Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDEKATAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Fajar Yumanhadi Aripin, M.Pd

Disusun Oleh :
Nita Rahma Nadhifa
Yosi Suharyani

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS PRIMAGRAHA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah “Pendekatan Filsafat Dalam Pendidikan”. Sholawat dan
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., kepada
keluarga, sahabat, dan segenap umatnya yang senantiasa patuh dan taat terhadap
ajarannya.
Penulisan makalah ini berisi tentang pengertian dari filsafat pendidikan,
pendekatan filsafat dalam pendidikan, cara pendekatan filsafat terhadap dunia
pendidikan dan hubungan filsafat terhadap pendidikan. Makalah “Pendekatan
Filsafat Dalam Pendidikan” ini disusun secara sederhana, meskipun demikian,
penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca
lebih mengetahui tentang akhlak terpuji.
Penulis dengan segala kekurangannya, tidak mampu menyelesaikan tugas
ini tanpa arahan dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih. Penulis juga menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Mudah-
mudahan Allah swt., senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya
kepada kita semua, sehingga dimudahkan dan dilancarkan segala urusan dunia dan
akhirat, Aamiin

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
2.1 Pengertian Filsafat .................................................................................... 4
2.2 Pengertian Filsafat Pendidikan ................................................................. 4
3.1 Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan ..................................................... 6
3.1 Cara Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan ............................................. 7
3.1 Pemikiran awal tentang filsafat dalam pendidikan ................................... 8
3.1 Pentingnya Belajar Filsafat Dan Hubungannya Dalam Dunia
Pendidikan ......................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15
3.2 Saran ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Realitas sebuah perubahan harus disikapi secara flexible, karena itu
merupakan suatu hukum alam dan juga merupakan “realitas keagungan Tuhan”.
Perubahan yang terus bergulir akan mengubah perspektif yang memandang dunia
ini penuh keteraturan menjadi dunia yang penuh tantangan untuk mencapai
ketenangan.
Perubahan tersebut akan membawa rancangan mekanisme atau aturan
tersendiri yang akan menjadi suatu sistem nilai-nilai (systems of values) yang
“luhur” dan juga menjadi pegangan setiap individu, keluarga, atau kelompok
komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara
tertentu. Hal ini pernah disinyalir oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdence,
futurolog suami istri terkemuka dunia, pada era dekade tahun 90-an yang
meramalkan bahwa abad 21 merupakan era baru (Imam Tholkhah dan Ahmad
Barizi, 2004: 1). Ternyata ramalan dua futurolog dunia tersebut menjadi
“kebenaran tak terbantahkan” bahwa perubahan realitas/era telah menjadi era
dengan nilai baru. Suatu era di mana yang menjadi bagian global dalam kehidupan
manusia adalah fenomena ekonomi global dan informasi. Bahkan pola relasi
menggantikan hirarki sebagai modal utama untuk menyelesaikan semua problema
kehidupan.
Dunia pendidikan juga tidak akan bisa lepas dari unsur perubahan. Maka
sangat wajar jika dari perspektif filosofis, pembelajaran (learning) oleh Peter M.
Senge (1994: 23) diartikan dengan study and practice constanly. Karena hal
tersebut tidak lepas dari hukum alam yang akan merongrong pendidikan untuk
menapak tangga yang lebih tinggi dan juga menuntut untuk menempatkan
eksistensinya sesuai dengan tuntutan realitas. Tetapi walaupun dalam realitas
tersebut terus mengalir perubahan-perubahan yang menuntut hal lain pada dunia
pendidikan dan juga pada manusia, tetapi curiosity (sifat ingin tahu) harus tetap
menjadi spirit dalam hidup manusia. Artinya kedinamisan realitas

1
2

harus diimbangi dengan gerakan konstruktif-solutif. Meminjam statemen dari


Russel (dalam Abdurrahman Mas‟ud, 2002: 9) bahwa “it is better to be clearly
wrong than vaguely right”, maka sikap seperti itu seharusnya yang dibangun
dalam tatanan kehidupan dalam lingkaran pendidikan dan manusia sendiri untuk
memunculkan suatu sikap optimistik-selektif dan juga untuk menumbuhkan spirit
dalam mencari problem soulving untuk menjawab tuntutan realitas terhadap
pendidikan (way of life long education).
Oleh karena itu, harus adanya pendekatan filsafat terhadap pendidikan
karena Filsafat pendidikan berusaha mencerahkan situasi pendidikan sehingga
hubungan antara unsur-unsur dasar dalam pendidikan menjadi jelas dan orang
yang mempelajarinya pun memperoleh pegangan yang berguna untuk praktik
pendidikan. Unsur-unsur dasar ini adalah anak didik, pendidik, tujuan pendidikan,
metode pendidikan, dan lain-lain. Lapangan filsafat pendidikan adalah lapangan
pergaulan, khususnya pergaulan antara orang dewasa dengan anak dalam masa
pertumbuhannya.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat ?


2. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan ?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan filsafat dalam pendidikan ?
4. Bagaimana cara pendekatan filsafat terhadap dunia pendidikan ?
5. Mengapa adanya pemikiran untuk pendekatan filsafat dalam pendidikan ?
6. Mengapa harus belajar filsafat dalam pendidikan ?
7. Bagaimana hubungan filsafat terhadap pendidikan ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang akan di tuju, yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang pengertian filsafat.
2. Untuk mengetahui tentang pengertian dari filsafat pendidikan.
3. Untuk memahami tentang pendekatan filsafat terhadap pendidikan.
3

4. Untuk mengetahui cara pendekatan filsafat dalam pendidikan.


5. Untuk mengetahui pemikiran awal pendekatan filsafat dalam pendidikan.
6. Untuk mengetahui pentingnya belajar filsafat dalam pendidikan.
7. Untuk mengatahui hubungan filsafat terhadap pendidikan.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah
antara lain :
1. Dari penyusunan makalah yang berjudul Pedekatan Filsafat dalam
Pendidikan ini, penulis dapat memahami lebih dalam lagi yang dimaksud
dengan Filsafat dalam Pendidikan dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Melalui penyusunan makalah ini juga, penulis mendapatkan kesempatan
untuk berlatih membuat sebuah makalah yang baik dan sesuai dengan
kepentingan pembelajaran dan penulis akan memiliki pengalaman yang
lebih banyak dalam pembuatan sebuah makalah yang nantinya akan dapat
dipergunakan untuk keperluan-keperluan lainnya.
2. Bagi pembaca manfaat yang dapat diperoleh oleh pembaca setelah
membaca makalah Ini adalah pembaca akan mendapatkan pengetahuan-
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai Pedekatan Filsafat dalam
Pendidikan. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat berguna bagi
kelangsungan proses belajar mengajar sebagai pedoman dalam
penyusunan makalah yang sejenis, khususnya untuk mata kuliah Filsafat
Pendidikan. Dan juga dapat dipergunakan oleh guru untuk memberikan
materi pembelajaran tentang Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang berarti sebagai
cinta kearifan. Akar katanya yaitu philos ( Philia : cinta, senang, suka,) dan
sophia (pengetahuan, hikmah, dan bijaksana). Filsafat merupakan sebuah
disiplin berpikir yang terkait dengan pengetahuan ataupun kebijaksanaan.
Menurut Bertrand Russell juga, “Filsafat adalah antara teologi dan ilmu
pengetahuan terletak suatu daerah tak bertuan”. Dan juga menurut Hasan
Shadini dalam Jalaludin (1997:9), “Filsafat adalah cinta kepada ilmu
pengetahuan atau kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan. Sedangkan menurut
Imam Barnadib dalam Jalaludin (1997:9),”Filsafat sebagai pandangan yang
menyeluruh dan sistematis. Jadi filsafat diartikan sebagai cara berfikir atau
pandangan yang sistematis, menyeluruh, dan mendasar tentang suatu
kebenaran.

2.2 Pengertian Filsafat Pendidikan


Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang berdiri pada makna
dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya digabungkan ke dalam
satu tema khusus, maka ia pun memiliki makna tersendiri yang menunjuk ke
dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak terpisahkan. Filsafat dan
pendidikan juga memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirilah
filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan yang bersifat filosofis. Dengan kata lain, kemunculan
filsafat pendidikan ini disebabkan banyaknya perubahan dan permasalahan
yang timbul dilapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh filsafat.
Menurut John Dewey, seorang filsof Amerika, filsafat merupakan teori umum
dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman
yang terdapat dalam pengalaman pendidikan. (Salahudin, A. (2011) Hal 22-
23)

4
5

Filsafat pendidikan merupakan pengetahuan yang menyelidiki substansi


pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara,
hasil, dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis
terhadap struktur dan kegunaannya. Filsafat pendidikan juga merupakan
jiwa,roh, dan keperibadian sistem kependidikan nasional, karenanya sistem
pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas
pancasila, citra dan karsa bangsa kita, atau tujuan nasional.
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan. Filsafat pendidikan dapat diartikan juga upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik,
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan
praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh
filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa
dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara
Indonesia.
Filsafat pendidikan menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Menurut Al-Syaibany (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan. Arti Filsafat Pendidikan dapat nenjelaskan nilai-
nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
Filsafat pendidikan juga bias didefinisikan sebagai kaidah filosofis
dalam bidang pendidikan yang menggambarkan asfek-asfek
pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan
prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum
dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara
praktis.
6

2. Menurut John Dewey (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat


pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang
pundamental, baik yang menyangkut daya piker (intelektual) maupun
daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
3. Menurut Imam Brnadib (Filsafat Pendidikan,2004:35), filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan, baginya
pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis pilosofis terhadap bidang
pendidikan.
4. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung (1988), Filsafat pendidikan
adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sifat filsafat
seorang pendidik dari penggalaman-pengalamannya dalam pendidikan
dan kehidupan dari kajiannya tentang berbagai ilmu yang berhubungan
dengan pendidikan dan berdasar itu pendidik dapat mengtahui sekolah
berkembang.
5. Menurut Zanti Arbi (1998), Filsafat pendidikan didefinisikan sebagai
kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang aspek-aspek
pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan pada pelaksanaan
prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum
dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara
praktis.

2.3 Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan


Dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan adanya pendirian sebagai
kebijakan idiologi yang mempunyai visi tertentu terhadap pendidikan. Kaitan
dengan pendidikan secara bersamaan muncul permasalahan-permasalahan
pendidikan yang perlu dicarikan pemecahannya. Permasalahan dalam
pendidikan sangatlah komplek sehingga tidak cukup didekati dengan
perspektif ilmu pengetahuan semata namun perlu di cari pemecahannya secara
filosofis. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan filsafat dalam pendidikan.
7

Menurut Sumardi (2003) filsafat pendidikan tersebut di atas telah


membuahkan dua model besar pendidikan yaitu Pendidikan tradisional (yang
lebih banyak bersumber dari filsafat peren-nialisme, idealisme dan realisme)
dan pendidikan progresif (yang bersumber dari filsafat experimentalisme dan
existensialisme). Pendidikan tradisional merupakan proses transmisi
pengetahuan, fakta/kenyataan yang ditemukan masa lalu. Anak tidak dilatih
untuk menggunakan metode-metode subjektif menganalisis dunia, tetapi otak
mereka diisi dengan pengetahuan untuk dikembangkan lebih lanjut (S.
Gonzales,(1982), Pendidikan Progresif).
Proses pendidikan melibatkan berbagai pihak, sekurang-kurangnya
pendidik dan peserta didik. Partisipasi dari berbagai pihak menjadi modal
untuk mencapai keberhasilan. Progresivisme dan esensialisme merupakan
aliran filsafat pendidikan yang dapat diterapkan sebagai dasar epistemologi
untuk mengembangkan pendidikan yang bersifat partisipasif dengan alasan:
1. Bahwa keduanya menghendaki agar tidak ada pendidikan bercorak
otoriter, sejak berkembangnya aliran ini sampai sekarang;
2. Aliran ini menitikberatkan perhatiannya pada kemajuan Ilmu pengetahuan
dan kebudayaan; 3)
3. Pengalaman merupakan dinamika hidup;
4. Progresivisme tidak hanya mengakui akan adanya ide-ide, teori-teori, atau
cita-cita, tetapi sesuatu yang ada itu harus bermakna bagi suatu kemajuan
atau tujuan yang baik;
5. Progresivisme dan esensialisme mendorong manusia untuk memfungsikan
jiwa untuk membina hidup yang dinamis dan tegar dalam menghadapi
berbagai persoalan yang silih berganti.

2.4 Cara Pendekatan Filsafat dalam Pendidikan


1. Pendekatan sinopti
Sejarah pendidikan sebagai ilmu pendidikan historis meneliti
obyeknya dan berusaha memberikan deskripsi peristiwa sejarah
pendidikan secara individual. Di lain pihak filsafat mendekati masalah
8

pendidikan secara sinoptik atau komprehensif. Sinoptik mempunyai


pengertian memadukan pandangan, yaitu kata sin yang artinya bersama
atau memadukan, dan kata optik artinya penglihatan, pandangan, dan thesa
berarti pendirian. Jadi pengertian sinoptik adalah memadukan pandangan
secara keseluruhan, sehingga membentuk suatu sistem pemikiran tertentu
secara utuh.

2. Pendekatan Normatif
Pendekatan filsafat terhadap pendidikan tidak bersifat deskriptif
seperti ilnu, melainkan bersifat normatif. Pendekatan normatif itu ialah
pendekatan yang memikirkan norma yang hendak dicapai oleh suatu
pendidikan, Norma yang dimaksud disini adalah tentang tujuan
pendidikan. Dengan demikian filsafat pendidikan menunjukan jalan yang
terbaik bagi pemecahan masalah pendidikan, karena filsafat pendidikan
mempelajari apa yang seharusnya terjadi.
3. Pendekatan Kritis Radikal
Perbedaan pendekatan ilmiah dan filsafah bukan hanya pada obyek
kajiannya, tetapi juga pada asumsi yang digunakan. Pendektan ilmiah
selalu didasarkan pada satu atau beberapa asumsi dasar (basic
assumption), sedangkat filsafat mendekati masalahnya dengan jalan
menguji asumsi dasarnya. Pengujian asumsi dasar inilah yang disebut
kritis radikal, dimana alat dan kondisi sesuatu yang diukur harus dengan
sesuatu yang sama dibutuhkan oleh teori dan praktek pendidikan.
2.5 Pemikiran awal tentang filsafat dalam pendidikan
Pada dasarnya awal dari pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal ini
mengenai pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai
dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang dipelajari untuk bisa mengetahui
segala sesuatu di dalam kehidupan. Sering kali seseorang mempunyai
keinginan untuk mengetahui sesuatu. Sesuatu yang ingin diketahui itu ada
dalam kehidupan sehari-hari. Ada kalanya, rasa ingin tahu itu hanya sekedar
9

keingintahuan yang sebentar. Di sisi lain, terkadang ada juga seseorang yang
ingin mengetahui suatu hal karena memang benar-benar ingin tahu. Sehingga
dia akan mencari apa yang ingin diketahuinya itu sampai dia mendapatkannya.
Setelah hal yang dicari itu didapatkan, itulah yang dinamakan ilmu
pengetahuan. Ada lagi saat-saat ketika seseorang ingin mendapatkan suatu
pengetahuan, orang itu akan menemui keraguan dalam mengambil keputusan.
Rasa ragu-ragu inilah yang nantinya akan menghasilkan suatu kepastian. Pada
saat rasa ingin tahu sesorang muncul dan menemui keraguan dalam membuat
keputusan itulah yang memulai adanya filsafat. Pemikiran filsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu.
Pemikiran filsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah
kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.
1. Pemikiran filsafat tentang ilmu berarti kita akan berterus terang kepada
diri kita sendiri. Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?
2. Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu?
3. Mengapa sebaiknya atau seharunya mempelajari ilmu ?
Filsafat dan ilmu pada masa itu semata-mata untuk mencari hakikat alam
dan kehidupan manusia, tetapi pertanyaan bermunculan, seperti untuk apa
ilmu? Ke arah mana ilmu ditujukan? Apa wewenang ilmu? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut memiliki urgensi pada filosof dan ilmuan yang ada pada
abad ke 20 karena telah melalui dua perang dunia dan kekhawatiran akan
muncul perang dunia yang ketiga, maka ilmu memiliki keterikatan nilai
kepada orang yang menggunakannya (Suriasumantri, 1985, p. 233). Maka,
ilmu yang dulu bebas nilai atau tidak memihak, berubah menjadi terikat nilai
dan etika dari pengguna ilmu tersebut.
Proses perkembangan ke arah pemikiran filasafat dapat dibedakan, seperti:
a. Karakteristik Filsafat yang terdiri dari karakter menyeluruh (tidak puas
mengenali ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri); karakter
mendasar (tidak percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar); dan karakter
spekulatif (mencurigai atau memilih buah pikir yang dapat kita andalkan)
10

b. Filsafat sebagai peneratas pengetahuan, yang merupakan langkah awal


untuk mengetahui segala pengetahuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun
ilmu soaial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Sekiranya kita sadar bahwa filsafat adalah marinir bukan pionir karena
bukan pengetahuan yang bersifat merinci.
c. Bidang telaah filsafat, yang menelaah segala masalah yang mungkin dapat
dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir dia
mempermasalahkan hal-hal yang pokok, terjawab masalah yang satu
diapun mulai merambah.
d. Cabang Filsafat, yang terdiri dari: Epistimologi (Filsafat Pengetahuan),
Etika (Filsafat Moral), Etestika (Filsafat Seni), Metafisika, Politik (Filsafat
Pemerintahan), Filsafat Agama, Filsafat Ilmu, Filsafat Pendidikan, Filsafat
Hukum, Filsafat Sejarah dan Filsafat Matematika.
e. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat Ilmu dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial, namun tidak terdapat
perbedaan yang secara prinsip antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
dimana keduanya memiliki ciri-ciri keilmuan yang sama.

2.6 Pentingnya Belajar Filsafat Dan Hubungannya Dalam Dunia Pendidikan


Pada dasarnya pendidikan adalah proses memanusiakan manusia secara
manusiawi agar peserta didik memiliki nilai kemanusiaan. Nilai-nilai
kemanusiaan merupakan intisari dari tujuan pendidikan, baik dalam hal
pembentukan kepribadian, keterampilan maupun sikap dan kemampuan untuk
patuh kepada perintah Tuhan, taat beribadah, dan menjalankan tugas sebagai
khalifah di muka bumi dengan sebaikbaiknya. Dengan kata lain, nilai-nilai
kemanusiaan yang diharapkan adalah kesediaan seseorang untuk berserah diri
kepada Tuhan sehingga memperoleh keselamatan dan kedamaian.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan, diantaranya
adalah faktor landasan filsafat, terutama dalam hal menentukan arah dan
11

