Anda di halaman 1dari 14

Nama: Ahmad Afis Khoirul Imtiaz

NIM: 20050754010

Rangkuman Pertemuan 15

1. Pendahuluan
Kenapa mesin/peralatan atau elemen mesin mengalami kegagalan? Pertanyaan ini adalah
masalah mendasar yang telah menghantui ilmuwan dan insinyur sejak berabad-abad lalu.
Mekanisme terjadinya kegagalan kini lebih dipahami seiring kemajuan teknik pengujian dan
pengukuran.
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya
yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain-lain. Agen penyebab kegagalan juga
bermacam-macam seperti misalnya salah design, beban operasional, kesalahan maintenance, cacat
material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain-lain. Dengan pengetahuan yang lengkap tentang
kegagalan, maka para insinyur dapat mempertimbangkan berbagai aspek penyebab kegagalan
dalam perancangan sehingga diharapkan kegagalan tidak akan terjadi selama umur teknisnya.
Dalam bab ini hanya akan dibahas kegagalan elemen mesin yang diakibatkan oleh beban mekanis.
Beban mekanis yang dimaksud adalah beban dalam bentuk gaya, momen, tekanan, dan beban
mekanis lainnya.
Kegagalan akibat beban mekanis adalah berhubungan dengan jenis tegangan yang terjadi
pada komponen mesin. Pertanyaannya adalah : tipe tegangan seperti apa yang akan menimbulkan
kegagalan? tegangan tarik? tegangan tekan? atau tegangan geser? Faktor lain apakah yang juga
ikut berpengaruh dalam menimbulkan kegagalan?
Gambar 5.1 Kegagalan akibat tegangan tarik uniaksial dan torsi murni

Gambar 5.1 (a) menunjukkan lingkaran Mohr untuk spesimen yang mendapat beban tarik
uniaksial. Terlihat bahwa spesimen juga mengalami tegangan geser dengan nilai maksimum
sebesar setengah tegangan normal maksimum. Hal sebaliknya juga terjadi pada spesimen yang
mendapat beban torsi murni, ternyata spesimen juga mengalami tegangan normal dengan nilai
maksimum sama dengan tegangan geser maksimum. Jadi tegangan manakah yang lebih berperan
menimbulkan kegagalan ?
Uji tarik dapat menjelaskan terjadinya kegagalan pada spesimen yang mendapat beban
uniaksial. Gambar 5.2 menunjukkan kurva tegangan-regangan pada spesimen material ulet
(ductile) dan material getas (brittle). Terlihat fenomena “yielding” pada material ulet, sedangkan
pada material getas, kegagalan atau patah terjadi tanpa adanya yielding yang signifikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa tingkat kegagalan untuk material ulet akan dibatasi oleh kekuatan yield, dan
material getas dibatasi oleh kekuatan ultimate. Analisis menunjukkan bahwa untuk material ulet,
kegagalan lebih ditentukan oleh kekuatan geser, sedangkan untuk material getas, kegagalan lebih
ditentukan oleh kekuatan tensile. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu dikembangkan teori atau
kriteria kegagalan yang berbeda antara material ulet dan material getas. Variabel yang
membedakan apakah material bersifat getas atau ulet dapat di baca di referensi.
Gambar 5.2 Kurva tegangan-regangan material ulet dan material getas
2. Penjelasan

2.1 Teori Kegagalan untuk Material Ulet


Material yang ulet akan patah jika tegangan akibat beban statik diatas kekuatan tarik
ultimatenya. Lebih jauh, kegagalan pada komponen mesin terjadi bila tegangan akibat beban
statik diatas kekuatan yieldnya.

2.1.1 Teori Energi Distorsi (von Mises-Hencky)

Teori kegagalan ini diperkenalkan oleh Huber (1904) dan kemudian disempurnakan
melalui kontribusi Von Mises dan Hencky. Teori ini menyatakan bahwa ”Kegagalan diprediksi
terjadi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energi distorsi per unit volume sama atau
lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat
terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana terhadap spesimen dari
material yang sama”.

Energi regangan akibat distorsi (berkaitan dengan perubahan bentuk) per unit volume, Ud adalah
energi regangan total per unit volume, U dikurangi energi regangan akibat beban hidrostatik
(berkaitan dengan perubahan volume) per unit volume, Uh
U d = U −U h 5.1

Energi regangan total per unit volume, U adalah luas dibawah kurva tegangan-regangan
(gambar 5.3)

