Anda di halaman 1dari 7

INSTRUMEN PENILAIAN TINGKAT MUAL DAN MUNTAH

PASCA OPERASI PADA PASIEN POST OPERASI GENERAL


ANESTESI: STUDI LITERATUR REVIEW

SKRIPSI

MAHARANI PUSPITA
P17211172012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN PERIOPERATIF
MALANG
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Post operative nausea and vomiting (PONV) didefinisikan sebagai mual, muntah,

atau retching yang terjadi selama 24-48 jam pertama setelah operasi di rawat inap

(Pierre, 2013). Menurut Gan., T.J (2006) dalam Silaban (2015) PONV adalah

komplikasi yang sering terjadi pada anestesi umum dalam 24 jam pertama setelah

operasi dan terjadi sebanyak 30-70% pada pasien rawat inap (Gan TJ 2006). Pasien-

pasien dianestesi umum mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami mual

dan muntah dibandingkan dengan pasien yang menggunakan jenis anestesi lain

(Islam & Jain, 2004 dalam Indrawati, 2010). Efek anestesi yang mudah menguap

pada PONV tergantung pada dosis dan menonjol dalam 2-6 jam pertama setelah

operasi. Anestesi yang mudah menguap adalah penyebab utama PONV dini (0–2 jam

setelah operasi); mereka tidak memiliki dampak pada tertunda PONV (2-24 jam

setelah operasi) (Apfel, 2002, dalam Safiya I, dkk, 2016). PONV dapat

dikelompokkan ke dalam early PONV (mual dan/atau muntah yang terjadi dalam 2-6

jam pascaoperasi), late PONV (mual dan/atau muntah yang terjadi dalam 6-24 jam

pascaoperasi) dan delayed PONV (mual dan/atau muntah yang timbul setelah 24 jam

pascaoperasi). PONV yang timbul segera atau lambat dapat berbeda dalam

patogenesisnya.

Insiden muntah secara umum terjadi sekitar 30%, insiden mual sekitar 50% dan

kejadian PONV dapat mencapai 80%. Lebih dari 40 juta pasien yang menjalani
operasi di Amerika Serikat dan lebih dari 100.000 (sekitar 30%) pasien mengalami

PONV (Gan et al., 2014). Insiden PONV terjadi pada 75-80% anestesi dengan eter,

25-30% pasien pasca bedah dengan anestesi umum (Kovac, 2000) dan dapat

mencapai 70% pada pasien high risk (Mohamed, 2004 dalam Andry, 2009).

Menurut Baghir (2015) mual dan muntah pascaoperasi hampir selalu hilang

dengan sendirinya, akan tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien setelah

operasi, dan dapat menimbulkan komplikasi yang serius. Selain itu, setiap kejadian

muntah akan menunda keluarnya pasien dari ruang pemulihan selama kurang lebih 20

menit. Tertundanya pasien keluar dan tentunya akan meningkatkan biaya perawatan.

Dalam hal ini sudah dilakukan beberapa penelitian yang memprediksikan mengenai

risiko terjadinya mual muntah pascaoperasi antara lain oleh Apfel, Koivuranta,

Sinclair, TJ Gan dan lain lain. Banyaknya penelitian prediksi Skor PONV belum ada

satupun skoring baku yang diterapkan di rumah sakit di Indonesia. Penggunaan

skoring risiko PONV diharapkan dapat menekan komplikasi dan biaya perawatan

pasien pascaoperasi.

Penentuan risiko tinggi kejadian PONV ditentukan dengan skor faktor risiko.

PONV. Beberapa system skor telah diperkenalkan untuk memprediksi PONV dalam

24 am setelah operasi. Hingga saat ini belum ada system skor untuk memprediksi

PONV yang dijadikan sebagai standar baku (gold standard) di rumah sakit berdasar

atas akurasinya. Skor paling sederhana adalh skor Apfel. Terdiri atas 4 faktor resiko,

yaitu jenis kelamin perempuan, tidak merokok, riwayat PONV atau morning sickness

sebelumnya, dan penggunaan opioid pasca operasi. Tiap-tiap faktor risiko tersebut
meningkatkan kejadian PONV. Dalam American Society of Perianesthesia Nurse

(ASPAN’s) Guideline for Prevention and or Management of PONV, skor Apfel

digunakan dalam menilai golongan pasien berdasar atas risiko terhadap PONV.