tujuan pendidikan yang diharmoniskan dengan nilai-nilai filsafat baik secara


ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
Ontologis berkenaan dengan pertanyaan mengapa harus ada pendidikan,
bagaimana merancang pendidikan, serta apa yang ingin dicapai setelah
pendidikan dilakukan. Adapun ranah epistemologi berkenaan dengan proses
dan pengetahuan apa yang akan digunakan dalam proses serta ilmu
pengetahuan apa yang akan diperoleh peserta didik setelah proses ditempuh.
Sedangkan aksiologi berkenaan dengan nilai-nilai kegunaan atau manfaat dari
pendidikan tersebut.
Berkenaan dengan landasan-landasan epistemologi, terdapat berbagai
aliran yang dapat digunakan dengan berbagai karakter dan kekhasannya.
Dalam penelitian, telaah difokuskan kepada dua aliran yang sudah ada sejak
lama, yakni aliran progresivisme dan esensialisme.
1. Aliran Progresivisme
Aliran filsafat progresivisme ini senantiasa berusaha mengembangkan
asas kemajuan dalam semua realita, terutama dalam kehidupan untuk tetap
survive terhadap semua tantangan hidup manusia. Kemudian, bagi yang
menganut aliran ini dalam bertindak harus praktis, dalam melihat segala
sesuatu harus mampu menemukan manfaat dari segi keunggulannya.
Menurut Muis (2004), Progresivisme disebut instrumentalisme,
eksperimental, atau environmentalisme. Disebut instrumentalisme, karena
aliran ini beranggapan bahwa potensi atau kemampuan intelegensi
manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk
mengembangkan kepribadian. Dinamakan eksperimental atau empirik
karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen
untuk menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme dinamakan juga
environmentalisme karena aliran ini menganggap bahwa lingkungan hidup
ini mempengaruhi pembinaan kepribadian seseorang. (Muis, 2004).
Pendapat lain menyatakan bahwa aliran progresivisme sepaham
dengan psikologi pragmatisme yang berpendapat bahwa suatu keterangan
itu benar kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan
12

akan dikatakan benar kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan. Aliran
progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang
meliputi ilmu hayat, antropologi, dan psikologi. Ilmu hayat berguna bagi
manusia untuk mengetahui semua masalah dirinya secara biologis dan
kehidupan. Ilmu antropologi berguna bagi manusia agar mengenal dirinya,
bahwa manusia memiliki pengalaman dan kemampuan mencipta budaya,
sehingga manusia dapat mencari dan menciptakan hal baru. Adapun
psikologi berguna bagi manusia bahwa dirinya mampu berpikir, bahkan
memikirkan tentang dirinya, tentang lingkungan, pengalaman masa lalu,
harapan di masa depan, sifat-sifat alam, serta dapat menguasai dan
mengatur alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pandangan dari segi pendidikannya : Progresivisme merupakan teori
yang mucul dalam reaksi terhadap pendidikan tradisional yang selalu
menekankan kepada metode formal pengajaran. Pada dasarnya teori ini
menekankan beberapa prinsip, antara lain;
1) Proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik;
2) Peserta didik adalah sesuatu yang aktif, bukan pasif;
3) Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah;
4) Sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan
demokratif;
5) Aktifitas pembelajaran lebih focus pada pemecahan masalah bukan
untuk mengajarkan materi kajian.
2. Aliran Esensialisme
Pada dasarnya, filsafat pendidikan esensialisme bertitik tolak dari
kebenaran yang dianggap telah terbukti selama berabad-abad lamanya.
Jika dilihat dari segi proses perkembangannya, esensialisme merupakan
perpaduan antara ide-ide filsafat idealisme dan realisme. Aliran tersebut
akan tampak lebih mantap dan kaya akan ide-ide, apabila hanya
mengambil salah satu dari aliran atau posisi sepihak. Pertemuan dua aliran
tersebut bersifat elektik, yakni keduanya berposisi sebagai pendukung,
13

tidak ada yang melebur menjadi satu atau tidak melepaskan identitas dan
ciri masing-masing (Anwar, 2015).
Aliran esensialisme memandang bahwa pendidikan bertumpu pada
dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk yang dapat menjadi
sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan
kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil. Maka dari itu, idealnya
pendidikan harus berpijak di atas nilai-nilai yang sekiranya dapat
mendatangkan kestabilan, telah teruji oleh waktu, tahan lama, serta nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan telah terseleksi (Anwar,2015). Adapun
nilai-nilai yang dianggap dapat dijadikan pijakan, yaitu nilai-nilai yang
berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif. Puncak refleksi dari
gagasan ini adalah pada pertengahan abad kesembilan belas (Barnadib,
1997).
Konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk meneruskan
warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang
terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. Budaya
tersebut merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dalam
tempo lama. Selain itu tujuan pendidikan esensialisme adalah
mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun demikian bukan berarti
sekolah lepas tanggung jawab, akan tetapi memberi kontribusi tentang
bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, yang pada
akhirnya memenuhi kebutuhan peserta didik untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi kehidupan.
3. Aliran pragmatisme

Pragmatisme merupakan suatu aliran modern yang mengajarkan


bahwa yang benar membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia
menerima apa saja asalkan praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,
mistik semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asal
membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian dasar
pragmatis merupakan manfaat bagi hidup praktis.
14

Aliran ini memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap


mengalami perubahan terus menerus. Pragmatis adalah satu aliran yang
lebih mementingkan orientasi kepada pandangan anti posentris (berpusat
pada manusia) kemampuan kreativitas dan pertumbuhan manusia kearah
hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individual serta
perbuatan dalam masyarakat.
15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat pendidikan merupakan pengetahuan yang menyelidiki substansi
pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil,
dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap
struktur dan kegunaannya. Filsafat pendidikan juga merupakan jiwa, roh, dan
kepribadian sistem kependidikan nasional, karenanya sistem pendidikan nasional
wajarlah dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas pancasila, citra dan karsa
bangsa kita, atau tujuan nasional.
Ada tiga pendekatan filsafat pendidikan yakni pendekatan sinoptik,
normatif, dan kritis radikal. Dimana pendekatan sinoptik adalah memadukan
pandangan secara keseluruhan, sehingga membentuk suatu sistem pemikiran
tertentu secara utuh. Sedangkan pendekatan normatif ialah pendekatan yang
memikirkan secara mendalam norma yang seharusnya di capai pendidikan, dan
pendekatan krisis radikal adalah pendekatan ilmiah yang selalu didasarkan pada
satu atau beberapa asumsi dasar.
Pada dasarnya awal dari pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal ini
dimulai dengan rasa ingin tahu, rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-
duanya. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang dipelajari untuk bisa
mengetahui segala sesuatu di dalam kehidupan. Banyak faktor yang menentukan
keberhasilan pendidikan, diantaranya adalah faktor landasan filsafat, terutama
dalam hal menentukan arah dan tujuan pendidikan yang diharmoniskan dengan
nilai-nilai filsafat baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
3.2 Saran
Semoga dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan
sebagai modal dalam mempelajari filsafat pendidikan. Jadikanlah sebagai
penentuan terhadap hidup dan pegangan fundamental dalam memecahkan
masalah politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya yang terjadi dalam
masyarakat yang setiap saat berubah dan berkembang.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2006). Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan


'ARCS'.
Ahmadi, A. (2007). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anwar, M. (2015). Filsafat Pendidikan. Kencana
Barnabid, I. (1997). Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode.
Dwiloka, B. (2005). Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.
Faiz, A. D. (2018). Etika Bimbingan dan Konseling dalam Pendekatan Filsafat
Ilmu. Indonesian Journal of Educational Counseling, 2(1), 1-12.
Jalaludin. (2012). Filsafat pendidikan : manusia, pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grapindo Perseda.
Mas’ud, A. (2002). Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme
Relegius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam.
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditma.
Muis, I. (2004). Pendidikan Partisiptif Menimbang Konsep Fitrah dan
Progesivisme Jhon Dewey.
Salahudin, A. (2011). Filsafat pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Senge, P. M. (1994). The Fifth Discipline.
Sumardi. (2003). Pendidikan Progresif: Paradiguana untuk mengejar
ketertinggalan kwalitas di Indonesia.
Suriasumantri, J. S. (1985). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, J. S. (1988). Filsafat ilmu. Jakarta: Sinar Harapan.
Tafsir, A. (2004). Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
Pengetahuan.
Yunus, H. A. (2016). Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme
dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai