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran
yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
3. Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam memberikan
pengalaman,objeknya dipadukan secara harmonis sebagai suatu kesatuan
yang teratur.
4. Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran yang diungkapkan oleh
ilmu tidak mengenai suatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu
berlaku umum.(Hartono kasmadi, dkk., 1990, hlm.8-9)
Di samping itu yang perlu disadari, yakni ilmu bukanlah hal yang statis,
melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang diusahakan oleh
manusia dalam mengungkap tabir alam semesta ini.Usaha pengembangan tersebut
mempunyai arti juga bahwa kebenaran yang telah diungkapkan oleh ilmu tertentu
adalah kebenaran yang masih terbuka untuk diuji.

C. KERAGAMAN DAN PENGELOMPOKAN ILMU PENGETAHUAN


Kumpulan pernyataan ilmuan mengenai suatu objek yang memuat
pengetahuan ilmiah oleh The Liang Gie (2000) mempunyai empat bentuk.
1. Deskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskripsif dengan memberikan
mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena
yang bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu
khusus yang terutama bercorak deskriptif seperti misalnya ilmu anatomi atau
geografi.
2. Preskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan
petunjuk atau ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya
dilakukan dalam hubungannya dengan objek sederhana itu. Bentuk ini dapat

8
dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial, misalnya dalam ilmu pendidikan yang
memuat petunjuk cara mengajar yang baik dalam kelas. Demikian pula dalam
ilmu administrasi Negara di paparkan misalnya asas, ukuran, dan berbagai
ketentuan preskiriptif lainnya tentang organisasi yang baik, manajemen yang
efektif, atau prosedur kerja yang efisien.
3. Eksposisi Pola
Bentuk ini merangkum pernyataan yang memaparkan pola dalam sekumpulan
sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah.
Misalnya dalam antropologi dapat dipaparkan pola kebudayaan berbagai suku
bangsa atau dalam sosiologi dibeberkan pola perubahan masyarakat pedesaan
menjadi masyarakat perkotaan.
4. Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merangkum pernyataan yang berusaha menggambarkan atau
menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan
sesuatu hal pada masa lampau yang jauh lebih baik secara ilmiah atau karena
campur tangan manusia. Cabang-cabang ilmu khusus yang banyak mengandung
bentuk pernyataan ini misalnya ialah historiografi, ilmu purbakala, dan
paleontologi.
Sebuah kategori penggolongan ilmu yang banyak dikemukakan para ahli
ialah pembedaan segenap pengetahuan ilmiah dalam dua kelas yang istilahnya
saling berlawanan. Penggolongan ini tampak sederhana sehingga mudah di
pahami, tetapi pada umumnya tidak memerinci berbagai cabang ilmu. Hanya
biasanya diberikan contoh ilmu apa yang termasuk dalam masing-masing kelas.
Berikut ini merupakan penggolongan ilmu-ilmu,yakni sebagai berikut.

a. Ilmu Formal dan Ilmu Non Formal Atau Ilmu Formal/ Ilmu Nonempiris
Nonempiris tidak berarti empiri atau pengalaman indrawi tidak mempunyai
peran. Empiri/pengalaman indrawi tentu saja selalu memainkan peranan karena
dalam pengenalan manusiawi, unsur-unsur indrawi tidak mungkin dilepaskan dari
unsure-unsur intelektual.

9
Suatu ilmu disebut ilmu nonempiris (formal) karena ilmu ini dalam seluruh
kegiatannya tidak bermaksud menyelidiki secara sistematis data-data indrawi
yang konkret. Dua contoh ilmu formal atau ilmu nonempiris: matematika dan
filsafat.
Ilmu Non Formal/ ilmu empiris
Suatu ilmu disebut ilmu empiris karena di dalam ilmu ini empiri atau pengalaman
indrawi memainkan peranan sentral/utama. Ilmu empiris dalam seluruh
kegiatannya berusaha menyelidiki secara sistematis data-data indrawi yang
kongkret. Yang termasuk ilmu empiris/non formal: ilmu hayat, ilmu alam, dan
ilmu manusia.

b. Ilmu Murni dan Ilmu Terapan

Ilmu murni/ teoretis adalah ilmu yang bertujuan meraih kebenaran demi
kebenaran.Contoh matematika dan metafisika.Ilmu terapan atau praktis ialah ilmu
yang bertujuan untuk diaplikasikan atau diambil manfaatnya.Contoh: ilmu
kedokteran, teknik, hokum, ekonomi, psikologi, sosiologi, administrasi, dan
ekologi.

c. Ilmu Nomotetis dan Idiografis

Nomotetis ilmu, yang termasuk ilmu ini adalah ilmu-ilmu alam. Objek
pembahasannya adalah gejala pengalaman yang dapat diulangi terus menerus dan
hanya merupakan kasus-kasus yang mempunyai mempunyai hubungan dengan
suatu hukum alam. Ilmu idiografis, yang termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu-
ilmu budaya. Objek pembahasannya adalah objek yang bersifat individual, unik
yang hanya terjadi satu kali dan mencoba mengaerti atau memahami objeknya
menurut keunikannya itu.

d. Ilmu Deduktif dan Induktif


1) 1lmu Deduktif
Disebut ilmu deduktif karena semua pemecahan, yang dihadapi dalam
ilmu ini tidak didasarkan atas pengalaman indrawi atau empiris, melainkan

10
atas dasar deduksi atau penjabaran. Deduksi ialah proses pemikiran
dimana akal budi manusia dari pengetahuan tentang hal-hal yang umum
dan abstrak menyimpulkan tentang hal-hal yang bersifat khusus dan
individual.Contoh ilmu deduktif: matematika.
2.) Ilmu Induktif
Suatu ilmu disebut ilmu induktif apabila penyelesaian masalah-masalah
dalam ilmu yang bersangkutan didasarkaan atas pengalaman indrawi atau
empiris. Yang termasuk kelompok ilmu induktif adalah ilmu alam. Ilmu
induktif bekerja selalu atas dasar induksi. Induksi ialah proses pemikiran
di mana akal budi manusia dari pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat
khusus dan individual menarik kesimpulan tentang hal-hal yang bersifat
khusus dan individual menarik kesimpulan tentang hal yang bersifat umum
dan abstrak.
e. Naturwissenschaften dan Geisteswissenschaften
Pembedaan antara natur dan geist diusahakan oleh Wilhelm Dilthey
berdasarkan pembedaan antara ilmu nomotetis dan ideografis yang sudah digarap
oleh Wilhelm Windelband. 1.Natur, adalah ilmu pengetahuan alam dan objek
pembahasannya adalah benda alam ataau gejala alaam. Geist adalah ilmu budaya
dengan objek pembahasannya adalah produk manusiawi. 2. Ciri khas ilmu budaya
adalah ia mempunyai metode tersendiri yang tidak bisa diambil dari metode ilmu
alam. Ilmu budaya mendekati objeknya dengan cara verstehen( mengerti atau
memahami). Ilmu alam mendekati objeknya dengan cara erklaren(menerangkan).
Erklaren menjelaskan suatu perisyiwa atau gejala atas dasar penyebabnya atau
berdasarkan suatu hokum umum yang berlaku di alam.Berbeda dengan benda-
benda alam, produk-produk manusiawi hanya bisa didekati dengan menggunakan
metode verstehen.Misalnya suatu karya seni hanya bisa dipahami dalam zaman
histirinya atau kehidupan seniman yang bersangkutan.Jadi, verstehen adalah
menangkap makna produk manusiawi dan itu hanya bisa dilakukan dengan
menempatkannya dalam konteks tertentu.

11
f. Ilmu-Ilmu Empiris Secara Lebih Khusus

Ilmu-Ilmu empiris secara lebih khusus menurut Berling ada tiga, yakni ilmu
alam, ilmu hayat, dan ilmu manusia.

Kalau alam ini di sini dimaksudkan alam tidak hidup (alam anorganik), maka ilmu
alam mencakup antara lain ilmu fisika, kimia, astronomi, geologi. Cara berpikir
dan bekerja di dalam ilmu alam,selalu ditandai dengan observasi,teori dan
eksperimen yang satu sama lain terjaring dalam hubungan yang erat.Lewat
pengamatan (observasi) yang banyak jumlahnya. Ilmu alam sebagai ilmu empiris
memperoleh seluruh bahannya dari alam kenyataan. Namun demikian, peneliti
atau ilmuwan tidak dengan mudah dapat menangkap objek-objeknya dan
memperoleh seluruh bahannya karena observasi empiris itu mempunyai struktur
yang rumit. Karena jangkauan observasi empiris manusia selalu terbatas
sifatnya,di bandingkan dengan dimensi-dimensi alam, maka observasi itu perlu di
perluas di perkuat, dilengkapi dan di tunjang oleh penggunaan sarana canggih,
penggadaian teoretis, kemampuan merumuskan hasil observasi secara logis
rasional.
Melihat watak ilmu alam di atas, kiranya dapat ditarik perbandingan antara
ilmu alam dengan ilmu hayat dengan ilmu jiwa(psikologi) serta ilmu
kemasyarakatan(sosiologi):
1. Jarak antara subjek dengan objek dalam ilmu alam lebih besar ketimbang
jarak subjek dan objek dalam ilmu hayat. Demikian juga jarak antara subjek
dan objek dalam ilmu hayat lebih besar dari pada jarak subjek dan objek
dalam psikologi.
2. Lingkungan objeknya pun berkurang dalam urutan yang sama.Dalam ilmu
alam, subjek meninjau objeknya dalam jarak yang lebih besar.

Dalam ruang lingkup sesuatu jenis ilmu yang bercorak teoretis atau praktis
terdapat urutan tata jenjang yang merupakan hierarki ilmu yang oelh The Liang
Gie digambarkan sebagai berikut.

12
Jenis Ilmu (dengan ragamnya)

Rumpun ilmu

Cabang ilmu

Ranting ilmu

Tangkai ilmu

2. Cristian Wolff
Wollf mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar
yakni ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan
pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai
berikut.
a. Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, dapat ditemukan sifat yang
benar dari alam semesta. Semua yang ada di dunia ini terletak di luar
pemikiran kita yang direfleksikan dalam proses berpikir rasional. Sebab alam
semesta ini merupakan suatu sistem rasional yang isinya dapat diketahui
dengan menyusun cara deduksi dari hokum-hukum berpikir.
b. Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
Ilmu-ilmu murni adalah teologi rasional yang terkait dengan masalah jiwa,
dan kosmologi rasional yang terkait dengan kodrat dunia fisik.Filsafat praktis
mencakup etika sebagai ilmu tentang tingkah laku manusia, politik atau ilmu
pemerintah, ekonomi sebagai bidang ilmu apa yang harus dilakukan
seseorang untuk mencapai kemakmuran.
c. Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode
berpikir deduktif. Ilmu-ilmu teoretis dijabarkan dari hokum tidak
bertentangan yang menyatakan bahwa sesuatu itu tidak dapat ada dan tidak

13
ada dalam waktu yang bersamaan. Apa yang sanggup kita ketahui tentang
dunia fisik diturunkan dari hukum alas an yang mencukupi yang menyatakan
bahwa ada suatu alas an niscaya bagi keberadaan segala sesuatu.
d. Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hokum-hukum berpikir.Apa
yang dikatakannya tentang moral dan religi adalah suatu kodrat yang abstrak
dan formal secara niscaya.Etika dalaam pandangannya tidak lebih dari
seperangkat aturan yang kaku dan harus diikuti, sesuatu yang tidak terjawab
yang hanya hadir dalam kasus-kasus tertentu saja.Agama juga demikian,
diformalakan ke dalam seperangkat kepercayaan tentang Tuhan dan jiwa
manusia. Unsur-unsur emosi yang bermain secara normal masing-masing
berperan penting di dalam wilayah pengalaman yang sangat minim.
e. Jiwa manusia dalam pandangan Wollf dibagi menjadi tiga,yaitu
mengetahui,menghendaki, dan merasakan. Ketiga aspek jiwa manusia ini
akan mempengaruhi pandangan Immanuel Kant tentang tiga kritiknya yang
terkenal, yaitu kritik atau rasio murni, kritik atas rasio praktis,dan kritik atas
daya pertimbangan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut.
A. Ilmu pengetahuan empiris:
1. Kosmologis empiris,
2. Psikologi empiris.