Gambar 5.3 Energi regangan yang tersimpan pada elemen terdefleksi

1
U= (σ 1 ε1 + σ 2 ε2 + σ 3 ε3 )
2 5.2
U=
1
σ 2
+σ 2
2
+ σ − 2ν(σ σ
2
3 1 2
+σ σ +σσ
2 3 13
)
1
2E

ε1 =
1
(σ 1 − νσ 2 − νσ3 )
E
dimana : ε2 =
1
(σ2 − νσ1 − νσ3 )
E
ε =
1
(σ − νσ − νσ )
3 3 1 2
E
Tegangan utama terdiri atas komponen hidrostatik (σh) dan distorsi (σid)
 i =  h +  id
sehinggga :
 1 +  2 +  3 = 3 h + ( 1d +  2d +  3d )
3 h =  1 +  2 +  3 − ( 1d +  2d +  3d )
Komponen hidrostatik tegangan, σh terjadi hanya akibat perubahan volumetrik (σid = 0)
1 +  2 +  3
 h=
3
Energi regangan hidrostatik, Uh didapatkan dengan mensubstitusi σh pada persamaan 5.2
U
h
=
1
σ+ σ h + σ h − 2ν(σ hσ h + σ h σ h + σ h σ h ) =
2
h
2 2 3 (1 − 2ν) 2
hσ 
2E 2 E
3 (1− 2ν)  1 +  2 + 3 
2
U =
h
2 E  3 
  5.3
1− 2ν 2
Uh = σ1 + σ 2 2 + σ 32 − 2ν ( σ1σ 2 + σ 2 σ 3 + σ1σ3)
6E 

sehingga :
U d = U −U h
1
U = σ 2 + σ 2 + σ 2 − 2ν ( σ σ + σσ + σ σ ) 
d 1 2 3 1 2 2 3 13
2E
1 − 2
− σ12 + σ 2 2 + σ 32 − 2 ( σ1σ 2 + σ 2 σ 3 + σ1σ 3 ) 
6E 
U =
d
1+  2
1

σ + σ 2 +σ 2 − σ σ −σ σ − σ σ
2 3 1 2 2 3 1 3
 5.4
3E
Pendekatan kriteria kegagalan dilakukan dengan membandingkan energi distorsi per unit
volume pada persamaan 5.4 dengan energi distorsi saat terjadi kegagalan pada uji tarik.
1 + 2 = U
S d
=
1 + σ
1
2
+ σ2 + σ 2 − σσ −σ σ − σσ
2 3 12 2 3 1 3

3E y 3E
S y2 = σ 21 + σ 22 + σ 2 −
3 σ σ 1− 2σ σ −2 σ3σ 1 3

S y =5.5
σ12 + σ22 + σ 32 − σ 1σ 2− σ σ2 −3 σ σ1 3
Untuk keadaan tegangan 2 dimensi, σ2 = 0 maka :

S y =5.6
2 2
σ1 − σ1σ3 + σ3
Gambar 5.4 Grafik representasi TED dalam keadaan tegangan 2 dimensi

Tegangan efektif Von Mises (σ‘) didefinisikan sebagai tegangan tarik uniaksial
yang dapat menghasilkan energi distorsi yamg sama dengan yang dihasilkan oleh
kombinasi tegangan yang bekerja.

 ' = σ1 2 + σ 2 2 + σ 32 − σ1σ 2 − σ 2 σ3 − σ1 σ3
atau :

σ' =5.7
2 2 2
(
(σX − σY) + ( σ Y − σ Z ) + (σ Z − σ X ) + 6 τ xy2 + τ yz2 + τ zx 2 )
2

untuk kasus dua dimensi (σ2 = 0)

 ' = σ1 2− σ1σ3 + σ3 2

 ' = σx +2 σ y −2 σxσy + 3 xy
2
5.8

Sy
Kegagalan akan terjadi bila :  ' 5.9
ns

Untuk geseran murni σ1 = τ = σ3 dan σ2 = 0 (Gambar 5.1 b)


S 2
= σ 2 + σ σ + σ 2 = 3σ 2 = 3τ 2
y 1 1 1 1 1 max

Sy
σ1 = = 0.577Sy = τmax
3
dari persamaan diatas didefinisikan kekuatan yield terhadap geser (Sys) dari material ulet
adalah fraksi dari kekuatan yield yang didapat dari uji tarik (Sy)
S ys = 0.577S y 5.10
2.1.2 Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM)

Ide tentang tegangan geser yang berperan dalam menimbulkan kegagalan


pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Perancis, Coulomb (1376-1806). Formula
kriteria tegangan geser maksimum dipublikasikan oleh Tresca (1864) dan Guest (1900)
membuktikannya lewat experimen. Sehingga teori ini sering disebut teori Tresca atau
Guest law. Teori ini menyatakan bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan
tegangan multiaksial jika nilai tegangan geser maksimum sama atau lebih besar
dibandingkan tegangan geser maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam
pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan spesimen dengan material
yang sama”.
Secara sederhana, kegagalan terjadi apabila :

 −   Su
1 2 ns
 −   Su 5.11
2 3 ns
 −   Su
3 1 ns
di mana Su adalah Kekuatan material pada saat uji tarik. Jadi kegagalan akan terjadi jika
salah satu persamaan di atas terpenuhi. Dalam bentuk grafik, teori tegangan geser
maksimum ditunjukkan pada gambar 5.4.

Gambar 5.5 Grafik representasi teori tegangan geser maksimum

2.2 Teori Kegagalan untuk Material Getas


Kegagalan material yang bersifat getas akibat beban mekanis umumnya dalam
bentuk patah atau retak. Bentuk patahan material getas disebut patah getas yang
mempunyai karakteristik seperti ditunjukkan pada gambar 5.1.
2.2.1 Teori Tegangan Normal maksimum (TTNM)

Teori ini paling baik diterapkan pada material getas yang berserat dan kaca. Teori
ini menyatakan bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial
jika tegangan utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan normal
maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial
sederhana yang menggunakan spesimen dengan material yang sama”.
Secara sederhana, kegagalan terjadi apabila :

 1  Sut n
s
5.12
Suc
3  ns
dimana σ1 ≥ σ2 ≥ σ3 = tegangan normal utama
Sut = kekuatan ultimate material terhadap tarik
Suc = kekuatan ultimate material terhadap tekan

Gambar 5.5 menunjukkan batasan kriteria tegangan normal maksimum. Kegagalan akan
diprediksikan akan terjadi jika kondisi tegangan berada diluar batas lingkaran (gambar a),
dan diluar batas segiempat (gambar b).

Gambar 5.6 Grafik representasi teori tegangan normal maksimum

2.2.2 Internal Friction Theory (IFT)

TTNM paling tepat digunakan pada material getas berserat dan kaca dimana
struktur mikro terorientasi pada arah tegangan normal maksimum sebelum terjadinya
patah. Banyak material getas seperti keramik dan logam cor yang tidak memiliki
kemampuan tersebut sehingga tidak tepat mengaplikasikan TTNM.
Pada material getas seperti keramik dan logam cor, kekuatan terhadap tekan lebih besar
dari kekuatan terhadap tarik, sehingga digunakan perluasan terhadap MSST. Secara
matematis dituliskan sebagai :
σ1 + σ 3 = 1
jika  1  0 dan  3  0
Sut Suc n s
S
jika  3  0 σ1 = nut 5.13
s

Suc
jika  1  0 σ 3=
ns

dimana : σ1 ≥ σ2 ≥ σ3 = tegangan normal utama


Sut = kekuatan ultimate material terhadap tarik
Suc = kekuatan ultimate material terhadap tekan

2.2.3 Modified Mohr Theory (MMT)

Tidak seperti IFT yang memiliki basis matematis, MMT dikembangkan dengan
tujuan sesuai dengan data pengujian. MMT sangat baik dalam memprediksi sifat material
ulet, terutama pada kuadran-IV. MMT dapat dituliskan sebagai :
jika 1 > 0 dan 3 < -Sut

jika σ  0 dan   −S Sut 3 Suc Sut


1 3 ut
1 − =
Suc − Sut nSut − Sut
S
jika  3  −Sut  1 = ut 5.14
ns
jika σ  0 Suc
1
3 =
ns
Gambar 5.7 Prediksi kegagalan material getas dengan MMT dan IFT

2.3 Pemilihan Kriteria Kegagalan


Untuk material ulet, kriteria kegagalan TED lebih akurat dibandingkan TTGM
(ditunjukkan oleh data pengujian terhadap material ulet pada gambar 5.8). Oleh karena itu
tegangan von misses (dari TED) cenderung digunakan pada analisis tegangan untuk
kepentingan komersial serta kode elemen hingga untuk mendapatkan profil tegangan.
Namun, TTGM sering digunakan karena lebih konservatif (memprediksikan kegagalan
pada beban yang lebih rendah dibandingkan pada TED) dan secara matematis lebih
gampang

Gambar 5.8 Bukti eksperimental kriteria-kriteria kegagalan (a) Luluh pada material ulet (b) Patah
pada material getas

Tidak seperti material ulet, sifat material getas seperti keramik dan logam cor lebih
bervariasi. Spesimen uji tidak mengalami kegagalan pada tegangan yang sama sehingga
sulit menentukan kekuatan minimumnya secara pasti. Oleh karena itu engineer harus
menerapkan konsep probabilitas dalam desain. Penerapan kriteria kegagalan pada
material getas harus secara hati-hati karena kriteria kegagalan deterministic (tegangan
minimum dapat ditentukan secara pasti) sedangkan pada material getas sifat-sifatnya
menunjukkan probabilistic.
Gambar 5.8 menunjukkan MMT lebih sesuai terhadap data pengujian material
getas. Namun perbedaan ketiga kriteria kegagalan yang digunakan pada material getas
(TTNM, IFT, dan MMT) tidak signifikan, sehingga tidak dapat disimpulkan teori mana yang
lebih baik.

2.4 Mekanika Patah


Mekanika patah menyajikan studi struktural yang memandang perambatan retak
sebagai fungsi beban kerja. Retak adalah cacat mikroskopik yang secara normal muncul
pada permukaan atau bagian dalam material. Tidak ada material atau proses manufaktur
yang menghasilkan struktur kristal yang bebas cacat (selalu terdapat cacat mikro).
Perambatan retak memerlukan tegangan yang lebih kecil dibandingkan untuk
inisiasi retak. Pada tegangan kerja, retak bergerak mudah disepanjang material,
menyebabkan slip pada bidang geraknya. Pada lokasi ini lebih mudah terjadi kerusakan.
Perambatan ini dapat dicegah dengan adanya diskontinuitas pada material.
Kegagalan patah terjadi patah level tegangan dibawah tegangan luluh material
solid. Mekanika patah memfokuskan pada panjang retak yang kritis yang menyebabkan
elemen gagal. Pengawasan terhadap patah terbagi atas menjaga tegangan nominal dan
menjaga ukuran retak agar dibawah level kritis untuk material yang telah digunakan pada
elemen mesin.

2.4.1 Mode Perambatan Retak

Ada 3 mode dasar perambatan retak (gambar 5.9), setiap mode menyebabkan
pergerakkan permukaan retak yang berbeda :
1. Mode I, opening (tarikan), merupakan mode perambatan retak yang paling sering
ditemui. Retak mengalami pemisahan secara simetris terhadap bidang retak.
2. Mode II, sliding (geseran dalam bidang), timbul jika retak mengalami geseran relatif
satu sama lain secara simetris terhadap arah normal bidang retak, tetapi tidak simetri
terhadap bidang retak.
3. Mode III, tearing (antiplane), timbul jika retak mengalami geseran relatif satu sama lain
secara tak simetris terhadap bidang retak maupun arah normalnya.
Mengaplikasikan pembahasan stress raiser (Fundamentals of Machine Elements
Sec.5) pada geometri dalam gambar 8, diketahui perambatan retak muncul jika tegangan
lebih tinggi pada ujung retak daripada ditempat lainnya.

Gambar 5.9 Tiga model pergeseran retak (a) Opening (b) Sliding (c) Tearing

2.4.2 Kekuatan Patah

Pembahasan kekuatan patah disini dibatasi pada pergerakan retak mode I.


Terlebih dulu harus dipahami faktor intensitas tegangan. Faktor intensitas tegangan, K i
menunjukkan level/intensitas tegangan pada ujung retak pada elemen yang mengandung
retak (titik A gambar 5.9 a).
Kekuatan patah, Kci adalah intensitas tegangan kritis dimana perambatan retak
muncul atau intensitas tegangan maksimum yang dapat ditahan elemen tanpa patah.
Kekuatan patah digunakan sebagai kriteria desain dalam pencegahan patah material
getas, seperti halnya kekuatan luluh digunakan sebagai kriteria desain dalam pencegahan
luluh material ulet pada pembebanan statis.
Karena tegangan dekat ujung retak dapat didefinisikan dalam faktor intensitas
tegangan, nilai kritis kekuatan patah Kci menyatakan besaran yang dapat menentukan
keadaan material getas. Secara umum persamaan untuk kekuatan patah adalah :

Kci = Y nom a 5.15

dimana : nom = tegangan nominal pada saat patah, Mpa


a = setengan panjang retak, m
Y = faktor koreksi (tak berdimensi) yang memperhitungkan geometri elemen
yang mengandung retak.
Pers.5.15 berlaku dengan asumsi beban bekerja jauh dari ujung retak dan panjang retak
relatif kecil terhadap lebar pelat. Satuan faktor intensitas tegangan dan kekuatan patah

merupakan kombinasi satuan tegangan dan akar dari panjang retak, yakni Mpa m .
Tabel 5.1 Data tegangan luluh dan kekuatan patah beberapa material pada temperatur ruang

Tabel 5.1 menunjukkan data tegangan luluh dan kekuatan patah (mode I)
beberapa material pada temperatur ruang. Perhatikan bahwa kekuatan patah, K ci
bergatung pada banyak faktor antara lain temperatur, tingkat regangan dan mikrostruktur.
Besar Kci menurun seiring kenaikan tingkat regangan dan penurunan temperatur. Selain
itu, meningkatkan kekuatan luluh dengan proses, seperti strain hardening menyebabkan
turunnya Kci.
Refrensi

bab-05-kriteria-kegagalan-1.pdf
https://www.slideshare.net/login?from_source=%2Frumahbelajar%2Fbab-05-kriteria-
kegagalan-1
https://laskarteknik.co.id/teori-kegagalan-dalam-elemen-mesin/

Anda mungkin juga menyukai