Anda di halaman 1dari 10

Peran Mahasiswa Katolik di Tengah Komunitas Akademik Nasional

Vincentius Septian Dwi Saputra


Sutron/email: vincentius.20028@mhs.unesa.ac.id
Teknik Mesin/S1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik
20050754028

Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri lagi sebagai seorang Katolik pastinya kita akan terjun langsung
di masyarakat dan berbaur bersama dengan mereka. Berbagai macam kegiatan dan aktivitas
sehari-hari kita pasti akan selalu berhubungan dengan orang lain. Hal itulah yang menjadi
dasar kita disebut sebagai makhluk sosial. Dalam bidang pendidikan khususnya di tingkat
universitas takjarang kita menjumpai bahwa universitas baik negeri maupun swasta pasti
memiliki mahasiswa-mahasiswi dengan latar belakang yang berbeda-beda baik dari suku,
agama, maupun ras. Hal itu tidak mengherankan karena universitas memiliki tujuan mendidik
dan mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya agar dapat terjun langsung, dapat berguna,
dan berkarya di tengah masyarakat. Dalam komunitas pendidikan yang berskala besar ini,
adapun di dalamnya komunitas yang lebih kecil lagi yaitu komunitas mahasiswa katolik. Kita
sebagai orang Katolik tahu benar bahwa agama dan kepercayaan yang kita anut bukanlah
kepercayaan yang banyak orang anut juga atau kata lain kita sering sebut sebagai ”minoritas
di tengah mayoritas”. Sebagai mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik ini banyak
hal yang akan menjadi tugas dan tanggungjawab khusus yang tidak dimiliki oleh mahasiswa
nonkatolik. Di tengah komunitas akademik nasional yang besar dan memiliki berbagai
komunitas kecil lagi di dalamnya, mahasiswa katolik harus dapat menunjukkan dirinya sebagai
gambaran dari diri Kristus sendiri dan para murid-Nya. Takjarang kita jumpai banyak
mahasiswa katolik yang masih merasa malu atau bahkan cenderung menutup diri di tengah
komunitas akademik nasional ini. Menyikapi hal tersebut, maka saya membuat makalah
dengan judul “Peran Mahasiswa Katolik di Tengah Komunitas Akademik Nasional” dengan
harapan yang besar agar mahasiswa-mahasiswi katolik khususnya di Universitas Negeri
Surabaya dapat bertumbuh secara iman kekatolikan dan dapat berperan serta berkontribusi
aktif di tengah komunitas akademik nasional.

Berikut adalah rumusan masalah yang akan dibahas pada inti makalah ini :

1. Sebagai mahasiswa Katolik, apa perbedaan saya dalam keseharian (lewat kuliah
daring, Vinesa) dengan mahasiswa nonkatolik?
2. Secara ideal teoretis (tugas perutusan), bagaimana seharusnya karakteristik
mahasiswa Katolik sebagai insan akademik?
3. Dasar biblis mana yang dapat digunakan sebagai inspirasi akademisi/ilmuwan
Katolik di komunitas akademik?
4. Buatlah kajian bandingan jawaban 1 (empiris), 2 (teoretis), dan 3 (biblis)!
1. Perbedaan Saya dengan Mahasiswa Non-Katolik

Saya sebagai seorang mahasiswa katolik tentunya memiliki ciri khas atau keunikan
tersendiri yang membedakan saya dengan mahasiswa non-katolik lainnya. Dalam ranah
keseharian melalui kuliah daring seperti saat ini, saya dapat menemukan beberapa
perbedaan saya dengan mahasiswa non-katolik lainnya yaitu :