Skor Apfel dan Koivuranta telah membuat sistem skor sederhana dengan 4 dan 5

faktor resiko (Apfel, 1999 dalam Zainumi 2009). Menurut Apfel (2002) bahwa

penambahan lebih dari beberapa faktor resiko hanya sedikit atau tidak menambah

akurasi. (Apfel, 2002, dalam Zainumi 2009). Skor Apfel dan Koivuranta dkk secara

statistik menunjukkan nilai prediksi yang lebih tinggi dibandingkan sistem skor

Palazzo dan Evans (Apfel, 2002, dalam Palupi 2014). Skor paling sederhana adalah

skor Apfel, terdiri atas 4 faktor resiko, yaitu jenis kelamin perempuan, tidak

merokok, riwayat PONV atau morning sickness sebelumnya, dan penggunaan opioid

pascaoperasi (Apfel, 2012; Sherif L, 2015). Tiap-tiap faktor risiko tersebut

meningkatkan kejadian PONV 20% (Sherif L, 2015).

Pada penelitian Apfel (2002) didapati nilai kekuatan skor Apfel pada kurva ROC

lebih tinggi dibandingkan Koivuranta (0,68 dan 0,66) (Apfel, 2002, dalam Palupi

2014). Pada penelitian lainnya secara numerik pada kurva ROC skor Koivuranta lebih

besar dibandingkan dengan skor Apfel yaitu (0,66 dan 0,63) (Rusch, 2005, dalam

Palupi, 2014). Pada penelitian terbaru yang telah dilakukan oleh Palupi (2014) di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta di dapatkan hasil nilai kekuatan skor Apfel pada

kurva ROC lebih rendah dibandingkan dengan Koivuranta (0,818 dan 0,848). Pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Zinumi (2009) di dapatkan hasil persamaan
sensitivitas yaitu 75% dan perbedaan spesifisitas yaitu skor Apfel 37% dan skor

Koivuranta 27%.

Literature Review hasil penelitian berupa pencarian melalui daring website

Google Scholar, PubMed, Jurnal of Perianesthesia Nursing, dan British Jurnal

Anesthetia untuk menemukan artikel sesuai kriteria inklusi dan ekslusi kemudian

dilakukan review. Jurnal diseleksi berdasarkan judul dan informasi abstrak sesuai

dengan hal yang akan disampaikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut : “ Skor resiko manakah yang lebih baku dalam memprediksi terjadinya

PONV pada pasien dengan anestesi umum?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui instrumen yang baku untuk memprediksi terjadinya PONV pada

pasien dengan anestesi umum

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahui sensitivitas dan spesifisitas skor Apfel sebagai prediktor kejadian


PONV pada anestesi umum.

b. Diketahui sensitivitas dan spesifisitas skor Koivuranta sebagai prediktor


kejadian PONV pada anestesi umum.

c. Diketahui persentase kejadian PONV pasca anestesi umum.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai sensitivitas dan

spesifisitas Skor Koivuranta sebagai prediktor PONV pasca anestesi umum sehingga

bermanfaat sebagai bahan pengembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan

anestesi, serta memberikan tambahan studi kepustakaan yang dapat digunakan

sebagai referensi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Institusi Pengambil Kebijakan Rumah Sakit

Sebagai salah satu bahan masukan dan informasi untuk rumah sakit berkaitan
dengan tindakan mengurangi angka kejadian PONV pasca anestesi umum.

b. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang

Sebagai salah satu referensi dan sumber pelajaran dalam pengembangan ilmu
keperawatan anestesi khususnya observasi terhadap masalah kejadian PONV
pasca operasi pada anestesi umum dengan skor prediktor PONV yaitu skor Apfel
dan skor Koivuranta.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi tambahan untuk dapat dilanjutkan dengan menggunakan


jumlah kasus yang lebih besar dan variabel lain.

Anda mungkin juga menyukai