Anda di halaman 1dari 20

KONSELING KRISIS

PELECEHAN SEKSUAL & KEKERASAN SEKSUAL

Oleh:
Sherina Fahira – 06071181621007

Dosen Pengampu:
Dr. Yosef, MA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar,

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat lebih baik lagi untuk
kedepannya.

Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Indralaya, 25 April 2018

2
DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i


2. DAFTAR ISI ……………………….…………………………………………. ii
3. BAB I PENDAHULUAN ……………………..……………………………… 1
A. Latar Belakang ……………..…………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …………………..………………………………… 2
C. Tujuan ………………………………………………………………… 2
4. BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………... 3
1. Apakah yang dimaksud dengan pelecehan dan kekerasan seksual
pada anak? ……………………………………………………………… 3
2. Bagaimanakah situasi pelecehan seksual & kekerasan seksual pada
anak di Indonesia? ……………………………………………………...…. 4
3. Apa saja bentuk pelecehan seksual & kekerasan seksual pada
anak? ……………………………………………………………………. 5
4. Apakah yang menjadi penyebab pelecehan seksual & kekerasan
seksual pada anak? ……………………………………………………... 6
5. Apakah dampak fisik, dampak psikologis dan dampak seksual
karenapelecehan seksual & kekerasan seksual pada anak ? …………. …. 7
6. Bagaimanakah solusi menurut undang-undang, program dan
fasilitas untuk mengatasi pelecehan seksual & kekerasan seksual
pada anak? ……………………………………………………………… 9
7. BAB III PENUTUP …………………………………………………………… 16
A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 16
B. Saran …………………………………………………………………... 16
6. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Anak dan perempuan memang merupakan golongan yang sangat rentan untuk
menjadi korban kekerasan, terutama anak-anak. Macam-macam kasus kekerasan terhadap
anak terjadi pada lingkungan sekitar kita, baik itu kekerasan fisik, psikologis, ataupun
kekerasan seksual. Segala bentuk perlakuan salah pada anak tidak dibenarkan, karena
meskipun anak berbuat salah, anak tidak mengetahui bahwa perbuatannya salah, dan
orang tua yang memiliki kewajiban untuk memberi tahu anaknya.

Kasus-kasus perlakuan salah pada anak semakin sering terjadi di lingkungan sekitar kita.
Salah satu bentuk perlakuan salah pada anak yang perlu diberikan perhatian lebih adalah
perlakuan salah seksual. Terdapat berbagai macam istilah bagi perlakuan salah seksual
pada anak, istilah yang sering digunakan adalah kekerasan seksual dan pelecehan seksual.

Menurut Seto Mulyadi, psikolog dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus
pelecehan seksual sangat menghancurkan hidup anak, baginya kekerasan seksual pada
anak sepuluh kali lebih kejam daripada terhadap orang dewasa. Karena posisi anak-anak
masih rentan, lemah, mudah dirayu dan dibodoh-bodohi. Selain itu juga karena kekerasan
dan pelecehan seksual merupakan gabungan antara kekerasan fisik dan psikologis.

Maraknya pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual pada anak-anak adalah sebuah
kisah horor bagi para orangtua. Dan yang paling sulit kita terima, kekerasan seksual pada
anak kebanyakan justru dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang otomatis sudah
dikenal dan dipercaya, termasuk juga oleh guru agama.

4
B.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini ialah

1. Apakah yang dimaksud dengan pelecehan dan kekerasan seksual pada anak?
2. Bagaimanakah situasi pelecehan seksual & kekerasan seksual pada anak di
Indonesia?
3. Apa saja bentuk pelecehan seksual & kekerasan seksual pada anak?
4. Apakah yang menjadi penyebab pelecehan seksual & kekerasan seksual pada
anak?
5. Apakah dampak fisik, dampak psikologis dan dampak seksual karenapelecehan
seksual & kekerasan seksual pada anak ?
6. Bagaimanakah solusi menurut undang-undang, program dan fasilitas untuk
mengatasi pelecehan seksual & kekerasan seksual pada anak?

C.      Tujuan

1.    Tujuan Umum

Untuk mempelajari kekerasan seksual pada anak dari segi kesehatan reproduksi.

2.    Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian kekerasan seksual pada anak.


b. Untuk mengetahui situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia.
c. Untuk mengetahui bentuk kekerasan seksual pada anak.
d. Untuk mengetahui penyebab kekerasan seksual pada anak.
e. Untuk mengetahui dampak fisik, dampak psikologis dan dampak seksual
karena kekerasan seksual pada anak.
f. Untuk mengetahui solusi menurut undang-undang, program dan fasilitas
untuk mengatasi kekerasan seksual pada anak.

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual
yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada
diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku
mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi
pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu
terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.

Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal,
komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan
di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan
berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual
sampai perkosaan.Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar
pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu
pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut
adalah perempuan.

Kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan


seorang anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat,
meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan.

Kekerasan Seksual pada Anak (child sexual abuse), jika terjadi aktivitas atau


kontak seksual yang melibatkan anak/remaja dengan orang dewasa atau dengan
anak/remaja lain yang tubuhnya lebih besar, lebih kuat, atau yang kemampuan
berpikirnya lebih baik, atau yang anak/remaja lain yang usianya lebih tua (> 3 tahun).

 Jadi sekali lagi, pelaku bisa saja orang yang sudah dewasa dan cukup umur, atau
bisa saja seorang anak/remaja. Selain persentuhan antar bagian tubuh, kontak seksual

6
juga mencakup kegiatan yang tidak bersentuhan, misalnya percakapan atau pertukaran
gambar yang berbau seks. Kedua jenis kontak seksual ini bisa mengganggu kondisi fisik
dan kondisi psikis (mental) anak.

Kekerasan seksual pada anak juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk


penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak
untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau
menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya),
memberikan paparan yang tidak

Senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak,
melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak
(kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat
kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan
medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.

2. Situasi Pelecehan Seksual & Kekerasan Seksual pada anak di Indonesia

Kekerasan seksual terhadap anak sudah terjadi bertahun-tahun dan bentuk-bentuk


kekerasan yang dialami anak-anak di Indonesia sangat beragam dan menakutkan. Data
yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas Anak,
terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak.

Sebanyak 42-58% dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan


seksual, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak,
eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi
seksual komersial. Data ini bersumber dari laporan masyarakat melalui pelayanan
pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan media massa serta pengelolaan data
dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi
dan 179 Kabupaten Kota.

Sedangkan di tahun 2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah


menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52%
adalah kejahatan seksual. Laporan KPAI yang bertajuk

7
“Kekerasan Seksual dan Pornografi pada Anak” menyoroti tentang berbagai fakta
kekerasan seksual pada anak dan pornografi yang terjadi di Indonesia.

Laporan ini juga menyoroti upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak
termasuk KPAI dalam mengatasi masalah ini termasuk kebijakan dan produk legislasi
yang telah dibuat. Selanjutnya laporan ini memaparkan berbagai gaps dan tantangan yang
dihadapi serta rekomendasi untuk menanggulangi masalah ini.

Terhadap laporan ini ada beberapa aspek yang perlu dikritisi dan dipertajam.
Pertama mengenai pilihan isu. Isu kekerasan seksual pada anak memang menjadi sebuah
masalah yang beberapa tahun terakhir ini meningkat baik jumlah maupun skalanya.
Negara dianggap gagal dalam melindungi anak-anak sehingga kekerasan ini terus
menerus berlangsung. Isu kekerasan seksual anak seharusnya diikuti juga dengan praktek
eksploitasi seksual anak, karena dalam dokumen insternasional lebih merelease
penggunaan praktek eksploitasi seksual anak dan penyalahgunaan seksual pada anak
ketika anak-anak menjadi korban kekerasan seksual.

Eksploitasi seksual anak pun merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak anak
berupa penggunaan kekerasan dan anak dijadikan objek seksual dan objek komoditas
secara terus menerus yang meliputi praktek-praktek pelacuran anak, pornografi anak,
perdagangan seks anak dan pariwisata seks anak. Lalu berdasarkan Opsional Protokol
tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak telah juga didefiniskan
tentang ketiga bentuk eksploitasi seksual anak tersebut.

3. Bentuk Pelecehan Seksual & Kekerasan Seksual pada Anak

Selain persentuhan antar bagian tubuh, kontak seksual juga mencakup kegiatan yang
tidak bersentuhan, misalnya percakapan atau pertukaran gambar yang berbau seks. Kedua
jenis kontak ini bisa mengganggu kondisi fisik dan kondisi psikis (mental) anak. Definisi
anak menurut UU No. 23 tahun 2002 adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Bentuk-bentuk pelecehan/kekerasan
seksual pada anak, yaitu :

1.    Pelecehan seksual & Kekerasan Seksual yang berupa sentuhan

8
a.    Pelaku memegang-megang, meraba atau mengelus organ vital anak seperti
alat kelamin (vagina, penis), bagian pantat, dada/payudara.

b.    Pelaku memasukkan bagian tubuhnya atau benda lain ke mulut, anus, atau
vagina anak.

c.    Pelaku memaksa anak untuk memegang bagian tubuhnya sendiri, bagian


tubuh pelaku, atau bagian tubuh anak lain.

2.    Pelecehan seksual & Kekerasan Seksual yang tidak berupa sentuhan

a.    Pelaku mempertunjukkan bagian tubuhnya (termasuk alat kelamin) pada


anak/remaja secara cabul, tidak pantas, atau tidak senonoh

b.    Pelaku mengambil gambar (memfoto) atau merekam anak/remaja dalam


aktivitas yang tidak senonoh, dalam adegan seksual yang jelas nyata, maupun
adegan secara tersamar memancing pemikiran seksual. Contohnya pelaku
merekam anak yang sedang membuka bajunya.

c.    Kepada anak pelaku memperdengarkan atau memperlihatkan visualisasi


(gambar, foto, video, dan semacamnya) yang mengandung muatan seks dan
pronografi. Misalnya, pelaku mengajak anak menonton film dewasa (film porno)

d.   Pelaku tidak mengahargai privasi anak/remaja, misalnya tidak menyingkir dan


justru menonton ketika ada seorang anak mandi atau berganti pakaian

e.    Pelaku melakukan percakapan bermuatan seksual dengan anak/remaja, baik


eksplisit (bahasa lugas) maupun implisit (tersamar). Percakapan ini bisa dilakukan
dengan melalui telepon, chatting, internet, surat, maupun sms.

4. Penyebab Pelecehan Seksual &Kekerasan Seksual pada Anak

Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan seksual pada anak :

1. Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain
dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator/over protective, namun

9
maraknya kriminalitas di negeri ini membuat perlunya meningkatkan
kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
2. Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu.
3. Kemiskinan keluarga (banyak anak).
4. Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam jangka
panjang.
5. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik
anak, anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child) atau anak lahir diluar
nikah.
6. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan
anak-anaknya dengan pola yang sama
7. Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan.
8. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu
kekerasan terhadap anak
9. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.

5. Dampak Pelecehan Seksual & Kekerasan Seksual pada Anak

1.      Dampak Fisik

Kecacatan yang dapat mengganggu fungsi tubuh anggota tubuh. Masalah


fisik yang ditimbulkan antara lain  : lembam, lecet, luka bakar, patah tulang, kerusakan
organ, robekan selaput dara, keracunan, gangguan susunan saraf pusat.

Tergantung pada umur dan ukuran anak, dan tingkat kekuatan yang digunakan,
pelecehan seksual anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus
yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi dan dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan kematian. Penyebab kematian termasuk trauma pada alat kelamin atau
dubur dan mutilasi seksual.

10
2.      Dampak Psikologis

Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian baik jangka pendek dan
jangka panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari. Dampak psikologis,
emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stres pasca
trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan identitas
pribadi dan kegelisahan.

Gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi, sakit saraf, sakit


kronis, perubahan perilaku seksual, masalah sekolah/belajar dan masalah perilaku
termasuk penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman
terhadap hewan, kriminalitas ketika dewasa dan bunuh diri.  

Orang dewasa yang mempunyai sejarah pelecehan seksual pada masa kanak-
kanak, umumnya menjadi pelanggan layanan darurat dan layanan medis dibanding
mereka yang tidak mempunyai sejarah gelap masa lalu. Sebuah studi yang
membandingkan perempuan yang mengalami pelecehan seksual masa kanak-kanak
dibanding yang tidak, menghasilkan fakta bahwa mereka memerlukan biaya perawatan
kesehatan yang lebih tinggi dibanding yang tidak.

Anak yang dilecehkan secara seksual menderita gerjala psikologis lebih besar
dibanding anak-anak normal lainnya, sebuah studi telah menemukan gejala tersebut 51
sampai 79% pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual. Resiko bahaya akan
lebih besar jika pelaku adalah keluarga atau kerabat dekat, juga jika pelecehan sampai ke
hubungan seksual atau paksaan pemerkosaan, atau jika melibatkan kekerasan fisik.

Tingkat bahaya juga dipengaruhi berbagai faktor seperti masuknya alat kelamin,
banyaknya dan lama pelecehan, dan penggunaan kekerasan. Pengaruh yang merugikan
akan kecil dampaknya pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual namun
memiliki lingkungan keluarga yang mendukung atau mendampingi paska pelecehan.

3.        Dampak Seksual

Kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,


gangguan /kerusakan organ reproduksi. 

11
6. Solusi

1.    Kebijakan (berdasarkan Undang-Undang)

Upaya perlindungan anak korban kekerasan baru mulai mendapat perhatian penguasa,
secara lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak, meski
perlindungan itu masih memerlukan instrumen hukum lainnya guna mengoperasionalkan
perlidungan tersebut.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap anak yang menjadi korban tindak
kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui :

1.    Pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal
296 KUHP)

2.    Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU


Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari
KUHP.

3.    UU No. 35 Tahun 2014 tentang tentang perubahan atas undang-undang


nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

4.    Pasal 82 UU Perlindungan Anak :

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman


kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

2.    Program dalam Menangani Pelecehan Seksual & Kekerasan Seksual pada Anak

Para praktisi hukum maupun pemerintah setiap negara selalu melakukan berbagai usaha
untuk menanggulangi kejahatan dalam arti mencegah sebelum terjadi dan menindak
pelaku kejahatan yang telah melakukan perbuatan atau pelanggaran atau melawan

12
hukum. Berikut adalah beberapa program pemrintah yang bertujuan untuk menangani
kekerasan seksual pada anak :

1. Meningkatkan kualitas materi pendidikan agama dan budi pekerti di satuan


pendidikan, memasukkan ke dalam kurikulum tentang hak dan kewajiban
anak, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan anak, melindungi anak di
satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan
oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta pihak lain dalam lingkungan
sekolah.
2. Melalui dinas kesehatan dilakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan
fasilitas kesehatan tentang kewajiban untuk memberikan informasi kepada
kepolisian dan/atau pemangku kepentingan terkait atas adanya dugaan
kejahatan seksual terhadap anak.
3. Tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi
kepada anak, masyarakat dan pemangku kepentingan tentang kesehatan
reproduksi, dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak,
pemberdayaan anak, dan melakukan upaya pencegahan.
4. Melalui kementerian Komunikasi dan Informasi, adanya upaya pencegahan
dan penanganan pornografi melalui pemblokiran situs-situs porno dan
situs-situs kekerasan terhadap anak dan perempuan, meningkatkan
koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), asosiasi media cetak
dan media elektronika, serta asosiasi dan penyelenggara jasa internet dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan sesual terhadap anak.
5. Melalui kementerian  Hukum dan HAM, adanya penyusunan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak; melakukan
pencegahan dan penangkalan imigrasi terhadap pelaku yang diduga
melakukan kejahatan seksual terhadap anak sesuai dengan permintaan Polri
dan Jaksa Agung.
Jaksa Agung berwenang mempercepat proses penanganan dan
penyelesaian perkara yang berhubungan dengan kejahatan seksual terhadap
anak, melakukan tuntutan pidana seberat mungkin terhadap pelaku tindak
pidana kejahatan seksual terhadap anak, dan melakukan pengawasan

13
terhadap putusan pidana bersyarat, pidana pengawasan, dan keputusan
lepas bersyarat terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap
anak.
6. Adanya upaya dari pihak kepolisian RI dalam hal penanganan dan
penyelesaian proses penyidikan dan berkas perkara hukum bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak, melakukan penegakan hukum yang
optimal kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di tingkat
penyidikan, dan meningkatkan kegiatan kepolisian yang bersifat pre-emptif
yaitu bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya di satuan
pendidikan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan keahatan seksual
terhadap anak, bekerja sama dengan instansi terkait.
7. Negara berusaha meningkatkan kapasitas para penegak hukum ini agar
lebih terlatih menangani kasus-kasus kekerasan seksual, mereka juga perlu
memiliki sensitvitas terhadap korban sehingga lebih sungguh-sungguh
bekerja, adanya fasilitas yang handal sehingga dapat dengan mudah
mengenali kejahatan ini, disamping penambahan unit cyber
crime dibeberapa kota yang dinilai kadar kejahatan seksualnya tinggi.
8. Menjamin tersedianya pusat-pusat rehabilitasi terhadap korban kekerasan
seksual anak di setiap kota di Indonesia yang pengelolaannya dapat
dilakukan bersama-sama dengan komponen-komponen terpilih di
masyarakat yang memiiki kepeduliaan terhadap pengasuhan, pemulihan
masa depan anak. Pusat-pusat rehabilitasi ini harus dikelola secara
profesional dengan anggaran yang mencukupi sehingga negara
memberikan jaminan pemulihan yang seimbang. Pusat-pusat rehabilitasi
ini perlu diintegrasikan dengan peran penyidik dan peran-peran Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
9. Sektor swasta merupakan salah satu mitra kunci dalam memerangi
kekerasan seksual ini, sehingga negara tidak membiarkan mereka menjadi
“penonton” dan “pendengar” terhadap berbagai praktek kekerasan seksual
anak. Mereka perlu didorong dalam memberikan tanggapan, meningkatkan

14
kesadaran mereka dalam berpartisipasi mencegah, menanggulangi masalah
kekerasan seksual anak.
Ada kode etik atau hukum yang perlu diterapkan kepada mereka agar tidak
memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual pada anak. Industri
telekomunikasi, penyedia layanan internet, industri pariwisata termasuk
sektor swasta yang sering bersentuhan dengan praktek-praktek kekerasan
seksual pada anak.
Mereka harus memiliki aturan untuk menolak menjadi “tuan rumah” bagi
kekerasan seksual (online) pada anak, mereka juga didorong untuk
melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak yang mereka ketahui,
mereka juga harus memiliki software atau hardware yang dapat mengenali
kekerasan seksual online pada anak dan melaporkannya, mereka juga
didorong untuk memiliki program corporate social responsibility dalam
memulihkan korban di daerah wisata.
10. Kementrian Komunikasi dan Informasi memiliki peran strategis dalam
mencegah terjadinya kekerasan seksual online. Peran ini sudah mereka
lakukan, namun penapisan terhadap konten seksual online ternyata hanya
sebatas pada konten-konten yang mereka berhasil  pantau.
Kebijakan menyeluruh dalam melindungi anak-anak dari ancaman
kekerasan seksual online belum sepenuhnya berhasil dirumuskan
mekskipun kementerian ini faham betul apa yang harus dilakukan. Karena
itu, kementerian ini perlu dimotivasi agar sungguh-sungguh menjalankan
mandat sebagai institusi negara untuk mencegah kekerasan
seksual online pada anak.

3.    Fasilitas dalam Menangani Pelecehan seksual & Kekerasan Seksual pada Anak

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan


kekerasan seksual pada anak :

1)   Sarana Penal (hukum pidana)

15
Penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya kejahatan
atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak
terulang kembali. Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan kriminal
merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana bagi
para pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan
kejahatan.

Dengan diberikannya sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan perlindungan


secara tidak langsung kepada korban perkosaan anak di bawah umur ataupun
perlindungan terhadap calon korban. Ini berarti memberikan hukuman yang
setimpal dengan kesalahannya atau dengan kata lain para pelaku diminta
pertanggungjawabannya.

Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur melalui upaya


penal dilakukan secara represif. Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif,
maksudnya adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan memberikan tekanan
terhadap pelaku kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terjadi lagi.
Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif ditujukan pada pelaku kejahatan
tersebut, yang dimulai dengan usaha penangkapan, pengusutan di peradilan, dan
penghukuman.

2)        Upaya Non Penal

Penanggulangan secara non penal maksudnya adalah penanggulangan dengan


tidak menggunakan sanksi hukum, yang berarti bahwa penanggulangan ini adalah
penanggulangan kejahatan yang lebih bersifat preventif.

Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam
rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan
kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya,
peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan
pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan
sebagainya. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi :

16
a)        Upaya Preventif

Penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dapat


dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah upaya
penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang
bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi. Kejahatan dapat dikurangi
dengan melenyapkan faktor-faktor penyebab kejahatan itu sebab bagaimanapun
kejahatan tidak akan pernah habis.

Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti


antara lai mengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal perkosaan
khususnya perkosaan terhadap anak dibawah umur, seperti memberikan
perlindungan terhadap anak karena anak merupakan orang yang paling mudah
dibujuk dan selain itu anak belum dapat memberontak seperti yang dilakukan oleh
orang-orang dewasa.

Penanggulangan secara non penal kejahatan perkosaan terhadap anak di


bawah umur adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota
keluarga untuk lebih memahami kepentingan anak di masa depan.

b)        Upaya Reformatif.

Upaya reformatif adalah segala cara pembaharuan atau perbaikan kepada semua
orang yang telah melakukan perbuatan jahat yang melanggar undang-undang.
Upaya ini bertujuan untuk mengurangi jumlah residivis atau kejahatan ulangan.
Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang kesemuanya adalah menuju
kepada kesembuhan, sehingga si pelaku kejahatan dapat menjadi manusia yang
baik kembali. Upaya reformatif ini dilakukan setelah adanya upaya-upaya yang
lain serta upaya ini bertujuan mengembalikan atau memperbaiki jiwa si penjahat
kembali, yang mana untuk kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur
dapat dilakukan dengan metode reformatif dinamik (dalam hal ini metode klasik
dan metode moralisasi) serta metode profesional service. Melalui metode
reformatif dinamik, metode yang memperlihatkan cara bagaimana mengubah

17
penjahat dari kelakuannya yang tidak baik, terdapat metode klasik dengan jalan
memberikan hukuman yang berat.

Ada 3 pokok yang menjadi solusi dalam penanganan kekerasan seksual pada anak

1.      Pencegahan.

Aktivitas pencegahan ini dapat dilakukan secara bersama dalam bentuk sosialisasi
hak-hak anak dan sejumlah peraturan ditengah-tengah kehidupan masyarakat dan
keluarga.

2.      Deteksi Dini

Bagi anak-anak yang rentan terhadap terjadinya kekerasan serta dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat perlu dilakukan langkah cepat (quick response) untuk
mengevakuasi sementara anak ke tempat yang aman, serta memberikan
peringatan dini kepada lingkungan keluarga yang rentan melakukan kekerasan.
Artinnya, bagi anak-anak yang rentan terhadap kekerasan sedini mungkin bisa
dihindari.

3.      Intervensi Krisis.

Bagi anak-anak yang telah mengalami kekerasan, langkah yang perlu dilakukan
melalui pendekatan Intervensi Krisis. Aktivitas ini dilakukan dengan metoda
mendampingi korban dan keluarga korban untuk melakukan upaya hukum, dan
melakukan terapi terhadap trauma yang diakibatkan oleh tindak kekerasan.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual
yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya
pada diri orang yang menjadi korban pelecehan.
Kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan
seorang anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat,
meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan.
Upaya perlindungan anak korban kekerasan seksual mendapat perhatian
penguasa, secara lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak,
meski perlindungan itu masih memerlukan instrumen hukum lainnya guna
mengoperasionalkan perlidungan tersebut.
B. Saran
Dari berbagai informasi yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan seksual
sangat berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari
beban mental yang diderita oleh korban,penyakit yang akan diderita oleh pelaku dan
juga oleh korban dan lain sebagainya. Maka dari itu diharapkan kepada orang tua agar
dapat menjaga anak mereka agar terhindar dari kekerasan seksual yang memberikan
efek negative yang berkepanjangan bagi masa depan anak.
Pemerintah diharapkan dapat menjalankan kebijakan yang telah dirumuskan baik
untuk tindakan pencegahan maupun tindakan perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban tindakan kekerasan seksual pada anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://midwifemoslem.blogspot.co.id/2015/11/kekerasan-seksual-pada-anak.html

http://muklisandespar.blogspot.co.id/2014/04/makalah-pelecehan-seksual-di-dalam.html

20

Anda mungkin juga menyukai