1) Dalam hal sapaan


Siapa di antara kita yang tak pernah menyapa satu sama lain? Tentunya tidak ada
bukan? Menyapa orang lain adalah suatu keharusan karena akan menunjukkan
rasa hormat, kepedulian, dan bentuk menghargai orang lain. Sebagai seorang
mahasiswa katolik, tentunya hal ini akan selalu kita temui. Dalam pembelajaran
online seperti saat ini walau tidak dapat bertegur sapa secara langsung, kita masih
dapat bertegur sapa melalui media komunikasi digital baik melalui Whatsapp,
Facebook, atau melalui media lainnya. Dalam hal menyapa yang membedakan
saya dengan mahasiswa non-katolik lainnya adalah saat teman-teman lain
menyapa bapak ibu dosen maupun teman-teman sebaya dengan awalan
”assalamualaikum wr. wb.”, saya sedikit berbeda. Tetap dengan awalan
”assalamualaikum wr. wb.” sebagai bentuk menghargai dosen/teman yang
beragama muslim, saya biasanya menambahkan dengan kalimat
”assalamualaikum wr. wb., salam damai sejahtera. Selamat
pagi/siang/sore/malam, bapak/ibu/saudara.... Semoga
bapak/ibu/saudara.....sekeluarga dalam keadaan sehat selalu dan dilindungi oleh
Tuhan.”. Dari sapaan tersebut kita dapat melihat bahwa seorang katolik menyapa
orang lain dengan tetap menghargai agama yang orang tersebut anut namun tetap
tidak meninggalkan jiwa katolisitas dalam dirinya. Dalam sapaan tersebut juga
biasanya saya menyisipkan harapan dan sedikit kalimat doa agar orang yang saya
sapa berada dalam keadaan sehat selalu dan berada dalam perlindungan Tuhan.

2) Dalam hal mengirim pesan online


Dalam keseharian seperti berkomunikasi secara online kita biasanya
menggunakan media sosial sebagai media utama penyampaian pesan online. Ada
beberapa hal di sini yang membedakan saya dengan teman non-katolik dalam
mengirim pesan online. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat ucapan syukur
yang disampaikan. Saat ada berita baik biasanya teman-teman lain akan mengirim
pesan ”Alhamdullilah” sementara biasanya saya mengirim pesan ”Puji Tuhan”
atau ”Syukurlah”. Mungkin bagi kebanyakan orang hal ini dianggap sepele, namun
bagi saya ini adalah pembeda dimana kita berani menunjukkan esensi kita sebagai
seorang katolik. Saat mendapatkan informasi yang menggembirakan ataupun
kurang mengenakkan kita harus tetap bersyukur. Dengan mengatakan ”Puji
Tuhan” atau ”Syukurlah”, di saat itu pula kita memuliakan Allah.

3) Dalam hal berdoa mengawali pembelajaran daring


Tidak setiap dosen pengajar saat akan mengawali pembelajaran mempersilahkan
mahasiswanya untuk berdoa. Biasanya dosen pengajar suatu mata kuliah hanya
menyampaikan sapaan di awal lalu dilanjutkan dengan pembelajaran. Namun ada
juga dosen yang mengawali perkuliahan dengan berdoa. Di situlah letak
perbedaannya, dimana saat kita dipersilahkan berdoa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing, saya berdoa secara katolik dengan membuat tanda
salib di awal dan akhir doa. Tentunya hal tersebut yang membedakan saya dengan
teman-teman non-katolik lainnya. Adapun beberapa kali, saat dosen langsung
masuk ke mata kuliah, saya sedikit mengintrupsi untuk sejenak mengawali dengan
doa. Bagi orang katolik, doa memiliki kekuatan yang besar. Maka dari itu sebelum
memulai dan saat akan mengakhiri pembelajaran, alangkah baiknya jika kita
berdoa terlebih dahulu agar diberi kelancaran dan Roh Kudus turun atas kita untuk
mendampingi kita selama belajar.

4) Dalam hal bercakap-cakap melalui meeting online atau telepon


Kuliah secara online melalui vinesa dan daring meet selalu mewajibkan kita untuk
berinteraksi atau bercakap-cakap secara online. Hal ini telah menjadi kebiasaan
dan normal baru bagi kita di tengah pandemi ini. Dalam hal bercakap-cakap
melalui meeting online atau telepon pun ada hal yang membedakan saya dengan
mahasiswa non-katolik lainnya. Hal itu biasanya terletak di akhir percakapan.
Biasanya setelah membahas sesuatu dan akan mengakhiri percakapan, saya
biasanya mengucapkan ”sekian, semoga Tuhan memberkati kita semua, Amin.”
Tentunya sedikit kalimat ini akan menjadi kalimat doa yang berguna bukan hanya
bagi saya sendiri namun lebih-lebih bagi orang yang saya ajak berkomunikasi. Saya
tidak menyebut ”semoga Yesus memberkati kita semua” karena kata ”Yesus” jika
didengar oleh sahabat-sahabat nonkatolik terkadang akan terdengar sensitif.
Maka dari itu saya menggantinya dengan kata ”Tuhan” yang bersifat lebih
universal mengingat negara kita secara nasional memiliki sila KeTuhanan.