B. Matematika:
1. Murni:
a. aritmatika,
b. geometri,
c. aljabar.
2. Campuran: mekanika, dan lain-lain.
C. Filsafat:
1. Spekulatif (metafisika):
a. Umum – Ontologi.
b. Khusus: psikologi, kosmologi, theologi.

14
2. Praktis:
a. Intelek - /Logika.
b. Kehendak : ekonomi, etika, politik.
c. Pekerjaan fisik : teknologi.

3. Auguste Comte

Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang di kemukakan Auguste


Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri,yang menunjukkan
bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih
dahulu.Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang semakin lama semakin
rumit atau kompleks dansemakin konkret.Oleh karena itu dalam mengemukakan
penggolongan ilmu pengetahuan, Augeste Comte melalui dengan mengamati
gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala- gejala yang letaknya paling jauh
dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu
pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut.

Dunia 1 Dunia 2

Kenyataan Fisis Dunia 3 KenyataanPsikis


Dunia Hipotesis, hokum, Teori dalam diri manusia
(Ciptaan manusia)

Karya ilmiah Studi ilmiah Penelitian Ilmiah

5. Thomas S. Kuhn
Thomas S. Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah
bersifat revolusioner, bukan komulatif sebagaimana anggapan sebelumnya.
Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigm, yaitu cara
pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret.

15
Menurut Khun cara kerja paradigm dan terjadinya revolusi ilmiah dapat
digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap pertama, paradigm ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah
dalam masa ilmu normal ( normal science ).Di sini para ilmuawan berkesempatan
menjabarkan dan mengembangkan paradigm sebagai model ilmiah yang
digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuwan tidak
bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya.Selama
menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang
tidak dapat diterangkan dengan paradigm yang dipergunakan sebagai bimbingan
atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali.Anomoli adalah suatu
keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan
(fenomena ) dengan paradigm yang dipakai.
Tahap kedua,menumpuknya anomaly menimbulkan krisis kepercayaan dari
ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan.Para
ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu normal.
Tahap Ketiga,Para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang
sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigm tandingan yang
dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah yang
dinamakan revolusi ilmiah.

PARADIGMA
Dalam Masa Normal Science

ANOMALI

PARADIGMABARU
Revolusi Ilmiah

16
6. Jurgen Habermas

Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat


terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada
realitas, dan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini Ignas Kleden
menunjukkan tiga jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti
terlihat dalam bagan berikut.

Pengetahuan Akses
Sifat ilmu Jenis ilmu yang kepada Tujuan
Dihasilkan Realitas
Empiris- Ilmu alam Penugasan
Analitas dan Sosial informasi Observasi teknik
empiris
Histori Pemhaman Pengembangan
Hermeneutis Humaniora Interprestasi arti via inter subjektif
bahasa
Ekonomi Self- Pembahasan
Sosial-kritis sosiologi, Analisis Reflexion kesadaran non-
politik reklektif

Ignas Kleden menunjukkan pandangan Habermas tentang ada tiga kegiatan


utama yang langsung mempengaruhi dan menentukan bentuk tindakan dan bentuk
pengetahuan manusia, yaitu kerja, komunikasi, dan kekuasaan. Kerja dibimbing
oleh kepentingan yang bersifat teknis, interaksi dibimbing oleh kepentingan yang
bersifat praktis, sedangkan kekuasaan dibimbing oleh kepentingan yang bersifat
emansipatoris. Ketiga kepentingan ini mempengaruhi pula proses terbentuknya
ilmu pengetahuan, yaitu ilmu-ilmu empiris- analitis, ilmu historis- hermeneutis,
dan ilmu sosial kritis (ekonomi,sosiologi, dan politik).

17
D. SUSUNAN ILMU PENGETAHUAN
1. Langkah- langkah Dalam Ilmu Pengetahuan
Setiap penyelidikan Ilmiah selalu diawali dengan situasi masalah dan
berlangsung dalam tahap-tahap sebagai berikut.
a. Perumusan Masalah
Setiap penyelidikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan
secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai jalan
untuk mengetahui fakta-fakta apa saja yang harus di kumpulkan.

b.Pengamatan dan Pengumpulan Data atau Observasi

Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris dan induktif
dimana seluruh kegiatan diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui
pengamatan yang cermat sambil didukung oleh dituangkan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan.

c. Pengamatan dan Klasifikasi Data


Dalam tahap ini ditekankan penyusunan fakta-fakta dalam kelompok,jenis
dan kelas tertentu berdasarkan sifat yang sama. Kegiatan inilah yang
disebut klasifikasi. Dengan klasifikasi, menganalisis, membandingkan dan
membeda-bedakan data-data yang relevan.
d. Perumusan Pengetahuan (Definisi)

berbagai sarana yang canggih. Hasil observasi ini kemudian

Dalam tahap ini, ilmuwan mengadakan analisis dan sintesis secara


induktif.Lewat analisis dan sintesis ilmuwan mengadakan generalisasi
(kesimpulan umum).Generalisasi merupakan pengetahuan umum yang dituangkan
dalam pernyataan umum atau universal. Dari sinilah teori terbentuk.
e. Tahap Ramalan (Prediksi)
Dalam tahap ini, deduksi mulai memainkan peranan. Di sini dari teori yang sudah
terbentuk tadi, diturunkan hipotesis baru dan dari hipotesis ini, lewat deduksi pula,
ilmuwan mulai menyusun implikasi logis agar ia dapat mengadakan ramalan-

18
ramalan tentang gejala yang perlu diketahui atau yang masih terjadi. Deduksi ini
selalau dirumuskan dalam bentuk silogisme.
f. Pengujian Kebenaran Hipotesis (Verifikasi)
Dalam tahap ini dilakukan pengujian kebenaran hipotesis dan itu artinya
menguji kebenaran ramalan-ramalan tadi melalui pengamatan atau observasi
terhadap fakta yang sebenarnya atau percobaan-percobaan.Dalam hal ini
keputusan terakhir terletak pada fakta.Jikafakta tidak mendukung hipotesis,maka
hipotesis itu harus dibongkar dan diganti dengan hipotesis itu harus dibongkar dan
diganti dengan hipotesis lain dan seluruh kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari
permulaan. Itu berarti data empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya
hipotesis. Dengan demikian langakah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah
pengujian kebenaraan ilmiah dan itu artinya menguji konsekuensi-konsekuensi
yang telah dijabarkan secara deduktif.(Beerling,1988)

2. Limas Ilmu
Dalam tradisi, ilmu- ilmu biasa digambarkan dalam bentuk limas. Dasar limas
meliputi semua data yang diperoleh suatu disiplin ilmu tertentu melalui
pengamatan(observasi), percobaan- percobaan (eksperimen).Adapun puncak limas
tadi diduduki oleh teori. Antara dasar dan puncak limas masih terdapat lagi
beberapa tahap,misalnya klasifikasi data, perumusan hipotesis, pengujian
hipotesis, dan lain-lain. Limas secara keseluruhan merupakan sistem ilmu. Atas
dasar kesatuan ilmu ada tendensi untuk menerapkan kesatuan metode dan dalam
kesatuan metode ini tiap-tiap ilmu mendapat tempatnya meskipun masih ada
metode ini tiap-tiap ilmu mendapat tempatnya meskipun masih ada metode yang
sangat teoretis. Lebih lanjut setiap ilmu mempunyai bahasa sendiri yang berbeda
dengan bahasa sehari-hari.Oleh karena itu untuk mengerti cirri khas ilmu perlulah
dia dibedakan dari bahasa sehari-hari.
3. Siklus Empiris
Ilmu empiris memperoleh bahan-bahannya melalui pengalaman. Proses
penyelidikan dapat digambarkan sebagai suatu daur yang terdiri atas lima tahap
berikut.

19
a. Observasi
Pengamatan yang biasa. Ilmu empiris memperoleh bahan-bahan dari
kenyataan empiris yang dapat diamati dengan berbagai cara. Bahan itu disaring,
diselidiki, dikumpulkan, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi, didaftar, dan
diklasifikasikan secara ilmiah.
Observasi dibedakan, Observasi sehari-hari dan observasi ilmiah.Observasi
sehari-hari bersifat emosional, dikaitkan dengan emosi si pengamat,
pengamatannya bersifat subjektif, sangat di pengaruhi oleh persepsi sosial,
dipengaruhi oleh suatu kepentingan yang bersifat pribadi, menguntungkan dirinya
sendiri.
Observasi ilmiah, emosi harus dikesampingkan bahkan unsur subjektif
dihilangkan, hal-hal yang dikenal dan berpengaruh subjek dan variasi-variasi yang
ada tidak diperhatikan, tidak ada kepentingan dirinya sendiri, dipakai sarana-
sarana tertentu, ditingkatkan.
b. Induksi

Hal-hal yang diamati harus dirumuskan dalam beberapa pernyataan


kemudian disimpulkan kembali dalam pernyataan umum. Setelah terulang-ulang
kembali pernyataan umum tersebut memperoleh kedudukan sebagai hukum.

c. Deduksi

Matematika serta logika memungkinkan pengolahan lebih lanjut dengan


bahan-bahan empiris, bahan ini tercakup dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut.

d. Kajian (eksperimentasi)

Berdasarkan sistem itu dapatlah dijabarkan pernyataan khusus tertentu, yang


kemudian dapat dikaji lagi dalam kerangka observasi eksperimental atau tidak
eksperimental tertentu.Dengan kajian eksperimental, pernyataan yang telah
dijabarkan secara deduktif mendapaatkan verifikasi atau falsifiksi secaara empiris

e. Hasil-hasil kajian membawa kita kepada tahap evaluasi, suatu teori yang
disusun dengan menggunakan induksi dan deduksi. (Beerling,1988)

20
4. Penjelasan dan Ramalan
Sesorang ilmuwan jika telah selesai melakukan pengamatan, ia harus
membuat suatu uraian atau tuturan dari hal yang dicatatnya. Keserbanekaan
masalah dalam suatu penelitian menyebabkan adanya kebutuhan untuk
memberikan penjelasan, ramalan, dan batasan, yang sudah tentu harus sesuai
dengan system ilmu itu sendiri apakah ia ilmu sosial, ilmu alam, filsafat, sejarah,
kedokteran, dan lain-lain.
a. Penjelasan
Penjelasan yang lazimnya selalu disertai dengan pemahaman (verstehen)
merupakan pelengkap dari permulaan dalam penelitian dari suatu yang dicatat
untuk disusun hipotesis yang baik dan menarik.Adapun pembagian penjelasan
dalam pengetahuan ilmiah antara lain sebagai berikut.
1) Penjelasan Logis
Penjelasan deduktif. Penjelasan ini terdiri dari serangkaian tindakan
berpikir untuk menarik kesimpulan berdasar hal-hal yang bersifat
umum.Dengan demikian dalam penjelasan deduktif diperlukan adanya
suatu pernyataan yang bersifat umum yang dipergunakan sebagai
pangkal tolak atau dalil.
Penjelasan induktif atau bisa disebut juga penjelasan kausal adalah
penjelasan yang mempergunakan pangkal tolak pada hal-hal khusus
tertentu untuk sampai pada hal yang umum.
2) Penjelasan Probabilistik
Penjelasan Probabilistik atau keadaan boleh jadi adalah apabila
terdapat suatu pernyataan yang tidak dapat dijawab secara pasti yang
biasa dikemukakan dengan mengajukan kata-kata ‘mungkin’,’hampir
pasti’, atau ‘boleh jadi’. Penjelasan Probabilistik banayak
dipergunakan dalam ilmu sosial utamanya ilmu politik.
3) Penjelasan Finalistik
Penjelasan finalistic adalah penjelasan dengan berpangkal tolak atau
mengacu pada tujuan. Penjelasan semacam ini bersifat pragmatic
karena menerangkan sesuatu dari segi kegunaannya.

21
4) Penjelasan Historis atau Genetik
Penjelasan ini berusaha untuk menjawab pernyataan mengapa sesuatu
itu terjadi. Jelas hal ini menuntut suatu jawaban tentang sesuatu tang
terjadi pada waktu yang lampau.
5) Penjelasan Fungsional
Penjelasan Fungsional adalah bentuk penjelasan yang hendak
memberikan gambaran atas sesuatu dengan mengemukakan apa yang
diselidiki dalam hubungannya dengan tempat atau keadaan yang
sedang diteliti dalam keseluruhan sistem dunia objek tersebut berada.
b. Ramalan
Seorang ilmuwan yang baik tidak cepat puas karena sesuatu berupa
kebenaran yang telah dicapainya jika belum diuji dengan cara yang
sesuai dengan masalahnya.Satu hal yang patut dipakai dalam
persiapan pengujian disamping penjelasan aataau verstehen juga
ramalan ataau prediksi. Bentuk ramalan yang banyak dipakai antara
lain sebagai berikut.
1) Ramalan Menurut Hukum
Bentuk ramalan yang paling tua adalah ramalan yang berupa dan
berpangkal tolak pada keajekan-keajekan.Keajekan ini diperlukan
untuk memecahkan atau menghampiri suatu permasalahan yang
hamper mirip baik dalam ilmu sosial maupun ilmu alam, karena
hokum adalah suatu keteraturan yang fundamental yang dapat
diterapakan pada setiap keadaan atau persoalan.
2) Ramalan Menurut Struktur
Ramalan ini secara langsung mampu memperhitungkan untuk keadaan
di masa yang akan dating berdasarkan padasuatu kemajuan baik yang
vertical maupun horizontal, karena perubahan menurut struktur ini
memang seharusnya terjadi demikian.
3) Ramalan Menurut Proyeksi
Ramalan ini mempelajari kejadian yang terdahulu, sehingga diperoleh
sutu pernyataan berdasarkan kejadian itu.Ramalan proyeksi ini banyak

22
dipergunakan dalam perkembangan ilmu sosial dengan dibantu oleh
faktor peluang.
4) Ramalan menurut Utopia
Ramalan yang terjadi berdasar pengetahuan teoretis yang sekarang
dimiliki untuk mengetahui kejadian dan keadaan dimasa yang akan
datang.Sebagai contoh dewasa ini ada penjelajah ruang angkasa. Hal
ini sebelumnya hanya merupakan fantasi belaka dan kebetulan sudah
di filmkan.(Abbas Hamami, M.,1980, 31-35)

E. ILMU DAN TEKNOLOGI


Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik diri
manusia itu sendiri maupun realitas diluar dirinya, sepanjang sejarah
perkembangannya sampai saat ini selalu mengalami ketegangan dengan berbagai
aspek lain dari kehidupan manusia. Pada tataran praktis-operasional selalu
diperbincangkan kembali hubungan timbal balik antara ilmu dan teknologi. Pada
tataran nilai- ide asional, muncul permasalahan yang lebih kompleks berkaitan
dengan kedudukan dan peran ilmu dan teknologi dalam perubahan peradaban
manusia, baik yang berkaitan dengan pergesaran nilai maupun yang terkait dengan
berbagai dampak ide asional dari perkambangan ilmu dan teknologi terhadap
komponen pengetahuan manusia yang lain. Gejala-gejala seperti modernisasi,
globalisasi, teknokrasi, teknophobia, teknohilia, teknosofi adalah contoh betapa
besar pengaruh ilmu dan teknologi terhadap kebudayaan manusia.
Untuk mengerti pemahaman sebenar apa itu teknologi, berikut ini beberapa
pengertian teknologi yang dikaitkan dengan dimensi pengetahuan
( sebagaimana diuraikan dalam tim dosen filsafat ilmu fakultas filsafat UGM
Yogyakarta,1996).
1. Teknologi adalah penerapan dari pengetahuan ilmiah kealaman (natural
science)
(Brinkmann,1971).Pengertian ini adalah pengertian teknologi yang paling
banyak digunakan dalam berbagi lingkup kehidupan. Pernyataan teknologi

23
adalah penerapan ilmu dengan mudah dapat ditemukan pada mimbar
kuliah maupun pada pengerjaan proyek fisik.
2. Teknologi merupakan pengetahuan sistematis tentang seni industri, atau
sebutan singkatnya, sebagai ilmu industrial ( The Liang Gie,1982).
3. Bunge menyatakan bahwa teknologi adalah ilmu terapan yang dipilihnya
menjadi empat cabang, yakni teknologi fisik( missal: teknik mesin, teknik
sipil), teknologi biologis( missal: farmakologi), teknologi sosial(misal:riset
operasi), teknologi pikir(misal: ilmu computer).
4. Feibleman memandang teknologi sebagai pertengahan antara ilmu murni
dan ilmu terapan, atau merujuk pada makna tenologi sebagai keahlian.(The
Liang Gie, 1982)
5. Menggunakan mana yang lebih dekat dan asli, Layton memahami
teknologi sebagai pengetahuan.(The Liang Gie,1982)
6. Karl Mark menggunakan istilah teknologi dalam tiga makna yang
berbeda,yakni sebagai alat kerja, pengajaran praktis dari sekolah industrial,
dan ilmu tentang teknik.(The Liang Gie, 1982)
Dari berbagai definisi di atas jelas terlihat beberapa pendapat, yakni 1.
Teknologi bukan ilmu, melainkan penerapan ilmu; 2. Teknologi
merupakan ilmu, yang dirumuskan dengan dikaitkan dengan aspek
eksternal, yaitu industri dan aspek internal yang dikaitkan dengan objek
material ilmu maupun aspek murni terapan; 3. teknologi merupakan
keahlian yang terkait dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Ada tujuh perbedaan antara ilmu dan teknologi menurut The Liang
Gie(1982), yaitu sebagai berikut.
1. Teknologi merupakan suatu sistem adaptasi yang efisien untuk tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan akhir dari teknologi adalah untuk
memecahkan masalah material manusia. Adapun ilmu bertujuan untuk
memahami dan menerangkan fenomena fisik, biologis, dan dunia sosial
manusia secara empiris.

24
2. Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk meningkatkan pikir
manusia, sedangkan teknologi memusatkan diri pada manfaat dan tujuannya
adalah untuk menambah kapasitas kerja manusia.
3. Tujuan ilmu adalah memajukan pembangkitan pengetahuan, sedangkan
tujuan teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dalam membuat barang
atau layanan.
4. Abrams dan Layton merumuskan perbedaan ilmu dan teknologi terkait
dengan pemegang peran. Bagi dia ilmuwan diharapkan untuk mencari
pengetahuan murni dari jenis tertentu.ilmuwan mencari tahu,teknolog
mengerjakan.
5. Ilmu bersifat ‘supranasional’ (mengatasi batas Negara),sedangkan teknologi
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tertentu.
6. Input teknologi berbagai jenis, yaitu material alamiah, daya alamiah,
keahlian, teknik, alat, mesin, ilmu maupun pengetahuan dari berbagai
macam,misalnya akal sehat, pengalaman, ilham, intuisi dan lain-lain.
Adapun ilmu adalah pengetahuan yang telah tersedia.
7. Output ilmu adalah pengetahuan baru, sedangkan teknologi menghasilkan
produk berdimensi tiga.
Dari penelusuran terhadap konsep ilmu dan teknologi dengan berbagai
aspek dan nuansanya maka ada titik singgung antara keduanya, yakni: (1) bahwa
baik ilmu dan teknologi merupakan komponen dari kebudayaan; (2) baik ilmu dan
teknologi memiliki aspek ideasional maupun faktual, dimensi abstrak maupun
konkret, dan aspek teoretis maupun praktis; (3) terdapat hubungan dialektis
(timbale balik) antara ilmu dan teknologi. Pada satu sisi, ilmu menyediakan bahan
pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori.Pada sisi lain
penemuan teknologi sangatmembantu perluasan cakrawala penelitian ilmiah,
yakni dengan dikembangkannya perangakat penelitian berteknologi
mutakhir.Bahkan dapat dikatakan, dewasa ini kemajuan ilmu mengandalkan
dukdungan teknologi, sebaiknya kemajuan teknologi mengandalkan dukungan
ilmu.

25
F. WUJUD ILMU
Menurut The Liang Gie (2000), pemahaman yang tertib tentang ilmu adalah
pemaparan menurut tiga ciri pokok sebagai rangkaian kegiatan manusia atau
proses, sebagai tata tertib tindakan pikiran atau prosedur, dan sebagai keseluruhan
hasil yang dicapai atau produk. Berdasarkan ketiga kategori proses, prosedur, dan
produk yang semuanya bersifat dinamis (tidak ada yang statis), ilmu dapat
dipahami sebagai aktivitas penelitian, metode kerja, dan hasil
pengetahuan.Dengan demikian, pengertian ilmu selengkapnya berarti aktivitas
penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis.
Ketiga pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu
kenyataan yang sama bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia.
Suatu penjelasan yang sistematis harus dimulai dengan segi pada manusia yang
menjadi pelaku dari fenomena yang disebut ilmu. Hanyalah manusia (dalam hal
ilmuwan) yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif
(menyangkut pengetahuan),dan mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan
dengan ilmu. Jadi, tepatlah bilamana pengertian ilmu pertama dipahami dari
seginya sebagai serangkaian aktivitas yang rasional, kognitif, dan bertujuan.
Sesuatu aktivitas hanya dapat mencapai tujuannya bilaman dilaksanakan dengan
metode yang tepat. Dengan demikian, penjelasan mengenai aktivitas para ilmuan
yang merupakan penelitian akan beralih pada metode ilmiah yang dipergunakan.
Ilmu lalu mempunyai pengertian yang kedua sebagai metode. Dari rangkaian
kegiatan studi atau penyelidikan secara berulang-ulang dan harus dilaksanakan
dengan tata cara yang metodis, akhirnya dapat dibuahkan hasil berupa keterngan
baru atau tambahan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, pada pembahasan
terakhir pengertian ilmu mempunyai arti sebagai pengetahuan.

