Jordi sangat marah jika Mama Fenny bilang terkait Pak Sento,
pak Sento adalah ayahanda dari Jordi sendiri, tetapi Jordi sangat
membencinya sejak Jordi meminta membelikan sepeda tetapi Pak
Sento tidak memberikannya dua belas tahun lalu, namun sayangnya
Pak Sento lebih membelikan anak orang sepeda yang jauh lebih
mahal, dan tertangkap basah oleh Jordi sendiri.
Barulah setelah itu Pak Sento malu, dan melarikan diri ke Kota.
Meninggalkan Jordi, dan Mama Fenny di Rumah berdua. Mereka
jalani bersama-sama mulai dari bekerja sebagai penjahit, pengrajin,
hingga penjual nasi di pagi hari.
“Jordi tak akan sudi lagi bertemu dengan ayah!” ucap Jordi di
depan Mama sambil mengetik tugasnya di laptop.
“Mau bagaimana pun juga itu tetap ayahmu nak!” jawab Mama
“Mama tidak tahu apa yang Jordi rasakan, disaat Jordi dulu
minta sepeda tetapi bapak tidak belikan!” Jordi marah kepada
mama.
Jordi segera ke kamar mandi, dan mandi setelah dua hari tak
mandi, barulah dia menyiapkan pakaian yang rapih. Mungkin dia
ingin bertemu seseorang tapi dia beralasan jengkel dengan topik
pembicaraan Mamanya.
“Oh, ya Rubin. Apa Aku ke Rumah Rubin saja?” ide Jordi muncul
dari kepala, langsung dia tancap motornya menuju Rumah Rubin.
Rumah Rubin memang di dalam Gang, sangat menuai sensasi
pedesaan, Rumahnya yang berhadapan langsung dengan hamparan
Sawah yang luas. Bagi Jordi, Rumah itu memang enak dihuni, damai,
dingin, dan bersahaja.
“Iya, Di. Ada apa? Ada yang bisa gue bantu?” canda Rubin.
“Aku lagi di Warung Kopi Satron, sini saja Jordi!” tawaran Jordi.
“Oke Aku kesana, sekarang juga!” jawab Jordi kebetulan Jordi
sendiri suka nongkrong bersama Rubin disana.
“Bin, Aku terus terang ya! Aku butuh pekerjaan yang pasti
sudah digaji! Aku bekerja begini memang lelah tapi penghasilan Aku
memang belum pasti!” curhat Jordi.
“Kerja karyawan, tapi bukan disini. Di Kota, kamu mau ikut gak,
penghasilan juga tinggi kok! Untuk segala jurusan dan kelulusan.”
Jelasan singkat Rubin.
“Tolong kamu antarkan Baju ini ke Mama Steve, dia tadi siang
sudah minta mama untuk antarkan bajunya sekarang, tapi
berhubung tadi siang kamu keluar jadinya Mama menunggu kamu
dulu!!” ucap Mama.
Jordi dalam hati berkata, “Hah, kenapa harus tunggu aku sih,
orang Rumah Steve saja tak jauh diri, kenapa harus aku yang antar?”
“Apa?”
“Lho kapan?”
“Oh ya sudah!”
Ungkapan Jordi kini semakin kecut dengan ucapan Arif, dia tak
ingin mengingatkan Ayahnya lagi, namun Arif tak sadar sehingga
membuat dirinya kini jadi jatuh perasaan dengan ucapan Arif. Jordi
sangat sensitif apabila sesuatu membahas ayahnya.
BAB 3 – SESUNGGUHNYA.
“Kenapa kamu, Jor? tiba-tiba menangis gak jelas?” Arif penasaran
melihat Jordi yang menangis di depannya.
Jordi kini merubah perasaannya dia jadi lebih tenang dan diam,
tersenyum di bibirnya, “boleh silahkan!” jawab Jordi.
“Ma, Jordi janji. Baik sukses atau tidak, Jordi akan terus
menghubungi Mama! Jordi akan terus menjadi anak yang selalu
teladan dan baik bagi Mama.” Jordi menggenggam erat kedua bahu
Mama Fenny.
Mama Fenny kian tersenyum lebar, tangan kanannya
melepaskan pegangan bahu pada putranya. “kamu memang anak
baik, silahkan hubungi Mama tapi jangan sering-sering ya! Karena,
Kamu dan Mama juga punya kesibukan masing-masing.”
Jordi tiba-tiba memeluk Mama Fenny kuat. “Aku tak akan lupa
dengan apa ucapan Mama! Jordi akan makan jika mama suruh
makan, Jordi akan tidur jika Mama suruh tidur, Jordi juga akan
bekerja jika Mama suruh kerja.”
“Amin.”
“Jordi.”
“Dawis.”
“Nanti saja di kota banyak kok wanita lebih cantik kayak dia!”
ungkap Arif.
Jordi menepuk bahu Arif. “yang sabar ya, kita jalani bersama
nanti di kota.”
Jordi, Arif, Dawis, dan beberapa teman Arif lain, sibuk mencari
tempat makan yang pas untuk dompet mereka. Mengingat makanan
di bandara memang harganya mahal sekali. Astaga, Jordi, dan
kawan-kawan harus irit selama tinggal disini.
“Gak, Aku sarankan jalan kaki saja. Naik motor disini mahal, apalagi
kalau tahu kita perantauan, mungkin dia nanti kasih harga mahal.”
Arif memegang punggung Jordi.
“Astaga, kamu tak boleh bernegatif begitu! Lagian juga, kita tak tahu
mau tinggal dimana?” jawab Jordi melepaskan tangan Arif.
“Saranku kita cari kost-kostan yang dekat sini saja!” nasihat Arif
“Kukira kita akan ke tengah kota, tapi kan sesuai janji kita akan ke
tengah kota nanti!” ungkap Jordi
“iya, tapi berhubung hari semakin siang, Aku juga butuh istirahat,
untuk apa kita terus-menerus mencari suatu yang tak pasti!” bantah
Arif.
“Oke, kalau begitu. Apa perlu kita long march sejenak dari sini?”
tanya Jordi lagi.
Terlihat wajah lesu, nan haus dari raut Jordi, Arif, dan Sena. Sesekali
mereka ingin membeli secangkir minuman per kepala untuk
menghilangkan rasa letih mereka dan haus, tapi mereka pun sampai
detik itu juga belum menemukan sedikitnya tempat untuk mereka
bersinggah. Tambah lagi, barang bawaan mereka tidaklah sedikit,
mereka harus menggendong sebuah tas yang dibilang tak seringan
yang dipikirkan.
Usai berjalan lebih dari 600 meter, dengan terik matahari
menyinari kepala mereka, akhirnya terlihat juga sebuah spanduk
raksasa tertulis “menerima kost bulanan.”,
Arif dan Sena melihat tulisan itu, tulisan itu akhirnya membuat
kepala mereka haruss berpikir apakah mereka akan menginap disini,
sedangkan wujud Rumah dan bangunan saja mereka masih belum
tahu. Dan, ternyata kost-kostan itu berada di dalam gang. Satu-
satunya cara agar mengetahui keberadaannya aadalah masuk ke
dalam Gang.