5) Dalam hal kepedulian terhadap teman atau orang lain yang mengalami kesulitan
Mungkin dalam hal ini, adapula teman non-katolik yang melakukannya. Hal ini saya
tambahkan melalui perspektif saya sendiri. Saya sebagai seorang katolik tentu
diajarkan untuk berbagi dan mengasihi orang lain tanpa memandang latar
belakang orang tersebut. Dalam keseharian saya di tengah pendidikan akademik
secara daring ini, seringkali saya menjumpai teman-teman saya baik dari jurusan
saya sendiri maupun jurusan lain mengalami kesulitan. Di saat itu hati saya
biasanya tergerak untuk menolong atau membantu sebisa yang saya lakukan. Di
sinilah letak perbedaannya, dimana rasa kepedulian seringkali timbul tidak
disebabkan karena memiliki agama atau berlatar belakang sama namun justru dari
latar belakang yang berbeda. Menolong dan membantu orang lain adalah hal wajib
yang harus kita lakukan. Bagi orang katolik, menolong termasuk hal mengasihi
yang terdapat dalam Hukum Kasih Allah. Dengan mengasihi orang lain seperti kita
mengasihi diri kita sendiri, kita telah berbuat baik dan telah menunjukkan
kepedulian kita kepada orang lain.

Dari ulasan di atas mengenai perbedaan apa saja yang membedakan saya dengan
mahasiswa non-katolik lainnya menunjukkan bahwa perbedaan tidak selamanya buruk.
Berbeda adalah suatu keunikan yang baik. Sebagai mahasiswa katolik yang ada di tengah
komunitas akademik nasional ini, saya berusaha untuk berani menunjukkan kekatolikan saya
melalui hal sederhana yaitu lewat keseharian saya.
2. Tugas Perutusan Mahasiswa Katolik sebagai Insan Akademik

Sebagai mahasiswa katolik selain menjalankan kewajiban sebagai seorang akademisi


dalam universitas, kita juga memiliki kewajiban lainnya yaitu menjalankan tugas perutusan
kita. Ada beberapa tugas perutusan yang menjadi tanggungjawab seorang mahasiswa
katolik. Tugas-tugas perutusan itu dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Orang Muda Harapan Gereja

Orang muda katolik, khususnya mahasiswa, adalah tumpuan harapan Gereja.


Mereka secara pribadi dan bersama merupakan bagian umat beriman yang dengan
kemampuan, hak, dan kewajibannya menentukan warna, hidup, kelangsungan, dan
perkembangan Gereja. Mereka bukan kelompok pinggiran yang
membentuk getho eksklusif dan hanya sibuk dengan dunianya sendiri melainkan
kelompok yang selalu dinamis, pengusik status quo. Sejarah telah membuktikan
bahwa orang muda senantiasa menjadi pemimpin pergerakan dan agent perubahan,
perkembangan, dan pembaruan yang aktif dalam masyarakat pada umumnya. Di
dalam diri mereka tersimpan berbagai potensi atau kemampuan yang menunggu
untuk diaktualisasikan dalam seluruh gerak dan irama kehidupan, kekudusan, dan misi
Gereja. Berkenaan dengan kenyataan itu, Gereja mengakui dan menerima mereka
sebagai potensi sekaligus tantangan (CL 46). Melalui pembaptisan mereka mengambil
bagian dalam munus (karya, fungsi, peran, tugas, dan tanggung-jawab) Kristus sebagai
Imam, Raja, dan Nabi, yang bentuk dan cara mewujudkannya khas orang muda. Santo
Yohanes Paulus II pernah mencatat dua hal yang khas dalam hidup dan tindakan kaum
muda: kepekaan dan kelembutan hati (bdk. CL 46). Orang muda sangat peka terhadap
keadilan, anti-kekerasan, dan perdamaian. Selain itu, mereka sangat menjunjung
tinggi pertemanan (fellowship), persahabatan (friendship), dan
kesetiakawanan (solidarity). Kepada kaum muda sebagai agent yang aktif dan efektif
dalam pembaruan hidup, Yohanes Pengijil berkata dalam nada pujian dan harapan,
“Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan
yang jahat” (1Yoh 2, 13). Lagi ia berkata, “Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang
muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam dalam kamu dan kamu telah
mengalahkan yang jahat” (1Yoh 2, 14).

Kutipan di atas menyampaikan sekaligus menyatakan siapa sebenarnya


mahasiswa katolik itu. Mahasiswa katolik berdasarkan yang disampaikan oleh R.D. Y.
Driyanto adalah agen pembawa perubahan bagi masyarakat. Mahasiswa katolik dalam
hal ini memiliki tugas perutusan yaitu menjadi agent yang aktif dan efektif dalam
pembaruan hidup di tengah masyarakat sebagaimana juga dikatakan dalam surat
pertama rasul Yohanes
2) Mahasiswa Katolik Dapat Terlibat dalam Karya Pastoral

Gereja Kaum Awam menghendaki agar mahasiswa katolik terlibat secara aktif
sehingga gambaran Gereja bukan lagi terlalu hirarkial. Hendaknya mahasiswa katolik
mengambil bagian dalam karya pastoral dan karya kerasulan secara konkrit. Pelibatan
diri ini dapat melalui organisasi atau perkumpulan katolik dalam pemeliharaan dan
pengembangan persekutuan (koinonia), pendalaman dan penyebaran ajaran
(kerygma), perencanaan dan pelaksanaan liturgy (leitourgia), pelayanan dan kegiatan
social (diakonia), serta kesaksian dan pewartaan iman (martyria). Pembinaan
atau formatio bagi mahasiswa katolik bukan lagi dengan memperlakukan mereka
sebagai “obyek”, tetapi melibatkan mereka dalam keseluruhan gerak dan irama hidup
Gereja. Bersama orang dewasa, hendaknya mereka menjadikan diri sebagai rasul bagi
saudara-saudari mahasiswa lainnya (GE 12).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sebagai mahasiswa katolik kita diharapkan


dapat terlibat aktif dalam karya pastoral di gereja. Karakter sejati seorang mahasiswa
katolik harus berdasar pada pelayanan di gereja lalu barulah terjun ke masyarakat.
Dengan begitu mahasiswa katolik akan benar-benar siap untuk menjalankan tugas
perutusannya di tengah masyarakat luas dan di dalam komunitas akademiknya.

3) Mahasiswa Katolik sebagai Civil Society

Civil-society berkenaan dengan paham bahwa rakyat adalah pemegang


kekuasaan dalam negara. Rakyat yang jumlahnya sangat besar hendaknya tidak
membiarkan diri dikuasai dan ditentukan oleh kelompok kecil birokrat yang cenderung
otoriter, sewenang-wenang, dan mencari keuntungan kelompok atau pribadi sendiri.
Bersama mahasiswa pada umumnya, mahasiswa katolik hendaknya peka terhadap
keadaan, bersikap kritis, dan berupaya agar proses demokratisasi yang benar berjalan
dengan baik.

Sedikit menyinggung mengenai politik, mahasiswa katolik harus memiliki sikap


kritis. Dari kutipan di atas dapat kita ketahui bahwa kita sebagai orang katolik yang
dianggap sebagai minoritas di tengah mayoritas hendaknya tidak membiarkan diri
ditindas. Kita harus bersikap kritis bila ada kebijakan yang dirasa kurang benar dan
hanya mementingkan kepentingan beberapa kelompok tertentu saja. Sebagai
mahasiswa yang juga menjunjung jiwa nasionalisme, kita harus berani untuk
mengawal demokrasi agar berjalan sebagaimana mestinya.

4) Menjaga Pluralitas di Tengah Masyarakat

Hal lain yang semestinya dimengerti oleh mahasiswa katolik dalam melakukan
perannya adalah pluralitas dalam Gereja dan Negara Indonesia. Gereja katolik terdiri
dari orang-orang yang datang dari berbagai suku, bangsa, bahasa, dan budaya. Bangsa
Indonesia terdiri dari orang-orang yang berbeda ras, agama, dan suku. Oleh karena
itu, membina diri tidak lain daripada membekali dan menyiapkan diri untuk terlibat
sepenuhnya dalam dialog kehidupan dengan sesama yang berbeda tanpa merasa ragu
atas iman dan kekhasan diri sendiri. Dialog kehidupan di sini mengandung dua hal:
keyakinan akan apa yang dimiliki sendiri dan hormat kepada yang dimiliki orang lain.
Keyakinan terhadap milik sendiri berwujud pengertian yang mendalam akan nilai, visi,
dan misi yang dianut. Hormat tehadap milik orang lain berarti menghargai keyakinan,
ajaran, dan perwujudannya dalam hidup sehari-hari sesama yang berbeda.

Berdasarkan kutipan di atas, seringkali kita sebagai mahasiswa katolik lupa akan arti
pluralitas. Kita cenderung hanya berfokus ke dalam komunitas kita saja tanpa berani untuk
melihat atau terjun keluar. Melalui kutipan di atas dijelaskan secara gamblang bahwa
sebagai mahasiswa katolik kita diberi tugas perutusan untuk menjaga pluralitas di tengah
masyarakat. Kita harus berani untuk berdialog bersama orang lain sekalipun orang
tersebut berbeda keyakinan dengan kita. Dengan begitu akan terlihat karakteristik kita
sebagai mahasiswa katolik yang sesungguhnya.

3. Dasar Biblis Inspirasi Akademis di Tengah Komunitas Akademik Nasional

Agar kita dapat lebih memahami dan mengerti peran mahasiswa katolik di tengah
komunitas akademik nasional, kita dapat melihat kembali kepada Kitab Suci yang menjadi
pandangan hidup kita sebagai seorang Katolik. Di bawah ini adalah beberapa ayat yang
memiliki keterkaitan sebagai inspirasi kita mahasiswa katolik di tengah komunitas
akademik nasional antara lain :

1) Kitab Amsal dipenuhi dengan pengajaran-pengajaran yang diberikan oleh Salomo


kepada anak-anaknya. Anak-anaknya diperintahkan untuk belajar dari pengajaran ini.
Hasil dari penerapan pengetahuan yang telah dipelajari disebut sebagai hikmat.
Alkitab berbicara banyak tentang proses pendidikan, dan itu dimulai dengan orang tua
dan anak. Salomo menyatakan kalau dasar dari semua pengetahuan yang benar
adalah “takut akan Allah” (Ams 1:7). Kata "takut" di sini tidak berarti terteror atau
ketakutan, melainkan takut dan gentar akan kekudusan dan keagungan Allah sehingga
timbul keengganan untuk mengecewakan atau tidak menaati-Nya. Yesus berkata
bahwa ketika kita mengetahui kebenaran, maka kebenaran akan memerdekakan kita
(Yoh 8:32). Kebebasan dari rasa takut ini ketika seseorang terdidik di dalam
Kebenaran.

Melalui bacaan di atas dijelaskan bahwa sumber pengajaran dimulai dari orangtua dan
anak. Sebelum masuk ke lingkup komunitas akademik nasional tentunya seorang
mahasiswa katolik bertumbuh dan berangkat dari keluarga. Di dalam keluarga,
mahasiswa katolik dididik dan diajarkan nilai-nilai katolisitas. Dijelaskan pula bahwa
setelah kita mendapatkan pendidikan di dalam keluarga selanjutnya adalah tahap
untuk mencari dan mengetahui kebenaran. Sebagai seorang mahasiswa yang kritis
tentunya tidak akan berhenti mencari kebenaran. Kebenaran dalam hal ini tentunya
kebenaran yang positif misalnya hakikat pendidikan secara katolik, hakikat ilmu
pengetahuan, dan sebagainya. Melalui hal dasar ini, diharapkan dapat menjadi bekal
bagi mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik nasional agar dalam hidup
perkuliahan selalu mengutamakan kebenaran.
2) Di surat Roma, Rasul Paulus menggunakan kata "tahu" atau "mengetahui" sebanyak
sebelas kali. Apa yang harus kita ketahui? Kita harus mendidik diri kita sendiri di dalam
Firman Allah. Ketika kita memperoleh pengetahuan spiritual, maka kita dapat
menerapkan pengetahuan itu dalam kehidupan kita. Termasuk untuk menyerahkan
diri kita kepada-Nya dan menggunakan pengetahuan tentang kebenaran ini untuk
melayani Allah dalam roh dan kebenaran (Rm 6:11-13).

Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma tersebut dijelaskan bahwa
pengetahuan spiritual memiliki peranan yang penting dalam hidup kita. Sebagai
seorang mahasiswa katolik, kita senantiasa dituntut untuk menerapkan pengetahuan
spiritual yang sudah kita dapatkan dalam hidup kita sehari-hari. Berawal dari hal
sederhana saja misalkan hal berdoa. Setiap akan mengawali dan mengakhiri suatu
kegiatan pembelajaran hendaknya kita berdoa kepada Allah, agar segala ilmu yang
telah kita dapat sungguh dapat meresap dalam pikiran, hati, dan tindakan kita.

3) Rasul Paulus mengingatkan Timotius: "usahakanlah supaya engkau layak di hadapan


Allah" (2 Tim 2:15). Kata Yunani yang diterjemahkan sebagai "berusaha" mempunyai
makna “bertekun, bekerja keras, atau bergegas untuk mencurahkan seluruh tenaga.”
Oleh karena itu, supaya kita bisa mendidik diri sendiri dengan baik, kita harus sepenuh
hati mempelajari Firman Allah dengan penuh ketekunan.

Kembali lagi Rasul Paulus menjelaskan bahwa kita harus berusaha mencurahkan
segala tenaga kita dan terus bekerja keras. Sebagai seorang akademisi sering kali kita
lalai dan terlena akan kepenting duniawi kita. Kita kurang mengoptimalkan
kemampuan dan bakat kita. Melalui surat Rasul Paulus tersebut, hendaknya sebagai
mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik nasional kita dapat terus bekerja
keras dan dengan penuh ketekunan menjalani kewajiban serta tanggungjawab kita.

4) Ada juga satu kutipan Injil Perjanjian Baru yang dapat menguatkan hidup iman kita
sebagai mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik nasional yaitu "Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu
cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10 : 16).

Dalam kutipan injil tersebut, hal yang saya maknai hingga saat ini adalah bahwa Tuhan
mengutus kita secara langsung untuk terjun ke tengah-tengah komunitas masyarakat
yang bahkan kita tidak tahu seperti apa situasi di dalam komunitas tersebut. Jika
dikaitkan dengan diri kita sebagai mahasiswa katolik tentunya sangat relevan dengan
situasi yang kita hadapi saat ini. Sebagai seorang mahasiswa katolik yang terjun
langsung ke dalam komunitas akademik, kita harus berpikir dan bertindak secara
cerdik. Cerdik di sini bukan berarti pandai mengelabui namun lebih ke arah bagaimana
kita mencari solusi saat menghadapi suatu permasalahan hidup. Selain berpikir dan
bertindak secara cerdik, kita juga harus memiliki hati yang tulus seperti merpati.
Merpati menggambarkan Roh Kudus yang turun atas diri Yesus. Merpati ini gambaran
dari diri yang polos dan putih bersih. Sehingga melalui perumpamaan tersebut,
hendaknya mahasiswa katolik tetap memiliki hati yang tulus ikhlas dalam setiap
perbuatan dan karyanya di tengah komunitas akademik dan masyarakat.
Melalui bacaan-bacaan Kitab Suci di atas kita dapat mengetahui sedikit banyak
mengenai inspirasi-inspirasi seorang akademisi katolik di dalam komunitas akademik
nasional. Ajaran-ajaran dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Surat Para Rasul Yesus
hendaknya menjadi dasar acuan kita dalam berpikir dan bertindak terkhusus sebagai seorang
mahasiswa katolik.

4. Perbandingan Analitis

Berdasarkan pembahasan yang telah diulas di atas, terdapat jawaban-jawaban dari


rumusan masalah yang termuat di dalam makalah ini. Ulasan di atas meliputi pendapat
tentang perbedaan mahasiswa katolik dengan mahasiswa non-katolik secara empiris, tugas
perutusan mahasiswa katolik secara teoretis (berdasarkan sumber-sumber bacaan yang
tersedia baik jurnal, artikel dan referensi pustaka lainnya) dan inspirasi akademis di tengah
komunitas akademik nasional berdasarkan sudut pandang Biblis (bersumber dari beberapa
ayat yang ada di Kitab Suci).

Jika kita bandingkan dari ketiga ulasan di atas maka kita akan menemukan beberapa
persamaan dan perbedaan yang meliputi :

1) Persamaan
Ulasan secara empiris, teoretis, dan dasar biblis memiliki kesamaan yaitu
a. Dalam empiris, saya menjelaskan mengenai perbedaan mahasiswa katolik dengan
mahasiswa non-katolik menurut sudut pandang saya. Berdasarkan empiris
tersebut terdapat bagian dimana saya menyebutkan bahwa sebagai seorang
katolik, kita juga menghargai orang lain yang berbeda dari kita ( melalui sapaan
dan kepedulian). Dalam teoretis dijelaskan juga bahwa tugas perutusan kita
sebagai seorang mahasiswa katolik adalah dengan menjaga
pluralitas/keberagaman yang ada di sekitar kita.
b. Dalam empiris, saya menjelaskan bahwa sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran membiasakan diri dengan berdoa. Lalu dijelaskan pula dalam
teoretis mengenai orang muda sebagai harapan gereja. Dan terakhir, dalam Surat
rasul Paulus kepada jemaat di Roma mengenai pengetahuan spiritual. Ketiga hal
ini memiliki keterkaitan erat dimana peran mahasiswa katolik di tengah komunitas
akademik nasional adalah sebagai agen perubahan yang membawa warna baru
dalam suatu komunitas. Pendidikan spiritual yang kita miliki hendaknya dapat kita
tuangkan dalam kehidupan sehari-hari kita, contoh sederhanya adalah melalui
doa.
c. Dalam empiris saya menjelaskan mengenai bentuk kepedulian dan perhatian saya
terhadap teman/orang yang membutuhkan pertolongan. Dalam teoretis
dijelaskan bahwa mahasiswa harus dapat terlibat dalam karya pastoral. Dan
terakhir di bagian dasar biblis, dijelaskan bahwa mahasiswa harus menjadi seperti
domba yang diutus ke tengah-tengah serigala, cerdik seperti ular, dan tulus seperti
merpati. Ketiga hal ini memiliki keterkaitan yaitu sebagai mahasiswa katolik kita
harus percaya bahwa hidup kita ini adalah suatu perutusan Allah. Kita diutus untuk
terjun di tengah masyarakat agar dapat membagikan kasih tulus dan pertolongan
kepada mereka yang membutuhkan. Melalui tindakan atau aksi kita ini, secara
tidak langsung kita telah berpartisipasi dalam karya pastoral sebagai bentuk
pelayanan terhadap masyarakat luar gereja.

2) Perbedaan
Adapun perbedaan yang saya temukan dari ketiga ulasan tersebut antara lain :
Tidak ada keterkaitan antara teoretis di bagian civil society dengan empiris dan dasar
biblis. Hal yang berkaitan dengan politik tidak dijelaskan kembali di dalam bacaan kitab
suci. Sedikit hal yang bisa diambil adalah hal berpikir kritis. Hal ini sangat penting untuk
dimiliki khususnya sebagai akademisi. Walau tidak ada keterkaitan dengan rumusan
empiris maupun dasar biblis, namun secara prakteknya, pola berpikir kritis sebagai
mahasiswa katolik akan sangat berguna bagi kehidupan komunitas ke depannya.

Simpulan
Jadi dari makalah yang telah dibuat dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebagai
seorang mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik, kita memiliki tugas dan
tanggungjawab yang besar. Seorang mahasiswa katolik memiliki peranan penting untuk
menjadi agen perubahan di tengah masyarakat. Dengan menjalankan peranan kita sebagai
akademisi katolik, kita telah turut berpartisipasi dalam mengembangkan gereja kudus Allah
di tengah masyarat.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca. Mohon maaf sebesar-
besarnya apabila ada kesalahan ketik ataupun hal lain yang kurang berkenan. Semoga kita
dapat mewujudkan peran kita sebagai mahasiswa katolik di tengah komunitas akademik
nasional kita. Berkat dan Damai Kristus senantiasa beserta kita semua, Amin.
Pustaka Acuan

R.D. Y. Driyanto, 2015. Gereja Mahasiswa. Diakses pada 21 Februari 2021.


https://keuskupanbogor.org/mengenai-gereja/paroki- paroki/gereja-mahasiswa/

Jajar, Maria. 2016. Peranan Keterlibatan Hidup Menggereja Bagi Mahasiswa. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan


Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. 2016. Pendidikan Agama Katolik untuk
Perguruan Tinggi. Diakses pada 20 Februari 2021.
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/5-PendidikanAgamaKatolik.pdf

Suharyo, Ignatius. 2010. The Catholic Way, Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita Edisi 2.
Yogyakarta : Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai