Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


EFUSI PLEURA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Departemen Medikal Bedah

Oleh:
Nama : Maharani Puspita
NIM : P17212215022

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh
jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta
serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura
paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin
yang membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis
ini mengandung kolagen dan jaringan elastis .

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi
toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini
bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu
pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.
Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh
getah bening.

Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel
mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan
ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh
getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur.

Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada
di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser
secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak
antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis
dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura
hanyalah suatu ruangan potensial.

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga
mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood Alsagaff dan H.
Abdul Mukty, 2009: 786).

2
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru
yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.
Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini
disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan
cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis
lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan
normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson Price
dan Lorraine M, 2008: 739).

Gambar 1.1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007:
www.google.com)

3
A. PENGERTIAN
Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga
pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau
karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2010).
Efusi  pleura  adalah  istilah  yang  di  gunakan  bagi  penimbunan  cairan dalam rongga
pleura (Sudoyo, Aru W. 2009).
Efusi  pleura  adalah  adanya  cairan  yang  berlebih  dalam  rongga  pleura baik transudat
maupun eksudat (Davey, 2010).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2011).

B.   KLASIFIKASI
1.      Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan
tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra
pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a.    Serosa jernih
b.   Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c.    Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d.   Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a.    Payah jantung
b.   Penyakiy ginjal (SN)
c.    Penyakit hati (SH)
d.   Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)

2.      Efusi pleura eksudat


Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang
berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma).
Ciri cairan eksudat:
a.    Berat jenis > 1.015 %
b.    Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c.    Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d.    LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
e.    Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:

4
a.     Kanker     : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau
permukaan pleura.
b.    Infark paru
c.    Pneumonia
d.    Pleuritis virus.

C. ETIOLOGI

Menurut jenis cairan yang terakumulasi efusi pleura dapat dibedakan menjadi :
1. Transudat ( filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh).
Penyakit yang menyertai transudat :
 Gagal jantung kiri.                             
 Sindrom nefrotik.                               
 Obstruksi vena kava superior
 Asites pada serosis hati
 Sindrom meig’s (asites dengan tumor ovarium).
2. Eksudat ( ekstravasasi cairan kedalam jaringan ).
Cairan ini dapat terjadi karena adanya :
 Infeksi                                                
 Neoplasma/tumor
 Infark paru

D.     MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik efusi pleura akan akan tergantung dari jumlah cairan yang ada
serta tingkat konfrensi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin
belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto toraks.
Dengan membesarnya efusi akan terjadi retriksi ekspansi paru dan pasien memungkinkan
mengalami :
1. Tidak enak badan
2. Demam
3. Nafas pendek
4. Takipnea
5. Perkusi : pekak
6. Dispneu bervariasi
7. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleur
8. Trachea menjauhi sisi yang mengalami efusi
9. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
10. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena efusi
11. Perkusi meredup diatas efusi pleura
12. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
13. Fremitus vokal dan dada berkurang
14. Bunyi pendek dan lemah diarea yang mengalami efusi.

5
E. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9
cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat
ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan
jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A,
2011, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran
kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara
cepat (Guyton dan Hall , Egc, 2009, 623-624).

6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2.    CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3.    USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4.    Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5.    Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi,
dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
6.    Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi
dengan foto thoraks.
7.    Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
8.    Pemeriksaan Biokimia.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.   Aspirasi cairan pleura


Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk
melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada
alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan
keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.          Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh
darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat
menyebabkan pneumothorak.

7
b.         Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura
tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali
struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan
pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux
dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan
pada hemodinamik.
c.          Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
1)      Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
2)      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai
faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
3)      Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2.  Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka
akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3.  Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi
juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena
malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic
misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya
seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh
karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan
gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula
berbagai cara lainnya yaitu :
4.  Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD
atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis
adalah :
a.       Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
plera.
b.      Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c.       Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan
pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
a.       Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b.      Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.