26
BAB 5
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

A. PENGANTAR
Pemikiran filsafati banyak di pengaruhi oleh lingkungan, namun pada
dasarnya filsafat baik di Barat,India,dan Cina muncul dari yang sifatnya relijius.
Di Yunani dengan mitosnya, di India dengan kitabnya Weda (Agama Hindu), dan
Cina dengan Confusiusnya. Di Barat mitos dapat lenyap sama sekali dan rasio
yang menonjol, sedangkan di India filsafat tidak pernah bisa lepas dengan
induknya dalam hal ini agama Hindu. Pembagian secara periodisasi filsafat Barat
adalah zaman Kuno,zaman Abad Pertengahan,zaman modern,dan masa
Kini.Aliran yang muncul dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah
Positivisme,Marxisme,Eksistensialisme,Fenomenologi,Pragmatisme,dan Neo-
Kantianianisme dan Neo-tomisme. Pembagian secara periodisasi Filsafat Cina
adalah zaman kuno,zaman pembauran,zaman Neo-Kantianianisme, dan zaman
modern. Tema yang pokok di filsafat Cina adalah masalah perikemanusiaan (jen).
Pembagian secara periodisasi filsafat India yang penting adalah bagaimana
manusia bisa berteman deengan dunia bukan untuk menguasai dunia.
Adapun pada Filsafat Islam hanya ada dua periode,yaitu periode
Mutakallimin dan periode filsafat Islam. Untuk sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan di sini pembahasan mengacu ke pemikiran filsafat di Barat.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia
dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir
masyarakat yang sangat mengandalakan mitos untuk menjelaskan fenomena alam
biasa,tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika
filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai
aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola
pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena
selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi.
Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi lebih

27
proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian.
Dari prosesinilah kemudian ilmu perkembangan dari rahim filsafat,yang akhirnya
kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat
Yunani merupakan poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah
berlangsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Karena
untuk memahamisejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan
pembagian atau klasifikasi secara periodik, karena setiap periode menampilkan
ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan
pemikiran secara teoretis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani.Periodisasi perkembangan ilmu di sini dimulai dari peradaban Yunani dan
diakhiri pada zaman kontemporer.

B. ZAMAN PRA YUNANI KUNO


Pada masa ini manusia masih menggunakan batu sebgai peralatan. Oleh
karena itu, zaman pra Yunani Kuno disebut Zaman Batu yang berkisar antara
empat juta tahun sampai 20.000 tahun. Sebelum Masehi sisa peradaban manusia
yang ditemukan pada masa ini (dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat,
1996) antara lain:
a. alat – alat dari batu;
b. tulang belulang hewan;
c. sisa beberapa tanaman;
d. gambar di gua-gua;
e. tempat [enguburan;
f. tulang belulang manusia purba.
Antara abad ke-15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi,tembaga,dan
perak untuk berbagai peralatan. Abad kelima belas Sebelum Masehi peralatan besi
dipergunakan pertama kali di Irak, tidak di Eropa atau Tiongkok. (Brouwer,1982,
hlm.6)
Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya filsafat di
tempat itu disebut suatu peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa faktor

28
yang sudah mendahului dan seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di
Yunani. K. Bertens menyebutkan ada tiga faktor,yaitu sebagai berikut.
1. Pada bangsa yunani, seperti juga pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat
suatu mitologi yang kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai
perintis yang mendahului filsafat, karena mite-mite sudah merupakan
percobaan untuk mengerti. Mite-mite sudah memberi jawaban atas pertanyaan
yang hidup dalam hati manusia: dari mana dunia kita? Dari mana kejadian
dalam alam? Apa sebab matahari terbit, lalu terbenam lagi? Melalui mite-
mite, manusia mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan tentang
kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite jenis pertama yang
mencari keterangan tentang asla usul alam semesta sendiri biasanya disebut
mite kosmogonis, sedangkan mite jenis kedua yang mencari keterangan
tentang asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta disebut mite
kosmologis.
Yang khusus pada bangsa Yunani ialah mereka mengadakan beberapa usaha
untuk menyusun mite-mite yang diceritakan oleh rakyat menjadi suatu
keseluruhan yang sistematis. Dalam usaha itu sudah tampaklah sifat rasional
bangsa Yunani. Karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis,
mereka sudah menyatakan keinginan untuk mengerti hubungan mite-mite satu
sama lain dan menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan dengan mite
lain.
2. Kesusasteraan Yunani
Kadua karya puisi Homeros yang masing-masing berjudul Ilias dan Odyssea
mempunyai kedudukan istimewa dalam Kesusasteraan Yunani. Syair-syair
dalam karya tersebut lama sekali digunakan sebagai semacam buku
pendidikan untuk rakyat Yunani. Dalam dialog yang bernama Politeia, Plato
mengadakn Homeros telah mendidik seluruh Hellas. Karena puisi Homeros
pun sangat digemari oleh rakyat untuk mengisi waktu terluang dan serentak
juga mempunyai nilai edukatif.
3. Pengarul Ilmu Pengetahuan yang pada waktu itu sudah terdapat di Timur
Kuno

29
Orang Yunani tentu berulang budi kepada bangsa –bangsa lain dalam
menerima beberapa unsur ilmu pengetahuan dari mereka. Demikianlah ilmu
ukur dan ilmu hitung sebagian berasal dari Mesir dan Babylonia pasti ada
pengaruhnya dalam perkembangan ilmu astronomi di negeri Yunani. Namun,
andil dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan Yunani
tidak boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsur-unsur tadi
atas cara yang tidak pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan
Babylonia. Baru pada bangsa Yunani pengetahuan mendapat corak yang
sungguh-sungguh ilmiah.
Pada abad ke-6 Sebelum Masehi mulai berkembang suatu pendekatan yang
sama sekali berlainan. Sejak saat itu orang mulai mencari berbagai jawaban
rasional tentang problem yang diajukan oleh alam semesta. Logos (akal budi,
rasio) mengganti mythos. Dengan demikian filsafat dilahirkan.
Pada zaman Pra Yunani Kuno di dunia ilmu Pengetahuan dicirikan
berdasarkan Know how yang dilandasi pengalaman empiris. Di samping itu,
kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one-to one correspondency atau
mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang akan masuk dan keluar
kandang dengan kerikil. Namun pada masa ini manusia sudah mulai
memperhatikan keadaan alam semesta sebagai suatu proses alam. Dengan
demikian lama-kelamaan mereka juga memperhatikan dan menemukan hal-hal
seperti berikut.
1. Gugusan bintang di langit sebagai suatu kesatuan. Gugusan ini kemudian
diberi nama, misalnya: Ursa Minor, Ursa Mayor, Pisces, Scorpio, dan lain-
lain, yang sekarang dikenal dengan nama zodiak.
2. Kedudukan matahari dan bulan pada waktu terbit dan tenggelam, bergerak
dalam rangka zodiak tersebut.
3. Lambat laun dikenal pula bintang-bintang yang bergerak di antara gugusan
yang sudah dikenal tadi, sehingga ditemukan planet Mercurius, Venus, Mars,
Yupiter, dan Saturnus, di samping matahari dan bulan.
4. Akhirnya dapat pula dihitung waktu Bulan kembali pada bentuknya yang
sama antara 28-29 hari.

30
5. Waktu timbul dan tenggelamnya matahari di cakrawala yang berpindah-
pindah dan memerlukan kurang lebih 365 hari sebelum kembali ke dudukan
semula.
6. Ketika matahari timbul tenggelam sebanyak 365 kali, Bulan juga mengalami
perubahan sebanyak 12 kali. Berdasarkan hal itu kelak ditemukan
perhitungan kalender.
7. Ditemukan pula beberapa gejala alam seperti gerhana, yang pada masa itu
masih dihubungkan dengan mitologi-mitologi tertentu, sehingga menakutkan
banyak orang. (Rizal Mustansyir,1996,hlm.33)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada zaman ini ditandai oleh kemampuan:
a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.
b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan
sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah
menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang pernah terjadi.(Rizal Muntazir,1996)

C. ZAMAN YUNANI KUNO


Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada zaman ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat,
karena bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada
sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan
sikap an inquiring attetude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara
kristis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadi bangsa Yunani tampil sebagai

31
ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain
Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, Aristoteles.
Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra- Socrates di Yunani. Tokoh-
tokohnya dikenal dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari
unsur induk (arche) yang dianggap dari segala sesuatu. Menurut Thales arche itu
air, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir ( pantarhei).
Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak. (Lasiyo
dan Yuwono,1985,hlm.52)

1. Zaman Keemasan Filsafat Yunani


Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan filsafat dapat
berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato
(rethorika) dinamakan kaum sofis. Kegiatan mereka adalah mengajarkan
pengetahuan pada kaum muda. Yang menjadi objek penyelidikannya bukan lagi
alam tetapi manusia, sebagaiman yang dikatakan oleh Prothagoras, manusia
adalah ukuran untuk segala-galanya. Hal ini tentang oleh Socrates dengan
mengatakan bahwa yang benar dan yang baik harus dipandang sebagai nilai nilai
objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut
Socrates dihukum mati.
Hasil pemikiran Socrates dapat diketemukan pada muridnya Plato. Dalam
filsafatnya Plato mengatakan: realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang
hanya terbuka bagi pancaindra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita.
Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.
Pendapat tersebut dikritik oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang
ada itu adalah manusia-manusia yang konkret. ‘Ide manusia’ tidak terdapat dalam
kenyataan. Aristoteles adalah filsuf realis, dan sumbangannya kepada
perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Sumbangan yang sampai sekarang
masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni
aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut
Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstarksi matematis,
dan metafisis.

32
Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur
individual untuk mencapai kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di
mana subjek menangkap unsur kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif
disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana seseorang menangkap unsur-unsur
yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain disebut abstraksi
metafisis.(Harry Hamersma,1983)
Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk.
Keduanya ini merupakan prinsip-prinsip metafisis,materi adalah prinsip yang
tidak ditentukan, sedangkan bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini
terkenal dengan sebutan Hylemorfisme.(K.Bertens,1988,hlm.11-16)

2. Masa Helinitis dan Romawi


Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan trans
nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena kebudayaan yunani tidak
terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah
yang ditaklukkan Alexander Agung. Dalam bidang filsafat, Athena tetap
merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat pusat
intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika akhirnya exspansi romawi meluas
sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat
Yunani, karena kekaisaran romawi pun pintu dibuka lebar untuk menerima
warisan kultural Yunani.
Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf
yang sungguh-sungguh besar kecuali Plotinus.
Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut.
1. Stoisisme
Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut
Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang
tidak dapat dihindari.

33
2. Epikurisme
Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia
akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut
pada dewa-dewa.
3. Skeptisisme
Mereka berfikir bahwa bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai
kebenaran. Sikap umum mereka aalah kesangsian.
4. Eklektisisme
Suatu kecendrungan umum yang mengambil berbagai unsur, filsafat dari
aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-
sungguh.
5. Neo Platonisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah
Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala
sesuatu berasal dari ’yang satu’ dan ingin kembali kepadanya.
(K.bertens,1988,hlm.16-18)

D. ZAMAN ABAD PERTENGAHAN


Zaman Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan
ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masaini hampir semua adalah para teolog,
sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang
berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.
Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu
yang terjadi pada masa ini.
Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan
abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama
Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu
Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan
pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran yang dicapai oleh
kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.

34
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:
a. Golongan yang menolok sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran
Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak mengakui wahyu.
b. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu
ciptaan Tuhan, kebijaksanaan menusia berarti pulakebijaksanaan yang
datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang
sejati maka akal dapat dibantu oleh wahyu.
Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode berikut.
a. Periode Patristik
Patristik berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah
ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen.
Periode ini mengalami dua tahap:
1. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran
terutama mengenai filsafat yunani, maka agama Kristen memantapkan
diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
2. Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal
pada masa patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu
keseluruhan.(Endang Daruni asdi, 1978,hlm.1-2)
b. Periode Skolastik
Periode skolastik berlangsung dari tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi
menjadi tiga tahap:
1. Periode Skolastik awal (abad ke-9-12)
Ditandai oleh Pembentukan metode-metode yang lahir karena hubungan
yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah
persoalan tentang Universalia.
2. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13).
Ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat
kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada
Thomas Aquinas.
3. Periode skolastik akhir (abad ke- 14 – 15).

35
Ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah
nominalisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak
memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai
adanya sesuatu hal. Pengertian umumhanya momen yang tidak
mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objektif. (Endang Daruni
Asdi,1978,hlm.3)

E. ZAMAN RENAISSANCE

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang


bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika
kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.
Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas.
Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas
campur tangan ilahi. Penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis
pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa
ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger
Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, dan Galileo Galilei. Berikut cuplikan pemi
kiran parafilusuf tersebut

1. Roger Bacon, berpendapat bahwa pengalaman (empiris) menjadi landasan
utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematika
merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan.
2. Copernicus, mengatakan bahwa bumi dan planet semuanya mengelilingi
matahari,sehingga matahari menjadi pusat (heliosentririsme). Pendapat
ini berlawanan dengan pendapat umum yang berasal Hipparahus dan
Ptolomeus yang menganggap bahwa bumi sebagai pusat alam semesta
(geosentrisme).
3. Johannes Keppler, menemukan tiga buah hukum yang melengkapi
penyelidikan Brahe sebelumnya, yaitu

36
1. Bahwa gerak benda angkasa itu ternyata bukan gerakan yang mengikuti
lintasan circle. Namun gerak itu mengikuti lintasan elips. Orbit semua
planet berbentuk elips.
2. Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari
selalu melintas bidang yang luasnya sama.
3. Dalam perhitungan matematika terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua
planet A dan B dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk
melintasi orbit masing-masing adalah P dan Q, maka P2 : Q2 = X3 : Y3.
4. Galileo Galilei, membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa
itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia
menemukan beberapa peristiwa penting dalam bidang astronomi. Ia melihat
bhwa planet Venus dan Mercurius menunjukkan perubahan-perubahan seperti
halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa planet-planet tidaklah
memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya dari
matahari.(Rizal Mustansyir,1996)

F. ZAMAN MODERN
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah
dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal
sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti.
Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri atas dua garis
lurus X dan Y dalam bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya teorigravitasi.
Charles Darwin dengan teorinya struggle for life (perjuangan untuk hidup). J.J
Thompson dengan temuannya elektron. Berikut penjelasan sekilas dari filsuf-
filsuf tersebut.
1. Rene Descartes, menemukan dalam ilmu pasti ialah sistem koordinat yang
terdiri atas dua garis lurus X dan Y dalam bidang datar. Garis X letaknya
horizontal dan disebut axis atau sumbu X, sedangkan garis Y letaknya tegak
lurus pada sumbu X. Karena sistem tersebut didasarkan pada dua garis lurus
pada sumbu X. Karena sistem tersebut didasarkan pada dua garis lurus yang

37
berpotongan tegak lurus, maka sistem koordinat itu dinamakan orthogonal
coordinate system. Kedudukan tiap titik dalam bidang tersebut diproyeksikan
dengan garis-garis lurus pada sumbu X dan sumbu Y. Dengan demikian
kedudukan tiap titik potong kedua sumbu menyusuri sumbu-sumbu tadi.
Pentingnya sistem yang dikemukakan oleh Descartes ini terletak pada
hubungan yang diciptakannya antara ilmu ukur bidang datar dengan aljabar.
Tiap titik dapat di nyatakan dengan dua koordinat Xi dan Yi. Panjang garis
dapat dinyatakan serupa dengan hukum Pythagoras mengenai Hypothenusa.
Penemuan Descartes ini dinamakan Analytic Geometry. (Rizal
Mustansyir,1996,hlm.48)
2. Isaac Newton, berperan dalam ilmu pengetahuan modern terutama
penemuannya dalam tiga bidang, yaitu teori gravitasi, perhitungan Culculus,
dan Optika. Ketiga bidang tersebut dapat diuraiakan (dalam Rizal
Mustansyir,1996) secara singkat adalah sebagai berikut.
a. Teori Gravitasi adalah perbincangan lanjutan mengenai soal pergerakan
yang telah dirintis oleh Galileo dan keppler. Galileo mempelajari
pergerakan dengan lintasan lurus. Keppler mempelajari pergerakan
dengan lintasan tertutup atau elips. Berdasarkan perhitungan yang
diajukan oleh keppler menunjukkan bahwa tentu ada faktor penyebab
mengapa planet tidak mengikuti pergerakan dengan lintasan lurus.
Dugaan sementara penyebab ditimbulkan oleh matahari yang menarik
bumi atau antara matahari dengan bumi ada gaya saling tarik-menarik.
Persoalan itu menjadi obsesi Newton, namun ia menghadapi berbagai
kesukaran. Perhitungan besarnya bumi dan matahari belum diketahui,
dan Newton belum diketahui bahwa pengaruh benda pada benda yang
lain dapat dipandang dan dihitung dari pusat titik berat benda-benda tadi.
Setelah kedua hal ini diketahui oleh Newton, barulah ia dapat menyusun
Teori Gravitasi. Teori Gravitasi menerangkan bahwa planet tidak
bergerak lurus, namun mengikuti lintasan elips, karena adanya pengaruh
gravitasi, yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda
berdekatan. Teori Gravitasi ini dapat menerangkan dasar dari semua

38
lintasan planet dan bulan, pengaruh pasang- surutnya air samudera, dan
peristiwa astronomi lainnya. Teori Gravitasi Newton ini dipergunakan
oleh para ahli berikutnya untuk pembuktian laboratorium dan penemuan
planet baru di alam semesta.
b. Perhitungan Culculus, yaitu hubungan antara X dan Y. Kalau X
bertambah, maka Y akan bertambah pula, tetapi menurut ketentuan yang
tetap atau teratur. Misalnya ada benda bergerak, panjangnya jarak yang
di tempuh tergantung dari kecepatan tiap detik dan panjangnya waktu
pergerakan. Cara perhitungan Culculus ini bnayak manfaatnya untuk
menghitung berbagai hubungan antara dua atau lebih hal yang berubah,
bersam dengan ketentuan yang teratur.
c. Optika atau mengenai cahaya; jika cahaya matahari dilewatkan sebuah
prisma, maka cahaya asli yang kelihatannya homogen menjadi terbias
antara merah sampai ungu, menjadi pelangi.Kemudian klau pelangi itu
dilewatkan sebuah prisma lainnya yang terbalik, maka pelangi terkumpul
kembali menjadi cahaya homogen. Dengan demikian dapat dibuktikan
bahwa cahaya itu sesungguhnya terdiri atas komponen yang terbentang
antara merah dan ungu.
3. Charles Darwin, dikenal sebagai penganut teori evolusi yang fanatik. Bumi
terjadi karena seleksi alam. Teorinya yang terkenal adalah Struggle for life
(perjuangan untuk hidup). Darwin berpendapat bahwa perjuangan untuk
hidup berlaku pada setiap kumpulan makhluk hidup yang sejenis, karena
meskipun sejenis namun tetap menampilkan kelainan-kelainan kecil.
Makhluk hidup yang berkelainan kecil itu berbeda-beda daya menyesuaikan
dirinya terhadap lingkungan. Makhluk hidup yang dapat menyesuaikan
dirinya terhadap lingkungan. Makhluk hidup yang dapat menyesuikan diri
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan hidup lebih lama,
sedangkan yang kurang dapat menyusuaikan diri akan tersisihkan karena
salah bersaing. Oleh karena itu yang dapat bertahan adalah yang paling
unggul (survival of thefittest), (Rizal Mustansyir, 1996)

39
G. ZAMAN KONTEMPORER (ABAD KE-20 DAN SETERUSNYA)
Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika
menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (dalam Rizal
Mustansyir,dkk., 2001) fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang
subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam
semesta. Ia juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika
dengan filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi filosofis mengenai
metode fisika dan dalam interaksi antara pandangan substansial tentang fisika
(misalnya tentang materi, kuasa,konsep ruang,dan waktu). Kedua, ajaran filsafat
dan fisika.
Fisikawan termasyhur abad ke-20 adalah Albert Einstaen. Ia menyatakan
bahwa alam itu tidak terhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak
berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Eintein
percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semseta itu bersifat kekal,
atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Di samping teori
mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain- lain, Zaman kontemporer ini
ditandai dengan penemuan berbagai dengan teknologi canggih. Teknologi
komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi,
internet, dan sebagainya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat,
sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuan kontemporer
mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin
menajam dan spesialis dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang
ilmu lain. Di samping kecendrungan ke arah spesialisasi, kecendrungan lain
adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya
bidang ilmu baru sepesrti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi
kloning. (Rizal Mustansyir,,dkk.,2001)

40
BAB 6

PRINSIP – PRINSIP METODOLOGI

A. PENGANTAR
Metodologi merupakan hal yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah
yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah.
Pada dasarnya di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apa pun,
baik ilmu –ilmu humaniora, sosial maupun ilmu – ilmu alam masing-masing
menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal ini tergantung pada
jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal yang mencakup di
dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan dan
ruang lingkup (scope) masing-masing disiplin itu.
Untuk memahami prinsip – prinsip metodologi dalam filsafat, perlu dibahas
tentang pengerti metodologi, unsur – unsur metodologi dan beberapa pandangan
tentang prinsip metodologi dari para filsuf.

B. PENGERTIAN METODOLOGI
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi bisa diartinya
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata
Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti,
sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah)kata methodos sendiri
lalu berarti: penelitian metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode
ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. ( Anton bakker, 1984, hlm.10)
Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu cara,
jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang
praktis. Adapun metodologi disebut juga science of methods, yaitu ilmu ilmu yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga
metodologi penelitian membahas konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula
dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah membahas tentang dasar – dasar
filsafat ilmu dari metode penelitian, karena metodologi belum memiliki langkah –

41
langkah praktis, adapun derivasinya adalah pada metode penelitian. Bagi ilmu –
ilmu seperti sosiologi, antropologi, politik, komunikasi, ekonomi, hukum serta
ilmu –ilmu kealaman, metodologi adalah merupakan dasar – dasar filsafat ilmu
dari suatu metode, atau dasar dari langkah praktis penelitian. Seorang peneliti
dapat memilih suatu metode dengan dasar- dasar filosofis tertentu, yang
konsekuensinya diikuti dengan metode penelitian yang konsisten dengan
metodologi yang dipilihnya. (Kaelan, 2005, hlm. 7)
Jadi, metode bisa ddirumuskan suatu proses atau prosedur yang sistemik
berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin (bidang studi)
untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metodologi adalah pengkajian mengenai
model atau bentuk metode, aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka metodologi
lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. (Suparlan Suhartono,
2005,hlm.94 – 95)
Dengan kata lain dapat dipahami bahwa metodologi bersangkutan dengan
jenis, sifat dan bentuk umum mengenai cara-cara, aturan dan patokan prosedur
jalannya penyelidikan, yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan harus
bekerja. Adapun metode adalah cara kerja dan langkah – langkah khusus
penyelidikan secara sistematik menurut metodologi itu, agar tercapai suatu tujuan,
yaitu kebenaran ilmiah.
Peter R.Senn dalam membedakan metode dengan metodologi (dalam Jujun
S.Suriasumantri, 1987) berpendapat bahwa metode adalah suatu prosedur atau
cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Adapun
metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan – peraturan
dalam metode tersebut.

C. UNSUR – UNSUR METODOLOGI


Unsur – unsur metodologi sebagaimana telah diluruskan oleh Anton Bakker
dan Achmad Charris Zubair dalam Buku Metodologi Penelitian Filsafat (1994),
antar lain dijelaskan sebagai berikut.

42
1. Interprestasi
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif
(menurut selera orang yang menafsirkan) melainkan harus bertumpuh pada
evidensi objektif, untuk mencapai kebenaran yang autentik. Dengan interprestasi
ini diharapkan manusia dapat memperoleh pengertian, pemahaman atau verstehen.
Pada dasarnya interprestasi berarti tercapainya pemahaman yang benar mengenai
ekspresi manusiawi yang dipelajarai.

2. Induksi dan Deduksi


Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode
induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi
beberapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi) dan
evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidaak berlaku secara berturut –turut,
melainkan terjadi sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam
penelitian filsafat, berhubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa,
yaitu manusia.

3. Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat
dengan menunjukkan semua unsur struktural dilihat dalam suatu struktur yang
konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal
relations. Walaupun mungkin terdapat semacam oposisi di antaranya, tetapi
unsur- unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan
terjadi suatu lingkaran pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari
satu pihak dan unsur unsurnya di pihak lain.

4. Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai kebenaran secara utuh. Objek
dilihat interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan terlihat bila
ada kolerasi dan komunikasi dengan lingkungannya. Objek (manusia) hanya dapat
dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya dengan

43
manusia, dan manusia sendiri dengan hubungannya dengan segalanya yang
mencakup hubungan aksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya. Pandangan
menyeluruh ini juga disebut totalisasi, semua dipandang dalam
kesinambungannya dalam satu totalitas.

5. Kesinambungan Historis
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusia itu adalah makhluk
historis. Manusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan
pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing – masing orang bergumul
dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya
dibentuk oleh mereka. Dalam perkembangan pribadi itu harus dapat dipahami
melalui suatu proses kesinambungan. Rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam
kehidupan setiap orang merupakan mata rantai yang tidak terputus. Yang baru
yang berlandaskan yang dahulu, tetapi yang lama juga mendapat arti dan relevansi
baru dalam perkembangan yang lebih kemudian. Justru dalam hubungan mata
rantai itulah harkat manusia yang unik dapat diselami.

6. Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membaut ideal, artinya upaya dalam
penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau yang sempurna.

7. Komparasi
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian
sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan itu dapat
menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga hakikat objek
dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan dengan objek
lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan perbandingan itu,
meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan kategori dan sifat
yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga dapat diadakan
dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari obek utama. Dalam
perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan –perbedaan yang berlaku untuk dua

44
objek, namun sekaligus dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin
sangat strategis.
8. Heuristika
Adalah metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya
pembeahruan ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang
mengacu.

9. Analogikal
Adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekpresikan dalam
fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antara situasi atau kasus
yang lebih terbatas dengan yang lebih luas.

10. Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang
dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.

D. BEBERAPA PANDANGAN TENTANG PRINSIP METODOLOGI

1. Rene Descartes
Rene Descartes mengusulkan suatu metode umum yang memiliki kebenaran
yang pasti. Dalam karyanya termasyhur Discourse on Method, risalah tentang
metode, diajukan enam bagian penting (Dalam Rizal Mustansyir,dkk., 2001)
sebagai berikut.
a. Membicarakan masalh ilmu-ilmu yang diawali dengan menyebutkan akal
sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang. Menurut
Descartes, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih banyak
memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapanya dalam aktivitas
ilmiah. Metode yang ia coba temukan merupakan upaya untuk mengarahkan
nalarnya sendiri secar optimal. Descartes menandaskan bahwa pengetahuan
bidaya itu tetap kabur, pengetahuan bahasa memang berguna, puisi itu

45
memang indah, tetapi memerlukan bakat. Ia lebih concern pada bidang
matematika yang dianggapnya belum dimanfaatkan secara optimal
kemungkinannya yang cemerlang. Filsafat bagi Descartes rancu dengan
gagasan yang acap kali saling bertentangan, oleh karenaitu perlu dibenahi.
Satu hal yang diperlukan dalam menuntut ilmu ialah melepaskan diri dari
cengkraman otoritas kaum guru atau dosen, mengarahkan diri untuk belajar
dari “buku alam raya” dan mempelajari dirinya sendiri.
b. Menjelaskan kaidah – kaidah pokok pokok tentang metode yang akan
dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Bagi Descartes sesuatu yang
dikerjakan oleh satu orang lebih sempurna daripada yang dikerjakan oleh
sekelompok orang secara patungan. Descartes mengajukan tentang empat
langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud sebagai
berikut (dalam Rizal Mustansyir,dkk.,2001).
1. Janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika Anda
tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai keberaniannya.
Artinya, dengan cermat hindar kesimpulan-kesimpulan dan prakonsepsi
yang terburu-buru, dan janganlah memasukkan apa pun ke dalam
pertimbangan Anda lebih daripada yang terpapar dengan begitu jelas,
sehingga tidak perlu diragukan lagi.
2. Pecahkanlah tiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin dan
sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya
secara lebih baik.
3. Arahkan pemikiran Anda secara tertib,mulai dari objek yang paling
sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkatkan sedikir demi
sedikit, setahap demi setahap, ke pengetahuan yang paling kompleks,
dan dengan mengandaikan sesuatu urutan bshksn di antara objek yang
sebelum itu tidak mempunyai ketertiban kodrati.
4. Buatlah penomoran untuk seluruh permasahan selengkap mungkin, dan
tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga Anda dapat merasa pasti
tidak sesuatu pun yang ketinggalan.

46
Langkah yang dikemukakan Descartes ini menggambarkan suatu sikap
skeptis-metodis dalam upaya memperoleh kebenaran yang pasti.
c. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasanbagi penerapan
metode sebagai berikut:
1. Memenuhi undang – undang dan adat istiadat negeri, sambil
berpegangan pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak;
2. Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling
meyakinkan maupun yang paling meragukan;
3. Berusaha lebih mengubah diri sendiri daripada merombak tatanan
dunia.
d. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indra.
Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak bertubuh, namun kita
tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita
dapat menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, ujar
Descartes, kita dapat meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin
meragukan kita sendiriyang sedang dalam keadaan ragu-ragu,cogito ergo
sum.
e. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas dua
substansi, yaitu res cogitans (jiwa bernalar) dan res extensa (jasmani yang
meluas). Tubuh (res extensa ) diibaratkan dengan mesin, yang tentunya
karena ciptaan Tuhan maka tertata lebih baik.
f. Dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan
praktis. Pengetahuan praktis terkait dengan objek-objek konkret seperti api,
udara, planet, dan lain-lain sedang pengetahuan spekulatif menyangkut hal-
hal yang bersifat filosofis. Berkat kedua pengetahuan inilah manusia
menjadi penguasaan alam.
2. Alfred Jules Ayer
Ajaran terpenting dari Alfred jules Ayer yang terkait dengan masalah
metodologi dalam prinsip verifikasi. Ayer termasuk salah satu penganut
Positivisme Logika yang muncul setelah Moritz Schlik. Positivisme logik
berprinsip ‘sesuatu yang tidak dapat diukur itu tidak mempunyai makna.

47
Dengan demikian makna sebuah proposisi tergantung apakah kita dapat
melakukan verifikasi terhadap proposisi yang bersangkutan’. (Rizal
Mustansyir,dkk., 2001)
Walaupun tokoh Positivisme Logik secara umum menerima prinsip
verifikasi sebagai tolak ukur untuk menentukan konsep tentang makna,
namun mereka membuat rincian yang cukup berbeda mengenai prinsip
verifikasi itu sendiri. Tokoh pemula Positivisme Logik, seperti Moritz
Sclick misalnya, menafsirkan ‘verifikasi’ dalam pengertian pengamatan
empiris secara langsung bahwa hanya proposisi yang mengandung istilah
yang diangkat langsung dari objek yang diamati itulah yang benar-benar
mengandung makna. Bagi Schlik, jelas bahwa salah satu cara pengetahuan
itu dimulai dengan pengamatan peristiwa.
Adapun Ayer, salah seorang penganut Positivisme yang muncul
kemudian, atau dapat dikatakan sebagai generasi penerus tradisi Positivisme
Logik, menyadari pula kelemahan yang terkandung dalam prinsip tidak
dapat diukur yang diajukan Schlick itu. Oleh karena itu, Ayer memperluas
prinsip verifikasi dalam pengertian berikut “Prinsip verifikasi itu merupakan
pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria, sehingga melalui kriteria
tersebut dapat ditentukan apakah suatu kalimat mengnadung makna atau
tidak”. Melalui prinsip verifikasi ini tidak hanya kalimat yang teruji secara
empiris saja yang dapat dianggap bermakna, tetapi juga kalimat yang dapt di
analisis. Hal ini ditegaskan Ayer dalam pernyataan berikut. “Suatu cara
yang sederhana untuk merumuskan hal itu adalah dengan mengatakan
bahwa suatu kalimat mengandung makna, jika dan hanya jika prosisi yang
diungkap itu dapat dianalisis atau dapat diverifikasi secara empiris”. (Rizal
Mustansyir,dkk., 2001)
Menurut pandangan Ayer, prinsip verifikasi seperti yang diajukan
Schlick merupakan verifiable dalam arti yang ketat. Ayer menambahkan
pengertian verifiable dalam arti yang longgar atau lunak. Menurut Ayer
verifiable dalam arti yang ketat, yaitu sejauh kebenaran suatu proposisi itu

48
mengandung kemungkinan bagi pengalaman atau merupakan pengalaman
yang memungkinkan.
Dengan kedua verifiable tersebut terutama verifiable dalam arti yang
lunak, Ayer telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan
dalam bidang sejarah (masa lampau) dan juga prediksi ilmiah sebagai
pernyataan yang mengandung makna. Namun, Ayer menampik kehadiran
metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan –pernyaan metafisika
merupakan pernyataan yang meaningless (tidak bermakna) lantaran tidak
dapat dilakukan verifikasi apapun. (Rizal Mustansyir,dkk.,2001)

3. Karl Raimund popper


Popper seseorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip
verifikasi berupa sifat pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada.
Popper mengajukan prinsip falsifikasi (dalam Rizal Mustansyir,dkk.,2001)
sebagai berikut.
1. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat
dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi, sebagaimana yang
dianut oleh kaum positivistik. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotesis,
tidak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan
oleh teori yang lebih tepat.
2. Cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan
(observasi) secara teliti gejala yang sedang diselidiki. Pengamatan yang
berulang-ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang
dirumuskan menjadi hipitesis. Selanjutnya hipotesis itu dikukuhkan dengan
cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya. Hipotesis
yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. Popper
menolak keras cara kerja di atas, terutama pada asas verifikasi, bahwa
sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti pengamatan
empiris.
3. Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prisip
falsifiabilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan

49
kesalahannya.Maksudnya sebuah hipotesis, hokum ataukah teori
kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan kesalahan-
kesalahan yang ada di dalamnya. Jika ada pertanyaan “ semua angsa itu
berbulu putih”, melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor
angsa yang berbulu selain putih, maka runtuhlah pernyataan semula.Bagi
Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang maju manakala suatu hipotesis
telah dibuktikan salah sehingga dapat digantikan dengan hipotesis baru.
Namun ada kemungkinan lain, yaitu salah satu unsure baru yang lain,
sehingga hipotesis telah disempurnakan. Menurut Popper, apabila suatu
hipotesis dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka
hipotesis tersebut semakin diperkokoh.

4. Michael Polanyi
Menurut michael Polanyi pengembangan ilmu pengetahuan menurut
kehidupan kreatif masyarakat ilmiah yang pada gilirannya didasarkan pada
kepercayaan akan kemungkinan terungkapnya kebenaran-kebenaran yang hingga
kini masih tersembunyi. Dengan latar belakang ilmu kedokteran, polanyi
menegaskan bahwa tugas filsafat terutama adalah membedah penyakit-penyakit
pikiran yang hanya dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mendasar
terhadap setiap pandangan yang mendasari masyarakat. Dalam hal ini, polanyi
kembali mengingatkan perlunya metode maieutika tekhne, suatu seni kebidanan
yang telah dirintis oleh filsuf Socrates. Tujuan adalah untuk menemukan
alternatif-alternatif baru hidup manusia sebagai manusia dan sebagai masyarakat.
(M.Mukhtasar,1997, hlm.24).
Kritik Polanyi terhadap positivisme ditunjukkan pada pandangannya
mengenai objektivitas. Positivisme melihat objektivitas dalam bidang
pengetahuan manusia pada umumnya dan pengetahuan ilmiah pada khususnya
sebagai tujuan. Tujuan itu dapat dicapai dengan syarat bahwa syarat yang yang
diteliti, metode yang dipakai untuk memahami realitas, serta pembuktian yang
dipakai untuk menguji kebenaran harus lepas dari personalitas manusia. Premis
dasar inilah menurut Polanyi merupakan cikal bakal bagi munculnya gerakan

50
intelektual yang mengabaikan cita rasa estetis dibuktikan dan tidak dapat
diungkapkan secara ekplesif sebagai dasar terbentuknya masyarakat. Kekeliruan
tesis Positivisme tidak hanya dapat sikapnya yang menolak cita rasa estetis, dan
nilai moral serta ingatan sosial, karena menganggapnya realitas subjektif,
melainkan juga pada pandangannya bahwa suatu masyarakat tidak dapat dibangun
atas dasar yang berakar pada tiga unsur itu (bukan pada pripsip moral abstrak
menurut I.kant, tetapi berakar pada tradisi masyarakat).
Dalam sudut pada pandang filsafat ilmu, Polanyi menunjujjan kekeliruan
berdasarkan Positivisme dalam merumuskan ilmu pengetahuan, dalam hal ini,
Polanyi menekankan betapa pentingnya penemuan (discovery) dalam bidang ilmu
pengetahuan tidak sekedar verifikasi menurut Delfgaauw (1988), adalah
penegaskan atau pengukuhan bedasarkan empiris, terutama tampak dalam
positivisme logis dengan penekannya pada susunan logis ilmiah. Sebab selain
dalam faktor-faktor yang memunculkan pengetahuan manusia juga dalam
pengetahuan manusia itu sendiri terdapat segi-segi yang tidak seluruhnya bisa
diukur (M.Mukhtasar,1997, hlm.25).
Setiap ilmu pengetahuan memiliki amsumsi yang kemudian dijadikan
sebagi titik tolak kerjanya ilmu pengetahahuan itu sendiri. Teori ilmu pengetahuan
Polanyi bertitik tolak dari kenyataan bahya kita dapat tau lebih banyak dari pada
yang dapat kita kayakan, hal ini jelas menunjukkan bahwa dalam struktur ilmu
pengetahuan terdapat dua bagian besar jenis pengetahuan yang membentuk
struktur itu, yaitu bagian pengetahuan yang termasuk segi implisit dan bagian
yang termasuk segi ekplisit. Bagian pertama menurut Polanyi itulah yang
dikatakan sebagai segi tidak terungkap ilmu pengetahuan oleh Positivisme ditolak.
Menanggapi pemandangan kaum Positivisme yang menolak jenis
pengetahuan tidak terungkap dengan alasan bahwa jenis pengetahuan itu berada
diambang kesadaran, Polanyi pengukuhan bahwa kesadaran manusia merupakan
masyarakat bagi terbentuknya pengetahuan manusia atau pengetahuan yang harus
didasarkan pada kesadaran manusia. Dengan demikian persoalannya bukanlah
mengenai letak kesadaran, namun menurut Polanyi adalah apa dan bagaimana
peranan kesadaran dalam bentuk pengetahuan.

51
Secara struktural, segi ilmu pengetahuan tidak terungkap melibatkan dua hal
atau dapat disebut dua trerm ilmu pengetahuan tidak terungkap. Menggunakan
istilah anatomi Polanyi menyebut trerm pertama dan trerm proksimal, yaitu trerm
yang lebih dekat, dan trerm kedua adalah trerm distal, yaitu trerm yang lebih jauh.
Polanyi mengartikan hubungan kedua trerm itu sebagai hubungan fungsional
dengan rumusan; kita mengetahui trerm pertama hanya dengan mengandalkan diri
pada kesadaran kita tentangnya agar memberikan perhatian pada trerm kedua.
Polanyi meyakini fungsi komitmen personal harus dilihat dalam konteks
demikian. Semua perhatian mengenai realitas vokal mengandung komponen-
komponen yang diketahui secara subsidernya yang seolah-olah menjadi bagian
dari tubuh. Oleh karena itu berfikir tidak secara niscaya bersifat intensional,
sebagaimana difikirkan oleh brentano; berfikir secara niscaya mengandung
dimensi-dimensi yang tidak terungkap
Polanyi menjelaskan secara umum, Term proksimal dapat diketahui dalam
konteks penampakan trerm distalnya yang selanjutkan dapat disebut stukrur
fenomenal pengetahuan tidak terungkap terdapat dalam suatu makna yang
menghubungkan struktur fenomenal dengan struktur fungsional. Hanya dalam
konteks makna itu, suku-suku kata digunakan menjadi tampak, dengan suku-suku
kata itu pula diperhatian diarahkan dalam penampakan makna suku kata. Hal ini
disebutkan oleh Polanyi sebagai struktur semantik pengetahuan tidak terungkap.
Jadi Polanyi telah merintis suatu model perkembangan baru ilmu-ilmu
dengan memadukan secara jernih antara nila dengan fakta, sehingga ilmu-ilmu
dikembangkan dapat sejalan dengan perkembangan masyarakat. Objektivitas yang
menjadi pokok perhatian ilmu-ilmu itu sehingga mutlak menggunakan
subjektivisme yang pada prinsipnya yang akan mencerminkan objektivisnya.
(dalam kerangka ini tampak upaya Polanyi untuk menunjukkan hakikat ilmu
sebagai realitas yang personal.

52
BAB 7

PENEMUAN KEBENARAN

A. CARA MENEMUAN KEBENARAN


Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk
menemukan kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dan yang nonilmiah.
Cara – cara untuk menemukan kebenaran sebagaimana diuraikan oleh
Hartono Kasmadi, dkk.,(1990) sebagai berikut.
1. Penemuan Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung
tanpa disengaja. Dalam sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu
banyak juga yang berguna walaupun terjadinya tidak dengan secara ilmiah,
tidak disengaja, dan tanpa rencana. Cara ini tidak dapat diterima dalam
metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.
2. Penemuan ‘coba dan Ralat ( trial and error )
Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau
tidak berhasil kebenaran,yang dicari. Memang ada aktivitas mencari
kebenaran, tetapi aktivitas itu mengandung unsur spekulatif atau untung-
untungan’. Penemuan dengan cara ini kerap kali memerlukan waktu yang
lama, karena memang tanpa rencana,tidak terarah dan tidak diketahui
tujuannya cara coba dan ralat inipun tidak dapat diterima sebagai cara
ilmiah dalam usaha untuk mengungkapkan kebenaran.
3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan
Pendapatan orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang
yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai
kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
Pendapat itu tidak berarti tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna
terutama dalam merangsang usaha penemuan, baru bagi orang-orang yang
menyaksikannya. Namun demikian ada kalanya pendapat itu ternyata tidak
dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikianlah pendapat pemegang

53
otoritas itu bukanlah pendapat yang berasal dari penelitian, melainkan hanya
berdasarkan pemikirang yang diwarnai oleh subjektivitas.
4. Penemuan secara spekulatif
Cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi perbedaannya dengan
coba dan ralat memang ada. Seseorang yang menghadapi suatu masalah
yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif,mungkin sekali ia
membuat sejumlah alternatif pemecahan. Kemuadian ia mungkin memilih
satu alternatif pemecahan, sekalipun ia tidak yakin benar mengenai
keberhasilannya.
5. Penemuan kebenaran lewat cara berfikir kritis dan rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai hasil upayanya
menggunakan kemampuan berpikirnya. Dalam menghadapi masalah,
manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.Cara
berpikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam memecahkan
masalah adalah memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir analitis
dan cara berpikir sintetis.
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan
melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada
manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini
disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa
setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Pada
setia penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu pelaksanaanya yang
metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang logis dan koheren. Artinya,
dituntut adanya sistem dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi,
susunannya logis. Ciri lainnya adalah universalitas. Setiap penelitian ilmiah
harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi
karena adanya pembagi prasangka subjektif. Agar penelitian ilmiah dapat
dijamin objektivitasnya, tuntutan intersubjektivitas perlu dipenuhi.
Penelitian ilmiah juga harus diverifikasi oleh semua peneliti yang relevan.

54
Prosedur penelitian juga harus terbuka untuk diperiksa oleh keilmuwan yang
lain. Oleh karena itu, penelitian ilmiah harus dapat dikomunikasikan.
B. DEFINISI KEBENARAN
Apakah kebenaran itu, inilah pertanyaan yang lebih lanjut harus dihadapi di
dalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan
adalah untuk mencapai kebenaran. Rasanya lebih tepat kalau pertanyaan
kemudian dirumuskan menjadi apakah pengetahuan yang benar itu?
Problematik mengenai kebenaran, seperti halnya problematik tentang
pengetahuan, merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh dan
berkembangnya dalam filsafat ilmu. Apabila orang memberikan prioritas kepada
peranan pengetahuan, dan apabila orang percaya bahwa dengan pengetahuan itu
manusia akan menemukan kebenaran dan kepastian, maka mau tidak mau orang
harus berani menghadapi pertanyaan tersebut, sebagai hal yang mendasar dan hal
yang mendasari sikap dan wawasannya.
Dalam kamus umum bahasa indonesia yang ditulis oleh purwadarminta
ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan ( hal dan sebagainya ) yang benar
( cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya ) ; misal, kebenaran berita
ini masih saya sangsikan; kita harus berani membela kebenaran dan keadilan.2.
sesuatu yang benar ( sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan
sebagainya);misal kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama 3.
Kejujuran;kelurusan hati;misal,tidak ada seorangpun sangsi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu. 4. Selalu izin;perkenanan;misal dengan kebenaran yang
dipertuan.5. jalan kebetulan;misal,penjahat itu dapat dibekuk dengan secara
kebenaran saja.
C. JENIS-JENIS KEBENARAN

Telah dalam filsafat ilmu, membawa orang kepada kebenaran dibagi dalam
tiga jenis. Menurut A.M.W. Pranarka (1987) tiga jenis kebenaran itu adalah 1.
Kebenaran epistemologikal; 2. Kebenaran antologikal; 3. Kebenaran semantikal.

Kebenaran epistemologikal adalah pengertian kebenaran dalam


hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kadang –kadang disebut dengan

55
istilah veritas cognitionis ataupun veritas logica. Kebenaran dalam arti ontologikal
adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada
ataupun diadakan. Apabila dihubungkan dengan kebenaran epistemologika
kadang-kadang disebut juga kebenaran sebagai sifat dasar yang ada didalam objek
pengetahuan itu sendiri. Adapun kebenaran dalam arti semantikal adalah
kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran
semantikal disebut juga kebenaran moral (veritas moralis) karena apakah tutur
kata dan bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemologikal
tergantung kepada manusianya yang mempunyai kekemerdekaan untuk
menggunakan tutur atau pun bahasa itu.

Apabila kebenaran epistemologikal terletak didalam adanya kemanunggulan


sesuai serasi terpadu apa yang dinyatakan oleh proses cognitif intelektual manusia
dengan apa yang sesungguhnya ada didalam objek ( yang disebut esse reale rei )
apakah itu konkret atau abstrak, maka implikasinya adalah bahwa di dalam esse
reale rei tersebut memang terkandung suatu sifat intelligibilitas ( dapat diketahui
kebenarannya ).

Hal adanya intelligibilitas sebagai kodrat yang melekat didalam objek, di


dalam benda, barang, makhluk dan sebagainya sebagai objek potensial maupun
riil dari pengetahuan kognitifintelektual manusia itulah yang disebut kebenaran
ontological ialah sifat benar yang melekat diobjek.

D. SIFAT KEBENARAN
Menurut Abbas Hamami Mintaredja ( 1983 ) kata ‘kebenaran’ dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subjek
hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksunya
makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Jika subjek
menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas,
sifat atau karakteristik., hubungan, dan nilai. Hal yang demikian karena kebenaran
tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat,hubungan,dan nilai itu sendiri.

56
Dengan adanya bebagai kategori tersebut, tidaklah berlebihan jika pada
saatnya setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan
pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-
sifat dari kebenarannya.
Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM
Yogyakarta ( 1996 ) dibedakan menjadi tiga hal, yakni sebagai berikut.
1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya setiap
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek
ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah
pengetahuan itu berupa :
a. Pengetahuan biasa atau biasa disebut knowledge of the man in
thestreet atau ordinary knowledge atau common sense
knowledge.pengetahuan seperti yang dimiliki inti kebenaran yang
sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal.
Dengan demikian pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu
benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal
atau tidak ada penyimpangan.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek
yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran
metodologis yang khas pula, artinya metodologi yang telah
mendapatkan kesepakatan diantara ahli dan sejenis. Kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu
selalu diperkaya oleh penemuan yang mutakhir. Dengan demikian,
kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan
sesuai dengan hasil penelitian yang paling akhir dan mendapatkan
persetujuan para ilmuwan sejenis.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya
melalui metodologi pemikiran filsafati, yang sifatnya mendasar dan
menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan
spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan
filsafati adalah absolut- intersubjektif. Maksudnya nilai kebenaran

57
yang terkandung jenis pengetahuan filsafat selalu merupakan
pendapatan yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari seorang
pemikir filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf
kemudian menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula. Jika
pendapat filsafat itu ditinjau dari satu sisi lain, artinya dengan
pendekatan filsafat yang lain sudah dapat dipastikan hasilnya akan
berbeda atau bahkan bertentangan atau menghilangkan sama sekali .
d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.
Pengetahuan agama memiliki sifat digmatis, artinya pernyataan dalam
suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu
sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama memiliki nilai
kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk
memahaminya. Implikasi makna dari kandungan kitab suci itu dapat
berkembang secar dinamis sesuai dengan perkembangan waktu, tetapi
kandungan dari ayat suci itu tidak dapat diubah dan sifatnya absolut.
2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara
atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Apakah ia
membangunnya dengan pengindraan atau sense experience, atau dengan
akal pikir atau rasio, intuisi, atau keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat
untuk memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu akan mengakibatkan
karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki
cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika seseorang membangunnya
melalui indra atau , pada saat ia membuktikan kebenaran pengetahuan harus
melalui indra pula, begitu juga dengan cara yang lain. Seseorang tidak dapat
membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh cara intuitif,
dibuktikannya dengan cara lain cara indrawi misalnya.
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.
Artinya, begaimana relasi atau hubungan antara subjek dan objek, manakah
yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjekkah atau objek. Jika
subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai
kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya nilai kebenaran dari pengetahuan

58
yang dikandungnya amat tergantung pada subjek yang memiliki
pengetahuan itu. Atau jika objek amat berperan maka sifatnya objektif,
seperti pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmu alam.
E. TEORI KEBENARAN DAN KEKHILAFAN
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran
sudah mulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melalui
metode dialog membangun teori pengetahuan yang cakup lengkap sebagai teori
pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus
untuk mendapatkan penyempurnaan sampai kini.
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran
atau tidak. Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaiman cara memperoleh
pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui
kegiatan indra? Yang jelas bagi seseorang skeptis pengetahuan tidaklah
mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan itulah yang
merupakan kebenaran.
Secara tadisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut.
1. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)
Spinoza,Hegel,dan Bredley. Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya
Elements of Philosophy teori koherensi dijelaskan” . . . suatu proposisi cenderung
benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-
proposisi yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling
berhubungan dengan pengalaman kita.”

Dengan memperhatikan pendapat Kattsoff tersebut, dapat diungkapkan


bahwa suatu proposisi itu benar bila mempunyai hubungan dengan ide-ide dari
proposisi yang telah ada atau benar, atau proposisi itu mempunyai hubungan
dengan proposisi yang terdahulu yang benar, Pembuktian teori kebenaran
koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau
memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis.

Sebagai contoh, kita mempunyai pengetahuan bahwa runtuhnya kerajaan


Majapahit adalah tahun 1478. Dalam hal ini kita tidak dapat membuktikan secara

59
langsung dari isi pengetahuan itu, melainkan hanya dapat membuktikan melalui
hubungan dengan proposisi yang terdahulu, baik dalam buku-buku sejarah atau
peninggalan sejarah yang mengungkapkan kejadian itu.

2. Teori Kebenaran Saling berkesesuaian (Correspondence Theory of


Truth)
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan
paling tua. Teori tersebut berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang
menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan
pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. (Abbas Hamami,1996,hlm.116)
Teori ini berpandangan bahwa sesuatu proposisi bernilai benar apabila
saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenaran dapat dibuktikan secara
langsung pada dunia kenyataan. Misalnya pengetahuan ‘air akan menguap jika
dipanasi sampai dengan 100 derajat’. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar
kalau kemudian dicoba mamanasi air dan diukur sampai seratus derajat, apakah
air menguap! Jika terbukti tidak menguap maka pengetahuan tersebut dinyatakan
salah, dan jika terbukti air menguap, maka pengetahuan tersebut dinyatakan benar.
3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth)
Kadang – kadang teori ini disebut juga teori pragmatis. Pandangannya
adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat.
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah
penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam
konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian
yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu adalah benar. Misalnya
pengetahuan naik bis, kemudian akan turun dan bilang kepada kondektur ‘kiri’,
kemudian bis berhenti diposisi kiri. Dengan berhenti diposisi kiri, penumpang bisa
turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat karena bis berhenti
di posisi kiri, namaun penumpang bisa turun dengan selamat karena berhenti di
posisi kiri.

60
4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjsu dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi
yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab
itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam
referensinya. (Abba Hamami M., 1982, hlm. 29)
Teori kebenaran semantik dianut oleh paham filsafat analitika bahasa yang
dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula filsafat
Analitika Bahasa. Misalnya filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani
philosophia yang berarti cinta akan kebijaksanaan. Pengetahuan tersebut
dinyatakan benar kalau ada referensi yng jelas. Jika tidak mempunyaii referensi
yang jelas maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah.
5. Teori Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan
sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang
meletaknya. Dengan demikian aturan pernyataan memiiliki nilai benar apabila
pernyataan itu mengikuti aturan –aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata
lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang
disyaratkan maka proposisi tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang diantara
filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.
Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak
ada subjek maka kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat.
Seperti’semua korupsi”, ini bukan kalimat standar karena tidak ada subjeknya.
6. Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangan oleh penganut filsafat
fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan akan
mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari
pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu
memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

61
7. Teori Kebenaran Logik Yang Berlebihan ( Logical Superfluity of
Trurh)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik yang diawali oleh Ayer.
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problem kebenaran hanya merupakan
kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada
dasarnya a[a yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang
sam yang masing-masing saling melingkupinya. Dengan demikian, sesungguhnya
setiap proposisi mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan
semua orang sepakat, maka apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian
itu hanya merupakan bventuk logis yang berlebihan. Misalnya suatu lingkaran
adalah bulat, ini telah memberikan penjelasan dalam pernyataan itu sendiri tidak
perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu garis yang
sama jaraknya dari titik yang sama, sehingga berupa garis yang bulat. (Abbas
Hamami, 1996,hlm. 115-121 )

Kekhilafan

Dalam pengetahuan kekhilafan terjadi karena kesalahan pengambilan


kesimpulan yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman. Jadi dalam hal
ini khilaf muncul karena adanya praanggapan atau pernyataan yang sudah
dianggap benar secara umum. Erat hubungannya dengan masalah kekhilafan ini
pendapat Francis Bacon (1561 – 1626) dengan teorinya yang terkenal yang
dinamakan idola yang tercermin dalam bentuk ilusi dan projudice yang
menyelewengkan pemikiran ilmiah. Idola tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Idola teatri (sandiwara), yaitu sesuatu yang sering dilihat oleh seseorang atau
selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari, lama kelamaan tanpa disadari dan
diselidiki dianggap sebagai kebenaran.
2. Idola fori (pasar), yaitu keadaan dalam pikiran seseorang yang menyebabkan
pikirannya tidak dapat berfungsi dengan baik, karena orang tersebut hanya
melihat sesuatu dari segi bentuk atau luarnya saja.

62
3. Idola specus (gua), yaitu suatu idola yang diakibatkan oleh individualitas
manusia. Seseorang seolah-olah berada dalam tempat yang gelap seperti
didalam gua. Hal ini terjadi karena tidak didukung oleh lingkungan
pendidikan, dan karakter yang baik, sehinggaorang itu selalu berkungkung
dengan keterbatasan dirinya yang menyebabkan dirinya tidak memahami
segala sesuatu yang baik.
4. Idola tribus, yaitu idola yang diakibatkan oleh kodrat manusiawi sehingga
orang yang terkena idola ini tidak dapat memahami apa yang dihadapinya.
(Abbas Hamami Mintaredja, 1980,hlm. 18- 19 )

63
64

Anda mungkin juga menyukai