Anda di halaman 1dari 17

RANCANGAN KONSELING GESTALT

(Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Humanistik)

Dosen Pengampu: Dr. Maria Margaretha Sri Hastuti, M.Si.

Reinildis Lifianingsih Alumba Kin 161114058

Lourentina Yulita Sarisnawati 161114060

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Yogyakarta

2018
I. RAMBU-RAMBU KASUS

L adalah seorang perempuan berusia 20 tahun. Ia sekarang sedang menempuh


pendidikan di salah satu Universitas Swasta. Ia adalah anak satu-satunya atau tunggal. L
suka sekali mengikuti organisasi, terutama organisasi di kampus dan di kampungnya
(Karang Taruna). Namun, suatu kali Ia merasa bosan, malas, dan tidak nyaman untuk
mengikuti organisasi di kampungnya, berbeda dengan organisasi di kampus. Rasa tidak
nyaman (tidak enak) L itu karena ia susah masuk ke lingkup pergaulan teman di
kampungnya. Ia melihat bahwa beberapa temannya di kampung “gap-gapan”. Selain itu,
adanya teman L yang merasa dirinya paling berkuasa di organisasi kampung tersebut,
seperti meminta menyelesaikan pekerjaan pada saat tertentu dan hal itu cukup
memberatkan. Berbeda dengan di kampus. Saat mengikuti organisasi di kampus, teman-
temannya saling berbaur, saling mendukung satu sama lain, serta tidak melakukan “gap-
gapan”. Hingga pada akhirnya L tidak mau lagi mengikuti organisasi di kampung. Orang
tua L meminta L untuk mengikuti organisasi di kampung, karena menurut orang tuanya
perlu juga menjalin komunikasi serta relasi di kampung tidak hanya di lingkup kampus
saja. Karena hal itu, L menjadi semakin cemas memikirkannya karena ini tidak sesuai
dengan keinginannya untuk tidak ikut organisasi di kampung. Ia bingung apakah ia harus
tetap pada pendirian untuk tidak bergabung dengan organisasi di kampung atau
mengikuti nasehat orang tuanya. Kemudian ia menghadap konselor untuk membicarakan
masalahnya ini.

II. GEJALA MASALAH

a. L merasa bosan, malas, dan tidak nyaman (tidak enak) mengikuti organisasi di
kampungnya (Karang Taruna). Hal itu karena ia susah masuk ke lingkup pergaulan
teman di kampungnya. Ia melihat bahwa beberapa temannya di kampung “gap-
gapan”. Berbeda dengan di kampus. Saat mengikuti organisasi di kampus, teman-
temannya saling berbaur, saling mendukung satu sama lain, serta tidak melakukan
“gap-gapan”.

b. L juga merasa cemas. Ia bingung apakah ia harus tetap pada pendirian untuk tidak
bergabung dengan organisasi di kampung atau mengikuti nasehat orang tuanya.
III. EKSPERIMEN

Memainkan suatu drama tentang pengalaman hidupnya yang menyakitkan, L diajak


untuk mereka ulang kembali kejadian/pengalaman dalam hidupnya yang terasa
menyakitkan misalnya kejadian saat berkumpul di karang taruna atau di tempat lain
sehingga konselor mengetahui kira-kira apa yang menjadi kecemasan atau ketakutan
dalam diri L lalu mengkaitkannya dengan alasan L merasa tidak nyaman bergabung
dengan karang taruna di kampungnya.

IV. TEKNIK

The Internal Dialogue Exercise (Dialog Internal)

Menurut kami teknik ini dipandang tepat karena konseli dapat memperagakan
kembali dialog yang ia lakukan dengan beberapa orang yang sempat membuatnya
merasakan pengalaman menyakitkan, terutama saat ia berkumpul bersama orang-orang
dalam organisasi kampungnya. Dalam teknik ini, ada teknik empty chair. Konseli dapat
memperagakan dialog dengan memanfaatkan empty chair yang sudah disediakan dengan
cara bertukar posisi duduk antara tempat duduk konseli saat ini dengan empty chair saat
memperagakan dialog antara konseli dengan orang yang membuatnya bermasalah.
Konseli diajak untuk mengingat-ingat dialog apa yang terjadi antara ia dengan orang
yang membuatnya terluka. Konseli diberi kebebasan untuk menceritakan dan
mempraktekkan dialog yang terjadi, termasuk membebaskan konseli untuk
mengungkapkan kekesalannya yang mungkin terpendam saat melakukan dialog bersama
orang yang membuatnya bermasalah. Diharapkan dengan teknik ini konseli dapat
menemukan jalan baru untuk masa depan yang lebih baik.
SKEMA KONSELING TEORI GESTALT

1. FASE I
a. Konseli memasuki ruang konseling, lalu memberi salam kepada konselor.
b. Konselor membangun raport kepada konseli dengan memberikan respon baik
terhadap kedatangan konseli, seperti:
1) Menanyakan kabar
2) Menanyakan maksud kedatangan konseli

2. FASE II
a. Konselor meyakinkan dan memotivasi konseli untuk percaya pada konselor
menggunakan teknik verbal. Konseli dimotivasi untuk mau menceritakan
masalahnya dengan nyaman
b. Setelah konseli percaya dan merasa nyaman, konseli mulai menceritakan
permasalahannya pada konselor
c. Konselor mendengarkan cerita atau permasalahan dari konseli dengan seksama.

3. FASE III
a. Konselor mulai menggali semua permasalahan dengan menanyakan beberapa
pertanyaan terkait cerita konseli, seperti:
1) Bagaimana perasaanmu saat mengalami hal itu? (konsep here and now)
2) Bagaimana perasaanmu hingga saat ini? (konsep here and now)
3) Setelah terjadi hal demikian, apa yang kamu lakukan? (konsep tanggung
jawab)
4) Apakah kamu menyadari alasan dibalik masalah yang kamu alami?
(konsep tanggung jawab)
b. Konselor meminta konseli untuk memperagakan kembali serta menghadirkan
kembali perasaan yang pernah ia alami sebelumnya (konsep here and now).
c. Konselor meminta konseli mengeluarkan semua perasaannya yang benar-benar
mengganggu dan mendominasi dari konseli melalui peragaan dialog tersebut
(teknik).
d. Konselor membantu konseli untuk menyadari apa yang menjadi figure dan ground
yang dialami konseli melalui peragaan peristiwa (dialog) yang membuatnya
bermasalah (konsep figure and ground).

4. FASE IV
a. Konseli mulai menyadari apa yang menjadi pikiran, perasaan, dan perilakunya
selama ini, menjadi sadar mengapa ia bisa seperti itu dan juga akibat apa yang
terjadi karena perilaku itu.
b. Konselor menanyakan kira-kira apa yang akan dilakukan oleh konseli setelah
menyadari beberapa hal itu.
c. Konselor menyimpulkan proses konseling yang telah dilalui bersama konseli hari
itu.
d. Konselor menutup sesi konseling hari itu dan apabila belum selesai, konseli dapat
melakukan konseling di kemudian hari.
VERBATIM KONSELING

Konseli (Kli)
No Wawancara
Konselor (Klo)
FASE PERTAMA

1. Kli “Permisi, selamat pagi bu.” (sambil mengetuk pintu)

2. Klo “Oh iya selamat pagi juga.”

“Maaf mengganggu waktunya sebentar bu. Saya Lita yang kemarin


3. Kli
membuat janji konseling dengan ibu.”

“Oh iya kemarin kamu mengirim pesan via WA kan ke saya. Silahkan
4. Klo
duduk di sini Lita.” (senyum)

“Terima kasih bu. Bu maaf sebelumnya, ternyata saya nanti ada


pertemuan dengan DPA saya bu di kelas sekitar jam 10.00. Apakah tidak
5. Kli
apa-apa jika nanti sesi konselingnya terpotong di tengah jalan?” (Jalan
menuju meja konselor)

“Oh iya Lita tentu tidak apa-apa. Nanti beri tahu ibu ya jika sudah pukul
6. Klo 10.00 atau jika kamu sudah ingin menyudahi sesi hari ini. Nanti akan kita
lanjutkan jika ada waktu luang.”

7. Kli “Baik bu.”

8. Klo “Barusan kamu selesai kelas atau bagaimana?”

“Tidak bu, saya dari rumah. Barusan kelas saya kosong bu karena ibu
9. Kli
dosennya sedang sakit.”

10. Klo “Oh ya? Mata kuliah apa ya?”

11. Kli “Mata kuliah Psikologi Kepribadian bu.”

12. Klo “Ibu Ranti ya?”

13. Kli “Iya bu.”

“Beliau memang sedang sakit Lita dari kemarin. Kita doakan saja ya
14. Klo
semoga beliau cepat sembuh.”

15. Kli “Baik bu.”


16. Klo “Oh iya bagaimana kabar kamu hari ini Lita?”

17. Kli “Hm ya lumayan baik sih bu.”

18. Klo “Lumayan?”

19. Kli “Ya ada beberapa hal bu yang sedikit membuat saya tidak nyaman.”

“Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang akan kamu ceritakan
20. Klo
pada saya?”

21. Kli “Iya bu benar.”

“Oke baiklah. Nanti Lita ceritakan ya. Sebelumnya, apakah Lita sudah
22. Klo
merasa nyaman untuk bercerita di tempat ini atau bagaimana?”

23. Kli “Hm, saya pikir tempat ini sudah nyaman ya bu.”

24. Klo “Oke berarti kita melakukan konseling di sini ya.”

25. Kli “Baik bu.”

FASE KEDUA

26. Klo “Jadi bagaimana Lita, apa yang ingin kamu ceritakan kepada saya?”

27. Kli (terdiam dan menunduk)

28. Klo “Ada apa Lita?”

29. Kli “Saya bingung bu, mau memulainya dari mana.”

30. Klo “Ceritakan saja Lita apa yang menjadikanmu beban kepada ibu.”

31. Kli “Saya tidak yakin bisa bu untuk mengatakannya.”

“Saya yakin kamu pasti bisa Lita. Saya akan mendengarkannya dan apa
32. Klo
yang nanti akan kamu ceritakan akan aman dan terjamin kerahasiaannya”

33. Kli “Hmmm…Hmmm… Tapi..”

“Emm oke baik-baik mungkin kamu masih bingung ya bagaimana harus


34. Klo bercerita. Kamu bisa coba ceritakan pengalamanmu akhir-akhir ini,
pengalaman yang menyenangkan dulu mungkin.”

35. Kli “Saya merasa senang akhir-akhir ini bu.”

36. Klo “Merasa senang?”


“Iya bu, saya merasa sangat senang karena saya ikut organisasi di
37. Kli
kampus bu.”

38. Klo “Wah benarkah? Organisasi apa Lita?”

39. Kli “Organisasi tingkat fakultas bu.”

40. Klo “Wah… hebat sekali kamu pasti dapat mengenal teman-teman baru ya.”

“Iya bu saya mengenal banyak sekali teman baru, saya juga jadi akrab
41. Kli
dengan mereka.”

“Wah selamat ya karena organisasi kamu jadi bisa kenal dengan orang
42. Klo
baru.”

“Iya bu terima kasih. Tapi di sisi lain saya merasa lelah juga bu karena
43. Kli sering rapat, mengerjakan tugas organisasi, dan juga waktu istirahat saya
jadi berkurang bu.”

“Mm mungkin memang itu sebuah konsekuensi yang kamu dapatkan


44. Klo
saat mengikuti organisasi Lita.”

“Iya bu saya memang menyadari jika ini sudah konsekuensi yang saya
45. Kli
terima.”

“Lalu Lita apakah rasa lelah ini yang menjadi sumber masalahmu
46. Klo
sehingga kamu merasa terganggu akhir-akhir ini?”

47. Kli “Tidak bu, bukan itu yang mengganggu saya akhir-akhir ini?

“Lalu apa Lita? Sudahkah kamu merasa nyaman untuk bercerita


48. Klo
sekarang?”

49. Kli “Sepertinya saya sudah siap menceritakannya sebentar lagi.”

50. Klo “Baik Lita silahkan”

51. Kli “Saya akan mencoba untuk menceritakannya bu.”

52. Klo “Mari silahkan ceritakan apa yang mengganggumu akhir-akhir ini.”

“Jadi akhir-akhir ini saya merasa tidak nyaman bu untuk mengikuti


53. Kli
organisasi kampung saya yaitu Karang Taruna.”

54. Klo “Lita merasakan tidak nyaman jika mengikuti organisasi kampung?”

“Iya bu, saya sangat merasa tidak nyaman jika harus mengikuti kegiatan
55. Kli
organisasi di kampung.”
56. Klo “Ketidaknyamanan seperti apa yang kamu rasakan?”

57. Kli “Ya saya merasa tidak nyaman saja bu.”

58. Klo “Dapatkah kamu menceritakannya kepada ibu lebih lanjut lagi?”

“Sebenarnya saya senang mengikuti organisasi bu. Di kampus saya


mengikuti organisasi dari awal semester hingga saat ini bu, karena orang-
59. Kli orang yang berada di dalam organisasi tersebut ramah-ramah, semua
sama tidak membeda-bedakan, tidak ada tingkatan-tingkatan umur
ataupun angkatan.”

60. Klo “Lalu?”

“Berbeda dengan organisasi di kampung, Karang Taruna di kampung


61. Kli saya itu sukanya “gap-gapan” bu. Jadi mereka lebih senang berkumpul
dengan orang-orang tertentu saja. Ada juga yang bersikap sok-sokan bu.”

62. Klo “Lita mengatakan sok-sokan, sok-sokan seperti apa Lita?”

“Sok-sokannya seperti ia merasa paling berkuasa, paling pintar, dan


paling tahu bu. Dia juga sering menyuruh-nyuruh saya bu. Saya harus
63. Kli
meyelesaikan tugas-tugas yang dia berikan dengan jangka waktu yang
sangat singkat.”

“Tadi Lita mengatakan bahwa Lita diminta untuk menyelesaikan tugas


64. Klo dengan jangka waktu yang singkat dan Lita merasakan keberatan. Seperti
itu Lita?”

65. Kli “Iya bu seperti itu.”

“Apakah Lita sebelumnya pernah mengatakan keberatan terhadap hal


66. Klo
tersebut?”

“Saya pernah beberapa kali mengatakan jika saya sedikit keberatan bu


67. Kli akan hal itu, tapi respon yang saya dapatkan masih sedikit membuat saya
kesal bu.”

68 Klo “Respon seperti apa yang kamu dapatkan Lita?”

“Intinya teman saya mengatakan bu jika semua orang juga pasti


69. Kli mempunyai kesibukan yang sama dan mereka masih bisa menyelesaikan
hal itu.”

70. Klo “Lalu setelah ia mengatakan demikian apa yang kamu rasakan?”

71. Kli “Saya masih merasa kesal bu, ia seolah tidak memahami apa yang saya
rasakan. Saya ingin mengungkapkan kekesalan saya tapi tidak bisa.”
“Oke berarti kamu merasa marah saat temanmu berkata demikian karena
72. Klo
seolah ia tidak memahami perasaanmu benar begitu Lita?”

73. Kli “Iya bu benar seperti itu. Saya merasa sangat kesal bu, tapi…”

74. Klo “Tapi apa Lita?”

“Tapi di satu sisi saya juga menyadari bahwa apa yang dikatakan teman
saya itu benar bu karena saya berpikir bahwa semua orang pasti
75. Kli
mempunyai kesibukan masing-masing dan mereka bisa menyelesaikan
tugasnya sesibuk apapun itu.”

76. Klo “Lalu?”

“Tapi walaupun demikian tetap saja saya merasa kesal bu karena teman
77. Kli saya seolah tidak dapat memahami posisi saya. Saya ingin marah namun
tidak bisa. Amarah saya seolah terhalang oleh suatu hal bu.”

“Oke baik berarti sebenarnya kamu masih ingin marah pada temanmu itu
78 Klo
tapi kamu tetap tidak bisa melakukannya. Apakah sampai saat ini?”

“Iya bu sampai saat ini saya tidak mampu mengungkapkan amarah saya
79. Kli
itu bu.”

80. Klo “Baik. Lalu apakah ada hal lain yang kamu pikirkan selain hal ini?”

“Orang tua saya saat ini menyuruh saya untuk mengikuti kegiatan di
81. Kli
kampung bu, sedangkan saya sudah malas bergabung dengan mereka.”

82. Klo “Apakah orang tuamu tahu jika kamu malas bergabung dengan mereka?”

83. Kli “Sepertinya mereka tidak tahu bu.”

“Apakah Lita tidak berniat untuk memberi tahu mereka atau


84. Klo
bagaimana?”

“Sebenarnya saya ingin memberitahu mereka bu, tapi saya masih


85. Kli mencari waktu yang pas mengingat ibu saya gencar menyuruh saya
untuk dekat dengan teman-teman di organisasi kampung juga.”

86. Klo “Dan itu sangat mengganggu Lita hingga saat ini?”

87. Kli “Iya bu.”

88. Klo “Oke baiklah saya sudah memahami beberapa poin masalahmu Lita. Mm
ngomong-ngomong ini sudah jam 10.00. Apakah kamu ingin menemui
DPA mu sekarang atau bagaimana?”
“Ah iya bu, saya harus bertemu dengan DPA saya sekarang. Nanti
89. Kli
setelah bertemu DPA apakah ibu masih memiliki waktu luang bu?”

“Kebetulan nanti saya kosong Lita hingga jam 14.00, mungkin kita dapat
90. Klo
melanjutkan sesi di jam tersebut. Bagaimana?”

“Oke baik bu saya bisa. Kalau begitu saya permisi dulu ya bu. Terima
91. Kli
kasih bu sebelumnya.” (berpamitan)

92. Klo “Sama-sama Lita.”

FASE KETIGA

93. Kli “Permisi, selamat siang bu.” (mengetuk pintu lalu masuk)

94. Klo “Oh iya Lita selamat siang. Silahkan duduk di sini.”

“Baik bu terima kasih. Maaf bu baru selesai barusan pertemuan saya


95. Kli
dengan DPA.”

“Iya tidak apa-apa Lita. Kita masih punya waktu sekitar 2 jam an
96. Klo
sebelum saya pergi ke Mrican nanti.”

97. Kli “Oh oke baik bu.”

“Jadi kita lanjutkan sesi konseling yang tadi ya? Apakah kamu sudah
98. Klo
siap? Sudah merasa nyaman?”

99. Kli “Hm iya bu saya sudah merasa nyaman untuk bercerita lagi pada ibu.”

“Oke baik. Menurut apa yang kamu ceritakan tadi, ibu ingin bertanya
100. Klo beberapa hal Lita terkait perasaan-perasaan mengganggu yang kamu
alami akhir-akhir ini.”

101. Kli “Baik bu silahkan.”

“Menurut apa yang kamu ceritakan tadi, kamu saat ini sedang mengalami
kebingungan apakah kamu akan mengikuti kegiatan organisasi kampung
102. Klo
lagi sesuai dengan perintah orang tuamu ataukah tidak mengikutinya lagi
sesuai dengan apa yang kamu inginkan, benar begitu Lita?”

“Iya bu benar seperti itu. Tapi bu, sebenarnya apa yang ibu saya katakan
103. Kli ada benarnya juga. Mau tidak mau saya harus tetap mengikuti kegiatan
organisasi di kampung selama saya masih tinggal di sana.”

“Lalu bagaimana dengan perasaanmu yang mengatakan untuk tidak mau


104. Klo
lagi mengikuti kegiatan tersebut?”

105. Kli “Nah itu bu saya masih bingung. Di satu sisi saya sangat jengkel dengan
teman-teman yang sok berkuasa, bahkan dengan teman yang mengatakan
bahwa semua orang juga sibuk tapi tetap mampu menyelesaikan
tugasnya. Tapi..”

106. Klo “Tapi apa Lita?”

“Tapi ya itu tadi bu terkadang pikiran rasional saya menghalangi hal itu,
ia seolah mengatakan jika memang benar tiap orang sibuk dan tetap
107. Kli
harus bertanggung jawab atas tugasnya. Saya bingung, ingin marah tapi
terhalang oleh pemikiran rasional itu.”

“Oke baik ibu paham perasaan apa yang kamu rasakan. Sekarang
108. Klo perasaan apa yang lebih mendominasi Lita, apakah ingin
mengungkapkan kekesalan itu ataukah ingin tetap memendamnya?”

109. Kli “Hhh tidak tahu bu.”

“Hm, oke baik Lita. Kita akan menggunakan teknik empty chair untuk
mengeluarkan semua perasaan yang selama ini tersimpan dalam dirimu.
Jadi ibu sudah menyediakan satu kursi lagi. Ibu harap kamu
110. Klo menggunakan kedua kursi ini. Saat kamu memerankan peran sebagai
Lita, kamu bisa duduk di sini, dan saat kamu memerankan peran sebagai
teman-teman yang membuatmu sakit hati, kamu bisa duduk di kursi
sebelah sana. Bagaimana Lita, apakah kamu sudah mengerti?”

111. Kli “Em iya bu saya mengerti.”

“Sekarang ibu ingin Lita benar-benar mengeluarkan semua rasa kesal,


kecewa, bahkan amarah yang Lita rasakan pada temanmu saat ia
mengatakan beberapa hal yang mungkin membuatmu merasakan
112. Klo
berbagai perasaan itu. Coba keluarkan semuanya tanpa memikirkan
apapun, hanya pikirkan perasaanmu saja saat kamu berperan sebagai
Lita, sebagai dirimu sendiri.”

113. Kli “Oke baiklah bu saya akan mencobanya sekarang.”

114. Klo “Oke Lita, kamu bisa memulainya sekarang.”

115. Kli Lita : (Jadi saat itu saya datang diorganisasi Karang Taruna telat
dikarenakan sebelumnya saya mengikuti rapat di kampus.
Sesampainya disana ternyata rapat karang taruna sudah selesai
dan saya ditunggu teman-teman yang lain.)

“Ada yang bisa aku bantu enggak mas?”

X : “Sudah selesai kok, duduk aja mbak”

Lita : “Iya sudah mas.” (pergi duduk dan teman-teman yang gap-gapan
berkumpul)

X : “ Gimana mbak soal tugas pengumpulan data posyandu?”

Lita : “Maaf mas aku baru bisa mengumpulkan 10 orang, kalau di


dateline minggu ini aku enggak janji bisa mengumpulkan
semuanya mas. Soalnya aku harus bagi-bagi waktu juga sama
organisasi kampus.”

X : “Sebenarnya tinggal niat aja sih mba, semua orang itu pasti punya
kesibukan masing-masing gimana caranya bisa untuk membagi
dan mengaturnya aja.”

Lita : “Iya sih mas, aku paham itu. Aku bisa kalau hanya diminta
untuk bantu-bantu mengumpulkan data-data itu, tapi kalau
untuk menjabat tetap juga dikarang taruna sini sepertinya belum
dulu.”

X : “Tapikan mbak sudah ditunjuk sama Bu Kades, berarti mbak


harus bertanggung jawab sama tugasnya mbak. Orang yang
kerja aja masih bisa bagi waktu apalagi orang kuliah.”

Lita : (terdiam)

“Oke Lita sepertinya kamu masih belum mengungkapkan perasaan


116. Klo jengkelmu saat teman-temanmu mengatakan demikian. Dapatkah kamu
mengeluarkan perasaanmu saat itu tanpa memikirkan apapun.”

117. Kli “Baik Bu”

Lita : “Ada yang bisa aku bantu enggak mas?”

X : “Sudah selesai kok, duduk aja mbak”

Lita : “Iya sudah mas.” (pergi duduk dan teman-teman yang gap-gapan
berkumpul)

X : “Gimana mbak soal tugas pengumpulan data posyandu?”

Lita : (Menghela nafas panjang-panjang). ”Saya baru mengumpulkan


data 10 orang mas. Kalau untuk didateline minggu ini harus
dikumpulkan saya tidak bisa mas, karena harus bagi-bagi
dengan tugas organisasi di kampus.”

X : “Sebenarnya tinggal niat aja sih mba, semua orang itu pasti punya
kesibukan masing-masing gimana caranya bisa untuk membagi
dan mengaturnya aja.”

Lita : “Untuk niat itu ada mas, hanya saja saya untuk menjabat tetap di
organisasi karang taruna seperti CO humas saya belum bisa,
tapi untuk hanya sekedar membant mengumpulkan data-data
secara berkala bisa. Saya akan bantu.”

X : “Tapikan mbak sudah ditunjuk sama Bu Kades, berarti mbak


harus bertanggung jawab sama tugasnya mbak. Orang yang
kerja aja masih bisa bagi waktu apalagi orang kuliah.”

Lita :“Iya udah aku kerjakan, tapi jika melebihi dateline aku minta
maaf, karena aku harus bagi-bagi waktuku dengan organisasi
dikampus.”

“Lita, sepertinya kamu hampir saja mengungkapkan keseluruhan


118. Klo perasaan yang kamu rasakan. rasa kesalmu sudah nampak sedikit,
mungkin dapat kamu lepaskan lagi perasaan kesal itu.”

X : “Tapikan mbak sudah ditunjuk sama Bu Kades, berarti mbak harus


bertanggung jawab sama tugasnya mbak. Orang yang kerja aja
masih bisa bagi waktu apalagi orang kuliah.”

Lita : “ Iya sih mas saya tahu. saya paham. Saya disini tetap akan
bertanggung jawab dengan tugas-tugas saya. Tapi saya belum bisa
kalau saya diberikan jabatansebagai CO Humas yang paten di
karang taruna ini, karena saya juga di organisasi kampus menjabat
suatu divisi yang juga membutuhkan waktu yang banyak. Saya
paham, kalau semua orang itu sibuk dan tinggal bagaimana kita
mengaturnya saja agar semua bisa terlaksana. Tapi mau bagimana
119. Kli lagi mas, setiap orang itu berbeda-beda. Bukan berarti saya sebagai
mahasiswa tidak mempunyai pekerjaan. Saya juga mempunyai
tugas-tugas yang harus saya kerjakan baik tugas kuliah ataupun
organisasi dikampus. Jadi jangan bandingkan dengan orang yang
sudah bekerja. Kami sama-sama mempunyai kesibukan sendiri,
tidak semuanya disamaratakan mas. Sebenarnya saya sudah tidak
mau ikut bergabung di organisasi Karang taruna ini, tetapi orang
tua saya terkhusus ibu saya mengatakan pentingnya saya ikut
kegiatan dikampung, karena saya tinggal dan besar disini. Untuk itu
saya tetap akan membantu mengumpulkan data posyandu karena itu
merupakan tanggung jawab yang sudah diberikan oleh Bu Kades.”

“Oke Lita, apakah itu sudah terungkapkan semua kekesalanmu atau


120. Klo
mungkin masih ada perasaan yang mengganjal.”

121. Kli “Ada bu sedikit lagi.”

122. Klo “Baik silahkan.”

123. Kli “Jangan menyamaratakan satu orang dengan orang yang lainnya. Setiap
orang itu berbeda-beda. Baik yang bekerja ataupun kuliah sama-sama
melakukan suatu pekerjaan. Jadi jangan pernah untuk membanding-
bandingkan karena kamu juga tidak tahu kesibukan apa yang dilakukan
setiap orang.”

“Sepertinya kamu sudah berhasil mengungkapkan semua kekesalanmu


124. Klo
tadi Lita.”

“Iya bu itu semua harusnya saya ucapkan saat kemarin berhadapan


125. Kli dengan teman-teman saya dan akhirnya berhasil saya ungkapkan
sekarang.”

126. Klo “Setelah kamu bercerita tadi, apa yang saat ini kamu sadari Lita?”

“Em saya menyadari bu kalau ternyata masih banyak perasaan yang


127. Kli tertimbun dalam diri saya yang belum bisa saya sampaikan khususnya
pada teman saya itu.”

“Ya benar sekali Lita. Perasaan yang kamu ungkapkan tadi merupakan
ground atau perasaan yang masih tersimpan dan itu mengikutimu hingga
128. Klo saat ini. Perasaan-perasaan itu tidak bisa terungkap karena ada pikiran-
pikiran rasional yang membuatnya menghalangi perasaan kesal itu
keluar.”

129. Kli “Iya bu saya menyadari hal itu.”

FASE KEEMPAT

“Oke baik Lita. Tadi kamu sudah berusaha mengeluarkan semua


130. Klo perasaanmu yang selama ini terpendam. Setelah melakukan hal itu,
bagaimana perasaanmu saat ini?”

131. Kli “Saya merasa lega bu, sangat lega.”

“Apakah sekarang kamu sudah mempunyai keputusan untuk melakukan


132. Klo
suatu hal mungkin?”

“Setelah melakukan teknik tadi saya sekarang menjadi semakin sadar bu


133. Kli jika memendam perasaan marah seperti itu tidak baik dan pasti akan
sangat mengganggu aktivitas saya yang lain.”

“Berarti kamu bersedia menerima respon apapun yang temanmu berikan


134. Klo
dan tidak takut lagi dengannya?”

“Iya bu, mau tidak mau saya tetap harus menerima apapun respon yang
135. Kli
saya dapatkan asalkan saya sudah mengatakan semua perasaan saya.”

136. Klo “Memang kamu harus mengatakan semua perasaanmu Lita karena
menurut pengalaman ibu, apapun yang dipendam sendirian itu tidak akan
baik. Pasti akan menganggu kegiatan yang kamu lakukan.”

“Iya bu benar. Jika saya seperti itu terus pasti saya tidak akan bisa
berkonsentrasi untuk melakukan apapun seperti mengerjakan tugas,
137. Kli
kuliah, atau bahkan saat bertemu teman di kampung mungkin saya akan
menghindarinya bu. Saya pasti akan merasa lebih cemas lagi nantinya.”

“Nah iya benar Lita. Kamu pasti akan mengalami hal seperti itu. Ibu
138. Klo senang karena kamu dapat menyadari dampak yang akan terjadi jika
kamu terus memendam rasa kesalmu itu tadi.”

“Iya bu saya juga lega akhirnya berhasil mengungkapkan hal itu


sementara sudah sejak lama saya memendamnya bu. Saya berpikir jika
139. Kli
tidak ada orang yang akan memahami saya, tapi ternyata tidak seperti
itu.”

“Oke Lita setelah kita melakukan konseling hari ini, ibu menyimpulkan
jika kamu yang awalnya masih memendam rasa kesal terhadap teman
140. Klo organisasi di kampungmu karena beberapa hal akhirnya sudah
mempunyai keputusan akan melakukan hal apa untuk mengatasinya.
Seperti itu kan Lita?”

“Iya bu benar. Saya nanti akan mengatakan perasaan saya itu pada teman
141. Kli saya apabila ia nanti masih tetap mendesak saya untuk tetap mengerjakan
tugas organisasi sesuai deadline.”

142. Klo “Lalu apabila temanmu tidak menyuruhmu bagaimana?”

“Ya apapun yang terjadi saya tetap harus belajar mengungkapkan segala
143. Kli perasaan saya bu agar tidak mengganggu aktivitas saya ke depannya,
kepada siapapun dan kapanpun.”

“Baik Lita itu adalah sebuah keputusan yang tepat menurut ibu dan ibu
144. Klo yakin dengan pribadimu yang seperti ini kamu pasti bisa melakukannya.
Tetap semangat ya Lita.”

145. Kli “Terima kasih banyak ya bu saya merasa lebih bersemangat sekarang.”

“Sama-sama Lita. Oh iya saya sebentar lagi harus pergi ke Mrican dan
146. Klo sepertinya kamu juga sudah merasa oke kalau ibu selesaikan konseling
ini bagaimana ya?”

“Oh iya ibu tidak apa-apa. Saya merasa sangat terbantu sekali bu setelah
147. Kli
berkonseling dengan ibu hari ini. Kalau begitu saya permisi dulu ya bu.”

148. Klo “Oke Lita.”

Anda mungkin juga menyukai