8
c.       Dapat terjadi pneumothoraks.
5.  Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan
berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.
6. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting
untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif
yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan
suatu kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan
maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga
tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis
adalah pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
2. Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
3. Indikasi
a. Pneumothoraks :
a. Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
b. Luka tusuk tembus
c. Klem dada yang terlalu lama
d. Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
c. Hemopneumothorak
d. Thorakotomy :
- Lobektomy
- Pneumoktomy
e. Efusi pleura : Post operasi jantung
f. Emfiema :
- Penyakit paru serius
- Kondisi indflamsi
g. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
h. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

9
4. Kontraindikasi Pemasangan WSD
a. Infeksi pada tempat pemasangan
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
5. Macam-macam WSD
a. WSD dengan sistem satu botol
Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2
lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis
ini mempunyai 2 fungsi, sebagai penampung dan botol penampung. Air steril
dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
Note:
- Apabila < 2 cm H2O, berarti no water seal. Hal ini sangat
berbahaya karena menyebabkan paru kolaps.
- Apabila > 2 cm H2O, berarti memerlukan tekanan yang lebih
tinggi dari paru untuk mengeluarkan cairan atau udara.
Apabila tidak ada fluktuasi yang mengikuti respirasi apat disebabkan karena
adanya kinking, clotting atau perubahan posisi chest tube. Selang untuk
ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga
pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.
Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan : Inspirasi akan
meningkat dan ekpirasi menurun.
b. WSD dengan sistem 2 botol
Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2
botol water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya
kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan suction
control. Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2. Prinsip kerjasama dengan ystem 1
botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan
udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD. Biasanya digunakan
untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural.
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
c. WSD dengan sistem 3 botol
Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah
hisapan yang digunakan. Selain itu terpasang manometer untuk mengontrol
tekanan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting adalah
kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung
pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD. Drainage
tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-3
mempunyai 3 selang :

10
- Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke
dua
- Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
- Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer

6. Tempat pemasangan
a. Apikal
- Letak selang pada interkosta III mid klavikula
- Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
- Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
7. Cara Pemasangan Wsd
a. Persiapan
1) Pengkajian
- Memeriksa kembali instruksi dokter
- Mengecek inform consent
- Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan
2) Persiapan pasien
- Siapkan pasien
- Memberi penjelasan kepada pasien mencakup : tujuan tindakan, posisi
tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat
duduk atau berbaring, upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan
nyeri seperti nafas dalam, distraksi, latihan rentang sendi (ROM) pada
sendi bahu sisi yang terkena
3) Persiapan alat
- Sistem drainage tertutup
- Motor suction   
- Slang penghubung steril

11
- Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau
jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya,
duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%,
konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker.
b. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur
dapat dilaksanakan dengan baik , dan perawat memberi dukungan moril
pada pasien.
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksilaris anterior dan media
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus  interkostalis
4. Pada saat inspirasi:
- Tekanan dalam paru-paru > kecil dibanding tekanan yang ada di
dalam WSD
- Paru- paru mengembang
Note:
Apabila menggunakan WSD tipe satu botol, saat inspirasi cairan
biasanya akan tertarik ke atas, namun tidak sampai masuk kembali ke
rongga pleura karena adanya gaya gravitasi dan perbedaan sifat cairan
yang lebih berat daripada udara.
5. Pada saat ekspirasi:
- Tekanan dalam paru- paru > besar dibanding  tekanan yang ada di
dalam WSD
- Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian
disebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut. untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru
- Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
- Chest tube yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan di
dinding dada
- Chest tube disambung ke WSD yang telah disiapkan
6. Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan

8. Tindakan setelah prosedur


Perhatikan undulasi pada selang WSD. Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi
dapat terjadi antara lain :
a. Motor suction tidak berjalan
b. Slang tersumbat dan terlipat
c. Paru-paru telah mengembang

12
d. Yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi system
drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
e. Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
f. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
g. Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui
jumlah cairan yg keluar
h. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
i. Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
j. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat
k. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
l. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
m. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan
yang dibuang.
n. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
o. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan
p. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan ystem cara batuk efektif
q. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
r. Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
s. Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

9. Perawatan WSD
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana
masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan
agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1) Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang
yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak
dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada
slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang
cedera.
3) Mendorong berkembangnya paru-paru.
- Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

13
- Latihan napas dalam.
- Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
- Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
- Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika
banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan. Suction harus berjalan efektif :
a. Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1
- 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
b.  Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,
keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
c.  Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di
cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan
di dinding paru-paru.
d. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
- Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
- Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
- Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara masuk yaitu
meng”klem” slang pada dua tempat dengan kocher.
- Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus tetap steril.
- Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal Drainage).
 
10. Indikasi Pelepasan WSD
a. Produksi cairan <50 cc/hari
b. Bubling sudah tidak ditemukan
c. Pernafasan pasien normal
d. 1-3 hari post cardiac surgery
e. 2-6  hari post thoracic surgery
f. Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau tidak
adanya cairan atau udara pada rongga intra pleura

14
11. Komplikasi Pemasangan WSD
a. Perdarahan intercosta
b. Empisema
c. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
d. Pneumothoraks kambuhan.

I. Komplikasi   

a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis
Paru fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.

J. PROGNOSIS

Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi
pleura. Pasien yang mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan
diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka komplikasi
yang lebih rendah.

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Canpernito, 2009,2).
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan

16
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura
keadaan umumnya lemah.
2) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien
yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
3) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat
dan keluarganya.
4) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
5) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
7) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
8) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.

17
9) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran
tinggi badan berat badan pasien.

2) Sistem Respirasi / B1 (Breath)


Inspeksi : pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya
dyspneu.
Palpasi : fokal Fremitus menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pergerakan ekspansi dada yang
asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit). Iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum purulen. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i –
e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar
suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis,
Mukty Abdol, 2009,79)

18
3) Sistem Cardiovasculer / B2 (Blood)
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi : untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
Auskultasi : untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Neurologis / B2 (Blood)


Inspeksi : tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
- Tentukan keluhan pusing, lama istirahat/tidur.
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
- Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

5) Sistem Perkemihan B4 (Bladder)


- Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi,
inkontinensia
- Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar
500cc/hari dan berwarna kuning bening
- Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
- Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral. Intake
cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
- Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter.

6) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)


Inspeksi : perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi : untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit.

19
Palpasi : perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi : abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

7) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)


Inspeksi : perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
Palpasi : pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan
kanan.

8) Sistem Integumen
Inspeksi : mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
Palpasi : perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental
3. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan ventilasi, difusi, distribusi
dan transportasi O2
6. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan
8. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan, histamin dan substansi pirogenik

20
3. Intervensi (perencanaan)

Diagnosa, Tujuan, Kriteria Hasil


No. INTERVENSI
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan 1. Identifikasi etiologi atau faktor pencetus.
penurunan ekspansi paru (akumulasi 2. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat,
udara/cairan). sianosis, perubahan tanda vital)
Tujuan :
3. Auskultasi bunyi napas.
setelah dilakukan intervensi keperawatan 4. Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk,
selama 3x24 jam pola nafas efektif nafas dalam
5. Pertahankan posisi nyaman biasanya
Kriteria Hasil : peninggian kepala tempat tidur
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 6. Bila selang dada dipasang :
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis - periksa pengontrol penghisap, batas
dan dyspneu (mampu mengeluarkan cairan.
sputum, mampu bernafas dengan mudah, - Observasi gelembung udara botol
tidak ada pursed lips). penampung.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien - Klem selang pada bagian bawah unit
tidak merasa tercekik, irama nafas, drainase bila terjadi kebocoran.
frekuensi pernafasan dalam rentang - Awasi pasang surutnya air penampung.
normal, tidak ada suara nafas abnormal). - Catat karakter/jumlah drainase selang
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal dada.
(tekanan darah, nadi, pernafasan) 7. Kolaborasi untuk pmberian oksigen melalui
kanul/masker

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan


berhubungan dengan sekresi mucus yang usaha respirasi
kental
2. Perhatikan gerakan dada, amati
Tujuan : simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi
setelah dilakukan intervensi keperawatan otot supraclavicular dan interkostal
selama 3x24 jam
3. Monitor suara napas tambahan
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 4. Monitor pola napas : bradypnea,
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul,
dan dyspneu (mampu mengeluarkan napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s
sputum, mampu bernafas dengan mudah, dan pola ataxic
tidak ada pursed lips)
2.  Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Auskultasi bunyi nafas tambahan;
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas, ronchi, wheezing.
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal) 5. Berikan posisi yang nyaman untuk
3.  Mampu mengidentifikasikan dan mengurangi dispnea.
mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas 5. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea;
lakukan penghisapan sesuai keperluan.

5. Anjurkan asupan cairan adekuat.

5. Ajarkan batuk efektif

5. Kolaborasi pemberian oksigen

5. Kolaborasi pemberian broncodilator


sesuai indikasi.

3. Gangguan pola istirahat dan tidur 1.   Pantau keadaan umum pasien dan TTV.
berhubungan dengan adanya nyeri. 2.   Kaji Pola Tidur.
3.   Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kecepatan, irama.
keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan 4.   Kaji faktor yang menyebabkan gangguan
pasien dapat istirahat tidur malam dengan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas,
optimal. imobilitas,gangguan eliminasi sepertisering
berkemih,gangguan metabolisme, gangguan
Kriteria Hasil : transportasi,lingkungan yang asing,
1. Melaporkan istirahat tidur malam yang temperature,aktivitas yang tidak adekuat).
optimal. 5.   Catat tindakan kemampuan untuk
2. Tidak menunjukan perilaku gelisah. mengurangikegelisahan.

21
3. Wajah tidak pucat dan konjungtiva mata 6.   Ciptakan suasananyaman, Kurangi atau
tidak anemis karena kurang tidur malam. hilangkan distraksi lingkungan dan
4. Mempertahankan (atau membentuk) pola gangguan tidur.
tidur yang memberikan energi yang cukup 7. Batasi pengunjung selama periode istirahat
untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
yang optimal (mis; setelahmakan).
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 1. Kaji KU pasien
kebutuhan tubuh berhubungan dengan 2. Timbang berat badan pasien
anoreksia. 3. Catat frekuensi mual, muntah pasien
4. Catat masukan nutrisi pasien
Tujuan : 5. Beri motivasi pasien untuk meningkatkan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan asupan nutrisi
selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi. 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan
menu
Kriteria Hasil :
1.   Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan 1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan
dengan gangguan ventilasi, difusi, distribusi bernafas.
dan transportasi O2 2. Observasi warna kulit, membrane mukosa,
dan kuku, catat adanya sianosis perifer
Tujua: (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3. Awasi frekuensi jantung/irama.
selama 3x24 jam Tidak terjadi gangguan 4. Pertahankan istirahat dan tidur. Dorong
pertukaran gas. menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas
senggang.
Kriteria Hasil : 5. Tinggikan kepala dan dorong sering
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi mengubah posisi, nafas dalam , dan batuk
dan oksigenasi yang adekuat efektif.
2. Memelihara kebersihan paru paru dan 6. Berikan terapi oksigen dengan benar.
bebas dari tanda tanda distress pernafasan 7. Awasi GDA,nadi oksimetri
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal :
(TD : 120/80 mmHg, nadi : 60 – 100
x/menit, suhu : 36 – 37 , RR: 16 – 24
x/menit )
6. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan 1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
pada rongga pleura.
2. Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri
Tujuan : yang terjadi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi.
selama 3x24 jam pasien mengatakan 4. Bantu melakukan latihan rentang gerak.
nyeri dada berkurang
5. Kolaborasi pemberian analgetik
kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang dan pasien tampak
tenang.
2. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
4. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
5. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
6. Tanda vital dalam rentang normal

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan 1. Diskusikan dengan pasien tentang


penurunan perfusi O2 ke jaringan perlunya beraktifitas.
2. Identifikasi aktivitas-aktivitas pasien yang

22
Tujuan : Setelah diberikan asuhan diinginkan dan sangat berarti baginya.
keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan 3. Dorong pasien untuk membantu
klien meningkatkan ambulan atau aktivitas. merencanakan kemajuan aktifitas, yang
mencakup aktivitas yang diyakini sangat
Kriteria Hasil : penting oleh pasien.
1. Pasien menyatakan keinginannya untuk 4. Instruksikan dan bantu pasien untuk
meningkatkan aktivitas. beraktivitas diselangi istirahat.
2. Pasien menyatakan mengerti tentang 5. Identifikasi dan meminimalkan faktor-
kebutuhannya untuk meningkatkan faktor yang dapat menurunkan toleransi
aktivitas secara bertahap. latihan pasien.
6. Beri dukungan dan dorongan pada tingkat
aktivitas pasien yang dapat ditoleransi.
8. Hipertermi berhubungan dengan proses 1. Pantau tanda-tanda vital terutama suhu
peradangan, histamin dan substansi pirogenik 2. air (1500-2000 cc/hari)Beri pasien banyak
minum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3. Beri pasien kompres air hangat atau air
keperawatan selama 3 jam diharapkan suhu dingin
tubuh tidak panas lagi 4. Beri selimut pendingin
5. Pantau suhu lingkungan
Kriteria Hasil : 6. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik
1. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5- dan antibiotik
37,50C)
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak
pusing

4. Implementasi (pelaksanaan)
Pelaksanaan atau implementasi merupakan penatalaksanaan atau perwujudan dari
rencana (intervensi) yang telah disusun.

5. Evaluasi
- Pertukaran gas kembali efektif setelahan dilakukan tindakan keperawatan
- Bersihan jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Pola nafas kembali kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
- Peningkatan toleransi terhadap aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A. 2011. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press :Surabaya

Ariyanti, 2010. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta:EGC

Baughman C Diane, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

Davey, 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 23 April 2016
pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html

23
Guyton dan Hall , Egc, 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta: EGC

Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2008. Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat,
Jakarta EGC

Sudoyo, Aru W. 2009. Guidelines of Pulmonology, Surabaya: Medika action

24
25

Anda mungkin juga menyukai